Anda di halaman 1dari 5

pH, EH dan EC: Indikator Uji Cepat Kesuburan Tanah

Tanah merupakan salah satu komponen lahan yang mempunyai peranan penting terhadap
pertumbuhan tanaman dan produksi tanaman, karena tanah selain berfungsi sebagai media
tumbuh tanaman juga berperan dalam menyediakan unsur hara yang diperlukan tanaman
untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Status kesuburan tanah merupakan indikator awal
yang ingin diketahui petani untuk menilai apakah tanah garapannya termasuk subur atau
tidak. Status kesuburan tanah ini menjadi tolak ukur awal bagaimana mengetahui keunggulan
dan kelemahan tanah garapan. Indikator sederhana yang digunakan untuk mengetahui status
kesuburan tanah ini adalah dengan mengukur nilai potensial redoks (Eh), kemasaman tanah
(pH), dan konduktivitas listrik (EC) tanah. Status Eh, pH dan EC tanah mempengaruhi sifat
perilaku unsur hara dalam tanah. Sehingga ketiga indikator ini menjadi komponen dalam
pengukuran status hara secara cepat di lapangan.
Potensial Redoks (Eh)
Potensial redoks (Eh) merupakan indeks yang menyatakan kuantitas elektron dalam suatu
sistem (Syekhfani, 2014a). Oksidasi-reduksi merupakan reaksi pemindahan elektron dari
donor elektron kepada aseptor elektron. Donor elektron akan teroksidasi karena pelepasan
elektron, sedangkan aseptor elektron akan terduksi karena penambahan elektron. Proses ini
berlangsung secara simultan, sehingga sering disebut sebagai reaksi redoks (Kyuma 2004a).
Potenisial redoks juga dipengaruhi oleh aktivitas mikro organisme, dimana menurut Yoshida
(1978), aktivitas mikro organisme tidak hanya mempengaruhi proses transformasi senyawasenyawa organik dan anorganik, tetapi juga mempengaruhi kemasaman dan potensial redoks
tanah.
Menurut Tan (1982), keseimbangan redoks biasanya dinyatakan dengan konsep potensial
redoks (Eh). Secara umum, reaksi sel-paruh dari suatu sistem oksidasi-reduksi dapat
digambarkan sebagai berikut:
Bentuk teroksidasi + ne- Bentuk tereduksi
Potensial sel-paruh dari reaksi di atas dapat dirumuskan menurut hokum Nernst sebagai
berikut:
Eh = E0 + RT/nF log (bentuk teroksidasi)/(bentuk tereduksi)

Potensial redoks (Eh) adalah potensial elektroda standar sel-paruh diukur terhadap suatu
elektroda penunjuk standar, yaitu elektroda hidrogen. Sedangkan E0adalah suatu tetapan,
yang disebut potensial redoks baku dari sistem, dan RT/F=0.0592 pada 25o C. Jika aktivitas
dari spesies-spesies teroksidasi dan tereduksi sama dengan satu, rasio tersebut menjadi = 1,
dan nilai log-nya = 0, maka Eh = E 0. Oleh karena itu, potensial redoks baku didefinisikan
sebagai potensial redoks dari sistem dengan aktivitas spesies teroksidasi dan tereduksi sama
dengan satu (Tan 1982).
Selain Eh, reaksi redoks juga dicirikan oleh aktivitas elektron, e -. Jumlah e- atau aktivitas
elektron menentukan proses oksidasi-reduksi. Berdasarkan reaksi di atas, jika proses reduksi
dominan, maka jumlah elektron akan meningkat. Hubungan antara potensial redoks dengan
aktivitas elektron dapat dirumuskan sebagai berikut:
Eh = (2,3RT/F) pe
Aktivitas elektron dinyatakan dengan pe, dimana pe = -log [e -], R = konstanta gas, T =
temperatur absolut (K), dan F = tetapan Faraday. Pada suhu 298 K (25 o C), maka rumus
tersebut menjadi:
Eh = 0.059 pe
Sposito (2008) menghitung nilai pe dengan pendekatan : pe=8.86pH.
Menurut Ponnamperuma (1978), nilai Eh atau pe yang tinggi dan positif menunjukkan
kondisi oksidatif, sebaliknya nilai Eh atau pe yang rendah bahkan negatif menunjukkan
kondisi reduktif. Potensial redoks mempengaruhi status N dalam tanah, ketersediaan P dan Si,
kadar Fe2+, Mn2+, dan SO42- secara langsung dan kadar Ca2+, Mg2+, Cu2+, Zn2+ dan
MoO42- secara tidak langsung, dan dekomposisi bahan organik dan H2S.
Pengukuran Eh pada tanah-tanah reduktif memiliki beberapa keterbatasan. Sistem tanah
sangat heterogen dan sulit untuk memperoleh potensial keseimbangan yang tepat. Selain itu,
beberapa pasangan redoks yang penting, seperti NO3-/NH4+, SO42-/S2-, CO2/CH4, dan pasangan
redoks organik, tidak bersifat elektroaktif, tetapi dapat mengganggu pengukuran Eh dengan
menghasilkan potensial campuran (Kyuma 2004a). Menurut Stumm dan Morgan (1970)
dalam Kyuma (2004a), pengukuran Eh hanya dapat dilakukan dengan tepat untuk pasangan
Fe3+/Fe2+ dan Mn4+/Mn2+ dengan kadar lebih tinggi dari 10-5 M dalam air alami. Menurut

Lindsay (1979), elektroda platina biasa digunakan untuk pengukuran potensial redoks dalam
tanah. Akan tetapi, elektroda tersebut tidak berfungsi dengan baik pada tanah yang berada
pada kondisi oksidatif. Reaksi redoks terjadi pada hampir semua tanah. Biasanya, reaksi
oksidasi berkaitan dengan kondisi tanah berdrainase baik, sedangkan proses reduksi berkaitan
dengan kondisi tanah berdrainase buruk atau apabila terdapat air berlebih. Kondisi redoks
tanah mempengaruhi stabilitas senyawa-senyawa besi dan mangan.
Nilai Eh merupakan penciri paling penting dalam evaluasi status unsur dalam tanah.
Berdasar pada hubungan antara sifat-sifat tanah dan pertumbuhan tanaman, maka status
redoks dikelaskan ke dalam empat kategori: oksidasi, reduksi lemah, reduksi sedang, dan
reduksi kuat (Tabel 1).
Tabel 1. Gradasi Status Redoks Tanah (Liu, 1985 dalam Syekhfani, 2014a)

Status Redoks

Kisaran

Reaksi

Eh

Pertumbuhan
Tanaman

(mV)
Oksidasi

O2 berlebih, material

Baik bagi tanaman darat; tidak

dalam bentuk oksidasi

baik bagi padi

400-

O2 ,NO3- dan

Pertumbuhan

200

Mn4+direduksi

tanaman darat terganggu

Reduksi

00-(-

Fe3+ direduksi; senyawa

Tanaman darat terganggu

sedang

100)

organik direduksi

Reduksi

<(-100)

CO2 dan H+ direduksi

Reduksi rendah

>400

Tanaman

padi

senyawa reduksi

padi

normal;

terganggu

oleh

Reaksi reduksi-oksidasi pada Inceptisol yang berdrainase baik dan


dilakukan penjenuhan menunjukkan bahwa nitrat hilang dari larutan tanah, kemudian
Mn2+ dan Fe2+ mulai muncul sementara larutan sulfat habis (Gambar 1). Akumulasi methane
meningkat secara eksponensial dalam tanah setelah sulfat tidak terdeteksi dan tingkat
Mn2+ dan Fe2+ telah stabil. Selama waktu inkubasi sekitar 40 hari, nilai pH dalam larutan
tanah meningkat 6.3-7.5 dan asam asetat serta gas hidrogen diproduksi. Kedua senyawa
terakhir adalah produk umum dari fermentasi, proses metabolisme mikroba yang terjadi
ketika kadar oksigen yang sangat rendah, sehingga degradasi humus menjadi senyawa
organik sederhana, terutama asam organik, bersama dengan produksi H2 dan CO2.
Konsentrasi asetat yang dilaporkan (milli molar) dan gas H2 (mikro molar dalam larutan
tanah) merupakan fermentasi aktif yang khas. Produk fermentasi ini terakumulasi selama
tahap awal inkubasi, kemudian habis seiring dengan tingkat Mn 2+ dan Fe2+meningkat atau
produksi methane dimulai, kondisi ini menunjukkan konsumsi oleh komunitas mikroba
selama tahap terakhir (Sposito, 2008).
Gambar 1. Sekuen reduksi temporal pada Inceptisol

Kemasaman Tanah (pH)


Skala pengukuran pH menunjukkan tingkat kemasaman dan kebasaan. Larutan tanah tidak
sepenuhnya memiliki pH netral, dimana konsentrasi H+ tidak sepenuhnya nol, karena air
memiliki sedikit ion-ion bermuatan. Kemasaman tanah ditunjukkan dalam reaksi :

H2O H+ + OHReaksi tanah atau kemasaman tanah, dengan simbol pH, merupakan logaritma negatif
kepekatan ion-ion H+ dalam gram per liter. Bila kepekatan ion H+ dinyatakan sebagai
CH+, maka pH = -log10CH+. Pada kepekatan H+ larutan 10-2 (1/100) gram ion per liter, nilai pH
= log10 10-2 (1/100) = 2. Air murni tidak masam ataupun alkalin mengandung ion H + dan
OH- sama. Dalam larutan netral CH+ = COH+10-7; pH = 7.0. Kelebihan H+ menandai tingkat
kemasaman dan OH- tingkat kealkalian. Dalam larutan air murni, kepekatan ion H+ dan
OH- adalah 10-14. Sebagai contoh COH- = 10-5, maka CH+ = 10-14/ 10-5 = 10-9 dan pH = 9.
Tanah-tanah di daerah basah dengan drainase baik cenderung bersifat masam dan pH rendah.
Tanah-tanah tegalan berdrainase baik biasanya bersifat lebih masam daripada di dataran atau
lembah karena pencucian basa-basa lebih intensif (Syekhfani, 2014b).
Troeh dan Thompson (2005) menyampaikan bahwa pH tanah dipengaruhi oleh beberapa
faktor termasuk lima faktor pembentuk tanah ditambah musim tanam, pola tanam, contoh
tanah horizon, kadar air data waktu pengambilan contoh tanah dan cara penentuan pH.
Vegetasi mempengaruhi pH tanah secara kompleks karena vegetasi menghasilkan bahan
organik dan mempengaruhi pencucian.
Bahan organik yang terdekomposisi akan menghasilkan asam organik yang meningkatkan
kapasitas tukar kation, namun menurunkan kejenuhan basa dan pH. Basa-basa yang
dihasilkan dari bahan organik dan dari pelapukan mineral tanah akan diserap oleh akar dan
kombinasi dasar kation lainnya akan melepaskan ion H + dari akar sehingga menurunkan pH
di daerah perakaran.
Proses pencucian dapat pula menurunkan tingkat kemasaman tanah yang dipengaruhi oleh
pertumbuhan tanah dan iklim. Akar-akar tanaman yang telah tumbuh besar akan
meningkatkan porositas tanah dan dengan adanya curah hujan yang tinggi akan mempercepat
proses pencucian. Proses pencucian terjadi dengan adanya basa-basa dalam tanah yang hilang
sehingga menurunkan pH tanah.

Anda mungkin juga menyukai