PENDAHULUAN
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh berbagai perlakuan terhadap pemecahan dormansi pada
biji asam jawa sebagai salah satu biji berkulit keras?
1.3 Tujuan
Tujuan diadakannya kegiatan praktikum ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan dormansi
pada biji asam jawa sebagai salah satu biji berkulit keras.
Asam jawa yang bernama ilmiah Tamarindus indica L. adalah sebuah tanaman
daerah tropis dan termasuk tumbuhan berbuah polong. Memiliki berbagai jenis nama di
beberapa daerah, antara lain: Bak mee (Aceh), Acam lagi (Gayo), Asam jawa (Melayu),
Cumalagi (Minangkabau),Tangkal asem (Sunda), Wiiasem (Jawa,) Acem(Madura), Celagi
(Bali), Bage (Sasak), Mangga (Bima), Kanefo kiu (Timor), Tobi (Solor), Asam jawa
(Dayak), Asang jawi (Gorontalo), Tamalagi (Buol), Saamba lagi (Barros), Comba
(Makasar), Sablaki (Tanirnbar), Asam jawa ka (Buru), Asam jawa (Ternate), Tabelaka
(Seram).
Batang pohon asam yang cukup keras dapat tumbuh menjadi besar, tegak, berkayu,
bulat, permukaan banyak lentisel, percabangan simpodial, coklat muda dan daunnya
rindang. Pohon asam bertangkai panjang, sekitar ± 25 cm dan bersirip genap, dan
bunganya berwarna kuning kemerah-merahan dan buah polongnya berwarna coklat dan
tentu saja berasa khas asam. Biasanya didalam buah polong buah juga terdapat biji berkisar
2-5 yang berbentuk pipih dengan warna coklat agak kehitaman (Wikipedia, 2011). Asam
jawa termasuk tumbuhan tropis. Asal-usulnya diperkirakan dari savana benua Afrika timur
di mana jenis liarnya ditemukan, salah satunya di Sudan. Semenjak ribuan tahun, tanaman
ini telah tersebar sampai ke benua Asia tropis, dan kemudian juga tersebar ke Karibia dan
Amerika Latin. Di banyak tempat yang iklim dan tanah yang sesuai akan tumbuh subur,
termasuk di Indonesia, tanaman ini banyak tumbuh liar seperti di hutan-hutan luruh daun
dan savana. Pohon asam dapat tumbuh baik hingga ketinggian sekitar 1.000 m dpl dengan
curah hujan > 4000 mm. Ini disebabkan pada curah hujan >400 mm, pohon asam tidak
mampu berbunga, dan diperlukan kondisi basah pada tahap akhir perkembangan buahnya.
Tumbuhan ini dapat tumbuh pada keadaan pada tanah berpasir atau tanah liat, khususnya
di wilayah yang musim keringnya jelas dan cukup panjang.
Sejak dulu tanaman asam, khususnya asam jawa, dikenal sebagai obat tradisional,
bumbu dapur, kayu bangunan, dan merupakan salah satu komoditas ekspor potensial.
Tanaman asam berpotensi untuk dikembangkan secara intensif dan berpola komersial
2.2 Dormansi
Dormansi adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi walaupun kondisi
lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan. Pada beberapa jenis varietas
tanaman tertentu, sebagian atau seluruh biji menjadi dorman sewaktu dipanen, sehingga
masalah yang sering dihadapi oleh petani atau pemakai biji adalah bagaimana cara
mengatasi dormansi tersebut. sedangkan menurut Salisbury dan Ross (1995) dormansi
merupakan peristiwa gagalnya perkecambahan pada suatu biji karena faktor dalam, namun
pada faktor luar, seperti suhu, kelembaban dan atmsofer dikatakan sudah sesuai. Umumnya
biji yang mengalami dormansi disebabkan oleh:
a. Rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air yang disebabkan oleh struktur biji
(kulit biji) yang keras, sehingga mempersulit keluar masuknya air ke dalam biji.
b. Respirasi yang tertukar, karena adanya membran atau pericarp dalam kulit biji yang
terlalu keras, sehingga pertukaran udara dalam biji menjadi terhambat dan
menyebabkan rendahnya proses metabolisme dan mobilisasi cadangan makanan
dalam biji.
Biji yang dorman dapat menguntungkan atau merugikan dalam penanganan biji.
Keuntungan dari biji yang dorman adalah dapat mencegah agar tidak berkecambah selama
penyimpanan. Pada biji-biji yang tidak dorman seperti biji rekalsitran sagat sulit untuk
ditangani, karena perkecambahan dapat terjadi selama pengangkutan atau penyimpanan
sementara. Di suatu sisi, apabila dormansi sangat kompleks dan biji membutuhkan
perlakuan awal yang khusus, kegagalan untuk mengatasai masalah ini dapat bersifat
kegagalan perkecambahan.
Menurut Ayu (2010) Ada beberapa tipe dormansi, yaitu dormansi Fisik dan
dormansi Fisiologis.
a. Dormansi Fisik
Pada tipe dormansi ini yang menyebabkan pembatas structural terhadap
perkecambahan adalah kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi
penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas pada berbagai jenis
tanaman. Yang termasuk dormansi fisik antara lain:
Impermeabilitas kulit biji terhadap air, Biji-biji yang menunjukkan
tipe dormansi ini disebut biji keras contohnya seperti pada famili
Leguminoceae, disini pengambilan air terhalang kulit biji yang
mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel-sel berupa palisade yang
berdinding tebal, terutama dipermukaan paling luar dan bagian
dalamnya mempunyai lapisan lilin. Di alam selain pergantian suhu
tinggi dan rendah dapat menyebabkan biji retak akibat
pengembangan dan pengkerutan, juga kegiatan dari bakteri dan
cendawan dapat membantu memperpendek masa dormansi biji.
b. Dormansi Fisiologis
Penyebabnya adalah embrio yang belum sempurna pertumbuhannya atau
belum matang. Biji-biji demikian memerlukan jangka waktu tertentu agar
dapat berkecambah (penyimpanan). Jangka waktu penyimpanan ini
berbeda-beda dari kurun waktu beberapa hari sampai beberapa tahun
tergantung jenis biji. Biji-biji ini biasanya ditempatkan pada kondisi
temperatur dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai
embrio terbentuk sempurna dan dapat berkecambah (Schmidt, 2002).
Mekanisme fisiologis
Merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan
dalam proses fisiologis yang terbagi menjadi: (1) photodormancy:
proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya; (2)
immature embryo: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh
kondisi embrio yang tidak/belum matang; (3) thermodormancy:
proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu.
Kualitas Cahaya
Yang menyebabkan terjadinya perkecambahan adalah daerah merah
dari spektrum (red; 650 nm), sedangkan sinar infra merah (far red;
730 nm) menghambat perkecambahan. Efek dari kedua daerah di
spektrum ini adalah mutually antagonistic (sama sekali
bertentangan): jika diberikan bergantian, maka efek yang terjadi
kemudian dipengaruhi oleh spektrum yang terakhir kali diberikan.
Dalam hal ini, biji mempunyai 2 pigmen yang photoreversible
(dapat berada dalam 2 kondisi alternatif): (1) P650 : mengabsorbir di
daerah merah; (2) P730 : mengabsorbir di daerah infra merah. Jika
biji dikenai sinar merah (red; 650 nm), maka pigmen P650 diubah
menjadi P730. P730 inilah yang menghasilkan sederetan aksi-aksi
yang menyebabkan terjadinya perkecambahan. Sebaliknya jika P730
dikenai sinar infra merah (far-red; 730 nm), maka pigmen berubah
kembali menjadi P650 dan terhambatlah proses perkecambahan.
Photoperioditas
Respon dari biji photoblastik dipengaruhi oleh temperatur: (1)
pemberian temperatur 10-20oC : biji berkecambah dalam gelap: (2)
pemberian temperatur 20-30oC : biji menghendaki cahaya untuk
berkecambah: (3) Pemberian temperatur >35oC: perkecambahan biji
Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik
dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses
perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit
biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embrio. Skarifikasi
merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal pada biji, yang ditujukan
untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang
seragam (Schmidt, 2000). Upaya ini dapat berupa pemberian perlakuan secara fisis,
mekanis, maupun chemis.
a. Variabel kontrol : jenis biji berkulit keras (asam jawa), jumlah biji berkulit
keras, penanaman, volume air penyiraman, volume media
tanam, jenis media tanam, komposisi media tanam
(tanah:pasir = 1:1), intensitas cahaya.
b. Variabel Manipulasi : jenis perlakuan dalam pemecahan dormansi.
c. Variabel Respon : kecepatan perkecambahan biji asam jawa.
A. Alat
1. Gelas kimia 50 ml 1 buah
2. Pot dengan ukuran yang sama 3 buah
B. Bahan
1. Biji berkulit keras, yaitu asam jawa 30 biji
2. Larutan asam sulfat pekat (H2SO4) secukupnya
3. Kertas amplas secukupnya
4. Media tanam berupa tanah dan pasir perbandingan 1:1 3 media tanam
5. Air secukupnya
Merendam 10 biji di H2SO4 Mengamplas 10 biji pada bagian Mencuci 10 biji dengan
pekat selama 5 menit, yang tidak ada lembaganya, menggunakan air
kemudian mencuci dengan air. kemudian mencuci dengan air.
BAB IV
Data
4.1 Data
Hasil pengamatan kecepatan perkecambahan pada biji asam jawa pada masing-
masing berbagai perlakuan dapat disajikan pada tabel berikut:
Tabel 2. Pengaruh berbagai Perlakuan terhadap Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa
(Tamarindus indica)
7
Perlakuan H2SO4 dan dicuci dengan air = 𝑥 100%
10
= 70 %
= 100 %
0
Perlakuan hanya dicuci dengan air = 𝑥 100%
10
=0%
4.2 Histogram
12
10
10
Jumlah Biji yang Berkecambah
8
7
0
0
rendaman asam di amplas dan hanya dicuci
sulfat pekat dan dicuci dengan air dengan air
dicuci dengan air
Jenis Perlakuan
Histogram 1. Pengaruh berbagai Perlakuan terhadap Pemecahan Dormansi Biji Asam Jawa
Berdasarkan hasil praktikum yang didapat, 30 biji asam jawa diberikan 3 perlakuan
dengan ketentuan: (1) 10 biji asam jawa direndam dalam larutan H2SO4 selama 5 menit
kemudian dicuci dengan air; (2) 10 biji asam jawa diamplas pada bagian yang tidak ada
lembaganya dan dicuci dengan air; (3) 10 biji asam jawa yang lain hanya dicuci dengan air
sebagai perlakuan kontrol. Berdasarkan perlakuan yang diberikan, menunjukkan perbedaan
kuantitas biji yang berkecambah serta prosentase perkecambahan.
Pada perlakuan pertama, 10 biji asam jawa direndam dengan larutan H2SO4 selama 5
menit kemudian dicuci dengan air, mulai berkecambah pada hari ke-5 sebanyak 2 biji,
kemudian pada hari ke-6 sampai dengan hari ke-9 biji bertambah masing-masing sebanyak
1 biji. Sehingga pada perlakuan pertama didapatkan jumlah keseluruhan biji yang
berkecambah sebanyak 7 buah dengan prosentase biji yang berkecambah sebesar 70%.
Pada perlakuan ke-2, 10 biji diamplas hingga kulit kerasnya terkelupas (kecuali
bagian hilus) kemudian dicuci dengan air, mulai berkecambah lebih cepat jika
dibandingkan dengan perlakuan pertama. Biji asam jawa mulai berkecambah pada hari ke-
3 sebanyak 6 biji, pada hari ke-4 biji bertambah sebanyak 3 biji dan pada hari ke-5 biji
hanya bertambah saat berkecambah sebanyak 1 biji. Sehingga pada perlakuan kedua
didapatkan jumlah keseluruhan biji yang berkecambah sebanyak 10 biji dengan prosentase
biji yang berkecambah sebesar 100%.
Kemudian pada perlakuan ke-3, 10 biji hanya dicuci dengan air, tidak mengalami
perkecambahan pada hari pertama sampai dengan hari terakhir, sehingga diperoleh
prosentase perkecambahan sebesar 0%. Berdasarkan analisis histogram, pengaruh
perlakuan biji yang diamplas hingga kulit kerasnya terkelupas (kecuali bagian hilus)
kemudian dicuci dengan air menunjukkan hasil yang lebih cepat dalam pemecahan
dormansinya yang menghasilkan biji yang berkecambah sebanyak 10 biji dengan
prosentase perkecambahan sebesar 100%. Secara umum, dapat ditarik suatu generalisasi
bahwa pengaruh berbagai perlakuan sangat mempengaruhi pemecahan dormansi.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
perlakuan dengan menggunakan teknik skarifikasi (secara mekanis) yaitu dengan
mengamplas bagian kulit luar biji yang keras tanpa merusak bagian hilus dapat
mempercepat pemecahan dormansi jika dibandingkan dengan perlakuan secara kimiawi
yang direndam dengan larutan H2SO4 dan perlakuan kontrol.
Budi, Ayu Candra, dkk. 2010. Teknologi Benih: Dormansi Benih. Surakarta: Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret.
Coppeland, 1980. Principles of Seed Science and Technology. Burgess Publ. co. Minneapolis,
Minnesota.
Doran, J. C., Turnbull, J.W., Bolland, J. D. 1983. Handbook on seed of dry-zone: A guide for
collecting, extracting, cleaning, and stering the seed and for treatment to promote
germination of dry-zone acacias. FAO Rome.
Salisbury, Frank B. dan Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3 Edisi Keempat (Dyah R.
Lukman dan Sumarsono). Bandung: ITB.
Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis
(terjemahan) Dr. Mohammad Na’iem dkk. Bandung
Rahayu, Yuni Sri, dkk. 2012. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Surabaya: Laboratorium
Fistum Jurusan Biologi FMIPA UNESA.
Wikipedia. 2011. Asam Jawa (diakses secara online dari http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_jawa
pada tanggal 16 Nopember 2012 pukul 19.28
Gambar 1: biji asam jawa yang siap Gambar 2: 10 biji asam jawa yang direndam
digunakan dalam praktikum. dalam larutan H2SO4 selama 5 menit.
Gambar 3: 10 biji asam jawa yang diamplas Gambar 4: 10 biji asam jawa yang hanya
(hilus tidak diamplas). dicuci dengan air.