Anda di halaman 1dari 6

Makalah Kimia Tanah

KAPASITAS TUKAR KATION


Oleh :
MUHAMMAD NAUFAL
1405108010060

PRODI ILMU TANAH


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2015

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Koloid tanah yang memiliki muatan negative besar akan dapat menjerap
sejumlah besar kation. Jumlah kation yang dapat dijerap koloid dalam bentuk dapat
tukar pada pH tertentu disebut kapasitas rukar kation (KTK). Kapasitas tukar kation
merupakan jumlah muatan negative persatuan berat koloid yang dinetralisasi oleh
kation yang yang mudah diganti. Kapasitas tukar kation didefinisikan sebagi nilai
yang diperoleh pada pH 7, yang dinyatakan dalam milligram setara per 100 gram
koloid.
Tanah Alfisol adalah tanah-tanah yang mempunyai kandungan liat tinggi di
horizon B ( horizon argilik) dibedakan menjadi tanah Alfisol (pelapukan belum lajut)
dan tanah Ultisol (pelapukan lanjut). Tanah Alfisol kebanyakan ditemukan didaerah
beriklim sedang, tetapi dapt pula ditemukan didaerah tropika dan subtropika.
Ultisol hanya ditemukan didaerah-daerah dengan suhu tanah rata-rata lebih dari
8 o C Ultisol adalah tanah dengan horizon argilik bersifat masam dengan kejenuhan
basa rendah. Kejenuhan basa pada kedalaman 1,8 m dari permukaan tanah kurang
dari 35%. Vertisol ditemukan di seluruh dunia diantara 45 o LU dan 45o LS dan luas
selurinhnya meliputi 2.350.000 km 2. Di Indonesia ditemukan didaerah JawaTimur
yang mempunyai iklim dengan musim yang nyata, Lombok Selatan dan lain-lain.

Vertisol merupakan tanah-tanah berwarna gelap dengan tekstur liat dan luas
didaerah beriklim tropic dan sub tropik dengan curah hujan 1500 mm pertahun.
Sebagian hasil dari faktor-faktor pembentuk tanah yang spesifik didaerah seperti ini,
terbentuklah profil dengan karakteristik khusus seperti permukaan tanah yang
berwarna gelap, seluruh bagian solum yang mengerut dan retak dimusim kering serta
berkembang dan menjadi sangat plastis dimusim hujan.

Tanah Alluvial hanya meliputi lahan yang dipengaruhi oleh aktivitas


sungai/mengalami banjir, sehingga dapat dianggap masih muda dan belum ada
diferensiasi horizon. Endapat Alluvial yang sudah tua dan menampakkan akibat
pengaruh iklim dan vegetasi tidak termasuk Inseptisol, mungkin lebih berkembangan.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan praktikum Kapasitas Tukar
Kation, pada tanah Alfisol, tanah Ultisol, tanah Vertisol dan tanah Aluvial serta untuk
mengetahui pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.

II PEMMBAHASAN

2.1 Tanah Alfisol


Pada tanah Alfisol berasosiasi dengan tanah latosol coklat kemerahan ke
grumosol. Bentuk dari tanah ini tuff vulkan biasanya mempunyai tekstur yang ringan,
gumpal membulat, teguh (kering) atau agak gembur (lembab), mempunyai bercakbercak dari besi dan mangan yang biasanya terdapat konkresi dibawah pada bajak dan
mempunyai selaput liat pad ped surface. pH bervariasi sekitar 6,5-7,0, KTK 25-35
me/100 g tanah, kejenuhan basa lebih dari 50 persen (Hakim,dkk,1986).
Tanah-tanah ini berkembang pada hutan hujan tropic baik dari bahan-bahan
angkutan maupun dari bahan induk residu dimana pelapukan telah berlangsung lama
dan intensif. Solum tebal 1,5-10 meter, berwarna merah himgga kuning, kandungan
liat pada seluruh bagian sangat seragam sehingga tidak terdapat horizon B yang jelas.
Liat terdiri dariseskuieksida dengan kandungan liat tipe 1:1 seperti kaolinit, tipe liat
ini menyebabkan kapasitas tukar kation rendah, kandungan basa-basa total yang dapat
ditukarkan dan unsure-unsur dalam larutan tanah rendah. Kejenuhan basa rendah
hingga sedang 20-65 %, dan agak masam hingga netral pH 6,0-7,5, struktur tanah
cenderung menjadi mantap. Jumlah bahan organik dalam tanah mineral ini kurang
tinggi namun cukup berperan dalam memberikan warna untuk menghasilkan horizon
dan juga kesuburannya yang sangat rendah (Pairunan, dkk.,1997).
Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau dengan kadar liat tinggi
mempunyai KTK lebih tinggi dari pada tanah-tanah dengan kandungan bahan
organic rendah atau tanah-tanah berpasir. Jenis-jenis mineral liat juga menentukan
besarnya KTK tanah. Alfisol terbentuk dari bahan induk yang mengandung karbonat
dan tidak lebih dari pleistosin. Di daerah dingin hamper semuanya berasal dari
bahan induk berkapur yang sangat muda. Di daerah basah biasanya bahan induk
lebih tua dibandingkan di daerah dingin (Munir, 1984).

2.2 Tanah Ultisol


Tanah ini umumnya berkembang dari bahan induk tua. Di Indonesia banyaki
ditemukan di daerah dengan bahan induk batuan liat. Tanah ini merupakan bagian
terluas dari lahan kering di Indonesia yang belum dipergunakan untuk pertanian.
Problem tanah ini adalah reaksi masam, kadar Al tinggi sehingga menjadi racun
tanaman dan menyebabkan fiksasi P, unsure hara rendah, diperlukan tindakan
pengapuran dan pemupukan, keadaan tanah yang sangat masam sangat menyebabkan
tanah kehilangan kapasitas tukar kation dan kemampuan menyimpan hara kation
dalam

bentuk

dapat

tukar,

karena

perkembangan

muatan

positif.

(Hardjowigeno,1993).
Senyawa-senyawa Al monomerik dan Al hidroksi merupakan sumber utama
kemasaman dapat tukar dan kemasaman tertitrasi pada Ultisol. Sumber-sumber lain
adalah kation-kation ampoter dapat tukar atau senyawa-senyawa hidroksinya, bahan
organik dan hidrogen dapat tukar (Lopulisa,2004).
2.3 Tanah Vertisol
Proses pembentukan tanah ini telah menghasilkan suatu bentuk mikrotopografi
yang khusus yang terdiri dari cekungan dan gundukan kecil yang biasa disebut
topografi gilgai. Kadang-kadang disebut juga topografi polygonal (Hardjowigeno,
1993).
Koloid tanah yang memiliki muatan negetif besar akan dapat menjerap
sejumlah besar kation. Jumlah kation yang dapat dijerap koloid dalam bentuk dapat
tukar pH tertentu disebut kapasitas tukar kation. KTK merupakn jumlah muatan
negatif persatuan berat koloid yang dinetralisasi oleh kation yang muda
diganti(Pairunan,dkk,1997).
Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau dengan kadar liat tinggi
mempunyai KTK lebih tinggi dari pada

tanah-tanah dengan kandungan bahan

organik rendah atau tanah-tanah berpasir. Jenis-jenis mineral liat juga menentuka
besarnya KTK tanah (Hakim,dkk,1986).

2.4 Tanah Alluvial


Tanah Aluvial yang di persawahan akan berbeda sifat morfologisnya dengan
tanah yang tidak di persawahan. Perbedaan yang sangat nyata dapat dijumpai pada
epipedonnya, dimana pada epipedon yang tidak pernah dipersawahan berstruktur
granular dan warna coklat tua (10 YR 4/3). Sedangkan epipedon tanah Aluvial yang
dipersawahan tidak berstruktur dan berwarna berubah menjadi kelabu (10 YR5/1)
(Munir, 1984).
Tanah Alluvial memiliki kemantapan agregat tanah yang didalamnya terdapat
banyak bahan organik sekitar setengah dari kapasitas tukar katio (KTK) berasal dari
bahan bahan sumber hara tanaman. Disamping itu bahan organik adalah sumber
energi dari sebagian besar organism tanah dalam memainkan peranannya bahn
organik sangat dibutuhkan oleh sumber dan susunanya (Hakim,dkk,1986).
Tanah Alluvial mengalami pencucian selama bertahun-tahun tanah ini ditandai
dengan kandungan bahan organik yang tinggi. Vegetasi kebanyakan lumut yang
tumbuh rendah. Tumbuhan tumbuh dengan lambat, tetapi suatu lahan yang rendah
menghambat dekomposisi bahan organik sehingga menghasilkan tanah yang
mengandung bahan organik dan KTK yang tinggi (Foth,HD,1994)

Anda mungkin juga menyukai