Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Benih dari spesies tanaman, mempunyai sifat dapat menunda
perkecambahannya sampai benih tersebut menemukan kondisi lingkungan
yang optimum untuk berkecambah. Akan tetapi tidak semua benih yang
ditanaman dalam kondisi tumbuh optimum akan berkecambah, meskipun
sebenarnya benih tidak mati. Benih hidup yang mempunyai sifat demikian
disebut benih dorman.
Dormansi dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain yaitu
impermiabilitas kulit biji terhadap air atau gas ataupun resistensi mekanis kulit
biji terhadap pertumbuhan embrio, embrio yang rudimenter, after ripening,
dormansi sekunder dan bahan-bahan penghambat perkecambahan. Benih yang
mengalami dormansi ini dapat distimuluskan untuk berkecambah dengan
suatu perlakuan mekanis, fisis, maupun kimia (Abidin, 1993).
Benih yang berkulit keras umumnya memiliki sifat dormansi disebabkan
karena kulit biji keras sehingga impermiabel terhadap air atau gas atau embrio
tidak dapat menembus kulit biji. Kadang benih diselimuti oleh lapisan lilin
sehingga pengambilan air untuk proses perkecambahan terhalang. Perlakuan
fisik dengan perusakan kulit (skarifikasi) misalnya pelukaan, goresan pada
kulit benih merupakan salah satu cara meningkatkan permiabilitas benih
dalam air maupun bahan kimia ditujukan untuk menghilangkan senyawa
penghambat perkecambahan yang terdapat dalam kulit benih (Hartman, 1997)

1.2 Tujuan
Pada praktikum kali ini membahasa tentang dormansi bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui respon perkecambahan beberapa jenis biji terhadap
factor lingkungan (air, suhu, cahaya, zat kimia, dst)
2. Untuk mengetahui laju perkecambahan menurut ketebalan kulit biji
3. Untuk mengetahui batas-batas kebutuhan air dalam perkecambahan suatu
biji.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Dormansi


Dormansi merupakan kondisi fisik dan fisiologis pada biji yang
mencegah perkecambahan pada waktu yang tidak tepat atau tidak sesuai.
Dormansi membantu biji mempertahankan diri terhadap kondisi yang tidak
sesuai seperti kondisi lingkungan yang panas, dingin, kekeringan, dan lain-lain
(Wilkins, 1989)
Dormansi dapat dikatakan sebagai mekanisme biologis dalam menjamin
perkecambahan biji yang berlangsung pada kondisi dan waktu yang tepat
untuk mendukung pertumbuhan yang tepat. Dormansi bisa diakibatkan karena
ketidakmampuan embrio dalam mengatasi hambatan (Dwidjoseputro, 1983).
Dormansi merupakan suatu keadaan pertumbuhan yang terhambat, dapat
disebabkan oleh kondisi yang kurang baik atau oleh faktor dari dalam
tumbuhan itu sendiri. Dormansi dapat dikatakan sebagai suatu keadaan
dimana pertumbuhan tidak dapat terjadi walaupun kondisi lingkungan
mendukung terjadinya perkecambahan (Dartius, 1991).
Dormansi dapat terjadi dalam banyak tipe dan bentuk. Banyak biji
dorman untuk suatu periode tertentu setelah keluar dari buah. Contoh lain dari
dormansi adalah gugurnya daun untuk menghindari terjadinya bahaya waktu
udara berubah menjadi dingin ataupun kemarau. Tanaman bagian atas banyak
yang mati selama periode musim dingin atau kekeringan. Bagian yang ada di
bawah tanah seperti bulbus, kormus, atau umbi masih tetap hidup di bawah
tanah, tetapi dalam keadaan dorman (Filter & Hay, 1991).
Dormansi juga merupakan mekanisme pertahanan diri dalam suhu yang
sangat rendah pada musim dingin atau kering di musim panas yang
merupakan bagian paling penting dalam perjalanan hidup tanaman. Dormansi
harus berjalan pada saat yang tepat dan membebaskan diri apabila kondisi
memungkinkan untuk memulai pertumbuhan (Guritno & Sitompul, 1995).
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda
perkecambahan, sehingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan

2
melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun
pada embrio. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah
membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat
mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Teknik
skarifikasi, biasa digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan
stratifikasi digunakan dalam mengatasi dormansi embrio (Heddy, 1990).
Dormansi benih merupakan ketidakmampuan benih hidup untuk
berkecambah pada suatu kisaran keadaan luas yang dianggap menguntungkan
untuk benih tersebut. Dormansi dapat disebabkan karena tidak mampunya
benih secara total untuk berkecambah atau hanya karena bertambahnya
kebutuhan yang khusus untuk perkecambahannya. Dormansi benih dapat
disebabkan keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis embrio, atau
kombinasi dari keduanya (Tamin, 2007)
“Dorman” artinya tidur atau istirahat. Para ahli biologi menggunakan
istilah itu sebagai tahapan dari siklus hidup, serta biji dorman yang memiliki
laju metabolisme yang sangat lamban dan sedang tidak bertumbuh dan
berkembang. Dormansi pada biji meningkatkan peluang bahwa
perkecambahan akan terjadi pada waktu dan tempat yang paling
mengguntungkan bagi pertumbuhan biji. Pengakhiran dari periode dormansi
umumnya membutuhkan kondisi lingkungan tertentu. Biji tumbuhan gurun
misalnya, hanya akan berkecambah setelah curah hujan yang memadai
(Campbell, 2008)
Dormansi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu dormansi
primer dan dormansi sekunder. Dormansi primer merupakan dormansi yang
paling umum, yaitu dormansi pada benih yang terjadi sejak benih masih
berada pada tanaman induk, setelah embrio berkembang penuh. Dormansi
sekunder merupakan benih non dorman yang dapat mengalami kondisi yang
menyebabkannya menjadi dorman (Soerodikosoemo, 1995)
Menurut Sitompul, S (1995), variasi umur benih suatu tanaman
sangatlah beragam, namun juga bukan berarti bahwa benih yang telah masak
akan hidup selamanya. Seperti, kondisi penyimpanan selalu mempengaruhi
daya hidup benih. Meningkatnya kelembaban biasanya mempercepat

3
hilangnya daya hidup, walaupun beberapa biji dapat hidup lebih lama dalam
air. Penyimpanan dalam botol atau di udara terbuka pada suhu sedang sampai
tinggi menyebabkan biji kehilangan air dan sel akan pecah apabila biji diberi
air. Pecahnya sel melukai embrio dan melepaskan hara yang merupakan bahan
yang baik bagi pertumbuhan pathogen penyakit. Tingkat oksigen normal
umumnya mempengaruhi dan merugikan masa hidup biji. Kehilangan daya
hidup terbesar bila benih disimpan dalam udara lembab dengan suhu 35°C
atau lebih. Adapun tipe dormansi adalah sebagai berikut :
1. Dormansi fisik : yang menyebabkan pembatasan struktural terhadap
perkecambahan. Seperti kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi
penghalang mekanisme terhadap masuknya air dan gas pada beberapa
jenis tanaman.
2. Dormansi fisiologi : dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme,
umumnya dapat disebabkan oleh pengatur tumbuh baik penghambat atau
perangsang tumbuh, dapat juga oleh faktor-faktor dalam seperti
ketidaksamaan embrio dan sebab-sebab fisiologi lainnya.

2.2 Pemecahan Dormansi


Menurut Salisbury dan Ross (1995), untuk mengetahui dan membedakan
apakah suatu benih yang tidak dapat berkecambah adalah dorman atau mati,
maka dormansi perlu dipecahkan. Masalah utama yang dihadapi pada saat
pengujian daya tumbuh/kecambah benih yang dormansi adalah bagaimana
cara mengetahui dormansi, sehingga diperlukan cara-cara agar dormansi dapat
dipersingkat. Ada beberapa cara yang telah diketahui, yaitu :
1. Dengan perlakuan mekanis, tujuan dari perlakuan mekanis ini adalah
untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permeabel terhadap
air atau gas. Diantaranya yaitu dengan Skarifikasi.
2. Dengan perlakuan kimia, tujuan dari perlakuan kimia adalah menjadikan
agar kulit biji lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi.
Larutan asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat dengan konsentrasi
pekat membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh
air dengan mudah.

4
3. Dengan perlakuan perendaman dengan air, perlakuan perendaman di
dalam air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih.
4. Dengan perlakuan suhu, cara yang sering dipakai adalah dengan memberi
temperatur rendah pada keadaan lembap (stratifikasi). Selama stratifikasi
terjadi sejumlah perubahan dalam benih yang berakibat menghilangkan
bahan-bahan penghambat perkecambahan atau terjadi pembentukan
bahan-bahan yang merangsang pertumbuhan.
5. Dengan perlakuan cahaya, cahaya berpengaruh terhadap prosentase
perkecambahan benih dan laju perkecambahan. Pengaruh cahaya pada
benih bukan saja dalam jumlah cahaya yang diterima tetapi juga intensitas
cahaya dan panjang hari.

2.3 Perkecambahan
Tahap pertama perkecambahan dimulai dengan proses penyerapan air
oleh benih, yang kemudian melunaknya lubang perkecambahan, dan hidrasi
oleh protoplasma. Tahap kedua dimulainya kegiatan sel dan enzim
serta naiknya tingkat respirasi benih. Tahap ketiga
merupakan tahap terjadinya penguraian bahan-bahan karbohidrat, lemak
dan.protein menjadi bentuk yang terlarut dan ditranslokasikan ke seluruh titik
tumbuh. Tahap  keempat  proses  perkecambahan benih adalah  asimilasi  dari
bahan-bahan yang telah terurai di daerah meristematik, menghasilkan  energi 
untuk  kegiatan pembentuk  komponen  dan  pertumbuhan dari kecambah 
melalui  proses pembelahan, pembesaran  dan  pembagian  sel-sel  pada titik-
titik tumbuh. Sebelum daun berfungsi, maka pertumbuhan kecambah sangat
tergantung pada ketersediaan makanan di dalam biji (Nurshanti, 2013).
Menurut Kartasapoetra (1995), syarat perkecambahan biji antara lain:
a. Tersedianya Air: Bagian biji yang mengatur masuknya air yaitu
kulit dengan cara imbibisi (perembesan) dan mikro raphae hilum
dengan cara difusi (perpindahan substansi karena perbedaan
konsentrasi) dari kadar air tinggi ke rendah/konsentrasi larutan
rendah ke tinggi. Faktor yang mempengaruhi penyerapan air:
permeabilitas kulit/membran biji dan konsentrasi air. Karena air

5
masuk secara difusi, maka konsentrasi larutan diluar bji harus
tidak lebih pekat dari di dalam biji.
b. Suhu air: suhu air tinggi energi meningkat, difusi air meningkat
sehingga     kecepatan penyerapan tinggi
c. Tekanan hidrostatik: berbanding terbalik dengan kecepatan
penyerapan air.  Kerika volume air dalam membran biji telah
sampai pada batas tertentu akan timbul tekanan  hidrostatik yang
mendorong keluar biji sehingga kecepatan penyerapan air
menurun
d. Luas permukaan biji yang kontak dengan air : berhubungan
dengan kedalaman penanaman biji dan berbanding lurus     
dengan kecepatan penyerapan air
e. Daya intermolekuler: merupakan tenaga listrik pada molekul-
molekul tanah atau media tumbuh. Makin rapat molekulnya,
makin sulit air diserap oleh biji.Berbanding terbalik dengan
kecepatan penyerapan air.
f. Spesies dan Varietas : berhubungan dengan faktor genetik yang
menentukan susunan kulit biji.
g. Tingkat kemasakan : berhubungan dengan kandungan air dalam
biji, biji makin masak, kandungan air berkurang, kecepatan
penyerapan air meningkat
h. Komposisi Kimia: biji tersusun atas karbohidrat, protein, lemak.
Kecepatan penyerapan air: protein > karbohidrat > lemak
i. Umur: berhubungan dengan lama penyimpanan makin lama
disimpan, makin sulit menyerap air.

6
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 4 Oktober 2018 jam 09.00
sampai dengan selesai yang bertempat di Laboratorium Bioteknologi
Agroekoteknoloogi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah biji
kacang hijau, biji kacang tanah, biji kacang kedelai, biji asam, biji sawo, biji
sirsak, amplas, garam, kapas, hotplate, neraca analitik air, dan gelas plastik

3.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja pada praktikum ini adalah :
1. Tempat perkecambahan 2 macam kelompok biji (satu jenis biji kulit tipis
dan satu lagi jenis biji kulit tebal) disiapkan sebanyak 6 buah
2. Direndam biji kacang hijau, kacang tanah, dan kacang kedelai dalam air
panas selama 5 menit.
3. Dua set perlakuan disiapkan untuk kedua jenis biji yang saudara pilih
seperti berikut:
a. Perlakuan I : media tanpa diberi air (hanya dengan kapas kering)
b. Perlakuan II : media diberi air sedikit (kapas sekedar basah)
c. Perlakuan III : media diberi air hingga biji tergenang air
4. Disiapkan dua set perlakuan pada biji berkulit tebal
a. perlakuan I, biji diamplas
b. perlakuan II, biji direndam dalam air larutan asam
c. perlakuan III, biji direndam dalam air panas
5. dilakukan pengamatan dengan dua kali ulangan
6. diamati pada 2HST, 4HST, dan 6HST.
7. Dibuat dalam bentuk table dan laporan.

7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Biji Berkulit Tipis

Parameter Pengamatan
HST / Kacang
Ulangan Kacang Hijau Kacang Tanah
Tanggal Kedelai
K L T K L T K L T
2 HST I ✓ ✓ ✓ - - - - ✓ -
6 Okt 2018 II ✓ ✓ ✓ - - - - - -
4 HST I ✓ ✓ ✓ - ✓ - - ✓ ✓
8 Okt 2018 II ✓ ✓ ✓ - ✓ - - - -
6 HST I ✓ ✓ ✓ - ✓ - - ✓ ✓
10 Okt 2018 II ✓ ✓ ✓ - ✓ - - - -

Tabel 2. Hasil Pengamatan Biji Berkulit Tebal

Parameter Pengamatan
HST /
Ulangan Biji Asam Biji Sawo Biji Sirsak
Tanggal
N S A N S A N S A
2 HST I - ✓ - - - - - - -
6 Okt 2018 II - ✓ - - - - - - -
4 HST I - ✓ - - - - - - -
8 Okt 2018 II - ✓ - - - - - - -
6 HST I - ✓ - - - - - - -
10 Okt 2018 II - ✓ - - - - - - -

4.2 Pembahasan

8
Pada praktikum kali ini membahas tentang dormansi benih, dormansi
yaitu dimana suatu keadaan benih tidak tumbuh dikarenakan mempertahankan
diri dari factor eksternal maupun factor internal yang tidak memungkinkan
benih untuk tumbuh. Menurut Guritno & Sitompul (1995) dormansi juga
merupakan mekanisme pertahanan diri dalam suhu yang sangat rendah pada
musim dingin atau kering di musim panas yang merupakan bagian paling
penting dalam perjalanan hidup tanaman. Dormansi harus berjalan pada saat
yang tepat dan membebaskan diri apabila kondisi memungkinkan untuk
memulai pertumbuhan.
Sedangkan pendapat lain Tamin (2007) menyetakan dormansi benih
merupakan ketidakmampuan benih hidup untuk berkecambah pada suatu
kisaran keadaan luas yang dianggap menguntungkan untuk benih tersebut.
Dormansi dapat disebabkan karena tidak mampunya benih secara total untuk
berkecambah atau hanya karena bertambahnya kebutuhan yang khusus untuk
perkecambahannya. Dormansi benih dapat disebabkan keadaan fisik dari kulit
biji dan keadaan fisiologis embrio, atau kombinasi dari keduanya.
Pada tebel pertama yaitu pengamatan biji berkulit tipis yaitu biji kacang
hijau, biji kacang tanah, dan biji kacang kedelai. Biji berkulit tipis dimana biji
tersebut sangat peka terhadap air dan pada suhu sekitar. Dalam mematahkan
dormansi pada biji berkulit tipis sangatlah mudah yaitu dengan merendam biji
kedalam air hangat, selala beberapa menit lalu meberi perlakuan pada biji
dengan cara membiarkan biji tumbuh dalam media tanam kering, lembab, dan
tergenang, memberikan perlakuan seperti ini agar praktikan mengetahui benih
mana saja yang berhasil dalam melakukan pematahan dormansi, dan
mengetahui batasan-batasan kebuthan air yang dibutuhkan oleh benih,
dilakukan sebanyak dua kali ulangan.
Pada hasil data pertama yaitu pada benih kacang ijo diuji dan diamati
dari 2HST, 4HST, hingga 6HST. Terdapat dua kali ulangan dalam setiap
percobaannya didapat bahwa kacang ijo pada keadaan media tanam kering,
lembab, dan tergenang, semua benih tumbuh dengan baik, hal ini dapat saja
terjadi karena beberapa factor, yaitu varietas benih yang baik hingga mudah
untuk pematahan dormansi, suhu yang optimum dalam malakukan

9
perkecambahan, cahaya yang cukup, dan ketersediaan air yang baik bagi
benih. Dari factor-faktor sersebut benih dapat tumbuh dengan optimal
walaupun dalam keadaan media tanam yang kring benih dapat tumbuh karena
masih memiliki cadangan air dan cadangan makanan yang membuatnya dapat
berkecambah.
Pada hasil data kedua yaitu pada benih kacang tanah yang diuji dan
diamati dari 2HST, 4HST, hingga 6HST dengan dua kali ulangan dan dalam
media tanam kering, lembab, dan tergenang. Pada data kring didapat hasil
bahwa benih tidak tumbuh sama sekali, hal ini terjadi karena benih
kekurangan air untuk melakukan perkecambahan dengan media tanam yang
tidak optimum. Dan pada media tanam lembab kedua benih ulangan tumbuh
pada 4HST lah ini bias saja terjadi karena pada saat perperendaman dormansi
pada benih belum benar-benar dipatahkan, yang mengakibatkan benih lama
untuk tumbuh. Lalu pada media tanam tergenag benih tidak ada yang tumbuh
sama sekali hal ini dapat saja terjadi karena benih saat melakukan
perkecambahan tidak memerlukan air yang banyak tetapi benih hanya
memerlukan tempat yang cukup basah seperti lembab, dan dapat saja benih
terjadi pembusukan karna terlalu banyak digenangi oleh air.
Pada data hasil ketiga yaitu dengan benih kacang kedelai diamati selama
2HST, 4HST, hingga 6HST sebanyak dua kali ulangan, dengan menggunakan
media tanam kering, lembab, dan tergenang. Pada keadaan media tanam
kering benih tidak tumbuh sama sekali hal ini dapat saja terjadi karena benih
kekurangan air dalam melakukan perkembangannya. Pada media tanam
lembab yang dapat tumbuh hanya 1 kali ulangan dan satunya mengalami
pembusukan, hal ini dapat saja terjadi karena benih terserang pathogen atau
benih memiliki varietas yang buruk. Yang terkhir yaitu pada media tanam
tergenang atau memiliki kadar air yang tinggi pada ulangan sempel pertama
benih tumbuh pada 4HTS dan pada sempel kedua benih membusuk atau tidak
tumbuh sama sekali, penyebab utama benih tumbuh terlambat karena benih
belum mematahkan dormansinya secara utuh, dan benih membusuk karna
dapat saja benih terserang oleh pathogen dan membusuk.

10
Factor-faktor pembentuk dan perkembangan biji sangat lah banyak dari
factor internal seperti varietas benih, umur benih dan factor eksternal seperti
kadar air, suhu, media tanam, cahaya dan masih bnyak lagi, hal ini dipertegas
oleh Mashud, (1989) lamanya dormansi pada biji disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain keadaan fisik biji aren yang keras pada bagian kulit maupun
endospermnya. Berbagai perlakuan seperti pemberian zat kimia, pengaruh
suhu dan skarifikasi dilakukan untuk membuat biji cepat berkecambah.
Berbagai perlakuan dilakukan untuk membuat biji cepat berkecambah,
diantaranya adalah melukai kulit biji agar air dapat masuk ke dalam biji atau
biji direndam dalam air dengan suhu yang berbeda-beda. Selain itu biji
direndam pada zat kimia yang bersifat asam atau basa seperti HCl, KNO3 atau
hormon giberelin.
Pada tebel kedua yaitu pengamatan biji berkulit tebal dengan melakukan
penelitian sebanyak 2HST, 4HST, dan 6HST. Dengan melakukan tiga
perlakuan yaitu benih diamplas, direndam dalam larutan asam, dan direndam
dalam air hangat dan dengan media tanam kapas lembab. Biji yang digunakan
yaitu biji sirsak, biji sawo dan biji asam. Pada pengamatan kali ini karna benih
berbiji keras maka berbeda perlakuan yang diberikan karena pada biji keras
lebih susah dalam melakukan penyerapan air, pada biji keras memiliki lapisan
kulit keras yang berfungsi sebagai perlindungan dari serangga, ataupun
pathogen yang akan merusak biji.
menurut Sitompul (1995:78) perlakuan skarifikasi digunakan untuk
mematahkan dormansi biji, upaya ini dapat berupa pemberian perlakuan
dengan cara fisik, mekanis, dan khemis. Saat perlakuan dengan menggunakan
air panas, biji saga juga tidak tumbuh alias persentase pertumbuhannya 0%.
Hal ini bias disebabkan saat direndam air panas suhu menjadi sangat tinggi
sekali. Alih-alih mematahkan dormansi, air panas malah dapat mematikan biji
pada tumbuhan sehingga tidak bias berkecambah. Selanjutnya, diberi
perlakuan ke tiga dan keempat yaitu dengan merendam biji pada air dingin
dan akuades. Hasilnya, biji tumbuh sebanyak 20% .
Menurut Murniati dan Rofik, (2008) pelaksanaan teknik sarifikasi.
Mekanik harus hati-hati dan tepat pada posisi embrio berada. Pisisi embrio

11
benih aren kadang-kadang berbeda seperti teletak pada bagian punggung
sebelah kanan atau kiri, dan terkadang terletak dibagian tengah benih.
Pertama yaitu pada biji asam diamati dalam waktu 2HST, 4HST, dan
6HST, dengan perlakuan N atau panas biji direndam kedalam air panas lalu
dipindahkan kemedia tanam dengan kapas lembab, didapat hasil bahwa benih
tidak tumbuh sama sekali, hal ini dapat saja terjadi bila benih direndang ditak
lama dan dormansi belum dapat dipecahkan. Perlakuan dengan S atau asam
yaitu dengan melarutkan air garam lalu merendam biji dan memindahkannya
kedalam meda tanam yang didapat yaitu benih pada ulangan satu dan dua
dapat tumbuh dengan baik menandakan dormansi di patahkan dengan baik.
Perlakuan A yaitu diamplas lalu di biarkan tumbuh dalam media tanam yang
lembab mendapat hasil bahwa benih tidak tumbuh ssma sekali, hal ini dapat
terjadi karena pengosokan bagian kulit benih didak merata atau tidak tepat
pada embrio dan menyebabkan benih tidak dapat menyerap air.
Kedua yaitu pada biji sawo dengan jangka waktu penelitian yag diamati
2HST, 4HST, dan 6HST, dengan dua ulangan setiap percobaan. Pada
perlakuan pertama yaitu N atau dengan merendam biji di air panas atau hangat
lalu benih dipindahkan kedalam media tanam kapas dengan kadar air yang
lembab didapat hasil bahwa benih tidak tumbuh sama sekali, pada perlakuan S
atau dengan memberi asam dengan gram lalu memindahkan benih kedalam
media tanam dengan kadar air lembab didapat hasil benih tidak ada yang
tumbuh pula, dan pada perlakuan A atau benih di amplas benih dipindahkan
kedalam media tanam kapas dengan kadar air lembab benih tidak tumbuh
pula.
Kedua yaitu pada biji sirsak dengan jangka waktu penelitian yag diamati
2HST, 4HST, dan 6HST, dengan dua ulangan setiap percobaan. Pada
perlakuan pertama yaitu N atau dengan merendam biji di air panas atau hangat
lalu benih dipindahkan kedalam media tanam kapas dengan kadar air yang
lembab didapat hasil bahwa benih tidak tumbuh sama sekali, pada perlakuan S
atau dengan memberi asam dengan gram lalu memindahkan benih kedalam
media tanam dengan kadar air lembab didapat hasil benih tidak ada yang
tumbuh pula, dan pada perlakuan A atau benih di amplas benih dipindahkan

12
kedalam media tanam kapas dengan kadar air lembab benih tidak tumbuh
pula.
Dalam percobaan biji sawo dan sirsak dinyatakan gagal karena pada
percobaan ini dari setiap sempel yang di berikan perlakuan dan diteliti tidak
ada sama sekali biji yang tumbuh, hal ini terjadi karena beberapa factor, yaitu
pada pemberian larutan asam, sebenarnya garam yang digunakan memiliki ph
normah atau tidak basa maupun tidak asam, praktikan mengunakan garam
karena tidak tersedianya larutan asam di dalam praktikum, hal ini dapat saja
menjadikan percobaan yang dilakukan gagal, pada pengamplasan dapat saja
biji kurang dikikis sehingga biji tidak dapat menyerap air dengan mudah, dan
sedangan dengan pemberian air panas pada biji mungkin saja saat melakukan
perendaman pada air panas praktikan kurang lama dalam merendam biji
menjadikan pematahan dormansi tidak terjadi.

13
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Pada praktikum kali ini dapat ditarik kesimpulan bahawa dalam
malukukan pematahan dormansi dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti
pada biji berkulit tipis dapat dilakukan dengan merendam pada air dengan
suhu tertentu, dan dengan pengujian kadar air benih dapat diketahui seberapa
baik dalam menyrap air, lalu pada benih berkulit tebal dapat dilakukan dengan
merendam dalam air panas atau suhu tertentu, merendam dalam larutan asam,
dan mengamplas biji agar lebih tipis dan agar air lebih cepat diserap oleh
embrio.

5.2 Saran
Pada praktikum kali ini banyak melakukan kegagalan karna biji tidak
banyak yang tumbuh, penyebab utama adalah dalam melakukan precobaan
seharusnya dalam perlakuan asam mengunakan larutan asam, tetapi praktikan
mengunakan larutan garam dengan ph normal, menjadikan beberapa biji tidak
tumbuh. Paraktikan akan lebih baik lagi dalam melakukan praktikum.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1993. Dasar-Dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh.


Bandung: Penerbit Angkasa
Campbell, Reece, 2008. Biologi Jilid 2 Edisi 8. Jakarta: Erlangga
Dartius. 1991. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Medan: USU-Press.
Dwijoseputro, D. 1983. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Gramedia.
Filter, A. H. dan R. K. M. Hay. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman.
Yogyakarta: UGM Press
Guritno, B. dan Sitompul, S. M. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman.
Yogyakarta: UGM Press.
Hartman,HT, D.E. Kester, F.T.Davies and R.L. Geneve.1997. Plant Propagation
Principles and Practices. New Jersey: Prentice Hall
Heddy, S. 1990. Biologi Pertanian. Jakarta: Rajawali Press.
Kartasapoetra A.G., 2003. Teknologi Benih : Pengolahan Benih dan Tuntunan
Praktikum. Jakarta: Rineka Cipta.
Mashud, N., R. Rahman, & R.B. Maliangkay.1989. Pengaruh Berbagai Perlakuan
Fisik dan Kimia terhadap Perkecambahan dan pertumbuhan Bibit Aren.
Jurnal Penelitian Kelapa. Vol 4. No 1. Halaman 27- 37.
Murniati, E. dan Rofik. A. 2008. Pengaruh perlakuan deoperkulasi benih dan
media perkecambahan untuk meningkatkan viabilitas benih aren (Arenga
pinnata Merr.). Jurnal Bogor. Bul. Agron. Vol 36. No 1. Halaman
Nurshanti, Dora Fatma. 2013. Tanggap Perkecambahan Benih Palem Ekor Tupai
(Wodyetia Bifurcate) Terhadap Lama Perendaman Dalam Air. Jurnal Ilmiah
AgrIBA. Vol 2. No.1. Halaman 1-9.
Salisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung: ITB.
Sitompul, S. M. dan Guritno. B. 1995. Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta:
UGM.
Soerodikosoemo, Wibisono. 1995. Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tamin, R. P. 2007. Teknik perkecambahan benih jati (Tectona grandis Linn. F.).
Jurnal Agronomi. Vol 1. No.1. Halaman 7-14

15
Wilkins, M. B. 1989. Fisologi Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara.

16

Anda mungkin juga menyukai