Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM

DASAR – DASAR ILMU TANAH


“PENGUKURAN BAHAN ORGANIK DAN C-ORGANIK
TANAH DENGAN MENGGUNAKAN WALKEY&BLACK DI
LAHAN PERCOBAAN KARANG KITRI”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Dasar-dasar Ilmu
Tanah

Disusun oleh :
Nama : Aldrin Umami
Nim : 4442170042
Kelas : III B
Kelompok : 2 (Dua)

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi
rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat melaksanakan praktikum dan
menyelesaikannya dengan baik hingga menjadi sebuah laporan praktikum.

Laporan Praktikum ini adalah sebuah laporan yang saya buat setelah
melakukan praktikum mengenai “Pengukuran Bahan Organik dan C-organik
Tanah dengan Menggunakan Walkey&Black di Lahan Percobaan Karang Kitri”.
Laporan tersebut disusun dengan sebaik mungkin berdasarkan hasil praktikum
yang sebenarnya.

Dalam penyusunannya, saya sangat berterima kasih kepada Bapak Abdul


Hasyim Sodiq dan juga kepada saudari Mujahidah dan Siti Nurfadhila, karenanya
saya dapat membuat laporan tepat pada waktunya.

Akhirnya, semoga laporan praktikum ini bermanfaat untuk penilitian


lanjutan. Saya menyadari sebagai manusia tidak luput dari kekurangan. Oleh
karena itu, saya menerima segala kritik dan saran yang membangun terhadap
laporan praktikum yang telah saya susun ini.

Serang, November 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1..............................................................................................................
Latar Belakang.....................................................................................1
1.2..............................................................................................................
Tujuan..................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................2
2.1. Pengertian Bahan Organik Tanah.......................................................2
2.2. Peranan C-Organik dalam Tanah........................................................5
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bahan Organik...........................9
BAB III METODE PRAKTIKUM....................................................................11
3.1. Waktu dan Tempat..............................................................................11
3.2. Alat dan Bahan...................................................................................11
3.3. Cara Kerja...........................................................................................11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................13
4.1. Hasil....................................................................................................13
4.2. Pembahasan........................................................................................13
BAB V PENUTUP...............................................................................................18
5.1. Kesimpulan.........................................................................................18
5.2. Saran...................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................iv
LAMPIRAN

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Bobot Basah Tajuk (Daun+Batang) (gram)............................................12


Tabel 2. Bobot Basah Akar (gram)........................................................................12
Tabel 3. Bobot Kering Tajuk (Daun+Batang) (gram)...........................................12
Tabel 4. Bobot Kering Akar (gram)......................................................................12
Tabel 5. Turgiditas Relatif (TR)............................................................................13
Tabel 6. Water Deficit (WD).................................................................................13

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada dasarnya tanah tersusun dari bahan padatan, air, dan udara, dimana
bahan padatan tersebut tersusun dari dua bahan pokok yaitu bahan mineral dan
bahan organik. Bahan mineral tanah terdiri dari partikel-partikel pasir, debu, dan
liat. Ketiga partikel tersebut kemudian akan menyusun dan menentukan tekstur
tanah. Sementara bahan organik dari tanah berkisar 5% dari bobot total tanah.
Meskipun jumlah kandungan bahan organik tanah sedikit, namun tetap memegang
peranan penting dalam menentukan kesuburan tanah.
Bahan organik tanah berasal dari sisa-sisa tumbuhan, hewan, dan manusia
yang sudah melapuk dan telah mengalami dekomposisi lanjut ataupun yang
sedang mengalami proses dekomposisi. Kandungan bahan organik tanah biasanya
diukur berdasarkan kandungan C-organik tanah. C-organik dalam tanah berasal
dari pelapukan sisa-sisa tanaman dan hewan yang bercampur dengan bahan
mineral lain dalam tanah pada lapisan tanah atas. C-organik tanah berperan
sebagai penyangga biologis tanah yang mampu menyeimbangkan hara dalam
tanah dan menyediakan unsur hara bagi tanah secara efisien.
Sayangnya, sekarang ini kondisi kandugan bahan organik dan C-organik pada
lahan pertanian di Indonesia sudah berkurang akibat lahan tanah yang dikelola
secara intensif dengan unsur kimiawi tanpa memperhatikan kelestarian tanah.
Oleh karena itu, dilakukan pengukuran kandungan bahan organik dan C-organik
pada lahan tanah sehingga dapat diketahui tingkat kesuburan tanah dan jenis
varietas tanaman yang dapat ditanami pada lahan tersebut.

1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah
1. Agar mahasiswa dapat mengukur kandungan karbon organik dan bahan
organik tanah.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui hubungan c-organik dengan
ketersediaan bahan organik tanah.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Bahan Organik Tanah


Bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di
dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa
mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang
stabil atau humus. Komponen organik tanah berasal dari biomassa yang
mencirikan suatu tanah aktif. Komponen organik tak hidup terbentuk dari melalui
pelapukan kimia dan biologi, yang dipisahkan ke dalam bahan-bahan yang
anatomi bahan aslinya masih tampak dan bahan-bahan yang telah terlapuk
sempurna (Hardjowigeno, 2003).
Bahan organik adalah cadangan nitrogen yang penting yang diperoleh dari
proses dekomposisi oleh mikrobiologi tanah, yang fungsinya dapat memperbaiki
persediaan fosfor dan sulfur tanah, melindungi tanah dari erosi, menyediakan
substansi semacam semen untuk pembentukan agregat tanah yang diinginkan, dan
memperbaiki aerasi dan pergerakan air. Agar fungsi bahan organik menjadi
maksimal, maka bahan organik harus siap didekomposisi dan secara terus
menerus dicampur dengan residu-residu organik yang masih segar (Yulipriyatno,
2010).
Menurut Hanafiah (2005), Bahan organik tanah adalah kumpulan beragam
senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses
dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa anorganik
hasil mineralisasi, termasuk mikroba heterotrofik dan ototrofik yang terlibat.
Dalam pengelolaan bahan organik tanah sumbernya dapat berasal dari pemberian
pupuk organik berupa pupuk kandang, pupuk hijau, pupuk kompos, serta pupuk
hayati.
Komponen organik tanah berasal dari biomassa yang mencirikan suatu
tanah yang aktif. Komponen organik yang tidak hidup terbentuk melalui
pelapukan kimia dan biologi, terutama dari bahan tanaman (Tan, 1982).
Bahan organik tanah terbentuk dari jasad hidup tanah yang terdiri atas
flora dan fauna, perakaran tanaman yang hidup dan yang mati, yang

2
terdekomposisi dan mengalami modifikasi serta hasil sintesis baru yang berasal
dari tanaman dan hewan. Humus merupakan  bahan organik tanah yang sudah
mengalami prubahan bentuk dan bercampur dengan mineral tanah (Sutanto,
2005).
Sumber primer bahan organik adalah jaringan tanaman berupa akar,
batang.ranting dan buah. Bahan organik dihasilkan oleh tumbuhan melalui proses
fotosintesis sehingga unsur karbon merupakan penyusun utama dari bahan
organik tersebut. Unsur karbon ini berada dalam bentuk senyawa-senyawa
polisakarida seperti selulosa, hemi-selulosa, pati dan bahan-bahan pectin dan
lignin. Selain itu nitrogen merupakan unsur yang paling banyak terakumulasi
dalam bahan organik karena merupakan unsur yang paling penting dalam mikroba
yang terlibat dalam proses perombakan bahan organik tanah. Jaringan tanaman ini
akan mengalami dekomposisi dan terangkul ke lapisan bawah (Islami, 1995).
Bahan organik tanah berperan sebagai perekat butiran lepas dan sumber
utama nitrogen, fosfor dan belerang. Bahan organik cenderung mampu
meningkatkan jumlah air yang dapat ditahan didalam tanah dan jumlah air yang
tersedia pada tanaman. Akhirnya bahan organik merupakan sumber energi bagi
jasad mikro. Tanpa bahan organik semua kegiatan biokimia akan terhenti
(Doeswono, 1983). 
Menurut Foth (1994), Bahan organik memainkan beberapa peranan penting di
tanah. Sebab bahan organik berasal dari tanaman yang tertinggal, berisi semua
unsur-unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Bahan organik
mempengaruhi struktur tanah dan cenderung menjaga menaikkan kondisi fisik
yang diinginkan. Hewan-hewan tanah tergantung pada bahan organik untuk
makanan dan mendukung kondisi fisik yang diinginkan dengan mencampur tanah
membentuk alur-alur. Umumnya banyak hal-hal menarik dalam mengelola bahan
organik agar tanah lebih produktif.
Bahan organik tanah sangat berperan dalam hal memperbaiki sifat fisik tanah,
meningkatkan aktivitas biologis tanah, serta untuk meningkatkan ketersediaan
hara bagi tanaman. Bahan organik itu sendiri merupakan bahan yang penting
dalam menciptakan kesuburan tanah, baik secara fisika, kimia maupun biologi
tanah. Bahan organik adalah bahan pemantap agregat yang tiada taranya. Sekitar

3
setengah dari kapasitas tukar kation (KTK) berasal dari bahan organik. Bahan
organik juga merupakan sumber energi dari sebagian besar organisme tanah.
Sumber bahan organik adalah jaringan tanaman (sumber sekunder). Kadar bahan
organik tanah dipengaruhi oleh kedalaman, iklim, drainase dan pengolahan dari
tanah tersebut. Bahan organik ditentukan kadarnya oleh para peneliti tanah
melalui penetapan jumlah unsure karbon organiknya (Hakim dkk,1986). 
Pengaruh bahan organik pada ciri fisika tanah antara lain kemampuan
menahan air meningkat, warna tanah menjadi coklat hingga hitam, merangsang
granulasi agregat dan memantapkannya, menurunkan plastisitas, kohesi dan sifat
buruk lainnya dari liat. Pengaruh bahan organik pada kimia tanah antara lain
meningkatnya daya jerap dan kapasitas tukar kation, kation yang mudah
dipertukarkan meningkat, unsur N, P, S diikat dalam bentuk organik atau dalam
tubuh mikroorganisme, sehingga terhindar dari pencucian dan jumlah unsur hara
yang terkandung tidak hilang dan pelarutan sejumlah unsur hara dari mineral oleh
asam humus dapat berlangsung dengan baik. Pengaruh bahan organik pada
biologi tanah yaitu semakin banyak jumlah dan aktivitas metabolik organisme
tanah, dan kegiatan jasad mikro maka semakin meningkat proses dekomposisi
bahan organik di dalam tanah (Hakim, dkk, 1986).
Bahan organik yang masih mentah dengan nisbah C/N tinggi, apabila
diberikan secara langsung ke dalam tanah akan berdampak negatip terhadap
ketersediaan hara tanah. Bahan organik langsung akan disantap oleh mikrobia
untuk memperoleh energi. Populasi mikrobia yang tinggi, akan memerlukan hara
untuk tumbuh dan berkembang, yang diambil dari tanah yang seyogyanya
digunakan oleh tanaman, sehingga mikrobia dan tanaman saling bersaing
merebutkan hara yang ada. Akibatnya hara yang ada dalam tanah berubah menjadi
tidak tersedia karena berubah menjadi senyawa organik mikrobia.Kejadian ini
disebut sebagai immobilisasi hara (Atmojo, 2003).
Nisbah C/N berguna sebagai penanda kemudahan perombakan bahan organik
dan kegiatan jasad renik tanah akan tetapi apabila nisbah C/N terlalu lebar, berarti
ketersediaan C sebagai sumber energi berlebihan menurut bandingannya dengan
ketersediaanya N bagi pembentukan mikroba. Kegiatan jasad renik akanterhambat
(Priambada dkk,2005).

4
Pengaruh bahan organik tidak dapat disangkal terhadap kesuburan tanah.
Bahan organik mempunyai daya serap kation yang lebih besar daripada kaloid
tanah yang liat. Berarti semakin tinggi kandungan bahan organik suatu tanah,
maka makin tinggi pula kapasitas tukar kationnya. Bahan organik tanah
merupakan penimbunan dari sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian telah
mengalami pelapukan dan pembentukan kembali.  Bahan yang demikian berada
dalam proses pelapukan aktif dan menjadi mangsa jasad mikro.  Sebagai akibat,
bahan itu berubah terus dan tidak mantap, dan selalu diperbaharui melalui
penambahan sisa-sisa tanaman atau binatang (Soepardi, 1983).
Kadar bahan organik dalam tanah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan dan partikel yang ada di dalam tanah. Semakin tinggi bahan organik,
ruang antar partikel nya semakin tinggi. Makin tinggi elevasi dan/atau makin
rendah suhu, maka kadar bahan organik makin tinggi disertai dengan nisbah C/N
makin besar. Pada umumnya kadar bahan organik akan semakin rendah ke arah
bagian profil tanah. Hal ini dikarenakan sumber bahan organik yang terbanyak
terutama ialah serasah dan akar tumbuhan berada di atas permukaan tanah. Faktor
yang berpengaruh atas dekomposisi/mineralisasi bahan organik adalah suhu;
makin rendah suhu, dekomposisi/mineralisasi makin lemah karena kegiatan jasad
pengurai didalam tanah akan menurun. Hubungan antara elevasi dan kadar bahan
organik bersifat tak langsung. Bahan organik tanah (BOT) meningkatkan struktur
dan konsistensi tanah, dan dengan memperbaiki, aerasi, permeabilitas, dan daya
tanah menyimpan air (Notohadiprawiro,1998).

2.2 Peranan C-Organik dalam Tanah


Budidaya organik nyata meningkatkan kandungan karbon tanah. Karbon
merupakan komponen paling besar dalam bahan organik sehingga pemberian
bahan organik akan meningkatkan kandungan karbon tanah. Tingginya karbon
tanah ini akan mempengaruhi sifat tanah menjadi lebih baik, baik secara fisik,
kimia dan biologi. Karbon merupakan sumber makanan mikroorganisme tanah,
sehingga keberadaan unsur ini dalam tanah akanmemacu kegiatan
mikroorganisme sehingga meningkatkan proses dekomposisi tanah dan juga

5
reaksi-reaksi yang memerlukan bantuan mikroorganisme, misalnya pelarutan P,
fiksasi N dan sebagainya (Utami dan Handayani, 2003).
Kadar C-organik tanah cukup bervariasi, tanah mineral biasanya mengandung
C-organik antara 1 hingga 9%, sedangkan tanah gambut dan lapisan organik tanah
hutan dapat mengandung 40 sampai 50% C-organik dan biasanya < 1% di tanah
gurun pasir (Fadhilah, 2010).
Terdapat beberapa pengertian mengenai C-organik yakni merupakan bagian
dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber
dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus
menerus mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologi,
fisika, dan kimia. C-organik juga merupakan bahan organik yang terkandung di
dalam maupun pada permukaan tanah yang berasal dari senyawa karbon di alam,
dan semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah,
fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di
dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus (Winarso, 2005).
Karbon merupakan penyusun bahan organik, oleh karena itu peredarannya
selama pelapukan jaringan tanaman sangat penting. Sebagian besar energi yang
diperlukan oleh flora dan fauna tanah berasal dari oksidasi karbon, oleh sebab itu
CO2 terus dibentuk. Berbagai perubahan yang terjadi dan siklus yang menyertai
reaksi karbon tersebut di dalam atau di luar sistem tanah disebut peredaran
karbon. Pembebasan CO2 antara lain melalui mekanisme pelapukan bahan organi.
Gas tersebut merupakan sumber CO2 tanah, disamping CO2 yang dikeluarkan akar
tumbuhan dan yang terbawa oleh air hujan. CO2 yang dihasilkan tanah akhirnya
akan dibebaskan ke udara, kemudian dipakai lagi oleh tanaman (Yani, 2003).
Unsur karbon di dalam tanah berada dalam 4 wujud, yaitu wujud mineral
karbonat, unsur padat seperti arang, grafit dan batubara, wujud humus sebagai
sisa-sisa tanaman dan hewan serta mikroorganisme yang telah mengalami
perubahan, namum relatif tahan terhadap pelapukan dan wujud yang terakhir
berupa sisa-sisa tanaman dan hewan yang telah mengalami dekomposisi di dalam
tanah (Watoni dan Buchari, 2000).
Kandungan bahan organik tanah bisanya di ukur berdasarkan kandungan C-
organik. Kandungan karbon (C) bahan organik bervariasi antara 45-60% (rerata

6
50%) dan konversi C-organik menjadi bahan organic = % C-organik x 1,724.
Kandungan C termasuk perakaran dan edafon yang masih hidup sehingga tidak
rancu dengan kandungan humus. Kandungan bahan organic dipengaruhi oleh aras
akumulasi bahan asli dan aras dekomposisi dan humufikasi yang sangat
tergantung kondisi lingkungan (vegetasi, iklim, batuan, timbulan, praktik
pertanian) (Sutanto, 2005).
Karbon organik terkandung di dalam fraksi tanah organik, terdiri dari selsel
mikroorganisme, tanaman dan sisa-sisa hewan pada beberapa tahap dekomposisi,
humus dan yang tertinggi senyawa karbon terdapat di arang, grafit dan batubara.
C-organik di dalam tanah mungkin dapat diperkirakan dengan perbedaan diantara
C-total dan C-inorganik. C-organik dapat ditetapkan langsung pada prosedur C-
total setelah pemisahan C-inorganik atau pada tehnik aliran oksidasi titrasi
dikromat. Prosedur meliputi analisis C-total, biasanya meliputi semua bentuk C-
organik di dalam tanah, sedangkan prosedur oksidasi dikromat meliputi perubahan
bagian elemental C, dan dalam beberapa prosedur, melihat perubahan jumlah C-
organik yang terkandung di dalam humus (Nelson dan Sommer, 1982).
Metode yang biasa dipakai untuk penentuan C-Organik adalah metode
Walkley and Black. Metode ini dipakai karena dianggap sederhana, cepat, mudah
dikerjakan dan membutuhkan sedikit peralatan. Tetapi bagaimanapun metode
aliran K2Cr2O7 (metode Walkley and Black) memiliki beberapa kelemahan, yaitu
adanya gangguan unsur tanah lain seperti Cl-, Fe2+, dan MnO2. Analisis
kandungan C-organik tanah untuk melihat sifat tanah secara lebih rinci tentunya
membutuhkan biaya yang lebih besar dan resiko yang lebih tinggi, mengingat
mahal dan berbahayanya kalium dichromat (K2Cr2O7) (Nelson dan Sommer,
1982).
Menurut Sholichah (2006), kesulitan ini bisa diatasi dengan menggunakan
data kehilangan bobot tanah untuk pendugaan kandungan C-organik dalam tanah.
Berdasarkan hasil penelitian pengukuran kandungan C-organik tanah dengan
menggunakan metode Walkley and Black, CHNS Analyser dan DTA (Diferential
Thermal Analysis) dan meregresikan hasil pengukuran kandungan C-organik dari
ketiga metode tersebut, maka diperoleh hasil korelasi yang baik. Hal ini

7
menunjukan bahwa kehilangan bobot tanah dapat digunakan untuk menduga
kandungan C-organik dalam tanah.
Penetapan bahan organik di laboratorium dapat dilakukan dengan metode
pembakaran (metode Walkley dan Black). Prinsip metode Walkley dan Black
adalah C-organik dihancurkan oleh oksidasi Kalium bikromat yang berlebih
akibat penambahan asam sulfat. Kelebihan kromat yang tidak direduksi oleh C-
organik tanah kemudian ditetapkan dengan jalan titrasi dengan larutan ferro.
Untuk menghitung kandungan bahan organik tanah dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
Bahan organik = % C Organik x 1,724 ……………… (1) (Mukhlis, 2007).
Faktor 1,724 adalah asumsi yang digunakan bahwa bahan organik
mengandung 58 % karbon. Kriteria bahan organik dapat dilihat pada tabel kriteria
bahan organik (Puslittanak, 2005).
Tabel. Kriteria Bahan Organik Tanah

Bahan Organik (%) Kriteria


<1,00 Sangat Rendah
1,00-2,00 Rendah
2,10-4,20 Sedang
4,30-6,00 Tinggi
> 6,00 Sangat Tinggi
(Puslittanak, 2005).
Brady (1990), menyatakan pengaturan jumlah karbon di dalam tanah
meningkatkan produktivitas tanaman dan keberlanjutan umur tanaman karena
dapat meningkatkan kesuburan tanah dan penggunaan hara secara efisien. Untuk
meningkatkan kandungan C-organik perlu ditambahkan penambahan bahan
organik dengan beberapa cara misalnya: pengembalian sisa sisa panen, pemberian
pupuk kandang dan pemberian pupuk hijau.
Kandungan C-Organik dapat dilihat dan dibandingkan dengan menggunakan
tabel kriteria penilaian sifat kimia tanah yang ditetapkan oleh Pusat Penelitian
Tanah (1983).
Komponen kimia tanah berperan dalam menentukan sifat dan ciri tanah pada
umumnya dan kesuburan tanah pada khususnya. Uraian kimia tanah bertujuan
untuk menjelaskan reaksi-reaksi kimia yang menyangkut masalah-masalah
ketersediaan unsur hara bagi tanaman (Hakim et al. 1986).

8
Tabel 1. Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah
Sifat Sangat Sangat
Satuan Rendah Sedang Tinggi
Tanah Rendah Tinggi
C-Organik % <1,00 1,00–2,00 2,01–3,00 3,01–5,00 >5,00
N-Total % <0,10 0,10–0,20 0,21–0,50 0,51–0,75 >0,75
P-Bray ppm <10,00 10,00–15,00 16,00–25,00 26,00–35,00 >35,00
KTK me/100g <5,00 5,00–16,00 17,00–24,00 25,00–40,00 >40,00
K me/100g <0,10 0,10–0,20 0,30–0,50 0,60–1,00 >1,00
Mg me/100g <0,40 0,40–1,00 1,10–2,00 2,10–8,00 >8,00
Ca me/100g <2,00 2,00–5,00 6,00–10,00 11,00–20,00 >20,00
Sumber : Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam Hardjowigeno (2003)

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bahan Organik


Menurut Sutanto (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi bahan organik
dalam tanah Alfisol adalah kedalaman tanah, iklim, drainase, tekstur tanah  dan
vegetasi. Kadar bahan organik terbanyak ditemukan pada lapisan atas setebal 20
cm, sehingga lapisan tanah  makin ke bawah makin kurang bahan organik yang di
kandungnya.
a. Kedalaman Tanah
Dikarenakan karakteristik bahan-bahan organik yang terkonsentrasi
dipermukaan dari sumber bahan organik yang melimpah. Maka kandungan
bahan organik terbesar ada pada lapisan tanah atas (horizon A) setebal kira-
kira 20 cm (15-20%) dan akan berkurang dalam bertambahnya kedalaman
tanah (Sutanto, 2005).
b. Iklim
Iklim merupakan rerata cuaca pada jangka panjang minimal permusim
atau perperiode, dan seterusnya, dan cuaca adalah kondisi iklim pada suatu
waktu berjangka pendek misalnya harian, mingguan, bulanan dan masimal
semusim atau seperiode (Lengkong dan Kawulusan, 2008).
c. Drainase
Pada tanah dengan drainase buruk, dimana air berlebih, oksidasi
terhambat karena kondisi aerasi yang buruk. Hal ini menyebabkan kadar
bahan organik dan N tinggi daripada tanah berdrainase baik. Di samping itu

9
vegetasi penutup tanah dan adanya kapur dalam tanah juga mempengaruhi
kadar bahan organik tanah. Vegetasi hutan akan berbeda dengan padang
rumput dan tanah pertanian. Faktor-faktor ini saling berkaitan, sehingga
sukar menilainya sendiri (Hakim dkk., 1986).
d. Tekstur Tanah
BO akan lebih tinggi pada tanah dengan tekstur liat. Pada tanah pasir
karena oksigen dalam tanah banyak (dikarenakan porimakro) maka oksidasi
terhadap bahan organik akan berjalan lebih cepat (Sutanto, 2005).
e. Vegetasi
Fungsi vegetasi adalah dalam melindungi lapisan atas tanah (lapisan
yang paling banyak mengandung BO) dari tekanan air hujan. Sehingga BO
tidak tersapu oleh air. Sedangkan kapur sangat mempengaruhi PH tanah
padahal organisme pengoksidasi hanya dapat bekerja pada PH tertentu
(Santoso, 2005).
Menurut Hakim, dkk., (1986) terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi
bahan organik ialah proses terbentuknya tanah yang terdiri dari dua sumber, yaitu:
a. Sumber primer bahan organik adalah jaringan tanaman berupa akar,
batang, ranting, daun, bunga, dan buah. Jaringan tanaman ini akan
mengalami dekomposisi dan akan terangkut ke lapisan bawah serta
di inkorporasikan dengan tanah. Tumbuhan tidak saja sumber bahan
organik tanah, tetapi sumber  bahan organik dari seluruh makhluk hidup.
b. Sumber sekunder bahan organik adalah binatang. Fauna atau binatang
terlebih dahulu harus menggunakan bahan organik tanaman. Setelah itu
barulah binatang menyumbangkan pula bahan organiknya. Berbeda
sumber bahan organik tanah tersebut, maka akan berbeda pula pengaruh
yang disumbangkannya ke dalam tanah. Hal itu berkaitan erat dengan
komposisi atau susunan dari bahan organik tersebut.

BAB III
METODE PRAKTIKUM

10
1.1. Waktu dan Tempat
Pada praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah yang berjudul “Pengukuran Bahan
Organik dan C-organik Tanah dengan Menggunakan Metode Walkey&Black di
Lahan Percobaan Karang Kitri” ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 28
November 2018 jam 09.20 WIB sampai dengan selesai yang bertempat di
Laboratorium Bioteknologi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa.

3.1 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan dalam praktikum yang berjudul “Pengukuran
Bahan Organik dan C-Organik Tanah dengan Menggunakan Walkey&Black di
Lahan Percobaan Karang Kitri” diantaranya adalah timbangan analitik, labu takar
50ml, pipet tetes, pipet ukur 10 ml dan 5 ml, pipet volume 5 ml, erlenmeyer 100
ml, Buret 25 ml dan statis, gelas ukur 25 ml, botol semprot, dan gelas piala.
Sementara bahan yang digunakan dalam praktikum ini diantaranya adalah sampel
tanah, larutan K2Cr2O7 1N, larutan H2SO4 pekat, larutan H3PO4 85%, larutan
diphenylamine (DPA), aquades, dan larutan FeSO4 1N.

3.2 Cara Kerja


Adapun cara kerja dalam praktikum yang berjudul “Pengukuran Bahan
Organik dan C-Organik Tanah dengan Menggunakan Walkey&Black di Lahan
Percobaan Karang Kitri” adalah sebagai berikut:
1. Ditimbang sampel tanah sebanyak 0,5 gram (Lampiran 1).
2. Dimasukkan sampel tanah ke dalam labu takar 50 ml, tambahkan 10 ml
larutan K2Cr2O7 1N dan 10ml H2SO4 pekat menggunakan pipet ukur 10 ml
(Lampiran 2).
3. Dikocok sampel tanah dengan gerakan mendatar dan memutar. Warna
sampel harus tetap merah, jika warna berubah biru atau hijau maka ulangi
penimbangan sampel (Langkah 1). Jumlah penimbangan sampel tanah
dikurangi dari sebelumnya (Lampiran 3).
4. Didiamkan larutan tanah selama kurang lebih 30 menit sampai larutan
dingin (Lampiran 4).

11
5. Ditambahkan 5 ml H3PO4 85% dan tambahkan 1 ml diphenylamine (DPA)
dengan menggunakan pipet ukur (Lampiran 5).
6. Ditambahkan aquades sampai tanda batas (50 ml) (Lampiran 6).
7. Dikocok larutan sampel dengan cara dibolak-balik sampai homogen dan
biarkan megendap (Lampiran 7).
8. Diambil 5 ml larutan yang jernih dengan menggunakan pipet volume,
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml dan tambahkan 15 ml aquades
(Lampiran 8).
9. Dititrasi dengan larutan FeSO4 1N hingga warna larutan berubah menjadi
kehijauan. Catat volume titrasi (Lampiran 9).
10. Diulangi langkah 1-9 tanpa menggunakan sampel tanah sebagai titrasi
blanko (Lampiran 10).

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

12
Tabel 1. Hasil Penentuan Bahan Organik, C-Organik, dan Warna Tanah.

Horizon (Kelas) Bahan Organik (%) C-Organik (%) Warna Tanah


Horizon O (A) 0,14% 8,6% Very Dark Brown
Horizon E (B) 1,53% 89,24% Reddish Brown
Horizon A (C) 0,29 % 0,17% Dark Reddish Brown

4.2. Pembahasan
Praktikum yang dilakukan kali ini adalah melakukan pengukuran bahan
organik dan c-organik tanah dengan menggunakan walkey&black di lahan
percobaan Karang Kitri. Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk
menentukan dan mengukur kandungan bahan organik dan c-organik pada sampel
tanah yang diambil dari lahan Karang Kitri dan mengetahui hubungan c-organik
dengan ketersediaan bahan organik tanah. Adapun pengukuran bahan organik dan
c-organik menggunakan metode walkey and black.
Tanah sebagaimana seperti yang didefinisikan oleh Das (1995) merupakan
sumber daya alam fisik yang penting bagi makhluk hidup. Tanah didefinisikan
sebagai material yang terdiri dari agregat mineral-mineral padat yang tidak terikat
secara kimia antara satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah
melapuk.
Tanah tersusun oleh bahan padatan, air dan udara. Bahan padatan ini meliputi
bahan mineral berukuran pasir, debu dan liat serta bahan organik. Bahan organik
tanah biasanya menyusun sekitar 5% bobot total tanah, meskipun hanya sedikit
tetapi memegang peranan penting dalam menentukan kesuburan tanah, baik
secara fisik, kimiawi dan biologi tanah. Sebagai komponen tanah yang berfungsi
sebagai media tumbuh, maka bahan organik juga berpengaruh secara langsung
terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman dan mikrobia tanah, yaitu
sumber energi, hormon, vitamin dan senyawa perangsang tumbuh lainnya
(Hanafiah, 2005).
Kondisi tanah yang baik bagi pertanian merupakan jenis tanah yang memiliki
banyak kandungan bahan organik tanah (BOT). Hal ini diperkuat dengan
pernyataan Hakim, dkk. (1986), yaitu bahan organik merupakan bahan yang
penting dalam menciptakan kesuburan tanah, baik secara fisika, kimia maupun

13
biologi tanah. Bahan organik adalah bahan pemantap agregat yang tiada taranya.
Sekitar setengah dari kapasitas tukar kation (KTK) berasal dari bahan organik.
KTK merupakan jumlah total kation yang dapat dipertukarkan dan menjadi
indikator kesuburan tanah.
Menurut Soepardi (1983), bahan organik mempunyai daya serap kation yang
lebih besar daripada kaloid tanah yang liat. Berarti semakin tinggi kandungan
bahan organik suatu tanah, maka makin tinggi pula kapasitas tukar kationnya.
Selain sebagai indikator kesuburan tanah, bahan organik juga memiliki
fungsi-fungsi lainnya, seperti meningkatkan daya sangga tanah dan meningkatkan
ketersediaan beberapa unsur hara. Menurut Utami dan Handayani (2003) secara
biologis, bahan organik berperan sebagai sumber karbon, yang mana untuk
berkembang biak/reproduksi mikrobia diperlukan bahan penyusun jasad/tubuh.
Hal ini menandakan adanya hubungan antara bahan organik dan C-organik di
dalam tanah.
Sama seperti bahan organik, kandungan C-organik juga merupakan salah satu
indikator kesuburan tanah. Jumlah bahan organik dalam tanah dapat
mempengaruhi peranan C-organik dalam tanah. Tanah dengan bahan organik
yang rendah, mempunyai daya sangga unsur hara yang rendah, sehingga
pemupukan kurang optimal. Tanah yang subur adalah tanah yang mengandung C-
Organik lebih dari 5 %, dimana C-organik dapat meningkatkan kesuburan tanah
dan faktor-faktor pertumbuhan yang tidak disediakan oleh pupuk kimia. Hakim,
dkk. (1986), menyatakan tanah yang mengalami penurunan nilai C-Organik
menandakan tanah tersebut mengalami penurunan kualitas kesuburan tanah atau
degradasi kesuburan. Menurunnya kadar C-organik dalam tanah dapat disebabkan
oleh beberapa hal, diantaranya di daerah tropis tingkat pelapukan bahan organik
sangat intensif akibat curah hujan dan suhu tinggi, pengelolaan lahan yang kurang
tepat, intensitas tanam yang tinggi, serta penggunaan sisa jerami ke luar sawah
untuk penggunaan industri.
Dalam perhitungan kandungan bahan organik dapat digunakan beberapa
metode perhitungan, diantaranya metode pengabuan dan metode walkey and
black. Metode pengabuan merupakan metode dimana sampel tanah dioven dengan
suhu 550-700oC selama kurang lebih 3 jam. Pada metode pengabuan ini, mineral

14
lain akan menjadi abu karena pemanggangan namun bahan organik akan tetap
pada bentuknya sehingga dapat dihitung. Sementara metode walkey dan black
merupakan metode yang paling umum digunakan. Metode yang digunakan pada
praktikum ini adalah metode Walkley dan Black. Menurut Mukhlis (2007) prinsip
metode Walkley dan Black adalah C-organik dihancurkan oleh oksidasi Kalium
bikromat yang berlebih akibat penambahan asam sulfat. Kelebihan kromat yang
tidak direduksi oleh C-organik tanah kemudian ditetapkan dengan jalan titrasi
dengan larutan ferro. Pada metode walkley dan black ini, asam kuat dan basa kuat
akan mendestruksi (memecah) bahan-bahan organik di dalam tanah. Tetapi
bagaimanapun metode aliran K2Cr2O7 (metode Walkley and Black) memiliki
beberapa kelemahan, yaitu adanya gangguan unsur tanah lain seperti Cl-, Fe2+,
dan MnO2.
Pada praktikum ini titrasi yang digunakan terdapat dua macam, yaitu titrasi
blanko dan titrasi sample. Titrasi blanko merupakan titrasi yang dilakukan kepada
semua reagent kecuali sample tanah. Artinya pada saat titrasi blanko, hasil yang
diukur merupakan jumlah kandungan larutan pereaksi. Sementara itu titrasi
sample merupakan titrasi yang dilakukan dengan meggunakan sampel tanah,
sehingga hasil yang didapat murni dari kandungan tanah.
Dalam percobaan dengan menggunakan metode Walkley dan Black ini
digunakan berbagai macam jenis larutan, diantaranya larutan H2SO4 (Asam sulfat)
dan diphenylamine sebagai penunjuk akhir titik titrasi dan sebagai indikator
kandungan C-Organik di dalam sampel tanah. Larutan K2Cr2O4 (Kalium kromat)
berfungsi untuk mengoksidasi bahan organik di dalam sampel tanah. Larutan
H3PO4 (Asam fosfat) 85% digunakan untuk menghilangkan gangguan yang
mungkin timbul karena ion ferrosulfat, larutan ini membantu menghilangkan
mineral-mineral lain dalam tanah sehingga ion yang dimunculkan merupakan ion
Fe dan C-Organik. Sementara FeSO4 (Ferrosulfat) digunakan untuk mentitrasi
kalium kromat yang berlebih di dalam sampel tanah, larutan ini menghilangkan Fe
dan memunculkan C-Organik.
Dari hasil analisis tabel di atas, dapat dilihat bahwa kandungan bahan organik
dan C-organik pada horizon E lebih besar jika dibandingkan dengan kandungan
bahan organik dan C-Organik pada horizon A dan horizon O. Kandungan bahan

15
organik pada horizon E berjumlah 1,53%, jika dibandingkan dengan tabel kriteria
bahan organik oleh Puslittanak (2005) maka kandungan bahan organik pada
horizon E bersifat rendah. Sementara itu kandungan C-Organik pada horizon E
justru mempunyai jumlah yang tinggi, yaitu 89,24% yang apabila dibandingkan
dengan tabel kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah oleh Pusat Penelitian Tanah
(1983) dalam Hardjowigeno (2003), maka kandungan C-Organik pada horizon E
bersifat sangat tinggi. Sementara itu kandungan bahan organik pada horizon A
adalah sebesar 0,29% jika dibandingkan dengan tabel kriteria bahan organik oleh
Puslittanak (2005) maka kandungan bahan organik pada horizon A bersifat rendah
dan kandungan C-Organik pada horizon A juga mempunyai jumlah yang rendah,
yaitu 0,17% yang apabila dibandingkan dengan tabel kriteria penilaian sifat-sifat
kimia tanah oleh Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam Hardjowigeno (2003),
maka kandungan C-Organik pada horizon E bersifat sangat tinggi. Selanjutnya
pada Horizon O mempunyai kandungan bahan organik sebesar 0,14% jika
dibandingkan dengan tabel kriteria bahan organik oleh Puslittanak (2005) maka
kandungan bahan organik pada horizon O bersifat sangat rendah. Sementara itu
kandungan C-Organik pada horizon O mempunyai jumlah nilai yang lebih rendah
dibandingkan kedua horizon lainnya, yaitu 8,6% yang apabila dibandingkan
dengan tabel kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah oleh Pusat Penelitian Tanah
(1983) dalam Hardjowigeno (2003), maka kandungan C-Organik pada horizon O
masih bersifat sangat tinggi.
Variasi kandungan C-organik dan bahan organik pada horizon-horizon
tersebut disebabkan karena perbedaan jenis dan jumlah vegetasi yang tumbuh
pada lahan tersebut. Dikemukakan oleh Hardjowigeno (2003) bahwa bahan
organik tanah adalah seluruh karbon di dalam tanah yang berasal dari sisa
tanaman/tumbuhan dan hewan yang telah mati. Kebanyakan bahan organik tanah
paling banyak jumlahnya ada pada horizon tanah paling atas. Berbeda sumber dan
jumlah bahan organik tersebut akan berbeda pula pengaruhnya terhadap bahan
organik yang disumbangkan ke dalam tanah.
Perhitungan C-organik pada tabel didapati dengan menggunakan rumus yang
telah ditentukan, yaitu
C-Organik = ((B-A) x N FeSO4 x 3 x 10 x 100/77) x 100%

16
(Faktor Koreksi KA x mg sampel tanah)
Jika dianalisis dari tabel, maka jenis tanah pada Horizon E merupakan jenis
tanah gambut. Hal ini sesuai dengan literatur Atmojo (2003) yang menyatakan
bahwa lahan gambut merupakan lahan yang memiliki lapisan tanah kaya akan
bahan organik (bahan organik>18%). Namun, bahan organik dari lahan gambut
terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melaapuk sempurna karena kondisi
lingkungan yang jenuh air dan miskin akan unsur hara.
Dari pernyataan ini maka tabel hasil analisis yang dilakukan justru
mengalami kekeliruan karena jenis lahan pada tanah percobaan karang kitri
merupakan jenis lempung berpasir, dimana jenis tanah ini seharusnya memiliki
jumlah kandungan bahan organik sebesar 12,19%-13,34% (Intara, dkk., 2011).
Kekeliruan ini juga diperkuat dengan perbandingan antara hasil tabel analisis
praktikum ini dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Purba, dkk. (2014)
dalam jurnal Kajian Kesuburan Tanah di Desa Sihiong, Sinar Sabungan dan
Lumban Lobu Kecamatan Bonatua Lunasi Kabupaten Toba Samosir yang
menyatakan dan membuktikan bahwa semakin dalam horizon profil tanah, maka
kandungan bahan organik dalam horizon terssebut juga mengalami penurunan.
Pada praktikum ini kandungan bahan organik dan C-Organik dalam horizon
tanah justru semakin besar. Kekeliruan ini dapat disebabkan karena adanya
kesalahan perhitungan yang pada analisis kandungan bahan organik dan C-
organik tersebut.
Kondisi bahan organik pada horizon E tentunya mempengaruhi kondisi pH
tanah dimana nilai pH tanah pada horizon E sebesar 5,72 (masam) dan rentan
akan penurunan pH tanah karena pengolahan tanah. Kondisi pH tanah yang
masam pada horizon E disebabkan karena kurangnya bahan organik dalam tanah
untuk mengikat kation basa dalam tanah sehingga tanah didominasi oleh kation-
kation asam.
Selanjutnya, warna merupakan sifat tanah yang nyata dan mudah dikenali.
Warna merupakan salah satu sifat fisik tanah yang lebih banyak digunakan untuk
pendeskripsian karakter tanah, karena tidak mempunyai efek langsung terhadap
tetanaman tetapi secara tidak langsung berpengaruh lewat dampaknya terhadap
temperatur dan kelembapan tanah. Warna tanah dapat meliputi putih, merah,

17
coklat, kelabu, kuning dan hitam, kadangkala dapat pula kebiruan atau kehijauan.
Warna tanah ditentukan dengan membandingkan warna sampel tanah dengan
warna standar pada buku Munsell Soil Color Chart. Diagram warna baku ini
disusun tiga variabel, yaitu hue, value dan chroma. Pada saat penentuan warna
tanah, ketiga jenis tanah ini memperlihatkan warna yang berbeda berdasarkan
lokasi sampel tanah diambil. Pada lokasi pengambilan sampel tanah A, tanah
menunjukkan warna Very Dark Brown dengan nilai hue 10 YR, value 2, dan
chroma 2menurut buku Munsell Soil Color Chart. Sementara pada lokasi
pengambilan sampel tanah B menunjukkan warna cokelat kemerahan atau
Reddish Brown dengan ketentuan hue 5 YR, value 4 dan chroma 4menurut
buku Munsell Soil Color Chart. Terakhir pada lokasi pengambilsan sampel tanah
C menunjukkan warna Very Reddish Brown dengan ketentuan hue 5 YR, value 3
dan chroma 2, biasanya ditulis dengan menggunakan notasi 5 YR 3/2 menurut
buku Munsell Soil Color Chart.
Dilihat dari Perbedaan antara sampel satu dengan yang lain terlihat perbedaan
warna jelas. Sampel satu berwarna gelap karena seharusnya sampel ini
mengandung bahan organik lebih banyak dibandingkan kedua sampel tanah
lainnya disebabkan bahan organik yang semakin berkurang karena telah
megalami proses pencucian. Hal ini sesuai dengan pendapat Hanafiah (2005) yang
menyatakan bahwa tanah yang berwarna gelap berarti mengandung bahan organik
sedangkan tanah yang berwarna terang atau pucat berbahan organik rendah.

BAB V
PENUTUP

5.1. Simpulan

18
Kesimpulan dari praktikum ini bahwa bahan organik tanah merupakan unsur
penting di dalam tanah karena dapat mempengaruhi besar pH dan sifat kimia
dalam tanah. Bahan organik tanah terbentuk dari pelapukan makhluk hidup yang
telah mengalami dekomposisi lanjut. Bahan organik dihasilkan oleh tumbuhan
melalui proses fotosintesis sehingga unsur karbon merupakan penyusun utama
dari bahan organik tersebut. Unsur karbon ini berada dalam bentuk senyawa-
senyawa polisakarida, seperti selulosa, hemiselulosa, pati, dan bahan- bahan
pektin dan lignin. 
Pada praktikum ini terdapat 3 sampel tanah yang berbeda, yaitu sampel tanah
A, sampel tanah B, dan sampel tanah C. Sampel tanah A mempunyai kandungan
bahan organik sebesar 0,13% sehingga tergolong bersifat sangat rendah,
sementara sampel tanah B mempunyai kandungan bahan organik sebesar 1,53%
sehingga tergolong bersifat rendah, dan sampel tanah B mempunyai kandungan
bahan organik sebesar 2,94% sehingga tergolong bersifat sedang. Sementara itu
kandungan C-Organik pada ketiga sampel tanah tergolong sangat tinggi.
Sayangnya hasil perhitungan ini terjadi kesalahan karena tidak sesuai dengan teori
yang ada. Namun, warna tanah yang ditunjukkan pada tiap sampel tanah
menunjukkan kesesuaian dengan teori yang telah ditentukan.

5.2. Saran
Adapun saran dari praktikum ini sebaiknya suasana saat praktikum lebih
kondusif dan para praktikan mampu mengikuti tata tertib praktikum sehingga
hasil yang didapat lebih maksimal.

19
DAFTAR PUSTAKA

Atmojo, S. W. 2003. Peranan C-Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya


Pengelolaannya. Surakarta: USM-Press.
Brady, N.C. 1990. The Nature and Properties of Soil. New York: Mac Millan
Publishing Co.
Das, Braja M. 1995. Mekanika Tanah 1. Jakarta: Erlangga.
Doeswono, 1983. Ilmu-Ilmu Terjemahan. Jakarta: Bhatara Karya Aksara
Fadhilah, N. 2010. Analisa kadar karbon di dalam tanah perkebunan kelapa sawit
PT. Minanga Ogan secara titrimetri. Karya Ilmiah, Program Studi D-3
Kimia Analis Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Foth, Henry.D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Jilid 6. Jakarta: Erlangga.
Hakim, N.M.Y. Nyakpa, A.M.Lubis, S.Ghani, Nugroho, M.R.Soul, M.A.Diha,
G.B.Hong, N.H.Balley. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung:
Universitas Lampung
Hanafiah, Kemas Ali. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Penerbit Akademika Pressindo.
Islami, T. 1995. Klasifikasi Tanah. Jakarta: Aka Press.
Intara, Yazid Ismi, Asep Sapei, Erizal, Namaken Sembiring, dan Bintoro Djoefrie.
2011. Pengaruh Pemberian Bahan Organik pada Tanah Liat dan Lempung
Berliat Terhadap Kemampuan Mengikat Air. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia. Vol. 16(2): 130-135
Lengkong, J.E., dan Kawulusan R.I. 2008. Pengelolaan Bahan Organik Untuk
Memelihara Kesuburan Tanah. Jurnal Tanah. Vol. 6(2), Hal : 91-97
Mukhlis. 2007. Analisis Tanah Dan Tanaman. Medan: USU press
Nelson, D.W. & L.E. Sommer, 1982. Total Carbon, Organic Carbon, and
Organic Matter Method of Soils Analysis: Part 2. Madison: Chemical and
Microbiological Properties.
Notohadiprawiro. T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Jakarta: Direktorat Jendral
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

iv
Priambada,I.D., J.Widodo dan R.A. Sitompul. 2005. Impact of Landuse Intency
on Microbal Community in Agrocosystem of Southern Sumatra
International Symposium on Academic Exchange Cooperation Gadjah
Mada University and Ibraki University. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Purba, Rino P. C., Bintang Sitorus, Mariani Sembiring. 2014. Kajian Kesuburan
Tanah di Desa Sihiong, Sinar Sabungan dan Lumban Lobu Kecamatan
Bonatua Lunasi Kabupaten Toba Samosir. Jurnal Agroekoteknologi.
Vol.2(4): 1490-1499.
Puslittanak. 2005. Satu Abad: Kiprah Lembaga Penelitian Tanah Indonesia 1905-
2005. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan ciri tanah. Bogor: IPB Press.
Sutanto, Rachman. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Konsep Kenyataan.
Yogyakarta: Kanisius.
Tan, K.H. 1982. Principle of Soil Chemistry. New York: Marcel Dekker, Inc.
Utami, S.N. dan Handayani, S. 2003. Sifat Kimia Entisol pada Sistem Pertanian
Organik. Jurnal Ilmu Pertanian Vol. 10 No. 22003: 63-69.
Watoni, A.H., dan Buchari. 2000. Studi Aplikasi Metode Potensiometri Pada
Penentuan Kandungan Karbon Organik Total Tanah. Jurnal Ilmu Tanah.
Vol. 5 No. 1, hal. 23–40.
Winarso. 2005. Pengertian dan Sifak Kimia Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Yani, A. 2003. Beberapa Pendekatan Pengukuran Karbon Tanah Gambut Di
Jambi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Yulipriyanto, Hieronymus. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya.
Yogyakarta : Graha Ilmu.

v
vi

Anda mungkin juga menyukai