Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Biji

Asam jawa (Tamarindus indica L.) merupakan


tumbuhan yang memiliki banyak manfaat mulai dari daging
sampai biji. Biji asam jawa (Tamarindus indica L.) selama ini
hanya diketahui sebagai limbah yang jarang dimanfaatkan,
perlu dikembangkan lebih lanjut untuk pengolahan limbah
cair yang lebih ekonomis dan ramah lingkungan (Ramadhani
dan Moesriati, 2013). Biji asam jawa tidak hanya ekonomis
tetapi juga membantu memecahkan masalah pembuangan
limbah, karena biji asam jawa dibuang sebagai limbah
(Ahalya et al. 2008). Serbuk biji asam jawa didapatkan dari
buah asam jawa yang sudah matang dan diambil pada bagian
biji asam jawa. Biji asam jawa bentuknya tidak beraturan
warna coklat tua atau hitam mengkilat . Biji dibagi ke dalam 3
bagian utama yaitu kulit biji ( spermodermis , kulit ari tali
pusar ( Funiculus ) , dan inti biji ( Nukleus seminis). Kulit
biji terdiri dari lapisan luar ,lapisan tengah, lapisan kulit
dalam . Inti biji asam terdiri dari lembaga (embrio) ,dan puti
lembaga yang berupa cadangan makanan untuk permulaan
pertumbuhan. Biji asam jawa memiliki kandungan protein
yang cukup tinggi. Protein yang terkandung dalam biji asam
jawa diharapkan dapat berperan sebagai polielektrolit alami,
seperti koagulan sintetik (Hendrawati et al. 2013). Biji asam
jawa mengandung senyawa tannin, minyak esensial, serta
polimer alami, seperti pati, getah, perekat, alginat, dan lain-
lain (Hendriarianti dan Suhastri 2011). Biji asam jawa
memiliki kandungan yang penting tidak hanya komponen
nutrien, tetapi juga antioksidan yang bisa digunakan sebagai
pengolah limbah (Shlini dan Murthy 2016).
Berikut merupakan klasifikasi asam jawa menurut Soemardji
(2007) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Tamarindus L.
Spesies : Tamarindus indica L.(abad 18)

Deskripsi Dormansi

Menurut Salisbury et al (1995 ) Dormansi adalah


masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan tidak dapat
terjadi, yang disebabkan karena adanya pengaruh dari dalam
dan luar biji. Dormansi benih berhubungan dengan usaha
benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan
kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan
proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun
pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk
berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat
tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan
memulai proses perkecmbahannya. Dormansi merupakan
kondisi fisik dan fisiologis pada biji yang mencegah
perkecambahan pada waktu yang tidak tepat atau tidak
sesuai.Dormansi membantu biji mempertahankan diri
terhadap kondisi yang tidak sesuai seperti kondisi lingkungan
yang panas, dingin, kekeringan dan lain - lain. Sehingga dapat
dikatakan bahwa dormansi merupakan mekanisme biologis
untuk menjamin perkecambahan biji berlangsung pada
kondisi dan waktu yang tepat untuk mendukung pertumbuhan
yang tepat .Penyebab dan mekanisme dormansi merupakan
hal yang sangat pentingdiketahui untuk dapat menentukan
cara pematahan dormansi yang tepatsehingga benih dapat
berkecambah dengan tepat dan seragam.Ada beberapa
penyebab dormansi pada biji yaitu eksternal dan internal.
penyebab dormansi secara eksternal yaitu berasal dari
lingkungan dari biji sedangkan secara internal yaitu berasal
dari biji itu sendiri. Salah satu penyebab internal dari biji yaitu
kulit biji yang keras yang menyebabkan imbibisi atau
masuknya air ke dalam biji sulit terjadi. Masa dormansi
tersebut dapat dipatahkan dengan skarifikasi mekanik maupun
kimiawi

2.2. Macam – Macam Dormansi


Menurut Baskin (2001) ,klasifikasi dormansi dapat
dibedakan menjadi :

(Baskin, 2001 )
Tabel 2.2 Klasifikasi Dormansi

Endogeneous yang terdiri dari dormansi fisiologi


yang disebabkan penghambat mekanisme fisiologi dari
germinasi ,dormansi morfologi yang disebabkan tidak
berkembangnya embrio ,morfofisiologi yang disebabkan
keduanya yaitu fisiologi dan morfologi (embrio ) sedangkan
Exogeneous terdiri dari dormansi fisik yang disebabkan kulit
biji tidak tembus oleh air, dormansi kimiawi yang
disebabkan adanya penghambat germinasi berupa senyawa
kimia dan dormansi mekanis yang disebabkan struktur yang
menghambat pertumbuhan

Menurut Harahap ( 2012 ) klasifikasi Dormansi ada


lima yaitu :

1. Dormansi Primer

Dormansi primer adalah dormansi yang paling sering


terjadi, terdiri dari dua sifat:
 Dormansi eksogenous yaitu kondisi dimana
komponen penting perkecambahan tidak tersedia bagi
benih dan menyebabkan kegagalan dalam
perkecambahan. Tipe dormansi tersebut berhubungan
dengan sifat fisik dari kulit benih serta faktor
lingkungan selama perkecambahan.
 Dormansi endogenous yaitu dormansi yang
disebabkan karena sifat-sifat tertentu yang melekat
pada benih, seperti adanya kandungan inhibitor yang
berlebih pada benih, embrio benih yang rudimenter
dan sensitivitas terhadap suhu dan cahaya.
2. Dormansi Sekunder

Dormansi sekunder adalah sifat dormansi yang terjadi


karena dihilangkannya satu atau lebih faktor penting
perkecambahan. Dormansi sekunder disini adalah benih-benih
yang pada keadaan normal maupun berkecambah, tetapi
apabila dikenakan pada suatu keadaan yang tidak
menguntungkan selama beberapa waktu dapat menjadi
kehilangan kemampuannya untuk berkecambah. Kadang-
kadang dormansi sekunder ditimbulkan bila benih diberi
semua kondisi yang dibutuhkan untuk berkecambah kecuali
satu. Misalnya kegagalan memberikan cahaya pada benih
yang membutuhkan cahaya.
Diduga dormansi sekunder tersebut disebabkan oleh
perubahan fisik yang terjadi pada kulit biji yang
diakibatkan oleh pengeringan yang berlebihan sehingga
pertukaran gas-gas pada saat imbibisi menjadi lebih
terbatas.

3. Dormansi Fisiologi

Penyebabnya adalah embrio yang belum sempurna


pertumbuhannya atau belum matang. Benih-benih demikian
memerlukan jangka waktu tertentu agar dapat berkecambah
(penyimpanan). Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda
dari kurun waktu beberapa hari sampai beberapa tahun
tergantung jenis benih. Benih-benih ini biasanya ditempatkan
pada kondisi temperatur dan kelembaban tertentu agar
viabilitasnya tetap terjaga sampai embrio terbentuk sempurna
dan dapat berkecambah

Beberapa penyebab dormansi fisiologis adalah :


a. Immaturity Embrio
Pada dormansi ini perkembangan embrionya tidak
secepat jaringan sekelilingnya sehingga perkecambahan
benih-benih yang demikian perlu ditunda. Sebaiknya benih
ditempatkan pada tempe-ratur dan kelembaban tertentu agar
viabilitasnya tetap terjaga sampai embrionya terbentuk secara
sempurna dan mampu berkecambah.

b. After ripenin
Benih yang mengalami dormansi ini memerlukan
suatu jangkauan waktu simpan tertentu agar dapat
berkecambah, atau dika-takan membutuhkan jangka waktu
"After Ripening". After Ripening diartikan sebagai setiap
perubahan pada kondisi fisiologis benih selama penyimpanan
yang mengubah benih menjadi mampu berkecambah. Jangka
penyimpanan ini berbeda-beda dari beberapa hari sampai
dengan beberapa tahun, tergantung dari jenis benihnya.

c. Dormansi Sekunder
Dormansi sekunder disini adalah benih-benih yang
pada keadaan normal maupun berkecambah, tetapi apabila
dikenakan pada suatu keadaan yang tidak menguntungkan
selama beberapa waktu dapat menjadi kehilangan
kemampuannya untuk berkecambah. Kadang-kadang
dormansi sekunder ditimbulkan bila benih diberi semua
kondisi yang dibutuhkan untuk berkecambah kecuali satu.
Misalnya kegagalan memberikan cahaya pada benih yang
membutuhkan cahaya.
Diduga dormansi sekunder tersebut disebabkan oleh
perubahan fisik yang terjadi pada kulit biji yang diakibatkan
oleh pengeringan yang berlebihan sehingga pertukaran gas-
gas pada saat imbibisi menjadi lebih terbatas.

d. Dormansi yang disebabkan oleh hambatan metabolis pada


embrio
Dormansi ini dapat disebabkan oleh hadirnya zat
penghambat perkecambahan dalam embrio. Zat-zat
penghambat perkecambahan yang diketahui terdapat pada
tanaman antara lain : Ammonia, Abcisic acid, Benzoic acid,
Ethylene, Alkaloid, Alkaloids Lactone (Counamin) dll.
Counamin diketahui menghambat kerja enzim-enzim penting
dalam perkecambahan seperti Alfa dan Beta amilase.

4. Dormansi Fisik

Pada tipe dormansi ini yang menyebabkan pembatas


structural terhadap perkecambahan adalah kulit biji yang
keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanis
terhadap masuknya air atau gas pada berbagai jenis tanaman.
Yang termasuk dormansi fisik adalah:

a. Impermeabilitas kulit biji terhadap air


Benih-benih yang menunjukkan tipe dormansi ini
disebut benih keras contohnya seperti pada famili
Leguminoceae, disini pengambilan air terhalang kulit biji
yang mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel-sel berupa
palisade yang berdinding tebal, terutama dipermukaan paling
luar dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin. Di alam
selain pergantian suhu tinggi dan rendah dapat menyebabkan
benih retak akibat pengembangan dan pengkerutan, juga
kegiatan dari bakteri dan cendawan dapat membantu
memperpendek masa dormansi benih.

b. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio


Pada tipe dormansi ini, beberapa jenis benih tetap
berada dalam keadaan dorman disebabkan kulit biji yang
cukup kuat untuk menghalangi pertumbuhan embrio. Jika
kulit ini dihilangkan maka embrio akan tumbuh dengan
segera. Tipe dormansi ini juga umumnya dijumpai pada
beberapa genera tropis seperti Pterocarpus, Terminalia,
Eucalyptus, dll.
Pada tipe dormansi ini juga didapati tipe kulit biji
yang biasa dilalui oleh air dan oksigen, tetapi perkembangan
embrio terhalang oleh kekuatan mekanis dari kulit biji
tersebut. Hambatan mekanis terhadap pertumbuhan embrio
dapat diatasi dengan dua cara mengekstrasi benih dari
pericarp atau kulit biji.

c. Permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap gas-gas.


Pada dormansi ini, perkecambahan akan terjadi jika
kulit biji dibuka atau jika tekanan oksigen di sekitar benih
ditambah. Pada benih apel misalnya, suplai oksigen sangat
dibatasi oleh keadaan kulit bijinya sehingga tidak cukup untuk
kegiatan respirasi embrio. Keadaan ini terjadi apabila benih
berimbibisi pada daerah dengan temperatur hangat. Benih
kacang adalah benih sayur yang tidak kenal masa
dormansinya.

5. Dormansi Kombinasi

Tipe dormansi lain selain dormansi fisik dan


fisiologis adalah kombinasi dari beberapa tipe dormansi. Tipe
dormansi ini disebabkan oleh lebih dari satu mekanisme.
Sebagai contoh adalah dormansi yang disebabkan oleh
kombinasi dari immaturity embrio, kulit biji indebiscent yang
membatasi masuknya O2 dan keperluan akan perlakuan
chilling. Tipe dormansi lain selain dormansi fisik dan
fisiologis adalah kombinasi dari beberapa tipe dormansi. Tipe
dormansi ini disebabkan oleh lebih dari satu mekanisme.
Sebagai contoh adalah dormansi yang disebabkan oleh
kombinasi dari immaturity embrio, kulit biji indebiscent yang
membatasi masuknya O2 dan keperluan akan perlakuan
chilling.

2.3. Teknik Pemecahan Dormansi

Menurut Harahap ( 2012) ,untuk mengetahui dan


membedakan/memisahkan apakah suatu benih yang tidak
dapat berkecambah adalah dorman atau mati, maka dormansi
perlu dipecahkan. Masalah utama yang dihadapi pada saat
pengujian daya tumbuh!kecambah benih yang dormansi
adalah bagaimana cara mengetahui dormansi, sehingga
diperlukan cara-cara agar dormansi dapat dipersingkat. Ada
beberapa cara yang telah diketahui adalah :

A. Dengan Perlakuan Mekanis Diantaranya yaitu dengan


Skarifikasi.

Skarifikasi mencakup cara-cara seperti


mengkikir/menggosok kulit biji dengan kertas amplas,
melubangi kulit biji dengan pisau, memecah kulit biji maupun
dengan perlakuan goncangan untuk benih-benih yang
memiliki sumbat gabus. Tujuan dari perlakuan mekanis ini
adalah untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih
permeabel terhadap air atau gas.

B. Dormansi yang Disebabkan oleh Hambatan Metabolis


pada Embrio
Dormansi ini dapat disebabkan oleh hadimya zat
penghambat perkecambahan dalam embrio. Zat-zat
penghambat perkecambahan yang diketahui terdapat pada
tanaman antara lain : ammonia, abcisic acid, benzoic acid,
ethylene, alkaloid, alkaloids lactone (counamin) dll.
Counamin diketahui menghambat kerja enzim-enzim penting
dalam perkecambahan seperti alfa dan beta amilase. Tipe
dormansi lain selain dormansi fisik dan fisiologis adalah
kombinasi dari beberapa ripe dormansi. Tipe dormansi ini
disebabkan oleh lebih dari satu mekanisme. Sebagai contoh
adalah dormansi yang disebabkan oleh kombinasi dari
immaturity embrio, kulit biji indebiscent yang membatasi
masuknya 0 2 dan keperluan akan perlakuan chilling.

C. Dengan Perlakuan Kimia

Tujuan dari perlakuan kimia adalah menjadikan agar


kulit biji lebih mudah dimasuki air pada waktu proses
imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat
dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lebih
lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah.

• Sebagai contoh perendaman benih ubi jalar dalam


asam sulfat pekat selama 20 menit sebelum tanam.

• Perendaman benih padi dalam HN03 pekat selama


30 menit.

• Pemberian gibberelin pada benih terong dengan


dosis 100 - 200 PPM. Bahan kimia lain yang sering digunakan
adalah potassium hidrokside, asam hidrokhlorit, potassium
nitrat dan Thiourea. Selain itu dapat juga digunakan hormon
tumbuh antara lain: cytokinin, gibberelin dan iuxil (IAA) .

D. Perlakuan Perendaman dengan Air

Perlakuan perendaman di dalam air panas dengan


tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih. Caranya
yaitu: dengan memasukkan benih ke dalam air panas pada
suhu 60-70 °C dan dibiarkan sampai air menjadi dingin,
selama beberapa waktu. Untuk benih a pel, direndam dalam
air yang sedang mendidih, dibiarkan selama 2 menit lalu
diangkat keluar untuk dikecambahkan.

E. Perlakuan dengan suhu

Cara yang sering dipakai adalah dengan memberi temperatur


rendah pada keadaan lembab (Stratifikasi). Selama stratifikasi
terjadi sejumlah perubahan dalam benih yang berakibat
menghilangkan bahan-bahan penghambat perkecambahan
atau terjadi pembentukan bahan-bahan yang merangsang
pertumbuhan. Kebutuhan stratifikasi berbeda untuk setiap
jenis tanaman, bahkan antar varietas dalam satu famili.

F. Perlakuan dengan Cahaya

Cahaya berpengaruh terhadap prosentase


perkecambahan benih dan laju perkecambahan. Pengaruh
cahaya pada benih bukan saja dalamjumlah cahaya yang
diterima tetapi juga intensitas cahaya dan waktu.Dormansi
benih saga dapat dipecahkan dengan perlakuan skarifikasi
(pengikisan kulit benih). Dengan perlakuan tersebut, daya
berkecambah benih dapat mencapai 97% dibandingkan
kontrol yang hanya 6%
pematahan dormansi untuk kulit benih yang keras dapat
dilakukan dengan perendaman dalam air dingin/panas,
perlakuan dengan asam kuat, misalnya asam sulfat (H SO )
dan skarifikasi pada bagian fisik, 2 4 sedangkan dormansi
embrio dapat dihilangkan melalui metode stratifikasi (chilling
dan pre chilling), inkubasi dan stratifikasi serta secara
kimiawi (asam sitrat, asam giberalin, hidrogen peroksida dan
ethylene).

2.4. Tipe Perkecambahan


Menurut Campbell et al (2012), Ada dua tipe
perkecambahan biji, yaitu perkecambahan epigeal dan
hipogeal.
1. Perkecambahan epigeal
Tipe perkecambahan epigeal ditandai dengan
hipokotil yang tumbuh memanjang sehingga plumula dan
kotiledon terangkat ke atas (permukaan tanah). Kotiledon
dapat melakukan fotosintesis selama daun belum terbentuk.
Contoh tumbuhan ini adalah kacang hijau, kedelai, bunga
matahari dan kacang tanah. Organ pertama yang muncul
ketika biji berkecambah adalah radikula. Radikula ini
kemudian akan tumbuh menembus permukaan tanah. Untuk
tanaman dikotil yang dirangsang dengan cahaya, ruas batang
hipokotil akan tumbuh lurus ke permukaan tanah mengangkat
kotiledon dan epikotil. Epikotil akan memunculkan daun
pertama kemudian kotiledon akan rontok ketika cadangan
makanan di dalamnya telah habis digunakan oleh embrio
(Campbell et al , 2012 )
2. Perkecambahan hipogeal
Perkecambahan hipogeal ditandai dengan epikotil tumbuh
memanjang kemudian plumula tumbuh ke permukaan tanah
menembus kulit biji. Kotiledon tetap berada di dalam tanah.
Contoh tumbuhan yang mengalami perkecambahan ini adalah
kacang ercis, kacang kapri, jagung, dan rumput-rumputan
(Campbell et al , 2012 )

Gambar 2.4. Perkecambahan biji epigeal (a) dan


perkecambahan biji hipogeal (b) (Campbell et al , 2012 )
2.5. Mekanisme Perkecambahan

Tahapan-tahapan dari proses perkecambahan


menurut Sutopo (2002) yaitu :

1. Imbibisi
Imbibisi merupakan suatu proses difusi atau disebut
pula suatu proses absorbsi atau osmosis. Disebut difusi
dikarenakan pada sel benih yang kering dan bertekanan
osmosis yang tinggi maka akan menyebabkan air akan
bergerak dari tekanan yang rendah menuju ke tekanan yang
tinggi, sedangkan disebut absorbs/ osmosis karena dinding
sel kulit benih dan protoplas benih permeabel terhadap
molekul-molekul air. Kedudukan molekul-molekul air ini
nantinya akan mengisi ruang-ruang antarmolekul dan ruang-
ruang antar sel dari benih , proses ini disebut absorbsi Selama
proses imbibisi terjadi proses hidrasi dari koloid-koloid
hidrofil yang berakibat bertambahnya volume sehingga
menimbulkan tekanan imbibisi. Tekanan ini diperlukan
sebagai kekuatan untuk melindungi benih dari pembengkakan
selama proses hidrasi yang mengakibatkan keretakan pada
bagian kulit benih, pendesakan pada bagian tanah tempat
benih berkecambah dan selanjutnya pengaturan air yag masuk
kedalam benih selama proses perkecambahan
2. Pengaktifan Enzim dan Hormon
Reaksi pengaktifan enzim ini diawali dengan proses
hidrasi pada protein sehingga menyebabkan perubahan
komposisi kimia pada semua bagian benih .Enzim merupakan
suatu senyawa organik yang dihasilkan oleh sel hidup, berupa
suatu protein, yang mempunyai fungsi mirip dengan
katalisator anorganik dimana keberadaanya dapat
mempercepat suatu reaksi kimia dan sebaliknya suatu reaksi
akan berlangsung lambat apabila keberadaan (enzim) tidak
ada. Hormon giberelin pada benih kering terdapat dalam
bentuk terikat dan tidak aktif, kemudian akan menjadi aktif
setelah benih mengimbibisi air. Proses imbibisi ini akan
mendorong pembentukan enzim-enzim hidrolisis seperti
enzim α-amilase, protease, ribokulonase, β-glukonase serta
fostafase. Enzim-enzim telah terbentuk ini kemudian berdifusi
ke dalam endosperm dan mendegradasi bahan cadangan
makanan yang ada menjadi gula, asam amino, dan nukleosida
sehingga dapat mendukung tumbuhnya embrio selama
perkecambahan dan pertumbuhan kecambah
3. Perombakan Cadangan Makanan
Setelah air berimbibisi kedalam benih selanjutnya
terjadi reaktivasi enzim dan hormon, yang berakibat proses
perombakan cadangan makanan dalam jaringan cadangan
makanan dapat berlangsung Enzim amilase merombak pati
menjadi gula seperti glukosa, fruktosa, atau sukrosa. Enzim
lipase merombak lemak menjadi asam lemak dan glyserin,
sedangkan enzim protease merombak protein menjadi asam
amino. Senyawa hasil perombakan ini akan larut dalam air
dan dapat berdifusi. Enzim α-amilase terbentuk pada awal
mula perkecambahan oleh bantuan giberelin. Apabila
giberelin belum diaktifkan maka enzim α-amilase tidak akan
terbentuk yag dapat menyebabkan terhalang nya proses
perombakan pati, sehingga dapat mengakibatkan tidak
terjadinya perkecambahan (Sutopo, 2004). Reaksi enzim
secara umum dan skematis dalam perombakan cadangan
makanan adalah
(Sutopo,2002)
Gambar 2.5.1. Skema Perompakan Pati menjadi Glukosa
Sedangkan reaksi perombakan protein oleh protease
sehingga menjadi asam amino yang dapat membantu prooses
perkecambahan dijelaskan pada skema berikut

(Sutopo,2002)

Gambar 2.5.2.Skema Perombakan Protein menjadi Asam


Amino
4. Pengangkutan Cadangan Makanan
Cadangan makanan yang telah dicerna dengan hasil
gula, asam amimo, dan asam lemak selanjutnya diangkut dari
daerah jaringan penyimpanan cadangan makanan menuju
daerah yang membutuhkan yaitu titik-titik tumbuh pada
embryonic axis, plimule, radicle. Pengangkutan ini dilakukan
secara difusi dan osmosis sehingga tidak memerlukan tenaga
(energy)
5. Asimilasi
Asimilasi merupakan tahap terakhir dalam
penggunaan cadangan makanan dan merupakan proses
pembangunan kembali. Pada proses asimilasi ini protein yang
telah dirombak oleh enzim protease menjadi asam amino
diangkut ke titik- titik tumbuh, dan disusun kembali menjadi
protein baru yang nantinya digunakan untuk pembentukan
protoplasma baru. Sedangkan selulosa melalui protoplasma
dipergunakan untuk pembentukan dinding sel. Pada proses
pembentukan kembali senyawa-senyawa yang telah kompleks
ini dibutuhkan tenaga yang berasal dari proses respirasi
Respirasi pada proses perkecambahan biji sama halnya
dengan pernafasan biasa yang terjadi pada bagian (organ)
tumbuhan yang lainnya, yaitu proses perombakan sebagian
makanan cadangan (karbohidrat) menjadi senyawa lebih
sederhana seperti CO2 dan H2O. Proses pernafasan selama
perkecambahan biji berlangsung paling aktif dibandingkan
dengan semua pernafasan yang terjadi pada jaringan atau
organ pada tumbuhan
6. Pertumbuhan
Pertumbuhan awal dari embrio selama proses
perkecambahan ditandai dengan peningkatan bobot kering
dari komponen-komponen embrio. Pecahnya kulit biji dan
munculnya radikel menunjukkan bahwa proses
perkecambahan sudah berlangsung secara lengkap.
Munculnya akar terjadi akibat adanya pemanjangan sel yang
selanjutnya diikuti dengan pembelahan sel. Proses
pemanjangan sel terdiri dari dua fase. Fase pertama,
pemanjangan sel radikel terjadi tanpa penambahan bobot
kering dan hanya sedikit menambah bobot basah. Pada fase
kedua, pemanjangan radikel secara cepat meningkatkan bobot
kering maupun bobot basah dan diiringi mobilisasi nutrisi
kedalam radikel. Kejadian ini menyebabkan munculnya
radikel dan benih berubah dari organisme yang autotrof
menjadi organisme heterotrof

2.6. Faktor yang Mempengaruhi Perkecambahan


Faktor yang mempengaruhi perkecambahan
menurut Sutopo (2002) yaitu :
Faktor Luar
1. Air
Air merupakan kebutuhan dasar yang utama untuk
perkecambahan. Kebutuhan air berbeda-beda bergantung dari
spesies tanaman. Beberapa benih dapat bertahan pada kondisi
air yang berlebihan, di lain pihak ada jenis benih tertentu yang
peka terhadap air. Fungsi air ialah (1) Melunakkan kulit benih
sehingga embrio dan endosperm membengkak yang
menyebabkan retaknya kulit benih, (2) sebagai pertukaran gas
sehingga suplai oksigen kedalam benih terjadi, (3) media
reaksi biokimia sehingga terjadi proses metabolisme di dalam
benih, (4) mentranslokasikan cadangan makanan ketitik
tumbuh yang memerlukan
2. Suhu
Suhu merupakan syarat penting bagi perkecambahan
biji. Suhu yang diperlukan dalam perkecambahan biji
kebanyakan biji berkisar antara 26,5°C - 35°C. Di luar kondisi
tersebut biji akan gagal berkecambah atau terjadi kerusakan
yang menghasilkan kecambah abnormal. Pengaruh suhu
terhadap perkecambahan benih dapat dicerminkan melalui
suhu kardinal yaitu suhu minimum, optimum dan maksimum.
Suhu minimum adalah suhu terendah dimana perkecambahan
dapat terjadi secara normal, dan di bawah suhu itu benih tidak
berkecambah dengan baik. Suhu optimum yaitu suhu yang
paling sesuai untuk perkecambahan, dan suhu maksimum
adalah suhu tertinggi dimana perkecambahan dapat terjadi,
diatas suhu maksimum ini benih tidak berkecambah normal.
Suhu dapat berpengaruh terhadap kerja enzim yang ada
didalam benih, sebab enzim tersusun dari protein yang sangat
peka terhadap suhu. Suhu terlalu tinggi dapat menyebabkan
denaturasi protein, sebaliknya apabila suhu terlalu rendah
akan menyebabkan reaksi yang ada didalam benih terhambat
bahkan enzim menjadi inaktif
3. Oksigen
Dalam perkecambahan O2 digunakan untuk respirasi,
konsentrasi O2 yang diperlukan untuk perkecambahan adalah
20 %. Dengan melakukan perombakan cadangan makanan
melalui proses respirasi, benih akan memperoleh energi yang
selanjutnya digunakan untuk proses perkecambahan
perkecambahan. Apabila kadar O2 yang ada disekitar benih
lebih sedikit daripada CO2, proses espirasi yang akan
terjadipun dapat tehambat sehingga berpengaruh terhadap
viabilitas benih dalam berkecambah.
4. Cahaya
Cahaya bagi beberapa benih merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi perkecambahan. Pada umumnya
kualitas cahaya terbaik untuk perkecambahan benih berkisar
antara 660 nm – 700 nm, yaitu cahaya merah. Pengaruh
cahaya terjadi pada benih yang lembab, sedangkan pada benih
yang berkadar air rendah cahaya memberikan pengaruh yang
relatif kecil bahkan tidak sama sekali. Hal ini disebabkan
karena fitokrom, yaitu pigmen penyerap cahaya tidak
aktifpada benih berkadar air rendah
5. Medium
Medium yang baik bagi perkecambahan harus
memiliki sifat yang baik seperti gembur, mempunyai
kemampuan menyimpan air, dan bebas dari organisme
penyebab penyakit terutama cendawan.
Faktor Dalam
1. Tingkat Kematangan Benih
Benih yang di telah panen sebelum tingkat
kematangan fisiologisnya tercapai tidak akan mempunyai
daya tumbuh yang tinggi. Pada beberapa jenis tanaman, benih
yang demikian tidak akan dapat berkecambah. Diduga pada
tingkatan tersebut benih belum memiliki cadangan makanan
yang cukup dan juga pembentukan embrio yang belum
sempurna. Kematangan benih perlu dipersiapkan untuk proses
perkecambahan. Penyiapan yang dapat dilakukan dengan cara
melihat ciri-ciri yang tampak. Seperti contohnya pada benih
jagung, benih yang telah mengalami masak fisiologis akan
menunjukkan adanya black layer dan milk layer
2. Ukuran Benih
Didalam jaringan penyimpanan, benih memiliki
karbohidrat, protein, lemak dan mineral. Bahan-bahan
tersebut diperlukan sebagai bahan baku dan energi bagi
embrio yang sedang berkecambah. Diduga bahwa benih yang
berukuran besar dan berat mempunyai cadangan makanan
yang lebih banyak jika dibandingkan dengan benih yang
berukuran kecil, sehingga dapat berakibat pada
perkecambahan yang terjadi. Benih yang berukuran besar
berpotensi untuk dapat berkecambah dengan baik (normal),
sebaliknya benih yang berukuran kecil akan berkecambah
normal lemah bahkan abnormal
3. Dormansi
Suatu benih dikatakan dorman apabila benih tersebut
sebenarnya hidup tetapi tidak mau berkecambah walaupun
diletakkan pada keadaan lingkungan yang memenuhi syarat
bagi perkecambahannya. Periode dorman ini dapat langsung
musiman atau dapat juga selama beberapa tahun, tergantung
pada jenis benih dan tipe dormansinya
4. Zat Penghambat
Perkecambahan benih dapat terhambat dikarenakan
beberapa faktor antara lain:
a. Inhibitor
inhibitor akan menghambat perkecambahan benih
baik didalam maupun dipermukaan benih. Didalam benih
inhibitor akan menghambat kerja enzim, dimana zat
penghambat (inhibitor) yang berperan adalah inhibitor
kompetitif. Inhibitor ini mempunyai struktur yang mirip
dengan struktur substrat, dengan demikian baik substrat
maupun inhibitor akan bersaing untuk dapat berikatan dengan
sisi aktif enzim. Apabila zat penghambat lebih dulu berikatan
dengan sisi aktif enzim, maka substrat tidak dapat lagi
berikatan dengan sisi aktif enzim. Konsentrasi inhibitor akan
turun jika benih mengalami proses imbibisi dan hal ini
menyebabkan kemampuan menghambatnya menjadi
berkurang
b. Larutan dengan nilai osmotik tinggi
Perkecambahan benih akan terhambat jika benih
berimbibisi pada larutan tinggi, misalnya NaCl atau manitol.
Penghambatan ini dapat disebabkan karena air yang ada
didalam benih akan keluar menuju lingkungan luar yang
bertekanan osmotik lebih tinggi (hipertonik), sehingga lama
kelamaan benih akan mengalami plasmolisis akibat
kekurangan air
c. Bahan yang menghambat lintasan metabolik atau
menghambat pernafasan
Kehadiran zat ini akan menghambat laju respirasi
sehingga proses katabolisme maupun anabolisme menjadi
terhambat. Zat yang memiliki sifat ini antara lain: sianida,
flourida, caumarin, herbisida, dll. Zat-zat ini akan menjadi
inhibitor nonkompetitif bagi enzim, sehingga substrat tidak
dapat lagi berikatan dengan sisi aktif karena sisi aktif tersebut
sudah berubah bentuk. Perubahan bentuk dari sisi aktif enzim
disebabkan adanya ikatan dari inhibitor pada jarak terjauh dari
sisi aktif

2.7. Daya Perkecambahan Biji

Daya kecambah benih adalah kemampuan benih pada


kondisi yang sesuai untuk kebutuhan perkecambahan benih
tersebut secara normal dari sejumlah benih pada jangka waktu
yang telah ditentukan lalu menghitung presentase daya
berkecambahnya. Persentase daya berkecambah benih
merupakan jumlah proporsi benih-benih yang telah
menghasilkan perkecambahan dalam kondisi dan periode
tertentu. Persentase kecambah normal yang dapat dihasilkan
oleh benih murni pada kondisi yang menguntungkan dalam
jangka waktu yang sudah ditetapkan. Bila daya uji kecambah
benih memberikan hasil yang negatif maka perlu diadakan
usaha lain untuk mengetahui faktor apakah yang
mengakibatkan kegagalan perkecambahan. Prosedur uji daya
kecambah benih dilakukan dengan menjamin agar lingkungan
menguntungkan bagi perkecambahan seperti ketersediaan air,
cahaya, suhu dan oksigen(Sutopo,2002 )

Daya kecambah benih memberikan informasi kepada


pemakai benih akan kemampuan benih tumbuh normal
menjadi tanaman yang berproduksi wajar dalam kondisi
biofisik lingkungan yang optimal. Berikut ini adalah uraian
kriteria kecambah normal dan abnormal. Kecambah normal,
kecambah yang memiliki semua struktur kecambah penting
yang berkembang dengan baik, seperti akar semi primer dan
semi skunder terlihat jelas. Kecambah memiliki
perkembangan sistem perakaran yang baik, terutama akar
primer dan akar seminal paling sedikit dua. Perkembangan
hipokotil baik dan sempurna tanpa ada kerusakan pada
jaringan. Pertumbuhan plumula sempurna dengan daun hijau
tumbuh baik. Epikotil tumbuh sempurna dengan kuncup
normal. Memiliki satu kotiledon untuk kecambah dari
monokotil dan dua bagi dikotil. Sedangkan kecambah
abnormal, kecambah yang tidak memperlihatkan potensi
untuk berkembang menjadi kecaambah normal. Yang
tergolong kecambah tidak normal seperti, kecambah rusak,
kecambah cacat atau tidak seimbang, kecambah busuk dan
kecambah lambat. Kecambah rusak tanpa kotiledon, embrio
yang pecah dan akar primer pendek. Kecambah yang
bentuknya cacat, perkembangan lemah atau kurang seimbang
dari bagian-bagian penting. Plumula yang terputar, hipokotil,
epikotil, kotiledon yang membengkak, akar yang pendek.
Koleoptil yang pecah atau tidak mempunyai daun : kecambah
yang kerdil. Kecambah yang tidak membentuk klorofil dan
kecambah yang lunak. Untuk benih pohon-pohonan bila dari
micropyl keluar daun dan bukanya akar(Sutopo,2002) .
Tamarin indica dapat memecah dormansi dengan diberi
perlakuan yaitu penambahan asam sulfat dengan konsentrasi
50% membutuhkan waktu 60 menit dengan hasil 100% dan
ditambahkan dengan air panas dengan suhu 100 o C
membutuhkan waktu 30 menit dengan hasil 80% sedangkan
daya kecambah biji normal membutuhkan waktu 15 hari
(Abu bakar and Muhammad, 2013)

Daftar Pustaka

Hendrawati, Syamsumarsih D, Nurhasni. 2013. Penggunanaan


Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L.) dan Biji
Kecipir (Phospocarpus tetragonolobus L.) sebagai
Koagulan Alami dalam Perbaikan Kualitas Air Tanah.
Valensi. 17(3):23-24.
Abubakar,Z.A., Muhammad,A . 2013. Breaking Seed
Dormancy in Tamarind (Tamarindus Indica) A Case
Study of Gombe Local Government Area. Journal
Application Science Environtment Management.Vol
17 (1)

Hendriarianti E, Suhastri H. 2011. Penentuan Dosis Optimum


Koagulasi Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L.)
dalam Penurunan TSS dan COD Limbah Cair Industri
Penyamakan Kulit di Kota Malang. Spectra. 17(9):12-
22.
Ahalya N, Kanamadi RD, Ramachandra TV. 2008.
Bosorption of Chromium (IV) by Tamarindus indica
Pod Shell. Journal of Environmental Science
Research International. 1(2):77-81
Shlini P, Murthy KRS. 2016. Purification of Phenolics from
Defatted Tamarind Kernel Powder. Asian J. Plants
Sci. Res. 6(4):48-52
Soemardji AA. 2007. Tamarindus indica L. or “Asam Jawa”:
The Sour but Sweet and Useful. University of
Toyama. Japan.
Ramadhani GI, Moesriati A. 2013. Pemanfaatan Biji Asam
Jawa (Tamarindus indica) sebagai Koagulan
Alternatif dalam Proses Menurunkan Kadar COD dan
BOD dengan Studi Kasus pada Limbah Cair Industri
Tempe. POMITS. 2(1):2337-3539.
Baskin,J., Baskin,C. 2014. Ecology, Biogeography, and,
Evolution of Dormancy and Germination. Academic
Press : USA

Harahap,F. 2012. Fisiologi Tumbuhan : Suatu Pengantar.


Perdana Mulya Sarana : Medan
Salisbury ,F.B., Ross,C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan . ITB :
Bandung
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Angkasa: Bandung.

Campbell, N.A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. (2012).


Biologi. Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai