Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM

KESUBURAN TANAH DAN PEMUPUKAN


KELAS B

OLEH:

NAMA
NO. BP
ASISTEN

:
:
:

CILFYZHA VEMITHASYA
1210212007
SILVIA QURRATUL AINI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan
Laporan Akhir Praktikum Kesuburan Tanah dan Pemupukan ini.
Kami berterima kasih kepada dosen pengampuh mata kuliah Kesuburan
Tanah dan Pemupukan ini serta tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada
asisten yang telah membimbing kami dalam melaksanakan praktikum.
Kami menyadari bahwa penulisan laporan kali ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan saran dan kritikan dari pembaca guna
menyempurnakan isi dari laporan ini. Akhir kata semoga laporan ini dapat
memberikan manfaat bagi pembacanya.

Padang, 20 November 2015

Cilfyzha Vemithasya
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................ i
Daftar Isi.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................1
1.2 Tujuan..............................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penentuan pH..................................................................................3
2.2 Penentuan Al-dd..............................................................................5
2.3 Penentuan N-total...........................................................................7
2.4 Penentuan C-organik...................................................................... 9
BAB III BAHAN DAN METODA
3.1 Waktu dan Tempat.........................................................................11
3.2 Alat dan Bahan..............................................................................11
3.3 Cara Kerja.....................................................................................12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil..............................................................................................14
4.2 Pembahasan..................................................................................16
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan..................................................................................20
5.2 Saran............................................................................................20
Daftar Pustaka...............................................................................................21
Daftar Lampiran............................................................................................22

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanah sebagai media tumbuh tanaman mempunyai fungsi menyediakan
air, udara dan unsur-unsur hara untuk pertumbuhan tanaman namun demikian
kemampuan tanah menyediakan unsur hara sangat terbatas. Kata ultisol berasal
dari bahasa latin Ultimus, yang berarti terakhir atau dalam arti hal ultisol, tanah
yang paling terkikis dan memperlihatkan pengaruh pencucian yang terahir.
Ultisol memiliki horizon argilik degan kejenuhan basa yang rendah. Biasanya
terdapat alumunium yang dapat dipertukarkan dalam jumlah yang tinggi.
Tanah ini umumnya berkembang dari bahan induk tua. Di Indonesia
banyak ditemukan di daerah dengan bahan induk batuan liat. Tanah ini merupakan
bagian terluas dari lahan kering di Indonesia yang belum dipergunakan untuk
pertanian. Tanah ultisol tergolong lahan marginal yang tingkat produktivitasnya
rendah. Kandungan hara pada tanah ultisol umumnya rendah karena pencucian
basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena
proses dekomposisi berjalan cepat. Bahan organik yang sangat rendah inilah,
sehingga memperlihatkan warna tanahnya berwarna merah kekuningan, reaksi
tanah yang masam, kejenuhan basa yang rendah, kadar Al yang tinggi, dan tingkat
produktivitas yang rendah. Tekstur tanah ini adalah liat hingga liat berpasir, bulk
density yang tinggi antara 1.3-1.5 g/cm3.
Tanah Ultisol mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut,
dicirikan oleh penampang tanah yang dalam, kenaikan fraksi liat seiring dengan
kedalaman tanah, reaksi tanah masam, dan kejenuhan basa rendah. Di Indonesia,
Ultisol umumnya belum tertangani dengan baik. Dalam skala besar, tanah ini telah
dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit, karet dan hutan tanaman industri,
tetapi pada skala petani kendala ekonomi merupakan salah satu penyebab tidak
terkelolanya tanah ini dengan baik.

Tanah ini memiliki unsur hara makro seperti fosfor dan kalium yang sering
kahat dan merupakan sifat-sifat tanah ultisol yang sering menghambat
pertumbuhan tanaman. Walaupun tanah ultisol sering diidentikkan dengan tanah
yang tidak subur, dimana mengandung bahan organik yang rendah, nutrisi rendah
dan pH rendah (kurang dari 5,5) tetapi sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk
lahan pertanian potensial jika dilakukan pengelolaan yang memperhatikan kendala
yang ada.
Oleh karena itu untuk meningkatkan produktivitas tanah ultisol, maka
perlu dilakukan penambahan bahan organik. Pemberian bahan organik dapat
menurunkan bulk density tanah karena membentuk agregat tanah yang lebih baik
dan memantapkan agregat yang telah terbentuk sehingga aerasi, permeabilitas dan
infiltrasi menjadi lebih baik. Akibatnya adalah daya tahan tanah terhadap erosi
akan meningkat.
Untuk meningkatkan produktivitas ultisol, juga dapat dilakukan melalui
pemberian kapur. Pengapuran yang dimaksudkan untuk mempengaruhi sifat fisik
tanah, sifat kimia dan kegiatan jasad renik tanah. Pengapuran pada Ultisol di
daerah beriklim humid basah seperti di Indonesia tidak perlu mencapai pH tanah
6,5 (netral), tetapi sampai pada pH 5,5 sudah dianggap baik sebab yang terpenting
adalah bagaimana meniadakan pengaruh meracun dari aluminium dan penyediaan
hara kalsium bagi pertumbuhan tanaman.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan kemasaman
dan kebasaan suatu larutan tanah, menentukan kemasaman tanah yang
dipengaruhi oleh pH, Al-dd, untuk menentukan kadar perbandingan C dan N
dalam menilai tingkat pelapukan bahan organic.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 pH dan Pengaruh Terhadap Kesuburan Tanah
Kesuburan tanah adalah kondisi suatu tanah yg mampu menyediakan
unsur hara essensial untuk tanaman tanpa efek racun dari hara yang ada. Tanah
yang subur adalah tanah yang mempunyai profil yang dalam (kedalaman yang
sangat dalam) melebihi 150 cm, strukturnya gembur remah, pH 6-6,5, mempunyai
aktivitas jasad renik yang tinggi (maksimum). Kandungan unsur haranya yang
tersedia bagi tanaman adalah cukup dan tidak terdapat pembatas-pembatas tanah
untuk pertumbuhan tanaman (Pairunan, dkk. 1985)
Dalam kimia, pH adalah ukuran tingkat keasaman atau kebasaan suatu
senyawa. Kemasaman tanah merupakan salah satu sifat yang penting sebab
terdapat hubungan pH dengan ketersediaan unsur hara dan juga terdapat hubungan
antara pH dengan proses pembentukan tanah. Reaksi tanah menunjukkan tentang
keadaan atau status kimia tanah. Reaksi atau pH yang ekstrim menunjukkan
keadaan kimia tanah yang dapat mengganggu proses biologik. Kelas pH tanah ada
6 macam, yaitu < 4,5 sangat masam, 4,5-5,5 masam, 5,6-6,5 agak masam, 6,6-7,5
netral, 7,6-8,5 agak alkalis, dan < 8,5 alkalis (Pairunan, dkk. 1985).
Ada tiga alasan utama nilai pH tanah sangat penting untuk diketahui:
1. Menentukan rendah tidaknya ion-ion unsur hara diserap oleh tanaman,
Umumnya unsur hara mudah diserap oleh akar tanaman pada pH
tanah netral 6-7 karena pada pH tersebut sebagian besar unsur hara mudah
larut di dalam air. Unsur-unsur makro seperti N, P, K, Mg, Ca dan S lebih
banyak tersedia di dalam larutan tanah ber pH 6 sampai 7,5. Sementara itu
jumlah unsur mikro yang tersedia pada pH netral cenderung lebih kecil
dibandingkan dengan pH rendah atau tinggi tetapi jumlah tersebut telah
mencukupi kebutuhan tanaman.
2. Derajat keasaman atau pH tanah juga menunjukan keberadaan unsurunsur yang bersifat racun bagi tanaman. Pada tanah asam banyak

ditemukan unsur aluminium yang bersifat racun juga mengikat


phosphor sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman.
3. Derajat keasaman atau pH tanah sangat mempengaruhi perkembangan
mikroorganisme di dalam tanah. Pada pH 5-5,7 bakteri dan jamur pengurai
bahan organik dapat berkembang dengan baik (Novizan, 2002)
Tanah yang lebih asam biasanya ditemukan pada jenis tanah gambut dan
tanah yang tinggi kandungan aluminium atau belerang. Sementara tanah yang
basa ditemukan pada tanah yang tinggi kapur dan tanah yang berada di daerah arid
dan di kawasan pantai. pH tanah merupakan suatu ukuran intensitas keasaman,
bukan ukuran total asam yang ada di tanah tersebut. (Mukhlis, 2007)
Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi tanah yaitu sebagai berikut Hakim, dkk,
(1986):
1. Kejenuhan Basa
Kejenuhan basa adalah perbandingan antara kation basa dengan jumlah
kation yang dapat dipertukarkan pada koloid tanah. Kejenuhan basa juga
mencerminkan perbandingan kation basa dengan kation hidrogen dan
almunium. Berarti semakin kecil kejenuhan basa, semakin masam pula
reaksi tanah tersebut atau pH-nya semakin rendah. Kejenuhan basa 100%
mencerminkan pH tanah yang netral, kurang dari itu mengarah ke pH
tanah masam, sedangkan lebih dari itu mengarah ke basa.
2. Sifat Misel (Koloid)
Sifat Misel yang berbeda-beda dalam mendisosiasikan ion H+ terjerap
menyebabkan pH tanah berbeda pada koloid yang berbeda, walaupun
kejenuhan basanya sama. Koloid organik mudah mendisosiasikan ion
H+ ke dalam larutan.
Kebanyakan tanah mempunyai pH antara 5,0 dan 8,0. Di kawasan basah,
tanah permukaan biasanya mempunyai pH 4,0 sampai 6,0. Secara umum pH
optimum tanah mineral ialah sekitar 6,5 sedangkan pada tanah organik ialah
sekitar 5,5. (Foth, 1994).
2.2 Penentuan Al-dd

Aldd adalah kadar Aluminium dalam tanah.Al dalam bentuk dapat


ditukarkan (Al-dd) umumnya terdapat pada tanah-tanah yang bersifat masam
dengan pH < 5,0. Oleh karena itu untuk mengukur sejauh mana pengaruh Al ini
perlu ditetapkan kejenuhannya. Semakin tinggi kejenuhan aluminium, akan
semakin besar bahaya meracun terhadap tanaman. Hakim, dkk (1986) menyatakan
bahwa keracunan aluminium menghambat perpanjangan dan pertumbuhan akar
primer, serta menghalangi pembentukan akar lateral dan bulu akar. Apabila
pertumbuhan akar terganggu, serapan hara dan pembentukan senyawa organik
tersebut akan terganggu. Sistem perakaran yang terganggu akan mengakibatkan
tidak efisiennya akar menyerap unsur.
Kadar aluminium sangat berhubungan dengan pH tanah. Semakin rendah
pH tanah, maka semakin tinggi aluminium yang dapat dipertukarkan dan
sebaliknya. Bila kejenuhan aluminium > 60%, tanah tersebut sering dikatakan
tidak layak untuk tanah pertanian sebelum direklamasi atau ameliorasi terlebih
dahulu. Oleh karena kejenuhan aluminium dipengaruhi oleh KTK dan juga
dipengaruhi oleh tekstur, maka semakin kasar tekstur tingkat kebahayaan
aluminium semakin tinggi (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Aluminium merupakan unsur hara penunjang, yaitu unsur mikro yang
hanya esensial atau dibutuhkan oleh tanaman tertentu atau tidak berlaku umum,
malahan untuk tanaman lain dapat menjadi unsur toksik. Tokisisitas aluminium
merupakan konsekuensi tingginya kejenuhan aluminium dalam tanah masam.
Pada kejenuhan Al>50-60%, pertumbuhan tanaman jagung menurun secara tajam.
Pada tanah mineral berkejenuhan Al 30%, produksi jagung dapat mencapai
hampir 90% makimum. Perkembangan akar jagung baru terhambat pada
kejenuhan Al 60%. Tanaman sensitif seperti kapas, dan kedelai mencapai
optimum hanya jika kejenuhan Al mendekati 0 (Hanafiah, 2005).
Pengaruh keracunan Al terutama membatasai kedalaman maupun
percabangan akar, sehingga akan menghambat daya serap tanman terhadap hara
lain. Pada beberapa tanaman, keracunan Al memperlihatkan gejala daun yang
mirip defisiensi P, kekerdilan menyeluruh, dedaunan mengecil berwarna hijau

gelap dan lambat matang, batang, daun dan urat berwarna ungu, ujung daun
menguning dan mati.
Secara fisiologis dan biokimiawi, keracunan Al menyebabkan:
1. Terganggunya pembelahan sel pada pucuk akar dan akar lateralnya
2. Pengerasan dinding sel akibat terbentuknya jalinan peptin abnormal
3. Berkurangnya replikasi DNA akibat meningkatnya kekerasan helix ganda
DNA
4. Terjadinya penyematan (fiksasi) P dalam tanah menjadi tidak tersedia atau
pada permukaan akar
5. Menurunnya respirasi akar
6. Terganggunya enzim-enzim regulator fosforilasi gula
7. Terjadinya penumpukan polisakarida dinding sel; (8) terganggunya
penyerapan, pengangkutan dan penggunaan beberapa unsur esensial
seperti Ca, Mg, K, P dan Fe (Hanafiah, 2005).
Poerwowidodo (1992), menyatakan bahwa, kandungan Al-dd dapat
ditetapkan dengan menggunakan metode titrasi. Kegiatan titrasi pada tahap
pertama akan mengukur jumlah total asam yang dititrasi dapat digantikan oleh ion
K+, yang setara dengan jumlah H-dd dan Al-dd. Titrasi pada tahap kedua akan
mengukur jumlah ion H yang diganti sehingga jumlah ion Al yang digantikan
dapat dihitung dengan pengurangan. Kandungan H-dd dan Al-dd ini dinyatakan
dalam me terhadap kation per 100 gram tanah kering.
Tanah yang mempunyai sifat yang sangat masam (pH 4,2), dapat
menyebabkan tanah tersebut mempunyai kapasitas tukar kation yang tinggi dan
mempunyai kejenuhan basa rendah dan bereaksi masam (Sanchez, 1976).

2.3 Penentuan N-total


Nitrogen adalah senyawa yang tersebar secara luas di biosfir. Atmosfir
bumi mengandung sekitar 78% gas nitrogen yang inert. Pada sistem perairan

senyawa nitrogen dapat berupa nitrogen organik dan anorganik. Nitrogen terdiri
atas amonia (NH3), amonium (NH4+), nitrat (NO3-) dan nitrit (NO2-), jumlah
secara kuantitas dari nitrogen yang terakumulasi oleh tiap mahluk hidup baik
hewan maupun tumbuhan bervariasi 1 sampai 10 persen dari total berat kering
(dryweight). Nitrogen diserap tanaman sebagai NO3- dan NH4+, yang kemudian
dimasukkan ke dalam semua asam amino dan protein. Nitrogen merupakan unsur
hara yang sangat banyak sering membatasi hasil tanaman (Foth, 1994).
Nitrogen dalam tanah berasal dari bahan organik tanah (bahan organik
halus, N tinggi, L/N rendah, dan bahan organik kasar, N rendah rasio l/n tinggi).
Lalu, faktor lainnya yaitu peningkatan mikroorganisme dan N udara. Faktor
lainnya yaitu pupuk dan air hujan. Fungsi unsur N adalah untuk memperbaiki
pertumbuhan vegetatif dan pembentukan protein. Jika tanaman kekurangan N
maka tanaman akan kerdil, pertumbuhan akar terbatas dan daun kuning. Jika
tanaman kelebihan N maka akan menyebabkan tanaman lambat dalam proses
pematangan. Nitrogen dalam tanah dalam berbagai bentuk yaitu protein, senyawasenyawa amino, amonium, dan nitrat (Hardjowigeno, 2003)
Cara utama nitrogen masuk ke dalam tanah adalah akibat kegiatan jasad
renik, baik yang hidup bebas maupun yang bersimbiose dengan tanaman. Dalam
hal yang terakhir nitrogen yang diikat digunakan dalam sintesa amino dan protein
oleh tanaman inang. Jika tanaman atau jasad renik pengikat nitrogen bebas, maka
bakteri pembusuk membebaskan asam amino dari protein, bakteri amonifikasi
membebaskan amonium dari grup amino, yang kemudian dilarutkan dalam larutan
tanah. Amonium diserap tanaman, atau diserap setelah dikonversikan menjadi
nitrat oleh bakteri nitrifikasi (Hakim, dkk., 1986).
Adapun nilai dan kriteria N di dalam tanah yang berdasarkan Standar
Internasional (SI) dapat dilihat pada tabel berikut:
Nilai N-Total
< 0,1

Kriteria N-Total
Sangat rendah

0,1 0,21

Rendah

0,22 0,51

Sedang

0,52 0,75

Tinggi
7

> 0,75

Sangat tinggi

Pengaruh N-total terhadap kesuburan tanah dalam jangka panjang


pemupukan nitrogen dalam biosfer tidak diketahui. Penting untuk disadari bahwa
penambahan lebih banyak nitrogen ke dalam tanah sebagai pupuk tidak selalu
berakibat lebih banyak pencucian nitrat sampai ke permukaan air tanah. Hal ini
merupakan akibat dari kenyataan bahwa pertumbuhan tanaman yang sangat
meningkat memerlukan lebih banyak pengambilan nitrogen. Tetapi, kehilangan
nitrogen meningkat bila kemampuan tanah dalam imobilisasi terlampaui (Foth,
1994).
Tingkat kehilangan N dari tanah cukup tinggi akibat dari sifat N yang
sangat mobil. Menurut Hardjowigeno (1986), hilangnya nitrogen dari tanah
disebabkan oleh:
1. Digunakan oleh tanaman atau mikroorganisme.
Salah satu penyebab kehilangan N dalam tanah adalah penyerapan N oleh
tanaman. Tanaman pertanian dapat menyebabkan hilangnya unsur-unsur
hara esensial melalui panen. Dengan demikian kesuburan tanah akan
menurun secara terus-menerus, sehingga mencapai suatu keadaan dimana
penambahan unsur hara melalui pemupukan mutlak diperlukan untuk
memperoleh hasil pertanian yang menguntungkan.
2. Nitrogen dalam bentuk N4H+ dapat diikat oleh mineral liat illit sehingga
tidak dapat digunakan oleh tanaman.
3. Nitrogen dalam bentuk NO3- rendah karena mudah dicuci oleh air hujan
(leaching). Nitrat yang tercuci akan dibawa ke lapisan tanah bagian bawah
perakaran dan masuk ke dalam groundwater dan akhirnya masuk ke
perairan bebas.
2.4 Penentuan C-organik
Bahan organik adalah semua bahan organik di dalam tanah baik yang mati
maupun yang hidup, walaupun organisme hidup (biomassa tanah) hanya
menyumbang kurang dari 5% dari total bahan organik. Jumlah dan sifat bahan
organik sangat menentukan sifat biokimia, fisika, kesuburan tanah dan membantu
menetapkan arah proses pembentukan tanah. Bahan organik menentukan

komposisi dan mobilitas kation yang terjerap, warna tanah, keseimbangan panas,
konsistensi, kerapatan partikel, kerapatan isi, sumber hara, pemantap agregat,
karakteristik air, dan aktifitas organisme tanah (Mukhlis, 2007).
Bahan organik berperan penting untuk menciptakan kesuburan tanah.
Peranan bahan organik bagi tanah adalah dalam kaitannya dengan perubahan
sifat-sifat tanah, yaitu sifat fisik, biologis, dan sifat kimia tanah. Bahan organik
merupakan pembentuk granulasi dalam tanah dan sangat penting dalam
pembentukan agregat tanah yang stabil. Melalui penambahan bahan organik,
tanah yang tadinya berat menjadi berstruktur remah yang relatif lebih ringan.
Pergerakan air secara vertikal atau infiltrasi dapat diperbaiki dan tanah dapat
menyerap air lebih cepat sehingga aliran permukaan dan erosi diperkecil.
Demikian pula dengan aerasi tanah yang menjadi lebih baik karena ruang pori
tanah (porositas) bertambah akibat terbentuknya agregat (Mukhlis, 2007).
C-organik merupakan bahan organik yang terkandung di dalam maupun
pada permukaan tanah yang berasal dari senyawa karbon di alam, dan semua jenis
senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan
organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air,
dan bahan organik yang stabil atau humus (Hardjowigeno, 2003).
Kadar C-organik tanah cukup bervariasi, tanah mineral biasanya
mengandung C-organik antara 1 hingga 9%, sedangkan tanah gambut dan lapisan
organik tanah hutan dapat mengandung 40 sampai 50% C-organik dan biasanya <
1% di tanah gurun pasir (Mukhlis, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi bahan organik dalam tanah adalah
kedalaman tanah, iklim (curah hujan dan suhu), drainase, tekstur tanah dan
vegetasi. Kadar bahan organik terbanyak ditemukan pada lapisan atas setebal 20
cm,

sehingga

lapisan

tanah

makin

ke

bawah

maka

bahan

organik

yangdikandungnya akan semakin kurang (Hakim dkk, 1986).


Kandungan bahan organik pada tiap lapisan tanah berbeda-beda. Hal ini
disebabkan oleh kendala sifat fisik tanah yang semakin ke dalam semakin mampat
(masif), selain itu juga disebabkan oleh minimalnya aktivitas mikroorganisme di

bagian terdalam tanah. Semakin dalam lapisan tanah maka semakin sedikit
kandungan bahan organik dalam lapisan tersebut (Hakim, 1986)
Kandungan bahan organik pada masing-masing horizon tanah merupakan
petunjuk besarnya akumulasi bahan organik dalam kedaan lingkungan yang
berbeda. Komponen bahan organik yang penting adalah C dan N, kandungan
bahan organik tanah ditentukan secara tidak langsung dengan cara mengalikan
kadar C dengan suatu faktor. Bila C organik dalam tanah diketahui maka bahan
organik dalam tanah juga dapat diketahui. Kandungan bahan organik dapat
digunakan sebagai salah satu indikator tingkat kesuburan tanah. Oleh karena itu,
maka dilaknakan praktikum penentuan C organik tanah ini. Berikut ini adalah
beberapa kriteria tanah berdasarkan kandungan bahan organik yang yang
terkandung di dalamnya:
No

Sifat Tanah

Jumlah Karbon (%)

Kategori Tanah

1.

Sangat Rendah

< 1,00

Tidak Subur

2.

Rendah

1,00-2,00

Kurang Subur

3.

Sedang

2,01-3,00

Subur

4.

Tinggi

3,01-5,00

Subur

5.

Sangat Tinggi

>5,00

Sangat Subur

BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

10

Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum kali ini adalah tiap hari
Senin, pukul 11.10 wib di Laboratorium kimia tanah, Fakultas Pertanian
Universitas Andalas.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Penetapan pH
Adapun alat yang digunakan adalah tabung film, shaker dan pH meter.
Sedangkan untuk bahan yang digunakan adalah tanah yang sudah diayak,
aquadest 10ml, HCL 10ml.
3.2.2

Penetapan Al-dd

Adapun alat yang digunakan adalah tabung film, botol plastic, Erlenmeyer,
gelas piala, corong, kertas saring, pipet tetes, buret, timbangan analitik dan
shaker. Sedangkan untuk bahannya adalah tanah yang sudah lolos ayak,
aquadest, KCL 1 N, Indikator PP. NaOH 0,1 N, HCL 0,1 N, NaF 4%.
3.2.3

Penetapan N-total

Adapun alat dan bahan yang digunakan adalah asam sulfat pekat, NaOH
50%, karborandum, indicator Conway, asam borat 4%, H2SO4 0,5N, serbuk
SE dan aquadest serta CuSO4.
3.2.4

Penetapan C-organik

Adapun alat yang digunakan adalah tabung reaksi, shaker, labu ujur dan
spektofotometer. Sedangkan bahan yang digunakan adalah tanah yang sudah
diayak, 10 ml 1N K2Cr2O7, 20 ml H2SO4 96%, 100 ml BaCl2 0,5%,
aquadest.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Penetapan pH
Ditimbang 10 gr tanah sebanyak 2 sampel. Kemudian, dimasukan kedalam
tabung film. Untuk tabung yang pertama, ditambahkan aquadest 10 ml dan
tabung kedau ditambahkan 10 ml HCl, lalu dikocok selama 15 menit.
Kemudian, didiamkan sebentar dan di ukur dengan menggunakan pH meter.
11

3.3.2

Penetapan Al-dd

Ditimbang 5 gr sampel tanah yang sudah di kering anginkan dan lolos


ayak. Kemudian, dimasukan kedalam botol plastik. Ditambahkan 50 ml KCL
dan dikocok kurang lebih 15 menit. Lalu, disaring dengan kertas saring. Hasil
saringan dipipet sebanyak 25 ml kedalam gelas piala. Ditambah 5 tetes
indikator pp dan di titrasi dengan NaOH 1 N hingga muncul perubahan warna
menjadi warna merah muda. Kemudian, ditambah beberapa tetes KCL sampai
warna merah muda hilang. Ditambah 10 ml NaF 4% sampai merah muda
muncul kembali. Kemudian,l di titrasi dengan KCl 0,1 N sampai warna merah
muda hilang dan di catat HCL yang terpakai.
3.3.3

Penetapan N-total Tanaman dengan Metode Kedjal

Sampel tanah ditimbang 0,5 gram yang sebelumnya telah diayak dengan
ayakan 250 mikron dan dimasukkan kedalam labu kdjal 50 ml. kemudian,
ditambahkan 1,9 g katalisator, campuran terdiri dari serbuk SE, H2SO4 dan
Na2So2 (1:1:9) dan 5 ml asam sulfat pekat. Campuran ini di beri batu didih
dan dipanaskan dengan api kecil selama 15 menit. Kemudian, dibesarkan
sedikit demi sedikit sampai mendidih dan diberhentikan setelah larutan
berwarna jernis sampai keputihan. Setelah dingin, ditambahkan aquadest.
3.3.4

Penetapan C-organik

Tanah ditimbang 0,5 gr yang telah diayak dan ditambahkan 10 ml 1N


K2Cr2O7. Kemudian, ditambahkan 20 ml H2SO4 96%. Digoyangkan
sebentar dan dalam waktu 10 menit, ditambahkan 100 ml BaCl2 0,5%.
Didiamlan semalam, lalu dipindahkan ke tabung reaksi. Kemudian, diukur
dengan spektofotometer dengan panjang gelombang 645 mikrometer. Larutan
yang digunakan sebagai pembanding adalah larutan sakaro sabaco dengan cara
ditimbang sebanyak 29,68 % dan ditambahkan aquadest dan pipet berturutturut 5, 10, 15, 20, 25 dan kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 100ml.
ditambahkan aquadest 100ml kemudian di pipet sebanyak 2 ml pada masingmasing labu tersebut. Ditambah 10 ml 1N K2Cr2O7 dan ditambah 20 ml

12

H2SO4 96%. Di goyangkan sebentar dan didiamkan selama 10 menit. Lalu,


ditambahkan 100 ml BaCl2 0,5% dan diukur dengan spektofotometer.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 pH
Indikator

Sampel
B

pH terukur
5,71

Kriteria
Agak Asam

13

H20

C
E
B
C
E

KCl

5,62
5,54
4,28
4,04
4,09

Agak Asam
Masam
Sangat Masam
Sangat Masam
Sangat Masam

4.1.2 Al-dd
Kelompok
1 dan 2
3,4 dan 5

Me Al dd / 100 mg
4,104 /100g
5,472 /100 g

4.1.3 N-total
H2SO4 Terpakai
0,7
0,8
0,2
0,7
0,6
0,3

Sampel
kelompok 1 dan 2
kelompok 3, 4 dan
5

% N Tanah
0,191
0,223
0,031
0,191
0,159
0,063

Kriteria
Rendah
Sedang
Sangat Rendah
Rendah
Rendah
Sangat Rendah

4.1.4 C-organik
No.
1.
2.
3.

Sampel
1
2
3

%c-organik
1,498%
1,18%
1,2%

%B-organik
2,58%
2,03%
2,074%

Kriteria
Kurang Subur
Kurang Subur
Kurang Subur

4.1.5 Pertumbuhan Tanaman Jagung


Pertumbuhan tanaman jagung menggunakan bahan tambahan kapur
Hari ke-(tgl

Lebar Daun

Tinggi Batang

Panjang Daun

pengamatan)
1 (11-11-

(cm)

(cm)

(cm)

0,3

2015)
2 (12-112015)

Banyak Daun

14

3 (13-112015)
4 (14-112015)
5 (15-112015)
6 (16-112015)
7 (17-112015)
8 (18-112015)
9 (19-112015)
10 (20-112015)

0,5

1,3 cm

4 cm

0,7 cm

2,7 cm

8 cm

1,2 cm

3 cm

15 cm

1,4 cm

3,9 cm

19 cm

1,4 cm

4.6 cm

23 cm

1,5 cm

5, 2 cm

26 cm

1,5 cm

6 cm

27,4 cm

1,5 cm

6,1 cm

28.5 cm

4.2 Pembahasan
4.2.1 Penetapan pH
Praktikum kali ini adalah penentapan ph tanah. Adapun tujuan dari
praktikum kali ini adalah untuk menentukan derajat kemasaman dan kebasaan
suatu larutan tanah. Sampel yang digunakan adalah sampel B, C dan E. Untuk
sampel B, C dan E bila indikator yang digunakan adalah KCL, maka kriteria tanah
tersebut adalah sangat masam. Ini terlihat dari pH yang telah diukur dengan ratarata sebesar 4,13. Jika indikator yang digunakan adalah H2O, maka untuk sampel
B yang telah diukur pH nya sebesar 5,71 dengan kriteria tanah agak masam.
Sampel C dengan pH yang terukur sebesar 5,62 dengan kriteria tanah agak
masam. Untuk sampel C, ph yang terukur sebesar 5,54 dengan kriteria tanah
masam.
Dalam penggunaan zat pelarut yang berbeda sebagai pemisah unsur
H+ dengan KCL memisahkan H+ lebih tinggi dibandingkan H20, sehingga

15

ditemukan unsur KCL dapat menghasilkan hasil pH lebih masam dibandingkan


H2O. Pada tanah sampel yang dipakai keadaan pH bersifat masam dengan pH
terendah 4,04, pH ini tidaklah begitu cocok bagi pertumbuhan tanaman karena
asamnya cukup tinggi, maka dari itu penggunaan bahan kapur pada tanah ini
sangat diperlukan guna menetralkan tanah yang masam. Tanah ultisol dikenal
cukup subur sebagai tempa tumbuh tegaknya tanaman. Namun dalam penentuan
pH, tanah ini kelihatannya kurang subur bagi tanaman yang suka tumbuh di tanah
netral ataupun ber pH tinggi. Karena biasanya dapat menjadikan racun bagi
tanaman itu sendiri. Pengaruh pH terhadap tanah mempunyai peranan yang
penting terhadap ketersediaan unsur-unsur hara, baik hara makro maupun hara
mikro.
4.2.2 Penetapan Al-dd
Pada praktikum yang telah dilaksanakan tentang penetapan Al-dd tanah,
maka didapatkan hasilnya. Dengan mengukur Al-dd, dapat dijadikan tolak ukur
kebutuhan kapur pada tanah masam. Aldd adalah kadar Aluminium dalam
tanah.Al dalam bentuk dapat ditukarkan (Al-dd) umumnya terdapat pada tanahtanah yang bersifat masam dengan pH < 5,0. Oleh karena itu untuk mengukur
sejauh mana pengaruh Al ini perlu ditetapkan kejenuhannya. Semakin tinggi
kejenuhan aluminium, akan semakin besar bahaya meracun terhadap tanaman.
Untuk kelompok 1 dan 2, HCL yang terpakai sebanyak 0,9ml, sehingga Al-dd
yang didapatkan sebesar 4,104/100g. Sedangkan, untuk kelompok 3, 4, dan 5,
HCL yang terpakai sebanyak 1,2 ml, sehingga Al-dd yang diperoleh jika dihitung
dengan ketentuan rumus sebesar 5,472/100g. Dengan persentase Al-dd yang
tinggi berarti menunjukkan tingkat kemasaman suatu jenis tanah. Semakin masam
suatu tanah, berarti pHnya menurun sehingga ketersediaan unsur hara dalam tanah
semakin menurun karena kemampuan unsur Al untuk mengikat unsure P
membentuk Al-P yang tidak tersedia dan tidak dapat diserap oleh akar tanaman.
Perubahan warna larutan ektraksi tanah yang berubah warna setelah di titrasi
dengan NaOH pada saat ditambahkan larutan 4% NaF berubah warna menjadi
pink pekat yang menunjukkan tanah mengandung alumunium tinggi.

16

Hakim, dkk (1986) menyatakan bahwa keracunan aluminium menghambat


perpanjangan dan pertumbuhan akar primer, serta menghalangi pembentukan akar
lateral dan bulu akar. Apabila pertumbuhan akar terganggu, serapan hara dan
pembentukan senyawa organik tersebut akan terganggu. Sistem perakaran yang
terganggu akan mengakibatkan tidak efisiennya akar menyerap unsur.
4.2.3 Penetapan N-total
Dari praktikum yang telah dilakukan tentang penetapan N-total, maka
didapatkan hasilnya. Untuk sampel tanah kelompok 1 dan 2, H2SO4 yang
terpakai dalam 3 kali ulangan berturut-turut adalah 0,7ml, 0,8 ml, dan 0,2 ml. Jika
dihitung persen N totalnya dan disesuaikan dengan tabel kriteria, maka didapatkan
0,191% dengan kriteria rendah, 0,223% dengan kriteria nitrogen sedang, dan
0,031% dengan kriteria sangat rendah. Untuk sampel tanah kelompok 3,4, dan 5,
H2SO4 yang terpakai untuk ulangan 1 sebanyak 0,7 ml dengan persen N sebesar
0,191% kriterianya rendah. Untuk ulangan 2, H2SO4 terpakai sebanyak 0,6 ml
dan persen nitrogennya 0,159% dengan kriteria rendah. Untuk ulangan 3, H2SO4
yang terpakai 0,3 ml. Maka, persen N total tanahnya sebesar 0,063% dengan
kriteria sangat rendah.
Maka, dapat disimpulkan bahwa kriteria yang rendah pada N-Total
mengakibatkan terganggunya pertumbuhan tanaman bahkan dapat mati. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Kemas (2005) yang menyatakan bahwa kekurangan N
menyebabkan tanaman kerdil, pertumbuhan akar terbatas, daun-daun kuning dan
gugur. Penambahan lebih banyak nitrogen ke dalam tanah sebagai pupuk tidak
selalu berakibat lebih banyak pencucian nitrat sampai ke permukaan air tanah. Hal
ini merupakan akibat dari kenyataan bahwa pertumbuhan tanaman yang sangat
meningkat memerlukan lebih banyak pengambilan nitrogen.
4.2.4 Penetapan C-organik
Pada praktikum kali ini mengenai c-organik, didapatkan hasil. C-organik
merupakan bahan organik yang terkandung di dalam maupun pada permukaan
tanah yang berasal dari senyawa karbon di alam, dan semua jenis senyawa organik
yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan,

17

biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik
yang stabil atau humus. Untuk jumlah standar seluruhnya sebesar 75. Untuk
absorbannya, jumlah seluruhnya 0,595. Jika telah dihitung dengan rumus rekresi,
maka didapatkan untuk perlakuan ke 1 dengan %c-organik sebesar 1,4% dengan
%BO sebesar 2,58%. Ini menandakan bahwa kriteria tanah tersebut mempunya
kandungan karbon yang sangat rendah. Untuk perlakuan ke 2, %c-organik nya
sebesar 1,2% dengan %BO nya sebesar 2,03%. Ini menandakan bahwa tanah
tersebut mengandung karbon yang sangat rendah. Untuk perlakuan ke 5 dengan
%c-organik sebesar 1,2% dan %BO nya sebesar 2,074%. Kriterianya pun juga
sangat rendah.
Menurut Hardjowogeno, C-organik merupakan bahan organik yang
terkandung di dalam maupun pada permukaan tanah yang berasal dari senyawa
karbon di alam, dan semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah,
termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan
organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus. Dari hasil
praktikum, bahwa tanah tersebut memiliki kandungan c-organik dan bahan
organic yang rendah. Hal ini bisa disebabkan karena tanah mengalami degradasi,
sehingga kandungan unsur hara dan bahan organik hilang.
Kadar C-organik tanah cukup bervariasi, tanah mineral biasanya
mengandung C-organik antara 1 hingga 9%, sedangkan tanah gambut dan lapisan
organik tanah hutan dapat mengandung 40 sampai 50% C-organik dan biasanya <
1% di tanah gurun pasir
4.2.5 Pertumbuhan Tanaman Jagung
Untuk

pertumbuhan

jagung,

perlakuan

yang

digunakan

adalah

penambahan kapur. Hasilnya, untuk lebar daun berdasarkan grafik yang dibuat,
pertumbuhannya makin lama makin meningkat. Untuk hari pertama, tanaman
belum tumbuh. Tetapi, pada hari kedua sudah terlihat batangnya dengan tinggi 0,3
cm. Pada hari ketiga, lebar daunnya 0,5 cm, tingginya 1,3 cm dengan panjang
daun 4 cm. Dalam satu batang, baru terdapat 1 helai. Pada hari ke 4, lebar

18

daunnya 0,7 cm dengan tinggi 2,7 cm. Panjang daunnya 8 cm dengan banyak
daun 1.
Pada hari ke 5, lebar daunnya 1,2 cm. Tinggi batangnya sebesar 3 cm.
Panjang daunnya 15 cm dengan jumlah daun 2 helai. Pada hari ke 6 dan 7,
mempunyai lebar daun 1,4 cm tetapi dengan tinggi yang berbeda yaitu 3,9 cm dan
4,6cm. Pada hari ke 8 dan 9, mempunyai lebar daun 1,5 cm dengan tinggi masingmasing 5,2 cm dan 6 cm. Panjang daun masing-masing 226 cm dan 27,4 cm. Dan
hari ke 10, lebar daunnya 1,5cm dengan tinggi 6,1 cm. Pertumbuhan dari hari ke
hari semakin meningkat dengan adanya pemberian kapur.
Ini dibuktikan dengan pemberian kapur pada tanah ultisol sangat baik
untuk pertumbuhan tanaman. Karena, tanah ini merupakan tanah yang memiliki
kadar kapur terendah baik secara teoritis.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Tanah sebagai media tumbuh tanaman mempunyai fungsi menyediakan
air, udara dan unsur-unsur hara untuk pertumbuhan tanaman namun demikian
kemampuan tanah menyediakan unsur hara sangat terbatas. Kesuburan tanah
adalah mutu tanah untuk bercocok tanam yang ditentukan oleh interaksi sejumlah
sifat fisika, kimia dan biologi tanah yang menjadi habitat akar-akar aktif tanaman.
Tanah yang memiliki tingkat kemasaman yang rendah, perlu diberi kapur.

19

Pengapuran yang dimaksudkan untuk mempengaruhi sifat fisik tanah, sifat kimia
dan kegiatan jasad renik tanah. Untuk meningkatkan produktivitas tanah tersebut,
juga perlu dilakukan penambahan bahan organik. Pemberian bahan organik dapat
menurunkan bulk density tanah karena membentuk agregat tanah yang lebih baik
dan memantapkan agregat yang telah terbentuk sehingga aerasi, permeabilitas dan
infiltrasi menjadi lebih baik. Akibatnya adalah daya tahan tanah terhadap erosi
akan meningkat.
5.2 Saran
Dalam praktikum, disarankan harus lebih teliti dan lebih diperhatikan lagi
cara kerjanya agar tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan hasil data. Setiap
praktikum, ditambahkan juga dokumentasi kegiatan yang dilakukan selama
praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Foth, 1994.Dasar - Dasar Ilmu Tanah. Erlangga, Jakarta. 368 Hal


Hakim, et al.1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas Lampung
Press.
Hanafiah, K.A, 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika. Jakarta: Presindo
Mukhlis, 2007. Analisis Tanah Dan Tanaman. USU press, Medan. 155
Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta; Agromedia Pustaka
Pairunan A.K, .L. Nanere, Arifin, Solo S.R. Samosir, R. Tangkaisari, J. L.
20

Lalopua, B. Ibrahim dan H. Asmadi, 1997. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.


Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Bagian Timur, Makassar
Poerwowidodo. 1992. Telaah Kesuburan
Tanah. Bandung: Angkasa
Rosmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002.
Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta:
Kanisius,
Sanchez,
PA.
1976.
Sifat
Dan
Pengelolaan Tanah Tropika. Terjemahan
J .T.
Jayadinata. 1992. Bandung: ITB
Supryono, dkk. 2009. Kandungan C-Organik Dan N-Total Pada Seresah Dan
Tanah Pada 3 Tipe Fisiognomi (Studi Kasus Di Wanagama I, Gunung
Kidul, Diy). Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 9 No. 1 p: 49-57

DAFTAR LAMPIRAN

21

DAFTAR LAMPIRAN

Tabel Kriteria N-total

22

Nilai N-Total
< 0,1

Kriteria N-Total
Sangat rendah

0,1 0,21

Rendah

0,22 0,51

Sedang

0,52 0,75

Tinggi

> 0,75

Sangat tinggi

Tabel Kriteria C-organik


No

Sifat Tanah

Jumlah Karbon (%)

Kategori Tanah

1.

Sangat Rendah

< 1,00

Tidak Subur

2.

Rendah

1,00-2,00

Kurang Subur

3.

Sedang

2,01-3,00

Subur

4.

Tinggi

3,01-5,00

Subur

5.

Sangat Tinggi

>5,00

Sangat Subur

Tabel Kriteria pH

Grafik Pertumbuhan Tanaman

23

Tinggi Tanaman
7
6
5
4

Tinggi Tanaman

3
2
1
0

Lebar Daun
1.6
1.4
1.2
1
0.8

Lebar Daun

0.6
0.4
0.2
0

24

Panjang Daun
30
25
20
15

Panjang Daun

10
5
0

Banyak Daun
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

Banyak Daun

25

Anda mungkin juga menyukai