Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

DASAR DASAR TEKNOLOGI BENIH


DORMANSI BENIH

Oleh :
Ahmad Nizar Saifulloh NIM A41161389
Titania Dwi Septiani NIM A41161396
Agung Wahyu Darmawan NIM A41161456
Ayu Widyawati Endah P. NIM A41161660
Muamar Khadafi NIM A41161669
Hanif Ahmad Abdul Ghofur NIM A41161787

PROGRAM STUDI TEKNIK PRODUKSI BENIH


JURUSAN PRODUKSI PERTANIAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2017
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Benih merupakan biji tanaman yang digunakan untuk ditanam. Biji
merupakan suatu hasil generative tanaman yang digunakan untuk melangsungkan
kelangsungan hidupnya. Suatu benih dikatakan dormansi apabila benih tidak
dapat berkecambah walaupun sudah diletakkan pada kondisi lingkungan yang
mendukung untuk berkecambah. Dormansi didefinisikan sebagai status dimana
benih tidak berkecambah walaupun pada kondisi lingkungan yang ideal untuk
perkecambahan. Beberapa mekanisme dormansi terjadi pada benih baik fisik
maupun fisiologi, termasuk dormansi primer dan sekunder. Sebenarnya hidup
tetapi belum mau berkecambah. Lamanya dormansi tergantung pada jenis
tanaman dan juga tipe dormansinya. Fungsi dormansi bagi tanaman untuk siklus
pertumbuhan tanaman dengan keadaan lingkungan.
Intensitas dormansi dipengaruhi oleh lingkungan selama perkembangan
benih. Lamanya (persistensi) dormansi dan mekanisme dormansi berbeda antar
spesies, dan antar varietas. Dormansi pada spesies tertentu mengakibatkan benih
tidak berkecambah di dalam tanah selama beberapa tahun. Hal ini menjelaskan
keberadaan tanaman yang tidak diinginkan (gulma) di lahan pertanian yang
ditanami secara rutin. Metode pematahan dormansi yang efektif dibedakan
berdasarkan penyebabnya. Metode pematahan dormansi yang disebabkan faktor
fisik adalah skarifikasi yaitu pelukaaan kulit benih agar air dan nutrisi bisa masuk
ke dalam benih. Sedangkan pematahan dormansi faktor fisiologis pada kasus
after-ripening adalah dengan perendaman dengan senyawa kimia tertentu.

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui manfaat dari pematahan dormansi.
2. Mahasiswa mengetahui metode pematahan dormansi.
3. Mahasiswa mengetahui macammacam metode pematahan dormansi pada
masingmasing benih.
1.3 Manfaat
1. Mahasiswa mampu mengetahui manfaat dari pematahan dormansi.
2. Mahasiswa mampu mengetahui metode pematahan dormansi.
3. Mahasiswa mampu mengetahui macammacam metode pematahan
dormansi pada masingmasing benih.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Dormansi


Benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi
tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum
dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan atau juga dapat
dikatakan dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat
(viabel) namun gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara
normal baik untuk berkecambah, seperti kelembaban yang cukup, suhu dan
cahaya yang sesuai (Lambers 1992, Schmidt 2002).
Dormansi benih disebabkan oleh faktor fisik dan fisiologi. Faktor fisiologi
contohnya embrio rudimenter, keseimbangan hormonal, dan fenomena after-
ripening. Fenomena after-ripening terjadi pada benih padi yaitu keadaan di mana
benih tidak mampu berkecambah ketika baru dipanen dan baru dapat
berkecambah setelah melampaui periode penyimpanan kering. Faktor fisik
meliputi impermeable terhadap air dan gas, kulit benih tebal dan keras, benih
mengandung inhibitor, dan adanya penghambatan mekanik. (Lambers 1992,
Schmidt 2002).

2.2 Penyebab Dormansi


Beberapa penyebab dormansi fisik adalah Impermeabilitas kulit biji
terhadap air dimana benih-benih yang termasuk dalam type dormansi ini disebut
sebagai "Benih keras" karena mempunyai kulit biji yang keras dan strukturnya
terdiri dari lapisan sel-sel serupa palisade berdinding tebal terutama di permukaan
paling luar. Dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin dan bahan kutikula;
Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, disini kulit biji cukup
kuat sehingga menghalangi pertumbuhan embrio.
Jika kulit biji dihilangkan, maka embrio akan tumbuh dengan segera;
Permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap gas-gas pada dormansi ini,
perkecambahan akan terjadi jika kulit biji dibuka atau jika tekanan oksigen di
sekitar benih ditambah. Pada benih apel misalnya, suplai oksigen sangat dibatasi
oleh keadaan kulit bijinya sehingga tidak cukup untuk kegiatan respirasi embrio.
Keadaan ini terjadi apabila benih berimbibisi pada daerah dengan temperatur
hangat (Wikipedia, 2012).
Dormansi Fisiologis, dapat disebabkan oleh sejumlah mekanisme, tetapi
pada umumnya disebabkan oleh zat pengatur tumbuh, baik yang berupa
penghambat maupun perangsang tumbuh. Beberapa penyebab dormansi fisiologis
adalah Immaturity Embrio,dimana pada dormansi ini perkembangan embrionya
tidak secepat jaringan sekelilingnya sehingga perkecambahan benih-benih yang
demikian perlu ditunda. Sebaiknya benih ditempatkan pada tempe-ratur dan
kelembapan tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrionya terbentuk
secara sempurna dan mampu berkecambah.
After ripening, dimana benih yang mengalami dormansi ini memerlukan
suatu jangkauan waktu simpan tertentu agar dapat berkecambah, atau dika-takan
membutuhkan jangka waktu "After Ripening". After Ripening diartikan sebagai
setiap perubahan pada kondisi fisiologis benih selama penyimpanan yang
mengubah benih menjadi mampu berkecambah. Jangka waktu penyimpanan ini
berbeda-beda dari beberapa hari sampai dengan beberapa tahun, tergantung dari
jenis benihnya.
Dormansi Sekunder, disini adalah benih-benih yang pada keadaan normal
maupun berkecambah, tetapi apabila dikenakan pada suatu keadaan yang tidak
menguntungkan selama beberapa waktu dapat menjadi kehilangan
kemampuannya untuk berkecambah. Kadang-kadang dormansi sekunder
ditimbulkan bila benih diberi semua kondisi yang dibutuhkan untuk berkecambah
kecuali satu. Misalnya kegagalan memberikan cahaya pada benih yang
membutuhkan, cahaya (Wikipedia 2012).

2.3 Tipe Dormansi


2.3.1 Dormansi Fisik
Pada tipe dormansi ini yang menyebabkan pembatas struktural terhadap
perkecambahan adalah kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi
penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas pada berbagai jenis tanaman.
Yang termasuk dormansi fisik adalah:
a. Impermeabilitas kulit biji terhadap air
Benih-benih yang menunjukkan tipe dormansi ini disebut benih keras
contohnya seperti pada famili Leguminoceae, disini pengambilan air terhalang
kulit biji yang mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel-sel berupa palisade
yang berdinding tebal, terutama dipermukaan paling luar dan bagian dalamnya
mempunyai lapisan lilin. Di alam selain pergantian suhu tinggi dan rendah
dapat menyebabkan benih retak akibat pengembangan dan pengkerutan, juga
kegiatan dari bakteri dan cendawan dapat membantu memperpendek masa
dormansi benih. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio.
Pada tipe dormansi ini, beberapa jenis benih tetap berada dalam
keadaan dorman disebabkan kulit biji yang cukup kuat untuk menghalangi
pertumbuhan embrio. Jika kulit ini dihilangkan maka embrio akan tumbuh
dengan segera. Tipe dormansi ini juga umumnya dijumpai pada beberapa
genera tropis seperti Pterocarpus, Terminalia, Eucalyptus, dll. Pada tipe
dormansi ini juga didapati tipe kulit biji yang biasa dilalui oleh air dan
oksigen, tetapi perkembangan embrio terhalang oleh kekuatan mekanis dari
kulit biji tersebut. Hambatan mekanis terhadap pertumbuhan embrio dapat
diatasi dengan dua cara mengekstrasi benih dari pericarp atau kulit biji.
b. Adanya zat penghambat
Sejumlah jenis mengandung zat-zat penghambat dalam buah atau
benih yang mencegah perkecambahan. Zat penghambat yang paling sering
dijumpai ditemukan dalam daging buah. Untuk itu benih tersebut harus
diekstrasi dan dicuci untuk menghilangkan zat-zat penghambat.

2.3.2 Dormansi Fisiologis


Penyebabnya adalah embrio yang belum sempurna pertumbuhannya atau
belum matang. Benih-benih demikian memerlukan jangka waktu tertentu agar
dapat berkecambah (penyimpanan). Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda
dari kurun waktu beberapa hari sampai beberapa tahun tergantung jenis benih.
Benih-benih ini biasanya ditempatkan pada kondisi temperatur dan kelembaban
tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrio terbentuk sempurna dan
dapat berkecambah. Beberapa penyebab dormansi fisiologis adalah :
a. Immaturity Embrio
Pada dormansi ini perkembangan embrionya tidak secepat jaringan
sekelilingnya sehingga perkecambahan benih-benih yang demikian perlu
ditunda. Sebaiknya benih ditempatkan pada tempe-ratur dan kelembapan
tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrionya terbentuk
secara sempurna dan mampu berkecambah.
b. After ripening
Benih yang mengalami dormansi ini memerlukan suatu jangkauan
waktu simpan tertentu agar dapat berkecambah, atau dika-takan
membutuhkan jangka waktu "After Ripening". After Ripening diartikan
sebagai setiap perubahan pada kondisi fisiologis benih selama
penyimpanan yang mengubah benih menjadi mampu berkecambah. Jangka
waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari beberapa hari sampai dengan
beberapa tahun, tergantung dari jenis benihnya.

2.4 Cara Pematahan Dormansi


a. Perlakuan mekanis (skarifikasi)
Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan cara
penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan
bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling
efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih ditangani secara
manual, dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada
hakekatnya semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil,
asal daerah radikel tidak rusak.
Seluruh permukaan kulit biji dapat dijadikan titik penyerapan air. Pada
benih legum, lapisan sel palisade dari kulit biji menyerap air dan proses pelunakan
menyebar dari titik ini keseluruh permukan kulit biji dalam beberapa jam. Pada
saat yang sama embrio menyerap air. Skarifikasi manual efektif pada seluruh
permukaan kulit biji tetapi daerah microphylar dimana terdapat radicle, harus
dihindari. Kerusakan pada daerah ini dapat merusak benih, sedangkan kerusakan
pada kotiledon tidak akan mempengaruhi perkecambahan.
c. Air Panas
Metode ini paling efektif bila benih direndam dengan air panas.
Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk mencegah kerusakan pada embrio karena
bila perendaman paling lama, panas yang diteruskan kedalam embrio sehingga
dapat menyebabkan kerusakan. Suhu tinggi dapat merusak benih dengan kulit
tipis, jadi kepekaan terhadap suhu berfariasi tiap jenis. Umumnya benih kering
yang masak atau kulit bijinya relatif tebal toleran terhadap perendaman sesaat
dalam air mendidih.
d. Perlakuan Kimia
Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk
memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan agar
kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan
asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji
menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah.
Larutan asam sulfat pekat (H2SO4), asam ini menyebabkan kerusakan pada
kulit biji dan dapat diterapkan pada legum maupun non legume. Tetapi metode ini
tidak sesuai untuk benih yang mudah sekali menjadi permeable, karena asam
akan merusak embrio. Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan 2
hal, yaitu:
1. Kulit biji atau pericarp yang dapat diretakkan untuk memungkinkan
imbibisi
2. Larutan asam tidak mengenai embrio.
BAB III. METODELOGI

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum pematahan dormansi ini dilaksanakan pada :
Hari : Senin
Tanggal : 17 April 2017
Pukul : 15.00 - 17.00 WIB
Tempat : Laboratorium TPB

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat :
Label
Bak Perkecambahan

3.2.2 Bahan :
Benih Padi,
Benih Cabai
Benih Sengon
Benih Papaya
Benih Semangka
Benih Tomat
H2SO4 30%
KNO3 0,2%
GA3 0,1%

3.3 Prosedur Kerja


1. Menghitung benih padi, sengon, cabe, tomat, semangka, papaya sejumlah
25 butir untuk banih kontrol.
2. Mengambil 25 butir benih padi dan memasukkan ke dalam oven dengan
suhu 50O selama 1jam.
3. Mengambil 25 butir benih sengon, lalu merendamnya dengan laruran
H2SO4 30% selama 10 menit.
4. Mengambil 25 butir benih sengon, lalu merendamnya dengan laruran
H2SO4 30% selama 15 menit.
5. Mengambil 25 butir benih cabai, lalu merendamnya dengan larutan GA 3
0,1% selama 24 jam.
6. Mengambil 25 butir benih tomat, lalu merendamnya dengan larutan KNO 3
0,2 % selama 24 jam.
7. Mengambil 25 butir benih semangka, lalu disayat sebagian kulit bijinya.
8. Mengambil 25 butir benih papaya, lalu mengupas sebagian kulit bijinya
(endo testa).
9. Mengambil 25 butir benih papaya, lalu mengupas penuh kulit bijinya
(endo testa).
10. Menanam benih yang sudah diberi perlakuan.
11. Melakukan pengamatan pada hari ke : 7-14 untuk benih padi, sengon serta
cabai, 5-14 untuk benih semangka serta tomat, dan 8-14 untuk benih
papaya.
BAB IV. PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Padi
Jumlah Kecambah
NO. Komoditi
7 HST 14 HST
1. Padi Kontrol 19 -
2. Padi Oven 20 -

4.1.2 Sengon
Jumlah Kecambah
NO. Komoditi
7 HST 14 HST
1. Sengon Kontrol 6 5
2. Sengon 10 Menit 6 2
2. Sengon 15 Menit 10 -

4.1.3 Cabai
Jumlah Kecambah
NO. Komoditi
7 HST 14 HST
1. Cabai Kontrol - -
2. Cabai GA3 0,1% - 2
4.1.4 Semangka
Jumlah Kecambah
NO. Komoditi
5 HST 14 HST
1. Semangka Kontrol 14 2
Semangka
2. 11 1
Cracking

4.1.5 Tomat
Jumlah Kecambah
NO. Komoditi
5 HST 14 HST
1. Tomat Kontrol - -
2. Tomat KNO3 0,2% - 1

4.1.6 Papaya
NO Jumlah Kecambah
Komoditi
. 8 HST 14 HST
1. Papaya Kontrol - 18
2. Papaya 1/2 - 20
3. Papaya Penuh - 11

4.2 Pembahasan
4.2.1 Padi
Dormansi pada padi merupakan mekanisme alami untuk
melindungi gabah dari berkecambah di lapang sebelum tanaman dipanen
pada kondisi basah atau tanaman rebah. Namun demikian hal tersebut
dapat menimbulkan masalah pada pengujian mutu benih, apabila metode
pematahan dormansi yang digunakan tidak efektif. Dari hasil praktikum
benih padi perlakuan memiliki daya tumbuh benih lebih tinggi daripada
benih kontrol, hal tersebut dapat terjadi karena sifat impermeable kulit
benih padi.

4.2.2 Sengon
Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) merupakan salah satu jenis
tanaman yang dapat mengembalikan kondisi hutan yang terdegradasi (penurunan)
dan mampu tumbuh pada kondisi yang kurang mendukung, sehingga sengon
termasuk tanaman serbaguna yang sangat penting di Indonesia. Jenis ini dipilih
sebagai salah satu jenis tanaman hutan serta tanaman industri di Indonesia karena
pertumbuhannya yang sangat cepat, mampu beradaptasi pada berbagai jenis tanah.
Dengan melihat tingginya kebutuhan kayu di Indonesia yang cenderung
meningkat pertahunnya, maka diperlukan tanaman alternatif yang mampu
menghasilkan kayu secara cepat untuk memenuhi kebutuhan kayu di indonesia.
Dalam hal ini sengon sangat penting untuk dikembangbiakan,
perkembangbiakannya dapat dilakukan dengan menggunakan biji. Akan tetapi
masalah utama perkecambahan biji sengon adalah dormansi fisik karena
impermiabilitas kulit biji terhadap air. Kulit biji sengon yang keras menyebabkan
pengambilan air terhalang kulit biji. Dari hasil praktikum benih sengon control
memeliki daya tumbuh benih paling tinggi dibandingkan dengan benih sengon
yang mendapat perlakuan perendaman H2S04 selama 10 menit dan 15 menit, hal
tersebut dikarenakan sifat H2S04 yang asam, yang mungkin merusak embrio benih
karena perendaman yang terlalu lama.

4.2.3 Cabai
Dormansi dapat dikatakan sebagai suatu fase dimana kulit biji dalam
kondisi yang keras menghalangi penyerapan. Organisme hidup dapat memasuki
keadaan tetap hidup meskipun tidak tumbuh selama jangka waktu yang lama, dan
baru mulai tumbuh aktif bila kondisinya sudah sesuai. Dari hasil praktikum benih
cabai perlakuan hanya tumbuh 2, sedangkan cabai kontrol tidak tumbuh sama
sekali. Hal tersebut terjadi karena Pada benih perlakuan GA 3 memiliki pengaruh
yang lebuh besar karena Giberelin merupakan fitohormon yang mempengaruhi
peningkatan pembelahan sel dan perbesaran sel pada pertambahan panjang batang
dan akar pada tanaman.

4.2.4 Semangka
Dormansi dapat dipatahkan dengan melakukan perlakuan
skarifikasi mekanik seperti peretakkan, pengamplasan, melubangi bagian
tertentu pada benih, pengikiran dan sebagainya. Perlakuan tersebut
diberikan agar kulit benih menjadi lebih mudah untuk menyerap air yang
dibutuhkan untuk berkecambah. Dari hasil praktikum diperoleh daya
tumbuh benih kontrol lebih tinggi daripada benih yang mendapat
perlakuan, hal tersebut terjadi karena pada benih yang mendapat perlakuan
saat proses cracking embrio benih ikut terpotong atau rusak, sehingga
benih mengalami kematian dalam proses pertumbuhannya.

4.2.5 Tomat
Dari hasil praktikum benih tomat yang mendapat perlakuan
perendaman KNO3 memiliki daya tumbuh benih lebih tinggi dibandingkan
dengan benih control, hal tersebut dapat terjadi karena menurut Harjadi
(1994) bahwa bahan kimia berupa persenyawaan sederhana seperti KNO3
dapat memecahkan dormansi. KNO3 dengan konsentrasi tertentu dapat
merangsang pertumbuhan.

4.2.6 Papaya
Peningkatan produksi pepaya harus diawali dengan penyediaan
benih yang bermutu, terjangkau dan tersedia dalam jumlah yang cukup.
Benih pepaya memiliki masa dormansi hingga 12-15 hari. Hal tersebut
disebabkan karena adanya Aril dan adanya senyawa fenolik dalam aril
benih. Oleh karena itu guna mematahkan dormansi benih pepaya, perlu
dilakukan penghilangkan aril yang menempel pada permukaan benih.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa papaya yang dikupas sebagian
kulit arilnya memiliki daya tumbuh benih yang paling tinggi,
dibandingkan dengan benih kontrol dan benih papaya yang dikupas penuh
kulit arilnya. Pepaya yang dikupas penuh kulit arilnya memiliki daya
tumbuh benih yang paling rendah, hal tersebut mungkin dikarenakan pada
saat proses relepasan kulit aril secara keseluruhan embrio pepaya ada yang
tersayat atau akibat pengupasan penuh membuat benih yang ditaman
rentan terserang jamur.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan yang diperoleh dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Dormansi adalah kemampuan benih yang tidak mampu berkecambah pada
kondisi yang optimum.
2. Dormansi ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adanya zat
penghambat, kulit biji yang keras, embrio dalam keadaan belum matang,
embrio yang rudimentair, dan kulit biji yang impermeable atau sulit
menyerap air, sehingga dormansi tersebut perlu dipatahkan.
3. Pematahan dormansi dapat dilakukan secara fisik dan kima. Secara fisik
yaitu dengan cara dikikir kulitnya, direndam dengan air panas dan ZPT
organik. Dan pematahan menggunakan cara kimia seperti perendaman
H2SO4 dan KNO3.
4. Pematahan dormansi menggunakan senyawa kimia harus memperhatikan
permeabilitas kulit benih, agar zat kimi tidak merusak embrio benih.
5. DAFTAR PUSTAKA
6.
7. Harjadi, Sri Setyati. 2002. Pengantar Agronomi. PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
8.
9. Sadjad, S. 1980. Teknologi benih dengan masalah-
masalahnya. Di dalam: Sadjad S, editor. Dasar-dasar
teknologi Benih. Capita Selecta. Bogor: Departemen
Agronomi Fakultas Pertanian IPB .1999. Teknologi
benih dengan masalah-masalahnya. Di dalam: Sadjad
S, editor. Dasar-dasar teknologi Benih. Capita
Selecta. Bogor: Departemen.
10.
11. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai