Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TANAMAN

“DORMANSI DAN PERKECAMBAHAN BIJI”


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Fisiologi Tanaman

Disusun Oleh :

Nama : Cut Fadya Zulfa Lutfia

NIM : 4442230141

Kelas : 1E

Kelompok : 1 (satu)

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan serta
petunjuknya dalam terselenggaranya hingga berakhirnya kegiatan praktikum ini,
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum yang berjudul “Dormansi
dan Perkecambahan Biji” dengan tanpa adanya kendala.
Sebagai penulis, tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu serta terlibat dalam terselenggaranya praktikum ini hingga
akhir. Terutama kepada dosen pengampu Dr. Ir Rusmana, M.P., Dr. Zahratul
Millah, S.P., M.Si., dan Kirana Nugrahayu Lizansari, S.P., M. Si. Berterimakasih
kepada kedua orang tua saya yang telah mendoakan serta mendukung kegiatan saya
dan terima kasih kepada Saudara Suria Paloh sebagai Asisten Praktikum Fisiologi
Tanaman, kepada teman-teman saya semua yang memberikan semangat.
Kepada para pembaca, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar laporan praktikum ini dapat lebih disempurnakan dengan baik dan
dapat lebih berguna kedepanya, karena penulis masih dalam tahap pembelajaran.
Sebagai penulis harapannya laporan praktikum mengenai Dormansi dan
Perkecambahan Biji ini kedepannya dapat membantu para pembaca bahkan bisa
digunakan sebagai penambahan wawasan untuk pembelajaran seorang praktikan.

Serang, November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................1
1.2 Tujuan ..................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkecambahan ....................................................................................3
2.2 Dormansi .............................................................................................4
2.3 Dormansi Berdasarkan Bentuk ............................................................5
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat ...............................................................................8
3.2 Alat dan Bahan ....................................................................................8
3.3 Cara Kerja............................................................................................8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil...................................................................................................10
4.2 Pembahasan .......................................................................................10
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan ............................................................................................13
5.2 Saran ..................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................14
LAMPIRAN

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Pengamatan Biji Berkulit Tipis…………………………………10


Tabel 2. Hasil Pengamatan Biji Berkulit Tebal………………………………...10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dormansi benih merupakan ketidakmampuan benih hidup untuk
berkecambah pada suatu kisaran keadaan luas yang dianggap menguntungkan
untuk benih tersebut. Dormansi dapat disebabkan karena tidak mampunya benih
secara total untuk berkecambah atau hanya karena bertambahnya kebutuhan yang
khusus untuk perkecambahannya. Dormansi benih dapat disebabkan keadaan fisik
dari kulit biji dan keadaan fisiologis embrio, atau kombinasi dari keduanya.
Perlakuan yang dapat dilakukan dalam mengatasi masa dormansi benih
berkulit tebal yaitu melalui skarifikasi benih (Purba et al. 2014). Masa dormansi
benih yang panjang dapat diperpendek dengan beberapa cara perlakuan fisik, kimia
dan biologi (Natawijaya dan Sunarya 2018).
Hilangnya masa dormansi dapat mendukung penyediaan bibit dalam waktu
singkat dapat terlaksana (Rahmaniah et al. 2019). Dormansi yang terjadi pada benih
berkulit tebal adalah dormansi fisik karena tebalnya kulit benih sehingga
penyerapan air terhambat. Sedangkan dormansi yang terjadi pada benih berkulit
tipis adalah dormansi fisiologis. Dormansi fisik merupakan dormansi yang
disebabkan oleh adanya pembatas struktural terhadap perkecambahan benih, seperti
kulit benih yang keras dan kedap yang menjadi penghalang masuknya air atau gas
ke dalam benih (Ariyanti et al. 2017).
Perlakuan pematahan dormansi merupakan istilah yang digunakan untuk
proses atau kondisi yang diberikan untuk mempercepat perkecambahan benih
sehingga persentase berkecambah tetap tinggi. Perlakuan pematahan dormasi
diberikan pada benih-benih yang memiliki tingkat kesulitan yang tinggi untuk
dikecambahkan (Widhityarini et al. 2013).
Perlakuan pendahuluan ditujukan pada kulit benih, embrio, maupun
endosperma benih dengan tujuan untuk menghilangkan faktor penghambat
perkecambahan dan mengaktifkan kembali selsel benih yang dorman (Yuniarti
2013). Perlakuan pematahan dormasi dapat dilakukan melalui beberapa metode
seperti perendaman dalam air, pengurangan ketebalan kulit, perlakuan dengan zat

1
kimia, penyimpanan benih dalam kondisi lembab dengan suhu dingin dan hangat
atau disebut stratifikasi (Widajati et al. 2013).

1.2 Tujuan
Adapun tujuan pada praktikum pergerakan partikel ini yaitu umtuk:
1.Untuk mengetahui respons perkecambahan beberapa jenis biji terhadap faktor
lingkungan (air, suhu, cahaya, zat kimia, dst).
2. Untuk mengetahui laju perkecambahan menurut ketebalan biji.
3. Untuk mengetahui batas-batas kebutuhan air dalam perkecambahan suatu biji..

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkecambahan
Perkecambahan biji merupakan proses metabolisme biji hingga dapat
menghasilkan pertumbuhan dari komponen kecambah, yaitu plumula dan radikula.
Biasanya radikula keluar dari kulit biji, lalu tumbuh ke bawah dan membentuk
sistem akar. Plumula muncul ke atas dan membentuk sistem tajuk). Perkecambahan
biji dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam dan faktor-faktor luar. Faktor-faktor
dalam meliputi tingkat kemasakan biji, ukuran biji, dormansiansi, dan penghambat
perkecambahan. Sedangkan faktor-faktor luar yang mempengaruhi perkecambahan
biji meliputi air, temperatur, oksigen, dan cahaya.
Secara fisiologis Proses perkecambahan berlangsung dalam beberapa tahapan
penting yang meliputi:
1. Absorbsi air atau penyerapan air, merupakan langkah awal dalarn
perkecambahan biji dan biji yang menyerap air atau mengalami imbibisi akan
membengkak. Pembengkakan biji menyebabkan kulit biji pecah sehingga radikula
tumbuh ke arah bawah dan membentuk akar.
2. Metabolisme penguraian materi cadangan makanan, Proses ini merupakan
pemecahan senyawa bermolekul besar dan kompleks menjadi senyawa bermolekul
lebih kecil, sederhana larut dalam air dan dapat diangkut melalui membran dan
dinding sel.
3. Transpor materi hasil penguraian dari endosperm ke bagian embrio yang aktif
Tumbuh, Hasil penguraian diangkut dari jaringan penyimpanan makanan menuju
titik-titik tumbuh pada aulikula, radikula dan plumula. Biji belum mempunyai
jaringan pengangkut sehingga pengangkutan dilakukan secara difusi atau osmosis
dari satu sel hidup ke sel hidup lainnya.
4. Proses-proses pembentukan kembali (asimilasi), merupakan tahap terakhir
dalam penggunaan cadangan makanan dan juga merupakan proses pembangunan
kembali, misalnya protein yang sudah dirombak menjadi asam amino disusun
kembali menjadi protein baru dengan bantuan energi yang dihasilkan dari respirasi

3
5. Respirasi Respirasi merupakan proses perombakan karbohidrat menjadi
senyawa yang lebih sederhana dengan membebaskan sejumlah energi. Aktivitas
respirasi yang tertinggi terjadi pada saat radikula menembus kulit biji.
6. Pertumbuhan, terjadi setelah kulit biji memecah. Ada dua macam
pertumbuhan pada perkecambahan, yaitu pembesaran sel-sel yang sudah ada dan
pembentukan sel-sel yang baru pada titik-titik tumbuh. Pertumbuhan berakhir
setelah terjadi pemanjangan radikula dan plumula (adrianton. 2015).

2.2 Dormansi
Dormansi merupakan suatu kondisi dimana benih hidup tidak berkecambah
sampai batas waktu akhir pengamatan perkecambahan walaupun faktor
lingkungan optimum untuk perkecambahannya (Widajati et al., 2013).
Benih tumbuhan tropis sebagian besar tidak memiliki dormansi, ada juga
beberapa diantaranya diketahui memiliki dormansi dan tidak mampu langsung ber-
kecambah meskipun berada pada kondisi lingkungan yang mendukung. Dormansi
dapat dinyatakan sebagai kondisi terjadinya hambatan perkecambahan yang
disebabkan embrio mengalami belum matang dan beberapa kendala seperti kulit
benih atau adanya suatu zat atau materi yang menutupi jaringan benih. Penyebab
dormansi yang sangat meluas adalah pada beberapa jenis tanaman benih yang
memiliki organ tambahan berupa struktur penutup benih berkulit keras. (Uyatmi et
al, 2016).
Perlakuan pemanasan yaitu dengan merendam benih ke dalam air panas pada
suhu dan waktu yang berbeda, tujuannya adalah memberikan kesempatan kulit
benih menjadi lunak sehingga kulit benih lebih mudah melakukan proses imbibisi,
begitu juga terhadap waktu atau lama perendaman tujuannya adalah memberi
kesempatan biji menyerap air dalam kondisi yang cukup untuk merangsang
perkecambahan biji yang lebih lama kontak langsung dengan benih. Perendaman
benih dengan waktu yang berbeda adalah untuk mengetahui waktu pe-rendaman
yang efektif dalam mengatasi dormansi. Perendaman benih dengan lama waktu
yang berbeda-beda mampu melunakkan dan membuka pori-pori kulit benih yang
keras (Nurshanti, 2013).

4
2.3 Dormansi Berdasarkan Bentuk
Menurut Fitriyani (2013) dormansi berdasarkan bentuk diantaranya :
1. Kulit biji immpermeabel terhadap air dan (O2) Bagian biji yang impermeabel:
membran biji, kulit biji, nukleus, perikarp, endokarp. Impermeabilitas dapat
disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi (misalnya cutin, suberin,
lignin) pada membran.
• Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun lingkungan.
Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanisme.
Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit biji,
raphe/hilum, strophiole, adapun mekanisme higroskopinya diatur oleh hilum.
• Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji.
Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat
dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian larutan kuat.
2. Embrio belum masak (immature embryo)
• Ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari tangkainya), embrio masih belum
menyelesaikan tahap perkembangannya. Misalnya Gnetum gnemon (melinjo).
• Embrio belum terdiferensiasi
• Embrio secara morfologis telah berkembang, namun masih butuh waktu untuk
mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna.
• Dormansi immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur
rendah dan zat kimia.
3. Biji membutuhkan pemasakan pasca panen dalam penyimpanan kering.
Dormansi karena kebutuhan akan afterripenning ini dapat dipatahkan dengan
perlakuan temperatut tinggi dan pengupasan kulit.
4. Biji membutuhkan suhu rendah
Biasa terjadi pada spesies daerah bermusim, seperti apel dan Familia
Rosaceae. Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara biji dorman selama musim
gugur melampaui satu musim dingin, dan baru berkecambah pada musim semi
berikutnya. Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan
dengan perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi.
Ciri-ciri biji yang mempunyai dormansi ini adalah:
•Jika kulit dikupas, embrio tumbuh.

5
•Embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan dengan suhu rendah.
•Embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses perkecambahan biji masih
membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi.
•Perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumbuh kerdil.
•Akar keluar pada musim semi, namun epikotil baru keluar pada musim semi
berikutnya (setelah melampaui satu musim dingin).
5. Biji bersifat light sensitive
Cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu dengan
intensitas (kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan
fotoperiodisitas (panjang hari).
6. Kuantitas cahaya
Cahaya dengan intensitas tinggi dapat meningkatkan perkecambahan pada
biji- biji yang positively photoblastic (perkecambahan dipercepat oleh cahaya), jika
penyinaran intensitas tinggi ini diberikan dalam durasi waktu yang pendek. Hal ini
tidak berlaku pada biji yang bersifat negatively photoblastic (perkecambahannya
dihambat oleh cahaya). Biji pesitively photoblastic yang disimpan dalam kondisi
imbibisi dalam gelap untuk jangka waktu lama akan berubah menjadi tidak
responsif terhadap cahaya, dan hal ini disebut skotodorman. Sebaliknya, biji yang
bersifat negatively photoblastic menjadi photodormant jika dikenai cahaya. Kedua
dormansi ini dapat dipatahkan dengan temperatur rendah.
7. Kualitas cahaya
Penyebab terjadinya perkecambahan adalah daerah merah dari spektrum,
sedangkan sinar infra merah menghambat perkecambahan. Efek dari kedua daerah
di spektrum ini adalah mutually antagonistic (sama sekali bertentangan). Jika
diberikan bergantian maka efek yang terjadi kemudian dipengaruhi oleh spektrum
yang terakhir kali diberikan. Dalam hal ini, biji mempunyai 2 pigmen yang
photoreversible (dapat berada dalam 2 kondisi alternatif).
Pada P650 berfungsi mengabsorbsi di daerah merah dan P730: mengabsorbsi
di daerah infra merah. Jika biji dikenai sinar merah maka pigmen P650 diubah
menjadi P730. P730 inilah yang menghasilkan sederetan aksi-aksi yang
menyebabkan terjadinya perkecambahan. Sebaliknya jika P730 dikenai sinar infra

6
merah maka pigmen berubah kembali menjadi P650 dan terhambatlah proses
perkecambahan.
8. Photoperiodisitas
Respon dari biji photoblastic dipengaruhi oleh temperatur :
• Pemberian temperatur 10-20°C: biji berkecambah dalam gelap.
•Pemberian temperatur 20-30°C: biji menghendaki cahaya untuk berkecambah.
•Pemberian temperatur 35°C: perkecambahan biji dihambat dalam gelap atau
terang.
Kebutuhan akan cahaya untuk perkecambahan dapat diganti oleh temperatur
yang diubah-ubah. Kebutuhan akan cahaya untuk pematahan dormansi juga dapat
digantikan oleh zat kimia seperti KNO3, thiourea dan asam giberelin. Dormansi
karena zat penghambat, perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangakaian
kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa
gangguan.
Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada
terhambatnya seluruh rangakaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat
dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh,
namun lokasi penghambatnya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda
dengan tempat dimana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam
embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah

7
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Adapun laporan ini dilaksanakan pada hari Rabu, 15 November 2023 pukul
07.30-09.10 yang bertempat di Laboratorium Pertanian lt.2 Pakupatan, Jurusan
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat – alat yang digunakan pada praktikum ini adalah stopwatch, amplas,
label, gelas plastik, kapas, timbangan analitik, beaker glass, dan alat tulis.
Sedangkan bahan – bahan yang digunakan yaitu air biasa, air garam, kacang
kedelai, kacang hijau, kacang tanah, biji sawo, biji asam, dan biji srikaya.

3.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja pada praktikum kali ini adalah:
1. Disiapkan enam cawan petri atau tempat lainnya sebagai tempat
pengecambahan 2 macam kelompok biji (satu jenis biji kulit tipis dan satu kulit
tebal).
2. Disiapkan dua set perlakuan untuk kedua jenis biji yang saudara pilih sebagai
berikut :
a) Perlakuan I : media tanpa air diberi air (hanya dengan kapas kering)
b) Perlakuan II : media diberi air sedikit (kapas sekedar basah)
c) Perlakuan III : media diberi air hingga biji tergenang air
3. Disiapkan masing-masing 60 butir biji untuk kedua kelompok biji tersebut dan
diberi perlakuan seperti berikut :
a) 10 biji diberi perlakuan I, dengan 2 ulangan
b) 10 biji diberi perlakuan II, dengan 2 ulangan
c) 10 biji diberi perlakuan III, dengan 2 ulangan
4. Ditempatkan semua petri pada tempat yang sama.
5. Diamati setiap gejala yang ditunjukkan untuk tiap kelompok biji.
Perkecambahan diakhiri apabila salah satu kelompok sudah berkecambah di atas
90%

8
6. Dijaga kondisi untuk tiap unit perlakuan tetap stabil degan mengontrol kondisi
ini perlakuannya.

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Biji Berkulit Tipis
Parameter Pengamatan
Tanggal Ulangan Kacang Hijau Kacang Tanah Kacang Kedelai
K L T K L T K L T
1 HST I - √ √ - - - - - -
17-11-23 II - √ √ - - - - - -
4 HST I - √ √ - - - - √ -
19-11-23 II - √ √ - - - - √ -
6 HST I - √ √ - - - - √ -
21-11-23 II - √ √ - - - - √ -

Tabel 2. Hasil Pengamatan Biji Berkulit Tebal


Parameter Pengamatan
Tanggal Ulangan Biji Srikaya Biji Asam Biji Sawo
N S A N S A N S A
2 HST I - - - - - - - - -
17-11-23 II - - - - - - - - -
4 HST I - - - - - - - - -
19-11-23 II - - - - - - - - -
6 HST I - - - - - - - - -
21-11-23 II - - - - - - - - -

4.2 Pembahasan
Dalam praktikum Dormansi dan Perkecambahan Biji ini ada beberapa yang
diamati seperti biji berkulit tebal yang meliputi biji Asam (Tamarindus indica), dan
Sirsak (Annona muricata). Sedangkan biji berkulit tipis meliputi Kacang Hijau
(Phaseolus radiatus), Kacang Tanah (Arachis hypogea), dan Kacang Kedelai

10
(Glycine max). Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui perkecambahan dari
suatu biji dan juga untuk membandingkan masa dormansi dari biji yang berkulit
tipis dengan biji yang berkulit tebal atau serta mengetahui faktor yang
mempengaruhinya. Pengamatan ini dilakukan dalam 2HST, 4HST, dan 6HST.
Pada biji berkulit tipis dilakukan 3 perlakuan yaitu biji yang pada media
kering, media lembab, dan media tergenang. Pengamatan dilakukan pada 2 HST, 4
HST dan 6 HST. Pada biji kacang hijau 2, 4, dan 6 HST dengan perlakuan pada
media kapas yang kering sama sekali tidak tumbuh, sementara pada media yang
lembab dan tergenang sudah tumbuh pada 2, 4, dan 6 HST.
Pada kacang tanah 2, 4, 6 HST dengan perlakuan pada media yang kering
dan lembab kacang tanah tidak tumbuh sama sekali kecuali pada 6 HST dengan
perlakuan lembab. Sedangkan pada perlakuan media tergenang benih membusuk
pada 2, 4, dan 6 HST.
Pada biji kacang kedelai 2, 4, 6 HST dengan perlakuan media kering sama
sekali tidak tumbuh, pada 4 dan 6 HST dengan perlakuan media lembab biji
tumbuh. Sedangkan pada 4 dan 6 HST dengan perlakuan media tergenang biji
kedelai membusuk. Biji yang ditanam pada media tanam yang dapat menyimpan
banyak air akan tumbuh lebih cepat, karena biji hanya membutuhkan air untuk
mengakhiri masa dormansi.
Pada pengamatan yang kedua yaitu praktikum biji berkulit tebal dilakukan
pengamatan dengan menaruh biji ke dalam gelas plastik berisi kapas dengan 3
perlakuan, yaitu NaCl, skarifikasi (pengamplasan), dan air panas dan diberi 2
ulangan setiap perlakuan dengan jangka waktu 2 hst, 4 hst dan 6 hst.
Pada biji srikaya di perlakuan NaCl 2 hst tidak mengalami pertumbuhan,
begitupun di 4 hst dan 6 hst. Selanjutnya pada perlakuan skarifikasi juga tidak
mengalami perkecambahan, baik di 2 hst sampai 6 hst. Begitupun pada air panas,
tidak semngalami perkecambahan dari 2 hst sampai 6 hst.
Hal ini juga terjadi pada biji asam dan sawo, perlakuan NaCl, skarifikasi dan
air panas tidak ada yang mengalami perkecambahan baik dimulai dari 2 hst hingga
hari selesai pengamatan (6 hst). Terdapat faktor yang menjadi alasan tidak
terjadinya perkecambahan, salah satunya ialah faktor lingkungan (eksternal).

11
Proses pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh lingkungannya, apabila
lingkungan tersebut kondisinya tidak sesuai dengan sifat tumbuhan, maka
lingkungan menjadi salash satu faktor pengganggu. Kondisi lingkungan ini meliputi
intensitas cahaya matahari, temperatur, dan tekanan udara serta mikroorganisme
yang menganggu (Tambunan, et al., 2014).
Menurut Yuniarti (2015), dormansi benih dapat dibedakan atas beberapa tipe
dan kadang-kadang satu jenis benih memiliki lebih dari satu tipe dormansi. Menurut
William dalam Yuniarti (2015) membedakan dormansi ke dalam dormansi embrio,
dormansi kulit benih dan dormansi keduanya. Dormansi dapat dipatahkan dengan
perlakuan pendahuluan untuk mengaktifkan kembali benih yang dorman. Ada
berbagai cara perlakuan pendahuluan yang dapat diklasifikasikan yaitu
pengurangan ketebalan kulit atau skarifikasi, perendaman dalam air, perlakuan
dengan zat kimia, penyimpanan benih dalam kondisi lembap dengan suhudingin
dan hangat atau disebut stratifikasi dan berbagai perlakuan lain.

12
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Adapun Simpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini yaitu telah
diketahui bahwa dormansi merupakan suatu kondisi dimana benih hidup tidak
berkecambah sampai batas waktu akhir pengamatan perkecambahan walaupun
faktor lingkungan optimum untuk perkecambahannya. Penyebab dormansi yang
sangat meluas adalah pada beberapa jenis tanaman benih yang memiliki organ
tambahan berupa struktur penutup benih berkulit keras. Perkecambahan tergantung
pada viabilitas benih, kondisi lingkungan yang cocok, dan pada beberapa tanaman
bergantung pada usaha pemecahan dormansi.
Pada biji tipis perkecambahan yang baik terjadi pada perlakuan lembab,
sedangkan pada kulit tebal tidak terjadi perkecambahan pada semua perlakuan.
Salah satu syarat yang harus dipenuhi agar benih berkecambah adalah ketersediaan
air dilingkungan biji yang disemaikan. Akan tetapi, tersedianya air tersebut belum
tentu dapat meresap melalui kulit biji kedalam biji.
Benih yang memiliki viabilitas yang tingi adalah benih yang diberi perlakuan
berupa diberi air untuk proses imbibisi, apabila benih tidak diberi air maka kecil
kemungkinan benih itu akan tumbuh. Untuk biji berkulit tebal diberi perlakuan
berupa pengamplasan atau pelukaan pada biji sehingga memudahkan proses
imbibisi. Namun tumbuh atau tidaknya biji kembali lagi pada faktor internal dan
eksternal biji.

5.2 Saran
Adapun saran pada praktikum kali ini adalah ketika praktikum berlangsung
diharap untuk menjaga kondusivitas supaya tercipta kenyamanan, dan juga teliti
dalam melakukan penelitian atau pengamatan, menggunakan alat dan bahan secara
berhati-hati karena bisa saja alat dan bahan tersebut mudah rusak atau pecah, atau
kemungkinan alat-alat tersebut dapat membahayakan keselamatan praktikan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ariyanti, M. S. 2017. Respon Pertumbuhan Tanaman Aren (Arenga pinnata merr)


dengan. Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik Berbeda Dosis:
Kultivasi. Jatinangor: Universitas Padjajaran.
Dharma, I. P. E. S., S. Samudin dan Adrianton. 2015. Perkecambahan Benih Pala
(Myristica fragrans Houtt.) dengan Metode Skarifikasi dan Perendaman
Zpt Alami. e-Jurnal Agrotekbis, Vol. 3(2): Hlm. 158-167. Universitas
Tadulako.
Fitriyani, S. A., Rahayu, E. S., and Habibah, N. A. 2013. Pengaruh Skarifikasi dan
Suhu terhadap Pemecahan Dormansi Biji Aren (Arenga pinnata (Wurmb)
Merr. Unnes Journal of Life Science 2(2): 85-91
Natawijaya, D. d. 2018. Percepatan Pertumbuhan Benih Aren (Arenga pinnata)
Melalui perendaman dan Pelukaan Biji. Jakarta: Jurnal Siliwangi Seri
Sains dan Teknologi.
Nurshanti, D. F. 2013. Tanggap perkecambahan benih palem ekor tupai (Wodyetia
bifurcate) terhadap lama perendaman dalam air. Jurnal Ilmiah AgrIBA
2(9): 216-224.
Purba, O. I. 2014. Perkecambahan Benih Aren (Arenga pinnata) Setelah
Diskarifikasi dengan Giberelin pada Berbagai Konsentrasi . Jakarta: Jurnal
Sylva Lestari.
Rahmaniah, R. E. 2019. Aplikasi Perlakuan Fisik Untuk Mematahkan Dormansi
Terhadap Perkecambahan Benih dan Pertumbuhan Bibit Aren (Arenga
pinnata). Jakarta: Agroekotek View.
Uyatmi, Y., Inoriah, E., & Marwanto, M. (2016). Pematahan Dormansi Benih
Kebiul (Caesalphinia bonduc L.) Dengan Berbagai Metode. Akta Agrosia,
19(2), 147-156. Https://Doi.Org/10.31186/Aa.19.2.147-156
Widajati E., E. M. 2013. Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor: IPB Press.
Widhityarini, D. M. 2011. Pematahan dormansi benih tanjung (Mimusops elengi L)
dengan Skarfikasi dan perendaman kalium nitrat. Yogyakarta: Fakultas
Pertanian. Universitas Gadjah Mada.

14
Yuniarti, Naning, dkk. 2015. Teknik Pematahan Dormansi Untuk Mempercepat
Perkecambahan Benih Kourbaril (Hymenaea courbaril). (Vol. 1 No. 6.
2015).

15
16

Anda mungkin juga menyukai