Anda di halaman 1dari 33

Penetapan Kapasitas Tukar Kation (KTK)

BAB I

PENDAHULUAN

Kapasitas tukar kation merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan
kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menjerat dan menyediakan unsur hara
lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah. Tanah dengan KTK tinggi bila didominasi
oleh kation basa, Ca, Mg, K, Na (kejenuhan basa tinggi) dapat meningkatkan kesuburan
tanah, tetapi bila didominasi oleh kation asam, Al, H (kejenuhan basa rendah) dapat
mengurangi kesuburan tanah. Karena unsur-unsur hara terdapat dalam kompleks jerapan
koloid maka unsur-unsur hara tersebut tidak mudah hilang tercuci oleh air.KTK pada jenis
tanah yang ada berbeda-beda, dipengaruhi oleh faktor lingkungan setempat. KTK tanah pada
umumnya digunakan sebagai indikator pembeda pada proses klasifikasi tanah.

Besarnya KTK suatu tanah dapat ditentukan dengan menjenuhkan kompleks jerapan atau
misel dengan kation tertentu. Misalnya misel dijenuhkan dengan kation Ba2+ atau NH4+
yang bertujuan agar seluruh kation yang terjerap dapat digantikan oleh ion Ba2+ atau NH4+.
Dengan menghitung jumlah Ba2+ atau NH4+ yang dapat menggantikan seluruh kation
terjerap tadi, maka nilai tersebut adalah KTK tanah yang ditentukan.

Pada suspensi tanah dapat dibedakan permukaan padat yang umumnya bermuatan negatif
dan kation-kation yang bermuatan positif dalam larutan. Penyebaran muatan pada sistem
tersebut dapat disamakan dengan kondensor. Dalam hal ini lempeng bermuatan negatif adalah
permukaan padat dan lempeng bermuatan positif adalah sejumlah kation yang tersebar.
Semakin jauh dari permukaan bahan padat ia menjadi renggang sampai akhirnya merat
dilarutkan. Penyebaran muatan dengan medan listriknya disebut lapis ganda listrik. Dengan
adanya tenaga kinetis maka penyebaran kation bersifat difusi dan lapisan ganda disebut
setengah difusi. Kation-kation yang menyebar disebut ion lawan (counter ion) dari muatan
permukaan. Medan listrik makin berkurang dari permukaan bermuatan kelarutan sampai
menjadi nol bila disosiasi ion lawan telah berhenti. Tebal lapis ganda ditentukan oleh
kesetimbangan antara kecenderungan ion-ion untuk menyebar dan kekuatan tarik permukaan
mineral.
Setiap kation mempunyai daya yang berbeda untuk dapat dijerap dan dipertukarkan. Jumlah
yang dijerap biasanya tidak setara dengan jumlah yang dipertukarkan. Ion bervalensi dua
biasanya lebih kuat dipegang dai pada ion bervalensi satu oleh koloid tanah, dengan demikian
akan lebih sukar untuk dipertukarkan. Itulah sebabnya jika ion Ba2+ yang digunakan sebagai
kation penukar, pertukaran tidak terjadi dalam jumlah yang setara. Barium dijerap kuat sekali
oleh liat, tetapi mempunyai daya penetrasi yang rendah. Oleh karena itu jumlah pertukaran
yang diperoleh lebih rendah dari jumlah barium yang dijerap, akan sering memberikan
jumlah pertukaran yang lebih tinggi dari jumlah ion NH4+ yang dijerap. Amonium adalah ion
bervalensi satu yang tentunya akan ditarik oleh koloid liat kurang kuat jika dibandingkan
dengan ion barium, tetapi ion amonium mempunyai daya penetrasi yang lebih tinggi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kapasitas Tukar Kation (KTK) atau Cation Exchange capacity (CEC) merupakan jumlah
total kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid yang bermuatan negative.
Berdasarkan pada jenis permukaan koloid yang bermuatan negative, KTK dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : a) KTK koloid anorganik atau KTK liat yaitu jumlah
kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid anorganik (koloid liat) yang
bermuatan negative, b) KTK koloid organic yaitu jumlah kation yang dapat dipertukarkan
pada permukaan koloid oerganik yang bermuatan negative, dan c) KTK total atau KTK tanah
yaitu jumlah total kation yang dapat dipertukarkan dari suatu tanah baik kation pada
permukaan koloid organic (humus) maupun kation pada permukaan koloid anorganik (liat)
(Madjid, 2007).

Besarnya KTK tanah tergantung pada tekstur tanah, tipe mineral liat tanah, dan kandungan
bahan organic. Semakin tinggi kadar liat atau tekstur semakin halus maka KTK tanah akan
semakin besar. Demikian pula pada kandungan bahan organic tanah, semakin tinggi bahan
oerganik tanah maka KTK tanah akan semakin tinggi (Mukhlis, 2007).
Kapasitas Tukar Kation (KTK) setiap jenis tanah berbeda-beda. Humus yang berasal dari
bahan organic mempunyai KTK jauh lebih tinggi (100-300 meq/100g). Koloid yang bersal
dari batuan memiliki KTK lebih rendah (3-150 meq/100g). Secara kualitatif KTK tanah dapat
diketahui dari teksturnya. Tanah dengan kandungan pasir yang tinggi memiliki KTK yang
lebih rendah dibandingkan dengan tanah dengan kandungan liat atau debu. KTK tanah yang
rendah dapat ditingkatkan dengan menambahkan bahan organic seperti kompos atau pupuk
kandang, penambahan hancuran batuan zeolit secara signifikan juga dapat meningkatkan
KTK tanah (Novizan, 2005).

Kapasitas tukar kation tanah tergantung pada tipe dan jumlah kandungan liat, kandungan
bahan organik, dan pH tanah. Kapasitas tukar kation tanah yang memiliki banyak muatan
tergantung pH dapat berubah-ubah dengan perubahan pH. Keadaan tanah yang masam
menyebabkan tanah kehilangan kapasitas tukar kation dan kemampuan menyimpan hara
kation dalam bentuk dapat tukar, karena perkembangan muatan positif. Kapasitas tukar kation
kaolinit menjadi sangat berkurang karena perubahan pH dari 8 menjadi 5,5. KTK tanah
adalah jumlah kation yang dapat dijerap 100 gram tanah pada pH 7 (Pairunan, dkk., 1999).

Kation adalah ion bermuatan positif seperti Ca++, Mg+, K+, Na+, NH4+, H+, Al3+, dan
sebagainya. Di dalam tanah kation-kation tersebut terlarut di dalam air tanah atau dijerap oleh
koloid-koloid tanah. Banyaknya kation (dalam miliekivalen) yang dapat dijerap oleh tanah
per satuan berat tanah (biasanya per 100 g) dinamakan kapasitas tukar kation (KTK). Kation-
kation yang telah dijerap oleh koloid-koloid tersebut sukar tercuci oleh air gravitasi, tetapi
dapat diganti oleh kation lain yang terdapat dalam larutan tanah. Hal tersebut dinamakan
pertukaran kation. Jenis-jenis kation yang telah disebutkan di atas merupakan kation-kation
yang umum ditemukan dalam kompleks jerapan tanah.(Rosmarkam dan Yuwono, 2002)

Pertukaran kation merupakan pertukaran antara satu kation dalam suatu larutan dan kation
lain dalam permukaan dari setiap permukaan bahan yang aktif. Semua komponen tanah
mendukung untuk perluasan tempat pertukaran kation, tetapi pertukaran kation pada
sebagaian besar tanah dipusatkan pada liat dan bahan organic. Reaksi tukar kation dalam
tanah terjadi terutama di dekat permukaan liat yang berukuran seperti klorida dan partikel-
partikel humus yang disebut misel. Setiap misel dapat memiliki beribu-ribu muatan negative
yang dinetralisir oleh kation yang diabsorby (Soares et al., 2005).

Pada kebanyakan tanah ditemukan bahwa pertukaran kation berubah dengan berubahnya
pH tanah. Pada pH rendah, hanya muatan permanen liat, dan sebagian muatan koloid organik
memegang ion yang dapat digantikan melalui pertukaran kation. Dengan demikian KTK
relatif rendah.(Harjowigeno, 2002)

KTK tanah berbanding lurus dengan jumlah butir liat. Semakin tinggi jumlah liat suatu
jenis tanah yang sama, KTK juga bertambah besar. Makin halus tekstur tanah makin besar
pula jumlah koloid liat dan koloid organiknya, sehingga KTK juga makin besar. Sebaliknya
tekstur kasar seperti pasir atau debu, jumlah koloid liat relatif kecil demikian pula koloid
organiknya, sehingga KTK juga relatif lebih kecil daripada tanah bertekstur halus.(Hakim,
1986)

Pengaruh bahan organik tidak dapat disangkal terhadap kesuburan tanah. Telah
dikemukakan bahwa organik mempunyai daya jerap kation yang lebih besar daripada koloid
liat. Berarti semakin tinggi kandungan bahan organik suatu tanah makin tinggi pula lah
KTKnya.(Rosmarkam dan Yuwono, 2002)

Nilai kapasitas tukar kation tanah pada umumnya berkisar antara 25-45 cmol/kg sampai
dengan kedalaman 1 meter. Besarnya nilai KTK sangat dipengaruhi oleh kadar lempung, C-
organik, dan jenis mineral lempungnya. Pengaruh kadar lempung dan C-organik terhadap
nilai KTK tanah terlihat dari grafik hubungan sifat-sifat fisik-kimia. Kadar lempung
berpengaruh cukup tinggi terhadap KTK dengan nilai koefisien determinasi R2 = 0.62. Makin
tinggi kadar lempung maka makin tingi nilai KTK, sedangkan untuk C-organik pengaruhnya
kacil terhadap KTK (R2 = 0.29), hal ini mungkin karena kadar C-organik yang rendah, selain
itu jenis mineral lempung pun berpengaruh terhadap nilai KTK (Al-Jabri, 2008).

Dalam kondisi tertentu kation teradsorpsi terikat secara kuat oleh lempung sehingga tidak
dapat dilepaskan kembali oleh reaksi pertukaran, kation ini disebut kation terfiksasi. Mineral
lempung yang banyak menyumbang fiksasi K+ dan NH4+ antara lain : zeolit, mika, dan ilit.
Fiksasi K penting didalam tanah pasiran untuk mencegah dari pelindian dan pemupukan K+
dan NH4+ yang terus menerus yang dapat menurunkan fiksasi K (Aragno dan Michel, 2005).

Masukan kapur akan menaikkan pH tanah. Pada tanah-tanah yang bermuatan tergantung
pH, seperti tanah kaya montmorillonit atau koloid organik, maka KTK akan meningkat
dengan pengapuran. Di lain pihak pemberian pupuk-pupuk tertentu dapat menurunkan pH
tanah, sejalan dengan hal itu KTK pun akan turun. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pengaruh pengapuran dan pemupukan ini berkaitan erat dengan perubahan pH, yang
selanjutnya memperngaruhi KTK tanah (Hakim, dkk., 1986).
BAB III

BAHAN DAN METODA

3.1 Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan adalah Amonium Asetat pH 7, H2SO4 0,1 N, Alkohol 96%, Natrium
Hidroksida 40%, indicator Conway, Asam Borat, Aquadest. Alat yang digunakan adalah
timbngan analitik, alat destilasi amoniak, gelas piala, batang pengaduk, gelas arloji, gelas
ukur 50 ml, botol semprot, corong, kertas saring, labu ukur 100 ml, pipet, buret, Erlenmeyer,
dan labu kjedahl 1000 ml.

3.2 Metode

Metode yang digunakan adalah Leaching (pencucian) dengan Amonium Asetat 1N pH 7.

3.3 Cara Kerja

1. masukkan 2,5 g sampel tanah kering angin kedalam botol film, lalu tambahkan 25 ml
larutan ammonium asetat kocok selama 15 menit dengan mesin pengocok dan biarkan
semalam.

2. Setelah itu larutan disaring dengan kertas saring dan ditampung dengan labu ukur 50 ml,
sisa sampel tanah yang ada di kertas saring pada gelas piala dicuci dengan 20-30 ml
ammonium asetat dan diulang sampai beberapa kali sampai filtrate yang ditampung mencapai
50 ml. pindahkan ke labu ukur dan tepatkan volumenya sampai 50 ml dengan ammonium
asetat pH 7.

3. Cuci sampel tanah pada kertas saring dengan 25-30 ml Alkohol untuk setiap kali
pencucian.
4. Pindahkan sampel tanah pada kertas saring kedalam labu kjedahl dan tambahkan 40 ml
Aquadest dan tambahkan 20 ml NaOH 40%. Kemudian hubungkan dengan alat destilasi.

5. Hasil dstilasi ditampung dengan Erlenmeyer yang berisi 15 ml Asam Borat dan 3 tetes
indicator Conway. Destilasi dihentikan setelah destilat mencapai 40 ml dan berubah menjadi
hijau kebiru-biruan.

6. Destilat dititrasi dengan asam sulfat 0,1 N sehingga warna biru berubah menjadi merah
muda. Denag cara yang sama dilakukan untuk blanko.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Jenis Tanah Nilai (me/100 g tanah) Kriteria

Ultisol 0,107 Sangat Rendah

Regosol 0,216 Sangat Rendah

Histosol 0,322 Sangat Rendah

4.2 Pembahasan

Perbedaan nilai KTK terjadi karena penggunaan sampel tanah yang berbeda. Nilai KTK
tanah Histosol lebih tinggi dibandingkan dengan tanah Regosol, dan nilai KTK tanah lebih
tinggi dibandingkan dengan nilai KTK tanah Ultisol (KTK Histosol > KTK Regosol > KTK
Ultisol). Meskipun ada yang memiliki nilai KTK yang tinggi pada ketiga tanah tersebut,
namun berdasarkan pada table kriteria, nilai KTK ketiga tanah tersebut memiliki nilai KTK
yang sangat rendah.

Hasil KTK yang diperoleh diatas sesuai dengan pendapat Foth, Henry (1998) yang
menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kemasaman tanah maka semakin rendah
kemampuan kapasitas tukar kation tanah / nila KTK tanah. Sebagaimana tingkat kemasaman
tanah tersebut, ultisol lebih masam dibandingkan regosol dan histosol, karena itu tanah ultisol
memiliki nilai KTK paling rendah dan histosol mempunyai KTK paling besar.

Kemasaman tanah ultisol terjadi karena tanah ultisol adalah tanah yanag terbentuk didaerah
yang lembab. Tanah ultisol bersifat masam dengan kejenuhan basa-basa rendah, karena
adanya pencucian basa-basa. Adanya keberadaan suhu yang cukup pans dan pencucian yang
lama, terjadi pelapukan yang intensif pada mineral yag mudah lapuk.

Tanah ultisol, regosol dan histosol merupakan tanah yang masam dan sangat tidak subur.
Karen itu taah ini tidak begitu baik untuk usaha pertanian. Namun, usaha pertanian pada
tanah ini tetap bisa dilakukan pada tanah ini denga cara menaikkan pH tanah. Hal ini bisa
dibantu dengan pemberian memberikan kapur dan bahan organic kepada tanah tersebut.
Kapur akan menaikkan pH tanah, sedangkan bahan organic akan bertindak untuk menambah
ketersediaan unsur hara bagi tanah untuk perkembangan dan pertumbuhan tanaman.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari praktikum yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa ketiga sampel tanah
yang digunakan memiliki nilai kapasitas tukar kation yang sangat rendah. Hal ini terjadi
karena karena ketiga tanah adalah tanah dengan pH masam. Rendahnya KTK tanah berarti
sanagt sedikitnya unsur hara yang terdapat didalam tanah. Tanah dengan KTK rendah tidak
bagus bila digunakan untuk usaha pertanian. Kemasaman tanah ini perlu diperbaiki dengan
pemberian kapur dan penambahan bahan organic.

5.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya, praktikan diharapkan menggunakan sampel tanah yang
memiliki nilai KTK yang tinggi agar dapat membandingkan perlakuan yang diberikan untuk
sampel tanah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Jabri, M. 2008. Kajian penetapan kapasitas tukar kation zeolit sebagai pembenah tanah
untuk lahan pertanian terdegradasi. Jurnal Standardisasi 10 : 56-59

Aragno, M dan J. Michel. 2005. The Living Soil. Science Publishers. Inc, New Jersey.

Hakim, N., M. Yusuf Nyakpa, A. M. Lubis, Sutopo Ghani Nugroho, M. Amin Diha, Go Ban
Hong, H. H. Bailey, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung
Hardjowigeno, H. Sarwono., 2002. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta

Madjid, A. 2007. Kapasitas Tukar Kation. . Diakses tanggal 8 Mei 2011.

Muklis. 2007. Analisis Tanah dan Tanaman. Universitas Sumatera Utara Press, Medan.

Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. PT Agro Media Pustaka, Tangerang.

Pairunan, Anna K., J. L. Nanere, Arifin, Solo S. R. Samosir, Romualdus Tangkaisari, J. R.


Lalopua, Bachrul Ibrahim, Hariadji Asmadi, 1999. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Badan
Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur, Makassar

Rosmarkam dan Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. 2002. Kanisius, Jakarta

Soares, M. R., R. F. A. Luis, P. V. Torrado, M. Cooper. 2005. Mineralogy ion exchange


properties of the partide size fractions of some brazilian soils in tropical humid areas.
Goderma 125 : 355-367.

laporan kimia tanah. bram


I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanah adalah produk transformasi mineral dan bahan organik yang terletak dipermukaan
sampai kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dan lingkungan, yakni
bahan induk, iklim, organisme hidup (mikro dan makro), topografi, dan waktu yang berjalan
selama kurun waktu yang sangat panjang, yang dapat dibedakan dari cirri-ciri bahan induk
asalnya baik secara fisik kimia, biologi, maupun morfologinya (Winarso, 2005).

Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh &
berkembangnya perakaran penopang tegak tumbuhnya tanaman danmenyuplai kebutuhan air
dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang danpenyuplai hara atau nutrisi (senyawa
organik dan anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial seperti: N, P, K, Ca, Mg, S, Cu,
Zn, Fe, Mn, B, Cl); dan secara biologi berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang
berpartisipasi aktif dalampenyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh,
proteksi) bagi tanaman,yang ketiganya secara integral mampu menunjang produktivitas tanah
untuk menghasilkan biomass dan produksi baik tanaman pangan, tanaman obat-obatan,industri
perkebunan.

Tanah juga merupakan alat produksi untuk menghasilkan produksi pertanian. Sebagai alat
produksi tanah memiliki peranan-peranan yang mendorong berbagai kebutuhan diantaranya
adalah sebagai alat produksi, maka peranannnya yaitu sebagai tempatpertumbuhan tanaman,
menyediakan unsur-unsur makanan, sumber air bagi tanaman, dantempat peredaran udara.
Tanah mempunyai ciri khas dan sifat-sifat yang berbeda-beda antaratanah di suatu tempat
dengan tempat yang lain. Sifat-sifat tanah itu meliputi fisika dan sifatkimia. Beberapa sifat
fisika tanah antara lain tekstur, struktur dan kadar lengas tanah. Untuk sifat kimia menunjukkan
sifat yang dipengaruhi oleh adanya unsur maupun senyawa yangterdapat di dalam tanah tersebut.
Beberapa contoh sifat kimia yaitu reaksi tanah(pH), kadarbahan organik dan Kapasitas
Pertukaran Kation (KPK)

Tanah mineral adalah tanah-tanah yang berasal dari pelapukan bahan induk tanah berupa
batuan. Tanah mineral dibedakan menjadi 5 kelas tekstur tanah berdasarkan ukuran fraksi
tanahnya, yaitu : tanah bertekstur halus, agak halus, sedang, agak kasar dan kasar. Semakin
halus klas tekstur tanah maka fraksi tanah yang lebih mendominasi adalah fraksi liat
sedangkan semakin kasar kelas tekstur tanah maka fraksi tanah yang lebih mendominasi
adalah fraksi pasir.

Gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tetumbuhanyang
setengah membusuk; oleh sebab itu, kandungan bahan organiknya tinggi. Tanah yang
terutama terbentuk di lahan-lahan basah ini disebut dalam bahasa Inggris sebagaipeat; dan
lahan-lahan bergambut di berbagai belahan dunia dikenal dengan aneka nama
seperti bog, moor, muskeg, pocosin, mire, dan lain-lain.

Reaksi tanah merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan reaksi asam atau
basa dalam tanah. Sejumlah proses dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah dan biokimia
tanah yang berlansung spesifik. Pengaruh lansung terhadap laju dekomposisi mineral tanah
dan bahan organik, pembentukan mineral lempung bahkan pertumbuhan tanaman. Pengaruh
tidak lansungnya terhadap kelarutan dan ketersediaan hara tanaman. sebagai contoh
perubahan konsentrasi fosfat dengan perubahan pH tanah. Konsentrasi ion H+ yang tinggi
bisa meracun bagi tanaman.
Secara teoritis, angka pH berkisar antara 1 sampai 14. Angka satu berarti kepekatan ion
hidrogen di dalam tanah ada 10 - 1 atau 1/10 gmol/l. Tanah pada kepekatan ini sangat asam.
Sementara angka 14 berarti kepekatan ion hidrogennya 10-14 gmol/l. Tanah pada angka
kepekatan ini sangat basa.

Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan
nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah.
Makin tinggi kadar ion H+ didalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah
selain H+ dan ion-ion lain ditemukan pula ion OH-, yang jumlahnya berbanding terbalik
dengan banyaknya H+. pada tanah-tanah masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH-,
sedang pada tanah alkalis kandungan OH- lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+
sama dengan OH- , maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH = 7 (Anonim 1991).

Nilai pH berkisar dari 0-14 dengan pH 7 disebut netral sedangkan pH kurang dari 7 disebut
masam dan pH lebih dari 7 disebut alkalis. Walaupun dcmikian pH tanah umumnya berkisar
dari 3,0-9,0. Di Indonesia umumnya tanahnya bereaksi masam dengan 4,0 – 5,5 sehingga
tanah dengan pH 6,0 – 6,5 sering telah dikatakan cukup netral meskipun sebenarnya masih
agak masam. Di daerah rawa-rawa sering ditemukan tanah-tanah sangat masam dengan pH
kurang dari 3,0 yang disebut tanah sangat masam karena banyak mengandung asam sulfat. Di
daerah yang sangat kering kadang-kadang pH tanah sangat tinggi (pH lebih dari 9,0) karena
banyak mengandung garam Na (Anonim 1991).

Tanah mineral umumnya memiliki pH yang mendekati netral atau bahkan ada beberapa jenis
tanah mineral yang bersifat alkalis. Hal ini dikarenakan tidak adanya sedikitnya unsur-unsur
yang menjadi penyebab kemasaman pada tanah mineral. oleh karena itu tanah-tanah mineral
umumnya sangat baik untuk tumbuh dan berkembangnya tanaman budidaya khususnya
tanah-tanah yang mengandung fraksi liat yang tinggi. Permasalahan budidaya yang terjadi
pada tanah mineral biasanya bukan terdapat pada reaksi tanah (sifat kimia) melainkan sifat
fisik tanahnya yang umumnya didominasi oleh fraksi pasir sehingga unsur-unsur hara yang
terkandung didalamnya cepat mengaalami pelindian atau pencucian.

Tanah gambut mempunyai pH yang rendah yang berkisar antara 3 - 5, dan menurun bersama
jeluk.. Dijumpainya pH yang relatif tinggi (sekitar 5) adalah akibat seringnya dilakukan
pembakaran seresah di atas tanah. Tanah gambut yang digenangi untuk budidaya padi sawah
akan meningkat pH-nya. Ketersediaan unsur-unsur hara terutama hara makro N, P dan K dan
sejumlah hara mikro dalam tanah gambut rendah sampai sangat rendah. Kapasitas tukar
kation (KTK) tanah gambut relatif tinggi (115 - 270 me.%), tetapi relatif rendah bila dihitung
atas dasar volume tanah di lapangan. Kejenuhan basa tanah gambut relatif rendah, yakni 5,4 -
13,6 % sedangkan nisbah C/N relatif tinggi yakni berkisar antara 24,0 - 33,4 (Suhardjo dan
Widjaja-Adhi, 1976).

Secara umum kemasaman tanah gambut berkisar antara 3-5 dan semakin tebal bahan organik
maka kemasaman gambut meningkat. Gambut pantai memiliki kemasaman lebih rendah dari
gambut pedalaman. Kondisi tanah gambut yang sangat masam akan menyebabkan kekahatan
hara N, P, K, Ca, Mg, Bo dan Mo. Unsur hara Cu, Bo dan Zn merupakan unsur mikro yang
seringkali sangat kurang (Wong et al, 1986, dalam Mutalibet al, 1991). Kekahatan Cu
acapkali terjadi pada tanaman jagung, ketela pohon dan kelapasawit yang ditanam di tanah
gambut.

Tanah gambut dengan kubah gambut yang tebal umumnya memiliki kesuburanyang rendah
dengan pH sekitar 3,3 namun pada gambut tipis di kawasan dekat tepi sungai gambut
semakin subur dan pH berkisar 4,3 (Andriesse, 1988). Kemasaman tanah gambut disebabkan
oleh kandungan asam asam organik yang terdapat pada koloid gambut. Dekomposisi bahan
organik pada kondisi anaerob menyebabkan terbentuknya senyawa fenolat dan karboksilat
yang menyebabkan tingginya kemasaman gambut. Selain itu terbentuknya senyawa fenolat
dan karboksilat dapat meracuni tanaman pertanian (Sabiham, 1996). Jika tanah lapisan bawah
mengandung pirit, pembuatan parit drainase dengan kedalaman mencapai lapisan pirit akan
menyebabkan pirit teroksidasi dan menyebabkan meningkatnya kemasaman gambut dan air
disaluran drainase.

Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan
kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi
mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah
atau tanah-tanah berpasir (Hardjowogeno 2003). Nilai KTK tanah sangat beragam dan
tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri. Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh :
reaksi tanah, tekstur atau jumlah liat, jenis mineral liat, bahan organik dan, pengapuran serta
pemupukan.

Soepardi (1983) mengemukakan kapasitas tukar kation tanah sangat beragam, karena jumlah
humus dan liat serta macam liat yang dijumpai dalam tanah berbeda-beda pula.

Kation adalah ion bermuatan positif seperti : Ca 2+, Mg 2+, Na+, NH4 +,H+ danAl3+. Di dalam
tanah kation-kation tersebut terlarut di dalam air tanah atau terjerap oleh koloid-koloid
tanah. Banyaknya kation (dalam milliekivalen) yang dapat dijerap oleh tanah per satuan
berat tanah (per 100 gr) dinamakan Kapasitas Tukar Kation (KTK).Kation-kation yang telah
dijerap oleh koloid tersebut sulit tercuci air gravitasi, tetapi dapat digantikan oleh kation lain
yang terdapat dalam larutan tanah, hal ini yang dinamakan pertukaran kation. Satuan KTK
adalah me 100 gr-1. (Hardjowigeno, 2003).

Pada tanah mineral ukuran fraksi liat (mineral liat) adalah kurang dari 2 mikron sedangkan
liat yang bersifat koloid berukuran < 2 m, berarti tidak semua fraksi liat dapat dikatakan
koloid. Mineral liat dalam tanah terbentuk karena :a) Rekristalisasi sintesis dari senyawa-
senyawa hasil pelapukan mineral primer atau b) Alterasi (perubahan) langsung dari mineral
primer yang telah ada (misal mika menjadi Ilit). Sifat dan unsur dari koloid liat antara lain :
umumnya berbentuk Kristal, bermuatan unsur dan sebagian kecil bermuatan positif, menjerap
air serta menjerap dan mempertukarkan kation, mempunyai permukaan yang luas.
(Hardjowigeno, 2002)

Tanah gambut memiliki kandungan bahan organik yang sangat tinggi, bahan organik yang
telah melapuk sempurna dan berukuran koloid disebut humus (koloid organik). Koloid
organik (humus) adalah bahan organik yang tidak dapat melapuk lagi dan ukurannya sangat
kecil. Koloid humus seperti halnya koloid liat juga bermuatan negetif, perbedaan utama dari
koloid unsur dengan koloid anorganik adalah bahwa humus tersusun dari oleh C, H dan O
sedang liat tersusun dari Al, Si, dan O. Humus bersifat amorft, mempunyai KTK yang lebih
tinggi dari mineral liat, sumber muatan unsur ini diduga berasal dari gugus karboksil ( -
COOH) dan Fenolik (-- OH).

Muatan dalam humus adalah muatan bergantung pH, dalam keadaan masam H + diikat kuat
dalam dalam gugusan karboksil atau phenol, tetapi ikatan tersebut menjadi lemah apabila pH
menjadi lebih tinggi, akibatnya disosialisasi H+ meningkat dengan naiknya pH tanah,
sehingga muatan unsur dalam koloid humus yang dihasilkan meningkat pula.

Koloid humus inilah yang sangat berperan dalam sistem pertukaran kation pada tanah
gambut, ukuran partikelnya yang sangat kecil menyebabkan jumlah total luas permukaannya
semakuin besar sehingga jumlah kapasitas tukar kation pada tanah gambut menjadi sangat
tinggi. Akan tetapi KTK yang tinggi pada tanah gambut tidak terlalu bagus untuk budidaya
tanaman dikarenakan kation-kation yang dipertukarkan dalam konteks jerapan tanahnya
berupa asam-asam organik dan ion logam berat yang dapat meracuni tanaman. Kapasitas
tukar kation (KTK) tanah gambut relatif tinggi (115 - 270 me.%), tetapi relatif rendah bila
dihitung atas dasar volume tanah di lapangan. Kejenuhan basa tanah gambut relatif rendah,
yakni 5,4 - 13,6 % sedangkan nisbah C/N relatif tinggi yakni berkisar antara 24,0 - 33,4
(Suhardjo dan Widjaja-Adhi, 1976).

Tanah gambut memiliki kapasitas tukar kation (KTK) yang sangat tinggi (90-200 me/100 gr)
namun kejenuhan basa (KB) sangat rendah, hal ini menyebabkan ketersedian hara terutama
K, Ca, dan Mg menjadi sangat rendah. Everret (1983) mengemukakan bahwa Kapasitas
Tukar Kation (KTK) tanah gambut pada umumnya sangat tinggi, biasanya lebih dari 100
cmol kg-1 tanah.

Kejenuhan basa adalah perbandingan dari jumlah kation basa yang ditukarkan dengan
kapasitas tukar kation yang dinyatakan dalam persen. Kejenuhan basa rendah berarti tanah
kemasaman tinggi dan kejenuhan basa mendekati 100% tanah bersifal alkalis. Tampaknya
terdapat hubungan yang positif antara kejenuhan basa dan pH. Akan tetapi hubungan tersebut
dapat dipengaruhi oleh sifat koloid dalam tanah dan kation-kation yang diserap. Tanah
dengan kejenuhan basa sama dan komposisi koloid berlainan, akan memberikan nilai pH
tanah yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan derajat disosiasi ion H+ yang diserap
pada permukaan koloid (Anonim 1991).
Nilai Kejenuhan Basa (KB) adalah persentase dari total kapasitas tukar kation yang
ditempati oleh kation-kation basa seperti kalsium, magnesium, kalium, dan natrium. Nilai
KB berhubungan erat dengan pH dan tingkat kesuburan tanah. Kemasaman akan menurun
dan kesuburan tanah akan meningkat dengan meningkatnya KB. Laju pelepasan kation
terjerap bagi tanaman bergantung pada tingkat KB suatu tanah. Suatu tanah dikatakan
sangat subur jika KB-nya lebih besar dari 80%, kesuburan sedang jika KB-nya
berkisar antara 50% sampai 80%, dan dikatakan tidak subur jika KB-nya kurang dari
50% (Tan, 1993).

1.2.Tujuan Praktikum

Untuk mengetahui perbedaan kadar pH (derajat kemasaman tanah), kapasitas tukar kation
(KTK), kejenuhan basa (KB) dan kadar posfor (P) pada tanah mineral dan tanah gambut.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kemasaman Tanah (pH)


Larutan tanah adalah air tanah yang mengandung ion-ion terlarut yang merupakan hara bagi
tanaman . konsentrasi ini sangat beragam dan tergantung pada jumlah ion terlarut serta
jumlah bahan pelarut atau air. Diwaktu musim kering dimana air banyak menguap maka
konsentrasi garam akan bertambah , hal ini ditemukan di daerah yang beriklim kering.
Sebaliknya didaerah yang basah konsentrasi garam sering berubah-ubah secara drastis. Kadar
garam yang tinggi berbahaya bagi pertummbuhan tanaman . kadar garam sebanyak 0,5 %
saja sudah bebahaya bagi tanaman karena kadar tersebut sama dengan 10 ton garam di
lapisan 20 cm teratas (lapisan olahan). (Rismunandar, 2001)

Reaksi tanah yang penting adalah masam , netral atau alkalin. Pernyataan ini didasarkan pada
jumlah ion H dan OH dalam larutan tanah . bila didalam tanah ditemukan ion H lebih banyak
dari ion OH , maka disebut masam. Bila ion H sama dengan OH , maka disebut netral , dan
bila ion OH lebih banyak dari ion H maka disebut alakalin.

Untuk meragamkan pengertian , sifat reaksi tersebut dinilai berdasarkan konsentrasi ion H
dan dinyatakan dengan pH . dengan kata lain , pH tanah = -log (H) tanah. Suatu tanah disebut
masamdengan 7, dan basa bila lebih dari 7 . bila konsentrasi ion H bertambah maka ion pH
turun dan se3baliknya bila konsentrasi ion OH bertambah pH naik. Distribusi ion H dalam
tanah tidak homogen . ion H lebih banyak diserap dari pada ion OH , maka ion H lebih pekat
didekat permukaan koloid ., sedangkan ion OH sebaliknyab dengan demikian pH lebih
rendah didekat koloid daripada tempat yang jauh dari koloid. (Agus et.al,2008)

Kisaran pH tanah dapat dibatasi pada dua ekstrim. Kisaran pH tanah mineral biasanya
terdapat antar pH 3,5 sampai 10 atau lebih, untuk tanah gambut kisaran pH nya adalah sekitar
kurang dari 3,0 , sebaliknya tanah alkalin biasanya bisa menunjukan pH lebih dari 11,0 .
secara sederhana kisaran pH tanah itu ditunjukan pada gambar 7-3 . kisara pH tanah mineral
di daerah basah berbeda dengan daerah kering . diwilayah basah kisaran pH itu berada antara
sedikit dibawah 5 hingga sedikit diatas 7 . sedangkan diwilayah kering berada sedikit antara
di bawah 7 dan diatas 9. (Hardjowigeno, 2003)

Pertumbuhan tanaman dipengaruhi pH tanah melalui dua cara yaitu : pengaruh langsung ion
hidrogen dan pengaruh tidak langsung yaitu tidak tersedianya unsur hara tertentu dan adanya
unsur hara yang beracun.

Dari berbagai hasil penelitian di amerika latin dan puerto rico diketahui batas maksimum pH
tanah kapur ( adam dan pearson , 1967 ) .batas pH yang dimaksud menunjukan bahwa diatas
pH ini tanamanyang bersangkutan tidak lagi memerlukan kapur. Sebaliknya bila pH tanah
dibawah nilai ini pertumbuhannya akan terganggu jika tidak diberi kapur.

Kebanyakan tanaman toleran pada pH yang ekstrim, tinggi dan rendah , asalkan dalam tanah
tersebu tersedia hara yang cukup . sayangnya tersedianya unsur hara yang cukup itu
dipengaruhi oleh pH . beberapa unsur hara tidak tersedia pada pH ekstrim, dan beberapa
unsur lainnya berada pada tingkat meracun .

Perharaan yang sangat dipengaruhi oleh pH antara lain adalah :

a. Kalsium dan magnesium dapat ditukar

b. Alumunium dan unsur mikro

c. Ketersediaan fosfor

d. Perharaan yang bersifat atau berkaitan dengan kegiatan jasad mikro.

2.2. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Bagian yang paling aktif didalam tanah adalah partikel-partikel tanah berukuran koloid.
Koloid organik dan anorganik tanah ini bermuatan negative dan dapat menjerap kation, yang
dalam keadaan tertentu dapat terlepas kembali. Koloid tanah dapat menjerap kation. Jumlah
kation yang terjerap tergantung pada susunan kimia dan mineral koloid tanah.

Muatan negatif koloid mineral berasal dari valensi-valensi yang pada patahan-patahan
mineral, ionisasi hydrogen dari gugus Al –OH dan subsitusi isomorfik. Sedangkan muatan
negative koloid organic berasal dari ionisasi gugus karboksil dan fenolik.

Kapasitas Tukar Kation (KTK) adalah jumlah me kation yang dapat dijerap 100 gram tanah
kering mutlak (berat kering oven 105 C ). Kapasitas Tukar Kation adalah kemampuan
koloid tanah menjerap dan mempertukarkan kayion . Penetapan Kapasitas Tukar
Kation (KTK) dapat dibagi menjadi dua tahap. Pada tahap pertama , kompleks koloid tanah
dijenuhi dengan suatu kation, misalnya NH4 hingga seluruh kation yang dapat dipertukarkan
dapat dikelurkan dari kompleks jerapan tersebut (NH4) ditukar secara kuantitatif dengan
kation lainya , misalnya Na sehingga jumlah NH4 secara kuantitatif dengan metode
Amonium dalam praktikum KTK ini ditentukan dengan metode Amonium Asetat 1N pH7
dengan cara kerja yang ringkas.
Melalui penetapan KTK, kita juga dapat menentukan persen kejenuhan basa (KB) adalah
perbandingan jumlah me kation basa (K, Ca, Mg, Na ) dengan me kapasitas tukar
kation ( KTK) .

Kapasitas tukar kation tanah tergantung pada tipe dan jumlah kandungan liat, kandungan
bahan organik, dan pH tanah. Kapasitas tukar kation tanah yang memiliki banyak muatan
tergantung pH dapat berubah-ubah dengan perubahan pH. Keadaan tanah yang masam
menyebabkan tanah kehilangan kapasitas tukar kation dan kemampuan menyimpan hara
kation dalam bentuk dapat tukar, karena perkembangan muatan positif. Kapasitas tukar kation
kaolinit menjadi sangat berkurang karena perubahan pH dari 8 menjadi 5,5. KTK tanah
adalah jumlah kation yang dapat dijerap 100 gram tanah pada pH 7 (Pairunan, dkk., 1999).

Kation adalah ion bermuatan positif seperti Ca++, Mg+, K+, Na+, NH4+, H+, Al3+, dan
sebagainya. Di dalam tanah kation-kation tersebut terlarut di dalam air tanah atau dijerap oleh
koloid-koloid tanah. Banyaknya kation (dalam miliekivalen) yang dapat dijerap oleh tanah
per satuan berat tanah (biasanya per 100 g) dinamakan kapasitas tukar kation (KTK). Kation-
kation yang telah dijerap oleh koloid-koloid tersebut sukar tercuci oleh air gravitasi, tetapi
dapat diganti oleh kation lain yang terdapat dalam larutan tanah. Hal tersebut dinamakan
pertukaran kation. Jenis-jenis kation yang telah disebutkan di atas merupakan kation-kation
yang umum ditemukan dalam kompleks jerapan tanah.(Rosmarkam dan Yuwono, 2002)

Kenyataan menunjukkan bahwa KTK dari berbagai tanah sangat beragam, bahkan tanah
sejenisnyapun berbeda KTKnya. Besarnya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah
itu sendiri yang antara lain adalah: 1.) Reaksi tanah atau pH; 2.) Tekstur Tanah atau Jumlah
Liat; 3.) Jenis Mineral Liat; 4.) Bahan Organik; dan 5.) Pangapuran dan Pemupukan (Hakim,
dkk., 1986).

Pada kebanyakan tanah ditemukan bahwa pertukaran kation berubah dengan berubahnya pH
tanah. Pada pH rendah, hanya muatan permanen liat, dan sebagian muatan koloid organik
memegang ion yang dapat digantikan melalui pertukaran kation. Dengan demikian KTK
relatif rendah.(Harjowigeno, 2002) KTK tanah berbanding lurus dengan jumlah butir liat.
Semakin tinggi jumlah liat suatu jenis tanah yang sama, KTK juga bertambah besar. Makin
halus tekstur tanah makin besar pula jumlah koloid liat dan koloid organiknya, sehingga KTK
juga makin besar. Sebaliknya tekstur kasar seperti pasir atau debu, jumlah koloid liat relatif
kecil demikian pula koloid organiknya, sehingga KTK juga relatif lebih kecil daripada tanah
bertekstur halus.(Hakim, 1986)
Pengaruh bahan organik tidak dapat disangkal terhadap kesuburan tanah. Telah dikemukakan
bahwa organik mempunyai daya jerap kation yang lebih besar daripada koloid liat. Berarti
semakin tinggi kandungan bahan organik suatu tanah makin tinggi pula lah KTKnya.
(Rosmarkam dan Yuwono, 2002) Masukan kapur akan menaikkan pH tanah. Pada tanah-
tanah yang bermuatan tergantung pH, seperti tanah kaya montmorillonit atau koloid organik,
maka KTK akan meningkat dengan pengapuran. Di lain pihak pemberian pupuk-pupuk
tertentu dapat menurunkan pH tanah, sejalan dengan hal itu KTK pun akan turun. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pengaruh pengapuran dan pemupukan ini berkaitan erat
dengan perubahan pH, yang selanjutnya memperngaruhi KTK tanah (Hakim, dkk., 1986).

Berdasarkan pada jenis permukaan koloid yang bermuatan negatif, KTK dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1. KTK koloid anorganik atau dikenal sebagai KTK liat tanah,

KTK liat adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid anorganik
(koloid liat) yang bermuatan negatif. Nilai KTK liat tergantung dari jenis liat, sebagai contoh:

a. Liat Kaolinit memiliki nilai KTK = 3 s/d 5 me/100 g.

b. Liat Illit dan Liat Klorit, memiliki nilai KTK = 10 s/d 40 me/100 g.

c. Liat Montmorillonit, memiliki nilai KTK = 80 s/d 150 me/100 g.

d. Liat Vermikullit, memiliki nilai KTK = 100 s/d 150 me/100 g.

2. KTK koloid organik atau dikenal sebagai KTK bahan organik tanah, dan

KTK koloid organik sering disebut juga KTK bahan organik tanah adalah jumlah kation yang
dapat dipertukarkan pada permukaan koloid organik yang bermuatan negatif. Nilai KTK
koloid organik lebih tinggi dibandingkan dengan nilai KTK koloid anorganik. Nilai KTK
koloid organik berkisar antara 200 me/100 g sampai dengan 300 me/100 g.

3. KTK total atau KTK tanah.

KTK total merupakan nilai KTK dari suatu tanah adalah jumlah total kation yang dapat
dipertukarkan dari suatu tanah, baik kation-kation pada permukaan koloid organik (humus)
maupun kation-kation pada permukaan koloid anorganik(liat).

2.3. Kejenuhan Basa (KB)


Tanah adalah produk transformasi mineral dan bahan organik yang terletak dipermukaan
sampai kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dan lingkungan, yakni
bahan induk, iklim, organisme hidup (mikro dan makro), topografi, dan waktu yang berjalan
selama kurun waktu yang sangat panjang, yang dapat dibedakan dari cirri-ciri bahan induk
asalnya baik secara fisik kimia, biologi, maupun morfologinya (Winarso, 2005).

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa kejenuhan basa adalah perbandinagn antara kation basa
dengan jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada koloid tanah . kejenuhan basa juga
mencerminkan perbandunagan antara kation basa dengan kation hidrogen dan alumunium
.berarti semakin kecil kejenuhan basa semakin masam pula reaksi tanah tersebut atau pH nya
makin rendah . kejenuhan basa 100% mencerminkan pH tanah yang netral, kurang dari itu
mengarah ke pH tanah masam, sedangkan lebih dari itu mengarah ke basa. (Hardjowigeno,
2002).

Terdapat korelasi yang positif antara % kejenuhan basa dan pH tanah. Umumnya terlihat
bahwa kejenuhan basa tinggi jika pH tinggi. Oleh karena itu, tanah-tanah daerah iklim kering
biasanya mempunyai kejenuhan basa yang tinggi daripada tanah-tanah didaerah iklim basah.
Kejenuhan basa yang rendah berarti terdapat banyak ion H +.Kejenuhan basa sering dianggap
sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah. Kemudahan pelepasan kation terjerap untuk
tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa. Suatu tanah dianggap sangat subur jika
kejenuhan basanya >80%, berkeseburan sedang jika kejenuhan basanya antara 80% dan 50%
dan tidak subur jika kejenuhan basanya <50%. Suatu tanah dengan kejenuhan basa sebesar
80% akan melepaskan basa-basa yang dapat dipertukarkan lebih mudah daripada tanah yang
sama dengan kejenuhan basa 50%. Pengapuran adalah cara umum untuk meningkatkan
persen kejenuhan basa tanah. (Hardjowigeno, 2003).

2.4. Unsur Hara Posfor (P)

Tanah adalah produk transformasi mineral dan bahan organik yang terletak dipermukaan
sampai kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dan lingkungan, yakni
bahan induk, iklim, organisme hidup (mikro dan makro), topografi, dan waktu yang berjalan
selama kurun waktu yang sangat panjang, yang dapat dibedakan dari cirri-ciri bahan induk
asalnya baik secara fisik kimia, biologi, maupun morfologinya (Winarso, 2005).
Unsur P dalam tanah dapat berasal dari : bahan organik (pupuk kandang, sisa-sisa tanaman),
pupuk buatan dan mineral-mineral dalam tanah (apatit). Ketersedian P dipengaruhi sangat
nyata oleh pH . bentuk ion P dalam tanah juga tergantung pada pH larutan . pada pH agak
tinggi ( basa ) ion HPO4 2- adalah dominan. Bila pH tanah turun ion H2PO4 dan HPO4 akan
dijumpai bersamaan. makin masam reaksi tanah ion H2PO4 lah yang dominan. (Lutz, Genter
dab Hawskins, 1972)

Pada pH rendah ion P mudah bersenyawa dengan Al, Fe dan Mn , membentuk senyawa yang
tidak larut akan diikat oleh Ca membentuk senyawa tidak larut. Dulu dipertahankan orang
sekitar kisaran pH 6 hingga 7 untuk membentuk P agar lebih tersedia. Belakangan ditemukan
bahwa pada pH lebih dari 6.0 P sudah kurang tersedia (Ferina,Sumner,Plank, dan Litsch,
1980; NurhayatiHakim, 1982). Tampaknya kelarutan maksimum dari P berada pada pH 5,5 .
mempertahankan pH 5.5 hingga 6 sangat berarti bagi penyediaan P pada tanaman.

Karena P mudah difiksasi maka pemberian pupuk P sebaiknya jangan disebarkan tetapi
diberikan dalam larikan agar kontak dengan tanah sedikit mungik sehingga fiksasi dapat
dikurangi.

Unsur P berfungsi dalam pembelahan sel, pembentukan albumin, pembentukan bunga, buah
dan biji, mempercepat pematangan, memperkuat batang agar tidak mudah roboh,
perkembangan akar, memperbaiki kualitas tanaman terutama sayur-mayur dan makanan
ternak, tahan terhadap penyakit, membentuk nucleoprotein, metabolism karbohidrat,
menyimpan dan memindahkan energi.

Gejala-gejala yang akan ditampakkan tanaman budidaya jika kekurangan unsure hara P
antara lain pertumbuhan terhambat, karena pembelahan sel terganggu, daun-daun menjadi
ungu atau coklat mulai dari ujung daun, terlihat jelas pada tanaman yang masih muda dan
pada jagung, tongkol jagung menjadi tidak sempurna dan kecil-kecil.

III. BAHAN DAN METODE


3.1.Waktu dan Tempat

Praktikum kimia tanah tentang “ Uji Analisis Kadar pH, KTK, KB dan Kadar Posfor (P) Pada
Tanah Mineral Dan Tanah Gambut” dilaksanakan pada hari Rabu, Oktober 2012 di
Laboratorium Analitik Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas palangka
Raya.

3.2.Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain sampel tanah mineral, sampel
tanah gambut, larutan H20, larutan KCl, larutan amonium asetat (NH 4OAC), aquades, kertas
saring, NaOH 50%, paravin, asam asetat (H 2SO4), indikator metil merah, dan alkohol.
Sedangkan alat-alat yang digunakan antara lain tabung reaksi, beaker glass, timbangan
analitik, alat sentrifuge, Adsorban Atomic Spectrofotometre (AAS), labu kajedal, alat
destilasi dan labu erlenmeyer.

3.3.Cara Kerja

Pengukukuran Kadar pH

1. Menyiapkan sampel tanah mineral dan tanah gambut masing-masing dua sempel.

2. Menimbang masing-masing sampel seberat 1 gram sebanyak 8 kali, 4 untuk tanah


mineral dan 4 untuk tanah gambut lalu memasukkan kedalam tabung reaksi.

3. 4 sampel khusus untuk pengukuran pH larutan tanah atau kemasaman aktif tanah
dengan memasukkan larutan H2O pada tabung reaksi sebanyak 2,5ml dan 4 sampel lainnya
digunakan untuk mengukur kemasaman potensial tanah dengan memasukkan larutan KCl
sebanyak 5 ml pada tabung reaksi.

4. Menggojog tabung reaksi selama 30 menit lalu ukur kadar pH nya dengan
menggunakan alat pH meter.

Pengukuran kapasitas tukar kation

1. Menambakan larutan aquades 100 ml pada tanah yang telah disaring pada pengukuran
kejenuhan basa terdahulu.
2. Memasukkan kedalam labu kajedal (atas) kemudian menambahkan NaOH 50%
sebanyak 5 ml lalu mentetesi paravin sebanyak 5 tetes.

3. Pada labu Erlenmeyer (bawah) memasukkan larutan asam H2SO4 sebanyak 20 ml


kemudian mentetesi dengan indikator asam metil merah sebanyak 5 tetes.

4. Menunggu hasil destilasi sampai larutan pada labu erlenmeyer mencapai 50 ml.

5. Kemudian mentitrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai larutan yang semula
berwarna merah muda menjadi warna kuning bening.

Pengukuran kejenuhan basa

1. Menimbang masing-masing sampel tanah seberat 5 gram sebanyak 4 kali, dua untuk
tanah mineral dan dua untuk tanah gambut lalu memasukkan kedalam tabung reaksi.

2. Jika sampel tanah pada pengukuran pH terdahulu menunjukkan <4,8 maka lakukan
perendaman sampel dengan memasukkan larutan asam amonium asetat pH4 sebanyak 20 ml
dan jika sampel tanah menunjukkan pH >4,8 maka memasukkan larutan asam amonium
asetat pH7 sebanyak 20 ml.

3. Mendiamkan tabung reaksi kurang lebih 12 jam (semalaman).

4. Setelah melakukan perendaman, tabung reaksi disentrifuge lalu ditambahkan lagi


larutan asam amonim asetat sebanyak 3 kali penambahan.

5. Melakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring untuk memisahkan tanah


dengan larutan.

6. Menambahkan H2O pada larutan yang telah dilakukan penyaringan.

7. Melakukan analisis kejenuhan basa dengan menggunakan alat AAS (Adsorban Atomic
Spectrofotometre)

Pengukuran kadar posfor (P)

1. Menimbang tanah 1,5 gram dan memasukkan kedalam tabung reaksi.


2. Menambahkan 15 ml larutan PA (NH4F + 4,16 ml HCl 6 N).

3. Mengocok selama 15 menit.

4. Menyaring lalu memipet 5 ml kedalam tabung reaksi.

5. Menambakan 5 ml larutan PB (NH4-Heptamolybdat+H3BO3+HCl).

6. Menambahkan 5 tetes larutan PC (L-aminoz-napthol-4 Sulfuric acid+Na2S2O5).

7. Menunggu selama 15 menit.

8. Mengukur menggunakan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil Pengamatan

Tabel 1. Pengamatan Kemasaman tanah (pH)

Jenis tanah Sampel pH H2O pH KCl


Tanah mineral 1 4,49 3,92
2 4,47 3,94
Rata rata 4,48 3,93
Tanah gambut 3 3,39 2,21
4 3,31 2,03
Rata-rata 3,35 2,12

Tabel 2. Pengamatan Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Jenis tanah Sampel Kapasitas Tukar Kation


(ppm)
Tanah mineral 1 21,009
2 23,63
Rata rata 22,3645
Tanah gambut 3 44,309
4 11,074
Rata-rata 27,6915
Tabel 3. Pengamatan Kejenuhan Basa (KB)

Jenis tanah Sampel Kejenuhan Basa (%)


Tanah mineral 1 8,917
2 38,066
Rata rata 23,4915
Tanah gambut 3 6,116
4 17,315
Rata-rata 11,7155

Tabel 4. Pengamatan Kadar Posfor (P)

Jenis tanah Sampel Kadar P (ppm)


Tanah mineral 1 11,9581
2 11,1496
Rata rata 11,5538
Tanah gambut 3 43,2288
4 35,464
Rata-rata 39,3634
4.2. Pembahasan

4.2.1. Kadar pH

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata pH tanah mineral yang diukur
menggunakan larutan H2O adalah 4,48 umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata
pH tanah gambut yaitu 3,35. Pengukuran pH dengan menggunakan larutan H 2O adalah
pengukuran kemasaman pada larutan tanah yang merupakan kemasaman aktif tanah dan
berdampak langsung pada pertumbuhan dan hasil tanaman yang akan dibudidayakan pada
tanah tersebut. Sedangkan pengukuran dengan menggunakan larutan KCl rata-rata pH tanah
mineral yaitu 3,93 dan juga lebih tinggi dari pada pH tanah gambut yaitu 2,12. Pengukuran
kemasaman tanah dengan menggunakan larutan KCl merupakan pengukuran kemasaman
potensial tanah yang tidak secara langsung berdampak pada tanaman budidaya. Kemasaman
tanah pada tanah gambut lebih tinggi daripada tanah mineral disebabkan oleh sumber
kemasaman pada tanah gambut ada dua yaitu peranan ion hidroksida Al 3+ dan H+ yang dapat
dipertukarkan, kombinasi dari kedua sumber kemasaman tersebut menjadikan tanah gambut
memiliki pH yang sangat rendah. Lain halnya pada tanah mineral yang sumber
kemasamannya yang hanya merupakan peranan ion hidroksida saja. Oleh karena itu perlu
perlu pengelolaan secara khusus atau lebih intensif ketika hendak membudidayakan tanaman
pada tanah ini, contohnya dengan pemberian kapur, pupuk kandang dan mineralisasi tanah
gambut (pencampuran tanah gambut dengan tanah pasir) yang akan mengurangi tingginya
kemasaman tanah gambut dan menaikkan pH nya.

Pentingnya pH tanah antara lain a)Menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap
tanaman, umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH tanah sekitar netral,
karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air. Pada tanah masam
unsur P tidak dapat diserap tanaman karena difiksasi oleh Al, sedang pada pH alkalis unsur P
difiksasi oleh Ca. b)Menunjukkan kemungkinan adanya unsur-unsur beracun. Pada tanah-
tanah masam banyak ditemukan ion-ion Al di dalam tanah, disamping memfiksasi unsur P
juga merupakan racun bagi akar tanaman. Disamping itu pada reaksi tanah yang masam,
unsur-unsur mikro menjadi mudah larut, sehingga ditemukan unsur mikro yang terlalu
banyak. Unsur mikro merupakan hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah sangat kecil,
sehingga menjadi racun kalau dalam jumlah besar. c)Mempengaruhi perkembangan
mikroorganisme. Bakteri, jamur yang bermanfaat bagi tanah dan tanaman akan berkembang
baik pada pH > 5,5 apabila pH tanah terlalu rendah maka akan terhambat aktivitasnya.

4.2.2. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata kapasitas tukar kation (KTK) pada
tanah gambut lebih tinggi pada tanah mineral yaitu 39,3464 me/100g sedangkan pada tanah
mineral 11,5538 me/100g. KTK pada tanah gambut umumnya lebih tinggi dibandingkan
tanah mineral dikarenakan tanah gambut memiliki koloid organik yang berasal dari
perombakan bahan-bahan organik yang terdapat dalam tanah gambut (humifikasi). Koloid
organik ini menyebabkan luas permukaan jenis pada tanah gambut semakin besar karena
jumlah koloid tanah dan luas permukaan jenis berkorelasi positif, maksudnya semakin
banyak koloid yang dimiliki suatu tanah maka semakin besar pula luas permukaan jenisnya.
Hal ini berkaitan juga dengan meningkatnya jumlah kapasitas tukar kation pada tanah
gambut. Tanah mineral juga memiliki koloid tanah tapi khusus untuk yang memiliki tekstur
halus. Tanah mineral yang bertekstur halus lebih didominasi oleh fraksi liat. Fraksi liat inilah
dapat dikatakan sebagai koloid dikarenakan ukuran butirnya yang hampir menyerupai koloid
yaitu 0,1 . Koloid pada tanah mineral disebut sebagai koloid anorganik. Semakin kecil ukuran
butir liat yang hampir menyerupai koloid maka semakin besar pula luas permukaan jenis
sehingga akan memperbesar kapasitas tukar kation pada tanah mineral.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa koloid organik memiliki luas permukaan jenis
lebih besar ketimbang koloid anorganik, hal ini juga berkaitan dengan jumlah kapasitas tukar
kationnya. KTK yang tinggi pada tanah gambut tidak baik bagi pertumbuhan dan hasil
tanaman budidaya dikarenakan kation yang dipertukarkan adalah asam-asam organik H + dan
ion hidroksil Al3+ dan Fe3+ sehingga akan menjadi racun bagi tanaman. Lain halnya pada
tanah mineral, KTK nya yang tinggi justru sangat menguntungkan pada budidaya tanaman
dikarenakan kation yang dipertukarkan adalah kation-kation yang memang diperlukan bagi
tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangannya, seperti Na, Ca, Mg dan K.

4.2.3. Kejenuhan Basa


Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata kejenuhan basa pada tanah mineral lebih tinggi
daripada tanah gambut, yaitu 23,4915% sedangkan pada tanah gambut adalah 11,7155%. Hal
ini berhubungan dengan reaksi tanah (pH) dikarenakan pada tanah mineral umumnya pHnya
mendekati netral atau bersifat alkalis atau mempunyai pH di >7 sehingga kation-kation yang
dipertukarkan dalam konteks jerapan tanah adalah unsur-unsur yang bersifat basa seperti Na,
Ca, Mg dan K sehingga presentase kejenuhannya menjadi tinggi jika dibandingkan dengan
tanah gambut yang memiliki pH rendah sehingga kation-kationnya dipertukarkan dalam
bentuk asam-asam organik H+ dan ion hidroksil Al3+ dan Fe3+ sebab pada jerapan organik
yang banyak terikat adalah ion-ion logam sehingga ion-ion logam inilah yang paling dominan
untuk dipertukarkan.

Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan semua
kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Jumlah
maksimum kation yang dapat dijerap tanah menunjukkan besarnya nilai kapasitas tukar
kation tanah tersebut. Besar kecilnya nilai kejenuhan basa sangat tergantung pada nilai KTK
yang terdapat dalam tanah. KTK dalam tanah sanat berhubungan dengan jumlah koloid yang
terkandung dalam tanah baik itu koloid anorganik maupuk koloid organik. Semakin rendah
nilai KTK tanah maka semakin semakin rendah pula nilai KB nya atau semakin sedikit
jumlah basa-basa yang dipertukarkan, begitu juga sebaliknya semakin tinggi nilai KTK tanah
maka semakin tinggi pula nilai KBnya atau semakin banyak jumlah basa-basa yang
dipertukarkan.

4.2.4. Kadar Posfor (P)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata kadar posfor (P) dalam tanah gambut lebih
tinggi dibandingkan dengan tanah mineral yaitu 39,3634 ppm sedangkan pada tanah mineral
adalah 11,5538 ppm. Hal ini dikarenakan P tersebut merupakan hasil perombakan bahan
organik yang terkandung dalam tanah gambut tetapi pada umumnya P dalam tanah gambut,
hubungannya dengan pH yang sangat rendah sehingga P terikat kuat oleh ion logam dan juga
P dalam tanah gambut masih dam bentuk organik (mentah) sehingga menjadi tidak tersedia
bagi tanaman. Jadi walaupun tidak ada input yang diberikan berupa pupuk yang mengandung
unsur hara P tanah gambut sudah memiliki gudang P tersendiri dari hasil perombakan bahan
organik asalkan pH tanah gambut bisa dinaikkan walaupun hanya mendekati netral.
Sebaliknya pada tanah mineral yang umumnya memiliki pH netral P langsung tersedia bagi
tanaman walaupun dalam jumlah sedikit sehingga perlu diberikan input berupa pupuk yang
mengandung unsur hara P.

Unsur hara P dikenal sebagai unsur hara yang immobile artinya unsur hara P tidak bisa berdiri
sendiri melainkan selalu berikatan dan keberadaannya pun sangat bergantung pada pH.
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat dijelaskan bahwa pada pH yang rendah atau
tingkat kemasaman yang tinggi unsur hara P diikat kuat oleh unsur logam seperti Al dan Fe
pada tanah sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Pada tanah basa atau pada tanah-
tanah yang ber pH tinggi (>7) unsur hara P juga diikat kuat oleh unsur basa Ca sehingga juga
tidak tersedia bagi tanaman budidaya. Padahal unsur hara P termasuk unsur hara makro yang
artinya unsur ini sangat diperlukan tanaman dalam jumlah banyak untuk pertumbuhan dan
hasil tanaman budidaya. Tetapi unsur hara P baru tersedia jika pH dalam keadaan netral.
Sebab-sebab tanah baik itu pada tanah mineral atau tanah gambut menjadi kekurangan unsur
P adalah jumlah P yang terlalu sedikit dalam tanah, sebagian besar P terdapat dalam bentuk
yang tidak dapat diambil atau diserap oleh tanaman dan terjadi pengikatan (fiksasi) oleh Al
pada tanah masam dan Ca pada tanah alkalis.

Untuk mengatasi permasalahan ketersediaan unsur hara P pada tanah masam dan tanah basa
bisa dinaikkan pHnya pada tanah masam dan pHnya diturunkan pada tanah basa sehingga
menjadi netral atau tidak mendekati netral. Atau bisa juga pemberian pupuk yang
mengandung unsur hara P jangan disebar dipermukaan tanah dan sehingga jauh dari
perakaran tanaman melainkan dibuat larikan disekitar akat tanaman sehingga meminimalisir
kontak unsur hara P dengan tanah sehingga dapat langsung diserap oleh akar tanaman.

4.2.5. Hubungan Antara pH, KTK, KB dan Posfor

Kemasaman tanah (pH) tidak berpengaruh sama sekali terhadap jumlah kapasitas tukar kation
(KTK) tetapi berpengaruh pada jenis kation yang dipertukarkan. Kation merupakan ion
positif yang terdapat dalam tanah. Pada tanah yang ber pH rendah atau dalam keadaan masam
atau seperti pada tanah gambut jenis kation yang umumnya dipertukarkan adalah ion-ion
logam berat yang bersifat racun bagi tanaman yaitu Al dan Fe serta ion H+ yang tentunya juga
berbahaya bagi tanaman. Sedangkan pada tanah yang bersifat basa atau ber pH tinggi atau
seperti pada tanah mineral maka jenis kation (ion positif) yang dipertukarkan adalah K, Ca,
Mg dan Na, dimana unsur-unsur basa ini sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan hasil
tanaman. Oleh karena itu jenis tanah ini bisa dikategorikan sebagai tanah yang subur untuk
pertanaian.

Kejenuhan basa bisa diartikan sebagai jumlah basa-basa yang dipertukarkan dalam konteks
jerapan tanah, yang dimana basa-basa tersebut sangat diperlukan untuk tumbuh dan
berkembang tanaman. Kemasaman tanah (pH) sangat berpengaruh pada nilai kejenuhan basa
pada tanah. Hal ini dikarenakan untuk tanah-tanah yang ber pH rendah seperti pada tanah
gambut kation-kation yang dipertukarkan adalah ion-ion positif yang bersifat masam
sedangkan pada tanah-tanah basa atau tanah dengan pH yang tinggi seperti pada tanah
mineral kation-kation yang dipertukarkan adalah ion-ion positif yang bersifat basa. Kapasitas
kejenuhan basa dapat digunakan sebagai indikator kesuburan tanah karena jika kejenuhan
basa tinggi maka jumlah basa-basa yang dipertukarkan akan semakin banyak sehingga tanah
dengan kejenuhan basa yang tinggi akan menyediakan unsur-unsur yang memang sangat
diperlukan oleh tanaman.

Unsur hara P merupakan unsur hara makro yang berarti unsur hara ini sangatlah diperlukan
tanaman dan dalam jumlah yang sangat besar. Tetapi keberadaan unsur hara ini sangat
dipengaruhi oleh kadar pH tanah. Unsur hara P tidak tersedia untuk tanah-tanah yang terlalu
masam atau terlalu basa. Hal ini dikarenakan pada tanah yang terlalu masam seperti pada
tanahgambut unsur hara P akan terikat kuat oleh ion-ion hidroksil seperti Al dan Fe
sedangkan pada tanah yang terlalu basa seperti pada tanah mineral unsur ini akan terikat kuat
oleh unsur Ca. jadi dapat dikatakan unsur hara P ini bersifat immobile atau unsur hara yang
rentan terikat terhadap unsur lain sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman.

Bagian yang paling aktif didalam tanah adalah partikel-partikel tanah berukuran koloid.
Koloid organik dan anorganik tanah ini bermuatan negatif dan dapat menjerap kation, yang
dalam keadaan tertentu dapat terlepas kembali. Koloid tanah dapat menjerap kation. Jumlah
kation yang terjerap tergantung pada susunan kimia dan mineral koloid tanah. Muatan negatif
koloid mineral berasal dari valensi-valensi yang pada patahan-patahan mineral, ionisasi
hydrogen dari gugus Al –OH dan subsitusi isomorfik. Sedangkan muatan negatif koloid
organik berasal dari ionisasi gugus karboksil dan fenolik.

Semakin banyak koloid dalam suatu tanah maka akan semakin memperbesar luas
penampang aktifnya. Maksudnya adalah luas penampang inilah yang nantinya akan dijadikan
tempat terjadinya pertukaran kation antara koloid tanah dan tanaman. Maka dari itu besarnya
jumlah koloid tanah akan sangat mempengaruhi jumlah kapasitas tukar kation dalam tanah.
Semakin tinggi kapasitas tukar kation suatu belum dapat dikatakan jika tanah tersebut sebagai
tanah yang subur untuk pertanian. Karena hal ini tergantung pada jenis kation yang
dipertukarkan dalam konteks jerapan tanah. Jika kation yang dipertukarkan adalah basa-basa
yang memang diperlukan tanaman seperti K, Ca, Mg dan Na maka bisa dikatakan tanah
tersebut subur. Tapi sebaliknya jika kation yang dipertukarkan adalah ion-ion hidroksil seperti
Al, Fe dan ion H+ maka tidak bias dikatakan tanah tersebut subur untuk pertanian.
V. KESIMPULAN

1. Tanah mineral memiliki kadar pH yang lebih tinggi daripada tanah gambut baik dilihat
dari segi kemasaman aktifnya ataupun jika dilihat dari segi kemasaman potensialnya.

2. Tanah mineral memiliki jumlah kapasitas basa yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan tanah gambut, hal ini berhubungan dengan kation-kation yang dipertukarkan dalam
tanah. Pada tanah mineral kation-kation yang dipertukarkan adalah unsur-unsur hara yang
bersifat basa sedangkan tanah gambut kation-kation yang dipertukarkan berupa asam-asam
organik H+ dan ion hidroksil Al3+ dan Fe3+.

3. Tanah mineral pada memiliki jumlah kapasitas tukar kation yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan tanah gambut, hal ini berhubungan dengan proses humifikasi pada
tanah gambut.

4. Tanah mineral memiliki kadar P yang lebih rendah daripada tanah gambut.
DAFTAR PUSTAKA

Hakim, Nurjati, dkk. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas Lampung

Hakim, N., M. Yusuf Nyakpa, A. M. Lubis, Sutopo Ghani Nugroho, M. Amin Diha,

Go Ban Hong, H. H. Bailey, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung

Hardjowigeno, H. Sarwono., 2002. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta

Pairunan, Anna K., J. L. Nanere, Arifin, Solo S. R. Samosir, Romualdus Tangkaisari, J. R.


Lalopua, Bachrul Ibrahim, Hariadji Asmadi, 1999. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Badan
Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur, Makassar

Rosmarkam dan Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. 2002. Kanisius, Jakarta

Diposkan oleh Bram Subakti di 09.32

Kirimkan Ini lewat Email

Anda mungkin juga menyukai