Oleh:
Kelompok 3
1. Aan Tri Pratama (15122220001)
2. Amalia Utami (15122220001)
3. Desi Herlina Utami (15122220001)
4. Julia Afifah (15122220001)
5. Lestari (15122220001)
6. Megawati (15122220001)
7. Monica Afriani (15122220001)
8. Panca Setiawati (15122220001)
9. R.A Dwika Shinta (15122220001)
Asisten:
1. Elisa Andriyani
2. Muhammad Irsan
3. Muhammad Julian
Dosen Pembimbing:
Ike Apriani, M.Si
A. Latar Belakang
Setiap tumbuhan berbiji mengalami proses perkecambahan, air
merupakan syarat terjadinya perkecambahan biji karena air berperan dalam
melunakkan kulit biji embrio dan endosperm mengembang sehingga kulit biji
robek. Memfasilitasi masuknya O2 ke dalam biji, gas masuk secara difusi
sehingga suplai O2 pada sel hidup meningkat dan pernafasan aktif. Alat
transport larutan makanan dari endosperm atau kotiledon
Dormansi adalah masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan
tidak dapat terjadi, yang disebabkan karena adanya pengaruh dari dalam dan
luar biji. Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda
perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan
untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji
maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah
membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat
mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya (Salisbury
1995).
Dormansi merupakan kondisi fisik dan fisiologis pada biji yang
mencegah perkecambahan pada waktu yang tidak tepat atau tidak sesuai.
Dormansi membantu biji mempertahankan diri terhadap kondisi yang tidak
sesuai seperti kondisi lingkungan yang panas, dingin, kekeringan dan lain-
lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa dormansi merupakan mekanisme
biologis untuk menjamin perkecambahan biji berlangsung pada kondisi dan
waktu yang tepat untuk mendukung pertumbuhan yang tepat (Sutopo 2002).
Penyebab dan mekanisme dormansi merupakan hal yang sangat penting
diketahui untuk dapat menentukan cara pematahan dormansi yang tepat
sehingga benih dapat berkecambah dengan cepat dan seragam. Ada beberapa
penyebab dormansi pada biji yaitu eksternal dan internal. Penyebab dormansi
secara eksternal yaitu berasal dari lingkungan dari biji sedangkan secara
internal yaitu berasal dari biji itu sendiri. Salah satu penyebab internal dari
biji yaitu kulit biji yang keras yang menyebabkan imbibisi atau masuknya air
ke dalam biji sulit terjadi. Masa dormansi tersebut dapat dipatahkan dengan
skarifikasi mekanik maupun kimiawi (Dwijoseputro 1994).
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh bahan
kimia dan faktor- faktor fisik terhadap pematahan dormansi biji.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Dormansi
Dormansi juga dapat didefinisikan sebagai suatu pertumbuhan dan
metabolisme yang terpendam, dapat disebabkan oleh lingkungan yang tidak
baik atau oleh faktor dari dalam tumbuhan itu sendiri. Seringkali jaringan
yang dorman gagal tumbuh meskipun berada dalam kondisi yang ideal
(Lakitan, 2007).
Kemampuan benih untuk menunda perkecambahan sampai waktu dan
tempat yang tepat adalah mekanisme pertahanan hidup yang penting dalam
tanaman. Dormansi benih diturunkan secara genetik, dan merupakan cara
tanaman agar dapat bertahan hidup danberadaptasi dengan lingkungannya.
Intensitas dormansi dipengaruhi oleh lingkungan selama perkembangan
benih. Lamanya (persistensi) dormansi dan mekanisme dormansi berbeda
antar spesies, dan antar varietas. Dormansi pada spesies tertentu
mengakibatkan benih tidak berkecambah di dalam tanah selama beberapa
tahun. Hal ini menjelaskan keberadaan tanaman yang tidak diinginkan
(gulma) di lahan pertanian yang ditanami secararutin (Yuniarti, 2015).
C. Cara Kerja
Adapun cara kerja yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah,
sebagai berikut:
1. Perlakuan Kontrol
Biji direndam dengan air selama 5 menit, kemudian diletakkan di atas
cawan petri yang sudah berisi kertas saring yang sudah di basahi dengan
air. Disimpan dan diamati selama 2 minggu dan dicatat hasilnya.
2. Perlakuan Mekanik
Ujung biji digosok dengan kertas pasir, kemudian diletakkan diatas
cawan petri yang sudah berisi kertas sarinh yang sudah dibasahi dengan
air. Disimpan dan diamati selama 2 minggu dan dicatat hasilnya.
3. Perlakuan Fisik
Biji direndam dengan air hangat selama 30 menit, kemudian
diletakkan diatas cawam petri yang sudah berisi kertas saring yang sudah
dibasahi dengan air. Disimpan dan diamati selama 2 minggu dan dicatat
hasilnya.
4. Perlakuan Kimia
Biji direndam dengan asam sulfat selama 15 menit, kemudian
diletakkan diatas cawan petri yang sudah berisi kertas saring yang sudah
dibasahi dengan air. Disimpan dan diamati selama 2 minggu dan dicatat
hasilnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 1. Pengamatan Dormansi Biji Keras
Hari Perlakuan
Keterangan
Ke Kontrol Mekanik Fisik Kimia
1. Belum tumbuh
2. Belum tumbuh
Pada perlakuan mekanik, kulit luar mulai
3. 0,5 cm
mengkerut
Pada perlakuan mekanik, kulit luar mulai
4. 0,9 cm
mengkerut
Pada perlakuan mekanik, kotiledon
5. 1,3 cm
meruncing dan tumbuh tunas
6. 1,5 cm Pada perlakuan mekanik, radix terlihat jelas
Pada perlakuan kimia, medium perlakuan
7. 1,8 cm
berjamur
Pada perlakuan mekanik, medium perlakuan
8. 2 cm
berjamur
Pada perlakuan kontrol, medium perlakuan
9. 2 cm
kering dan tidak berjamur
Pada perlakuan mekanik epikotil dan
10. 2,3 cm
plumula memanjang
Pada setiap perlakuan, medium ditumbuhi
11. 2,8 cm
jamur
Pada perlakuan mekanik, epikotil dan
12. 2,8 cm
plumula terlihat
Pada perlakuan mekanik, epikotil dan
13. 3 cm
plumula terlihat
Tidak terjadi perkecambahan pada perlakuan
14. 3,2 cm
kontrol, fisik, dan kimia
B. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pada biji saga (Abrus
precatorius) dapat dengan 4 perlakuan diantaranya dengan perlakuan kontrol,
perlakuan mekanik (kupas), perlakuan fisik (direndam air hangat) dan
perlakuan kimia (diremdam air sulfat) yang dilakukan pengamatan selama 14
hari.
Setelah 14 hari, pada perlakuan kontrol yakni biji saga tidak dikupas dan
tidak direndam dengan larutan apapun tidak mengalami perkecambahan. Hal
ini dikarenakan kulit biji saga sangat keras, sehingga waktu dormansi dari biji
saga sangat lama. Kulit yang keras mengakibatkan tanaman sulit untuk
tumbuh. Biji nampak seperti saat pertama diletakkan di atas kapas yaitu
berwarna merah terang dan teksturnya tetap keras.
Menurut Dwidjoseputro (1985), Perlakuan tersebut diberikan agar kulit
benih menjadi lebih mudah untuk menyerap air yang dibutuhkan untuk
berkecambah. Perlakuan secara mekanis dapat diberikan pada benih yang
bersifat ortodok untuk menghilangkan dormansi akibat kulit benih, sehingga
mempermudah peresapan air ke dalam benih. Dengan demikian akan
mempercepat perkecambahan benih.
Perlakuan selanjutnya yaitu secara kimia yaitu dengan merendam biji
saga ke dalam larutan asam sulfat pekat (H2SO4). Perendaman dengan asam
sulfat efektif dalam mengurangi kandungan dalam biji keras. Dengan kata lain
perlakuan ini dapat menghilangkan sumbat hilum dan mengurangi kandungan
kulit biji yang keras sehingga biji dapat tumbuh dengan baik. Skarifikasi kimia
juga bertujuan untuk melunakkan kulit biji sehingga biji dapat mengimbibisi
air dan oksigen, juga dapat memudahkan embrio untuk tumbuh. Setelah
dilakukan pengamatan selama dua minggu biji saga tersebut hanya satu dari
sepuluh biji saga yang mulai berkecambah dan terus tumbuh hingga
mempunyai daun. Sedangkan yang lainnya hanya berkecambah tetapi belum
memiliki daun.
Menurut Dwidjoseputro (1985), menyatakan bahwa dormansi
menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viable) gagal
berkecambah ketika berada dalam kondisi yang merata normal baik untuk
perkecambahan, seperti kelembapan yang cukup dan cahaya yang sesuai.
Dormansi merupakan strategi untuk mencegah perkecambahan dibawah
kondisi dimana kemungkinan hidup kecambah atau anakan rendah.
Pengamatan selanjutnya yaitu dengan perlakuan kontrol yaitu tidak diberi
perlakuan apapun dan juga perlakuan dengan cara merendam biji saga ke
dalam air hangat. Selama dua minggu ini semua biji saga tidak menunjukkan
adanya kemampuan untuk berkecambah. Hal ini jelas menunjukkan bahwa
kulit biji yang keras tersebut menghalangi masuknya air dan oksigen kedalam
biji dan menghalangi pertumbuhan embrio meskipun biji saga (Abrus
precatoriusi) di letakkan di dalam wadah yang selalu di beri air yang cukup.
Dari Praktikum ini dapat dilihat bahwa perlakuan-perlakuan yang lebih
efisien dalam mematahkan dormansi biji Abrus precatoriusi yaitu pada
perlakuan kimia karena larutan kimia (H2SO4) menjadikan kulit biji lebih
mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi, larutan asam kuat seperti asam
sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lebih lunak
sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah. Secara alami, masa dormansi
dapat dipatahkan karena adanya perubahan suhu lingkungan, aktivitas mikroba
tanah dan atau oleh alat pencernaan burung dan hewan lainnya. Namun Biji
yang telah mengalami dormansi yang sangat lama juga dapat menyebabkan
menurunya kualitas tumbuh embrio.
Menurut Yuniarti (2015), dormansi benih dapat dibedakan atas beberapa
tipe dan kadang-kadang satu jenis benih memiliki lebih dari satu tipe dormansi.
Menurut William dalam Yuniarti (2015) membedakan dormansi ke dalam
dormansi embrio, dormansi kulit benih dan dormansi keduanya. Dormansi
dapat dipatahkan dengan perlakuan pendahuluan untuk mengaktifkan kembali
benih yang dorman. Ada berbagai cara perlakuan pendahuluan yang dapat
diklasifikasikan yaitu pengurangan ketebalan kulit atau skarifikasi, perendaman
dalam air, perlakuan dengan zat kimia, penyimpanan benih dalam kondisi
lembap dengan suhudingin dan hangat atau disebut stratifikasi dan berbagai
perlakuan lain.
DAFTAR PUSTAKA