Anda di halaman 1dari 7

3/12/24, 10:19 PM pH, EH dan EC: Indikator Uji Cepat Kesuburan Tanah « C.

Agustina Notes

« Konfigurasi mail.ub.ac.id ke dalam Microsoft Outlook BOOST H2O : Field Activities

pH, EH dan EC: Indikator Uji Cepat


Kesuburan Tanah
Tanah merupakan salah satu komponen lahan yang mempunyai peranan penting terhadap pertumbuhan tanaman dan
produksi tanaman, karena tanah selain berfungsi sebagai media tumbuh tanaman juga berperan dalam menyediakan unsur
hara yang diperlukan tanaman untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Status kesuburan tanah merupakan indikator awa
yang ingin diketahui petani untuk menilai apakah tanah garapannya termasuk subur atau tidak. Status kesuburan tanah ini
menjadi tolak ukur awal bagaimana mengetahui keunggulan dan kelemahan tanah garapan. Indikator sederhana yang
digunakan untuk mengetahui status kesuburan tanah ini adalah dengan mengukur nilai potensial redoks (Eh), kemasaman
tanah (pH), dan konduktivitas listrik (EC) tanah. Status Eh, pH dan EC tanah mempengaruhi sifat perilaku unsur hara dalam
tanah. Sehingga ketiga indikator ini menjadi komponen dalam pengukuran status hara secara cepat di lapangan.

Potensial Redoks (Eh)

Potensial redoks (Eh) merupakan indeks yang menyatakan kuantitas elektron dalam suatu sistem (Syekhfani, 2014a).
Oksidasi-reduksi merupakan reaksi pemindahan elektron dari donor elektron kepada aseptor elektron. Donor elektron akan
teroksidasi karena pelepasan elektron, sedangkan aseptor elektron akan terduksi karena penambahan elektron. Proses ini
berlangsung secara simultan, sehingga sering disebut sebagai reaksi redoks (Kyuma 2004a). Potenisial redoks juga
dipengaruhi oleh aktivitas mikro organisme, dimana menurut Yoshida (1978), aktivitas mikro organisme tidak hanya
mempengaruhi proses transformasi senyawa-senyawa organik dan anorganik, tetapi juga mempengaruhi kemasaman dan
potensial redoks tanah.

Menurut Tan (1982), keseimbangan redoks biasanya dinyatakan dengan konsep potensial redoks (Eh). Secara umum, reak
sel-paruh dari suatu sistem oksidasi-reduksi dapat digambarkan sebagai berikut:

Bentuk teroksidasi + ne– ↔ Bentuk tereduksi

Potensial sel-paruh dari reaksi di atas dapat dirumuskan menurut hokum Nernst sebagai berikut:

Eh = E0 + RT/nF log (bentuk teroksidasi)/(bentuk tereduksi)

Potensial redoks (Eh) adalah potensial elektroda standar sel-paruh diukur terhadap suatu elektroda penunjuk standar, yaitu
elektroda hidrogen. Sedangkan E0 adalah suatu tetapan, yang disebut potensial redoks baku dari sistem, dan RT/F=0.0592
pada 25o C. Jika aktivitas dari spesies-spesies teroksidasi dan tereduksi sama dengan satu, rasio tersebut menjadi = 1, dan
nilai log-nya = 0, maka Eh = E0. Oleh karena itu, potensial redoks baku didefinisikan sebagai potensial redoks dari sistem
dengan aktivitas spesies teroksidasi dan tereduksi sama dengan satu (Tan 1982).

Selain Eh, reaksi redoks juga dicirikan oleh aktivitas elektron, e–. Jumlah e– atau aktivitas elektron menentukan proses
oksidasi-reduksi. Berdasarkan reaksi di atas, jika proses reduksi dominan, maka jumlah elektron akan meningkat. Hubunga
antara potensial redoks dengan aktivitas elektron dapat dirumuskan sebagai berikut:

Eh = (2,3RT/F) pe

Aktivitas elektron dinyatakan dengan pe, dimana pe = -log [e–], R = konstanta gas, T = temperatur absolut (K), dan F =
tetapan Faraday. Pada suhu 298 K (25o C), maka rumus tersebut menjadi:

Eh = 0.059 pe

Sposito (2008) menghitung nilai pe dengan pendekatan : pe=8.86−pH.

Menurut Ponnamperuma (1978), nilai Eh atau pe yang tinggi dan positif menunjukkan kondisi oksidatif, sebaliknya nilai Eh
atau pe yang rendah bahkan negatif menunjukkan kondisi reduktif. Potensial redoks mempengaruhi status N dalam tanah,
ketersediaan P dan Si, kadar Fe2+, Mn2+, dan SO42- secara langsung dan kadar Ca2+, Mg2+, Cu2+, Zn2+ dan MoO42-
secara tidak langsung, dan dekomposisi bahan organik dan H2S.

Pengukuran Eh pada tanah-tanah reduktif memiliki beberapa keterbatasan. Sistem tanah sangat heterogen dan sulit untuk
memperoleh potensial keseimbangan yang tepat. Selain itu, beberapa pasangan redoks yang penting, seperti NO3-/NH4+,
SO42-/S2-, CO2/CH4, dan pasangan redoks organik, tidak bersifat elektroaktif, tetapi dapat mengganggu pengukuran Eh
dengan menghasilkan potensial campuran (Kyuma 2004a). Menurut Stumm dan Morgan (1970) dalam Kyuma (2004a),
pengukuran Eh hanya dapat dilakukan dengan tepat untuk pasangan Fe3+/Fe2+ dan Mn4+/Mn2+ dengan kadar lebih tinggi
dari 10-5 M dalam air alami. Menurut Lindsay (1979), elektroda platina biasa digunakan untuk pengukuran potensial redoks
dalam tanah. Akan tetapi, elektroda tersebut tidak berfungsi dengan baik pada tanah yang berada pada kondisi oksidatif.

cagust.lecture.ub.ac.id/2014/09/ph-eh-dan-ec-indikator-uji-cepat-kesuburan-tanah/ 1/7
3/12/24, 10:19 PM pH, EH dan EC: Indikator Uji Cepat Kesuburan Tanah « C.Agustina Notes
Reaksi redoks terjadi pada hampir semua tanah. Biasanya, reaksi oksidasi berkaitan dengan kondisi tanah berdrainase baik
sedangkan proses reduksi berkaitan dengan kondisi tanah berdrainase buruk atau apabila terdapat air berlebih. Kondisi
redoks tanah mempengaruhi stabilitas senyawa-senyawa besi dan mangan.

Nilai Eh merupakan penciri paling penting dalam evaluasi status unsur dalam tanah. Berdasar pada hubungan antara sifat-
sifat tanah dan pertumbuhan tanaman, maka status redoks dikelaskan ke dalam empat kategori: oksidasi, reduksi lemah,
reduksi sedang, dan reduksi kuat (Tabel 1).

Tabel 1. Gradasi Status Redoks Tanah (Liu, 1985 dalam Syekhfani, 2014a)

Status Redoks Kisaran Reaksi Pertumbuhan

Eh (mV) Tanaman

Oksidasi >400 O2 berlebih, material Baik bagi tanaman darat; tidak baik
dalam bentuk oksidasi bagi padi

Reduksi rendah 400-200 O2 ,NO3– dan Mn4+ Pertumbuhan padi normal;


direduksi tanaman darat terganggu

Reduksi sedang 00-(-100) Fe3+ direduksi; senyawa Tanaman darat terganggu


organik direduksi
Reduksi <(-100) CO2 dan H+ direduksi Tanaman padi terganggu oleh
senyawa reduksi

Reaksi reduksi-oksidasi pada Inceptisol yang berdrainase baik dan dilakukan penjenuhan
menunjukkan bahwa nitrat hilang dari larutan tanah, kemudian Mn2+ dan Fe2+ mulai muncul
sementara larutan sulfat habis (Gambar 1). Akumulasi methane meningkat secara eksponensial
dalam tanah setelah sulfat tidak terdeteksi dan tingkat Mn2+ dan Fe2+ telah stabil. Selama waktu
inkubasi sekitar 40 hari, nilai pH dalam larutan tanah meningkat 6.3-7.5 dan asam asetat serta gas
hidrogen diproduksi. Kedua senyawa terakhir adalah produk umum dari fermentasi, proses
metabolisme mikroba yang terjadi ketika kadar oksigen yang sangat rendah, sehingga degradasi
humus menjadi senyawa organik sederhana, terutama asam organik, bersama dengan produksi H2
dan CO2. Konsentrasi asetat yang dilaporkan (milli molar) dan gas H2 (mikro molar dalam larutan
tanah) merupakan fermentasi aktif yang khas. Produk fermentasi ini terakumulasi selama tahap aw
inkubasi, kemudian habis seiring dengan tingkat Mn2+ dan Fe2+ meningkat atau produksi methane
dimulai, kondisi ini menunjukkan konsumsi oleh komunitas mikroba selama tahap terakhir (Sposito,
2008).

Gambar 1. Sekuen reduksi temporal pada


Inceptisol

Kemasaman Tanah (pH)

Skala pengukuran pH menunjukkan tingkat kemasaman dan kebasaan. Larutan tanah tidak sepenuhnya memiliki pH
“netral”, dimana konsentrasi H+ tidak sepenuhnya nol, karena air memiliki sedikit ion-ion bermuatan. Kemasaman tanah
ditunjukkan dalam reaksi :

H 2O ↔ H+ + OH–

Reaksi tanah atau kemasaman tanah, dengan simbol pH, merupakan logaritma negatif kepekatan ion-ion H+ dalam gram
per liter. Bila kepekatan ion H+ dinyatakan sebagai CH+, maka pH = -log10CH+. Pada kepekatan H+ larutan 10-2 (1/100)
gram ion per liter, nilai pH = log10 10-2 (1/100) = 2. Air murni tidak masam ataupun alkalin mengandung ion H+ dan OH–
sama. Dalam larutan netral CH+ = COH+10-7; pH = 7.0. Kelebihan H+ menandai tingkat kemasaman dan OH– tingkat
kealkalian. Dalam larutan air murni, kepekatan ion H+ dan OH– adalah 10-14. Sebagai contoh COH– = 10-5, maka CH+ =
10-14/ 10-5 = 10-9 dan pH = 9. Tanah-tanah di daerah basah dengan drainase baik cenderung bersifat masam dan pH
rendah. Tanah-tanah tegalan berdrainase baik biasanya bersifat lebih masam daripada di dataran atau lembah karena
pencucian basa-basa lebih intensif (Syekhfani, 2014b).

Troeh dan Thompson (2005) menyampaikan bahwa pH tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk lima faktor
pembentuk tanah ditambah musim tanam, pola tanam, contoh tanah horizon, kadar air data waktu pengambilan contoh

cagust.lecture.ub.ac.id/2014/09/ph-eh-dan-ec-indikator-uji-cepat-kesuburan-tanah/ 2/7
3/12/24, 10:19 PM pH, EH dan EC: Indikator Uji Cepat Kesuburan Tanah « C.Agustina Notes
tanah dan cara penentuan pH. Vegetasi mempengaruhi pH tanah secara kompleks karena vegetasi menghasilkan bahan
organik dan mempengaruhi pencucian.

Bahan organik yang terdekomposisi akan menghasilkan asam organik yang meningkatkan kapasitas tukar kation, namun
menurunkan kejenuhan basa dan pH. Basa-basa yang dihasilkan dari bahan organik dan dari pelapukan mineral tanah aka
diserap oleh akar dan kombinasi dasar kation lainnya akan melepaskan ion H+ dari akar sehingga menurunkan pH di daera
perakaran.

Proses pencucian dapat pula menurunkan tingkat kemasaman tanah yang dipengaruhi oleh pertumbuhan tanah dan iklim.
Akar-akar tanaman yang telah tumbuh besar akan meningkatkan porositas tanah dan dengan adanya curah hujan yang
tinggi akan mempercepat proses pencucian. Proses pencucian terjadi dengan adanya basa-basa dalam tanah yang hilang
sehingga menurunkan pH tanah.

Konduktivitas Listrik (EC)

Konduktivitas listrik (EC) digunakan untuk mengetahui tingkat kegaraman yang ada dalam tanah. Konduktivitas Listrik (EC),
adalah fenomena aliran listrik berasal dari muatan partikel (ion, koloid) yang membentuk kekuatan medan listrik (Syekhfani,
2014c). Komponen padatan dan cairan tanah, yang terdiri dari senyawa dan unsur mengandung ion (kation, anion)
bermuatan positif (+) dan negatif (-); saat terjadi aliran listrik dari + ke – melalui media cair, akan muncul daya medan listrik
yang berpengaruh terhadap mobilitas ion/koloid yang merupakan sumber unsur hara bagi pertumbuhan tanaman.

Umumnya, tingkat kegaraman dalam tanah yang tinggi terjadi pada tanah dalam wilayah arid dan seminaris, dimana curah
hujan tahunan lebih rendah daripada tingkat evapotranspirasi. Selain pada lahan arid dan semiarid, praktek pengelolaan
lahan dengan sistem irigasi juga memicu terjadinya peningkatan kadar garam dalam tanah. Bohn, McNeal dan O’Connor
(2001) menjelaskan bahwa terdapat tiga sumberdaya alam yang mempengaruhi kadar salinitas tanah, yaitu pelapukan
bahan mineral, curah hujan dan garam-garam dari fosil, selain itu aktivitas manusia yang menambahkan garam melalui
irigasi dan limbah industri di daerah salin juga berkontribusi terhadap kadar salinitas tanah. Sumber garam dalam tanah
paling besar berasal dari batuan yang tersingkap dan kerak bumi, dimana garam telah dilepaskan selama proses pelapukan
kimiawi dan fisik. Pada daerah humid, larutan garam dalam profil tanah dibawa ke lapisan tanah bawah melalui proses
perkolasi air hujan dan dialirkan ke lautan. Pada daerah arid, pencucian terjadi secara lokal. Garam cenderung menumpuk
karena tingkat curah hujan yang rendah, laju evaporasi dan transpirasi tanaman tinggi.

Ion yang dilepaskan ke dalam larutan tanah melalui pelapukan mineral, atau berasal dari intrusi air permukaan atau air tana
saline, cenderung menumpuk dalam mineral sekunder yang terbentuk sebagai tanah kering. Mineral sekunder ini meliputi
mineral liat, karbonat dan sulfat, dan klorida. Karena Na, K, Ca, dan Mg relatif mudah dibawa ke dalam larutan baik sebaga
kation dapat ditukar dari smektit dan ilit, atau sebagai kation struktural terlarut dari karbonat, sulfat, dan klorida,
menyebabkan kation berkontribusi paling besar terhadap salinitas tanah (Sposito, 2008).

Karakteristik tingkat keragaman yang berpengaruh terhadap kualitas tanah ditunjukkan dengan nilai ESP (exchangeable
sodium percentage) dan SAR (sodium adsorption ratio). Konsentrasi larutan sodium dalam berat isi larutan harus diukur da
dipisahkan dari total Jumlah sodium yang diekstrak untuk mendapatkan nilai sodium dapat ditukar (Na-dd). Soil Science
Society of America (1973) mengelompokkan kadar garam yang berpengaruh terhadap kualitas tanah ke dalam 4 kelas, yait
tanah normal, tanah salin, tanah sodik, dan tanah salin-sodik (Tabel 2).

Tabel 2. Klasifikasi tanah yang dipengaruhi oleh kadar garam : tradisional dan usulan

Tanah normal Tanah salin Tanah sodik Tanah salin-sodik

Klasifikasi EC < 4 dS m-1ESP EC > 4 dS m-1 ESP > 15% EC > 4 dS m-1ESP
tradisional < 15% > 15%
Klasifikasi usulan EC < 2 dS m- EC > 2 dS m-1 SAR > 15% EC > 2 dS m-
1SAR < 15% 1SAR > 15%

Sumber : Soil Science Society of America (1973 dalam Bohn, McNeal dan O’Connor, 2001)

Metode Pengukuran pH, Eh, EC

Alat dan Bahan

Pengukuran kualitas kesuburan tanah secara cepat menggunakan alat :

1. Botol film
2. pH meter, untuk mengukur derajat kemasaman dan nilai EH
3. EC meter, untuk mengukur nilai EC

cagust.lecture.ub.ac.id/2014/09/ph-eh-dan-ec-indikator-uji-cepat-kesuburan-tanah/ 3/7
3/12/24, 10:19 PM pH, EH dan EC: Indikator Uji Cepat Kesuburan Tanah « C.Agustina Notes
Adapun bahan yang digunakan dalam pengukuran kualitas kesuburan tanah ini adalah contoh tanah dengan kode 7 dengan
nilai kemasaman terukur sebesar 6.7 dan aquades.

Metode Pengukuran

Pengukuran potensial redoks, kemasaman tanah dan konduktivitas listrik dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Siapkan contoh tanah kering udara dan aquades dengan perbandingan volume per volume sebesar 1:1,
2. Masukkan contoh tanah dan aquades ke dalam botol film,
3. Kocok larutan tanah dengan cara diayun menggunakan tangan (ayunan penuh) sebanyak 15 kali,
4. Ukur Eh, pH menggunakan pH & Eh meter, sedangkan EC menggunakan voltmeter. Celupkan electrode ke dalam
larutan tanah dan ditunggu sampai alat menunjukkan nilai konstan dari Eh, pH, dan EC.

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Hasil pengukuran uji cepat dari contoh tanah nomor 3 didapatkan data seperti yang tersaji dalam Tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengukuran uji cepat

Kode Tanah Eh (mV) pH EC (mS)

3 31.4 6.7 0.06

Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa contoh tanah nomor 3 memiliki nilai potensial redoks 31.4 mV, tingkat
kemasaman 6.7, dan konduktivitas listrik sebesar 0.06 mS. Secara berurutan nilai potensial redoks, tingkat kemasaman, da
konduktivitas listrik termasuk dalam kelas agak rendah (Liu, 1985 dalam Syekhfani, 2014a), netral, dan rendah (Syekhfani,
2013). Sehingga, status kesuburan dari contoh tanah yang diukur adalah baik.

Pembahasan

Potensial Redoks

Liu (1985 dalam Syekhfani, 2014a) menyatakan bahwa Eh akan berstatus oksidatif jika bernilai >400 mV, sedangkan status
reduksi rendah terjadi pada tanah dengan nilai Eh antara 400-200 mV, status reduksi sedang berkisar antara 00-(-100) mV,
dan status reduksi terjadi pada tanah yang bernilai Eh <(-100) mV. Hasil pengukuran Eh pada contoh tanah sebesar 31.4 m
yang berada antara (-100)-200 mV, sehingga nilai ini dimasukkan dalam status reduksi agak rendah. Pada kondisi ini, O2
dan NO3– mengalami reduksi, kemudian terbentuk Mn2+ (Tabel 4; Bohn, McNeal, dan O’Connor, 2001).

Tabel 4. Urutan pemanfaatan elektron akseptor utama dalam tanah, potensi kesetimbangan setengah reaksi pada pH 7, da
potensi dari reaksi-reaksi ini diukur dalam tanah

Eh pada pH 7 Pengukuran Potensial


Reaksi
(V) Redoks dlm tanah (V)

Kehilangan O2
0.82 0.6 – 0.4

Kehilangan NO3–
0.54 0.5 – 0.2

Terbentuk Mn2+ 0.4 – 0.2


0.4

Terbentuk Fe2+ 0.17 0.3 – 0.1

Terbentuk HS– -0.16 0 – (-0.15)

cagust.lecture.ub.ac.id/2014/09/ph-eh-dan-ec-indikator-uji-cepat-kesuburan-tanah/ 4/7
3/12/24, 10:19 PM pH, EH dan EC: Indikator Uji Cepat Kesuburan Tanah « C.Agustina Notes

Eh pada pH 7 Pengukuran Potensial


Reaksi
(V) Redoks dlm tanah (V)

Terbentuk H2 -0.41
(-0.15) – (-0.22)

Terbentuk CH4 (contoh fermentasi) –


(-0.15) – (-0.22)

Nitrogen, sulfur dan besi merupakan unsur yang sangat dipengaruhi oleh reaksi redoks. Dengan menggunakan persamaan
dari Sposito (2008) : pe=8.86−pH, maka dapat diketahui status N, S dan Fe yang ada dalam tanah. Berdasarkan persamaa
tersebut, maka nilai pe adalah :

pe = 8.86 – pH

pe = 8.86 – 6.7 à pe = 2.16

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai pe sebesar 2.16, berarti berada di bawah 5. Pada kondisi ini oksigen tidak stab
pada tanah netral. Sedangkan nilai pe >5 menunjukkan bahwa oksigen dikonsumsi oleh mikroorganisme aerobik untuk
respirasi, jika tereduksi akan menghasilkan Fe2+, NO2–, dan NH4+ dan jika teroksidasi akan menghasilkan Fe3+ dan NO3–.

Nilai pe dibawah 0 sampai -5, maka kandungan sulfat dalam tanah akan meningkat dalam bentuk HS– jika tereduksi dan
SO42- jika teroksidasi.

Gambar 2. Tangga Redoks

Namun, berdasarkan diagram hubungan pe+pH (2.16 + 6.7 = 8.86) tampak bahwa nitrogen dalam bentuk NH4+ mengalami
penurunan dan terjadi kehilangan N2 di udara. Reaksi nitrogen merupakan suatu reaksi yang irreversible, dan enzim

cagust.lecture.ub.ac.id/2014/09/ph-eh-dan-ec-indikator-uji-cepat-kesuburan-tanah/ 5/7
3/12/24, 10:19 PM pH, EH dan EC: Indikator Uji Cepat Kesuburan Tanah « C.Agustina Notes
katalisator sangat dibutuhkan untuk konversi nitrogen dalam tanah. Kondisi ini berarti banyak energi yang dibutuhkan untuk
konversi N2 menjadi N tersedia bagi tanaman, dan sedikit energy yang dihasilkan dari reaksi konversi N ini.

Gambar 3. Diagram pe+pH dan


kandungan nitrogen dalam tanah (Sumber
: Bohn, McNeal dan O’Connor, 2001).

Kemasaman Tanah

Kemasaman tanah (pH) sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. pH tanah akan berpengaruh pada laju pelepasan unsu
hara oleh pelapukan, larutan bahan dalam tanah, dan jumlah unsur hara yang disimpan dalan bentuk kation dapat ditukar.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai pH termasuk dalam kelas netral (6.7). Pada kondisi pH netral status kesuburan
tanah dalam kondisi baik, dimana kandungan unsur N, P dan K tidak terjadi defisiensi. Begitupula dengan unsur hara mikro
seperti Ca, Mg, S, Fe, Zn, Mn, Co, Bo dan Mo. Pada kondisi nilai pH antara 6.0 sampai 7.5, semua unsur hara yang
dibutuhkan tanaman dalam kondisi tersedia. Kecuali bagi tanaman azaleas, rhododendra, blueberry dan strawberry tumbuh
pada pH antara 5 sampai 6.

Pada pH 6 sampai 7.5, kebanyakan ikatan nitrogen dan sulfur (kecuali kalsium sulfat) tersedia dalam berbagai kondisi pH.
Karena unsur ini kebanyakan berasal dari sumber bahan organik dan dalam jumlah terbatas karena dekomposisi bahan
organik yang lambat. Dekomposisi bahan organik semakin cepat terjadi pada kondisi pH tanah antara 6 dan 8. Ikatan fosfor
dalam tanah kurang tersedia bagi tanaman. Meskipun dilakukan penambahan fosfor dalam bentuk pupuk, unsur ini akan
beraksi dalam tanah dan menjadi kurang tersedia bagi tanaman. Fosfor akan tersedia bagi tanaman jika tanah dalam kondi
pH antara 6.5 sampai 7.5. Potassium (K) sangat tersedia bagi tanaman dalam berbagai kondisi pH, namun akan mudah
hilang dari larutan karena adanya jerapan. Tanah yang mengalami pencucian dan pH masam, maka total potassium dalam
tanah akan menurun, begitupula dengan jumlah K yang tersedia bagi tanaman (Troeh dan Thompson, 2005).

Nilai kemasaman tanah tidak terlepas dari reaksi reduksi dan oksidasi yang terjadi dalam tanah. Hasil pengukuran potensia
redoks menunjukkan bahwa tanah yang diukur mengalami reduksi O2 dan NO3– dan terbentuk Mn2+. Peningkatan nilai pH
disebabkan adanya kontribusi bahan organik yang melepaskan ion OH– karena terjadi proses reduksi. Starr (1986 dalam
Cyio, 2008) menyatakan bahwa pergerakan Nitrogen dalam tanah dengan reaksi sebagai berikut:

NO3– + H2O + 4e à NO2– + 2 OH–

Berdasarkan reaksi tersebut maka terlihat adanya pelepasan ion OH– yang dapat meningkatkan pH tanah karena terjadi
keseimbangan antara ion H+ dengan ion OH– dari perubahan nitrat menjadi nitrit, yang memberi kontribusi gugus hidroksil
ke dalam larutan tanah.

Konduktivitas Listrik (EC)

Konduktivitas listrik dari contoh tanah yang diukur bernilai 0.06 mS dan termasuk dalam kelas rendah (Syekhfani, 2013),
sedangkan berdasarkan klasifikasi tanah oleh Soil Science Society of America (1973) termasuk dalam tanah normal. Kondis
ini berarti kadar garam dalam tanah tidak berpengaruh terhadap ketersediaan unsur hara dalam tanah.

Apabila tanah mengandung kadar garam tinggi dan termasuk dalam kelas tanah salin, sodik maupun salin-sodik, maka aka
menggangu pertumbuhan tanaman. Pengaruh utama garam terlarut dalam tanah terhadap tanaman adalah osmosis.
Tanaman harus mengeluarkan energi yang besar untuk menyerap air dari larutan tanah, dan akhirnya menghambat
pertumbuhan tanaman dan menurunkan produktivitas tanaman. Akar tanaman yang memiliki membrane semipermeabel
tidak dapat menyerap air dan unsur hara dalam larutan tanah karena dihambat oleh garam-garam terlarut.

Tanah salin memiliki nilai pH <8.5 dan agregat tanah mengalami flokulasi. Tanah ini dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan
tanaman dengan terlebih dahulu dilakukan perlakuan berupa pencucian garam terlarut dalam tanah, khususnya di daerah
perakaran tanaman. Pada tanah salin-sodik, yang mengandung garam terlarut dan nilai ESP yang tinggi dapat
menyebabkan hidrolisis bagi tanaman dan dapat diatasi dengan pencucian garam-garam terlarut. Tanah sodik termasuk
tanah yang sulit untuk dikelola, karena permeabilitas tanahnya sangat rendah, memiliki pH 9 atau 9.5, fraksi liat dan organik

cagust.lecture.ub.ac.id/2014/09/ph-eh-dan-ec-indikator-uji-cepat-kesuburan-tanah/ 6/7
3/12/24, 10:19 PM pH, EH dan EC: Indikator Uji Cepat Kesuburan Tanah « C.Agustina Notes
telah terdispersi. Bahan organik yang terdispersi menumpuk di permukaan tanah yang berdrainase buruk dan menyebabka
warna tanah gelap di permukaan.

Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan dari laporan ini adalah :

1. Nilai potensial redoks (Eh), kemasaman tanah (pH) dan konduktivitas listrik (EC) dari contoh tanah yang diukur
berturut-turut : 31.4 mV, 6.7 dan 0.06 mS. Status kesuburan dari contoh tanah yang diukur adalah baik, yang
ditunjukkan dari kelas Eh termasuk agak reduktif, kelas pH netral, dan kelas EC rendah/normal.
2. Nilai Eh dan pH berpengaruh langsung terhadap ketersediaan unsur hara esensial yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman.
3. Nilai Eh yang bereaksi agak reduktif cenderung terjadi reaksi reduksi O2 dan NO3–, melepaskan N2 dan
menghasilkan sedikit NH4+ yang dibutuhkan oleh tanaman. Proses reduksi NO3– dalam tanah berpengaruh terhadap
pelepasan OH– dan meningkatkan pH tanah.
4. Nilai EC berpengaruh terhadap proses serapan air dan unsur hara oleh akar untuk pertumbuhan tanaman. Tingkat
garam terlarut yang tinggi dalam tanah dapat menyebabkan reaksi osmosis dan hidrolisis terhadap akar tanaman.

DAFTAR PUSTAKA

Bohn, H.L., McNeal, B.L., dan O’Connor, G.A. 2001. Soil Chemistry. Third Edition. John Wiley & Sons, Inc. New York.

Kyuma, K. 2004a. Paddy Soil Science. Kyoto University Press and Trans Pasific Press, Tokyo and Melbourne.

Lindsay, W. L., 1979. Chemical Equilibria in Soils. John Wiley & Sons, New York.

Ponnamperuma, F. N. 1978. Electrochemical Changes in Submerg Soil. In IRRI, Soil and Rice. IRRI, Los Banos, Philipines.

Syekhfani. 2013. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah. Leaflet. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya.
Diunduh dari : http://syekhfanismd.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/Kriteria-Sifat-Kesuburan-Tanah.pdf. Tanggal akses : 5
Mei 2014.

________. 2014a. Potensi Oksidasi-Reduksi. Bahan Ajar. Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Diunduh dari : http://syekhfanismd.lecture.ub.ac.id/2014/03/potensi-oksidasi-reduksi-eh/. Tanggal akses : 17 Maret
2014.

­________. 2014b. Reaksi (pH) Tanah. Bahan Ajar. Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Diundu
dari : http://syekhfanismd.lecture.ub.ac.id/2014/03/reaksi-ph-tanah/ . Tanggal akses : 17 Maret 2014.

________. 2014c. Konduktivitas Listrik (EC). Bahan Ajar. Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Diunduh dari : http://syekhfanismd.lecture.ub.ac.id/2014/03/konduktivitas-listrik-ec/. Tanggal akses : 17 Maret 2014.

Sposito, G. 2008. The Chemistry of Soils. Second Edition. Oxford University Press, Inc. New York, USA.

Tan, K. H., 1982. Principles of Soil Chemistry. Marcel Dekker, Inc., New York.

Troeh, F.R. dan Thompson, L.M. 2005. Soils and Soil Fertility. Sixth Edition. Blackwell Publishing. Iowa, USA.

Yoshida, T. 1978. Mictobial Metabolism In Rice Soil. In : E. A. Paul and A.D Maclaen (eds). Soil and Rice. Los Banos, Lagun
: The Internasional Rice Institute. 445-465p.

September 18th, 2014 | Tags: ujicepat tanah | Category: Artikel

cagust.lecture.ub.ac.id/2014/09/ph-eh-dan-ec-indikator-uji-cepat-kesuburan-tanah/ 7/7

Anda mungkin juga menyukai