Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN PRAKTIKUM

PERTANIAN ORGANIK

NAMA ANGGOTA KELOMPOK 1

1. ANDREAN SUSILO (210310085)


2. HIBRIZI FAWWAT SIREGAR (210310133)
3. TASYA AULIA (210310158)
4. HADERA MUHAMMAD THORIQ (20210610100015)
5. FANNY AULIA ZANNA (220310057)
6. RIFKA ARDIANSYAH SIREGAR (220310002)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
2023

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan dalam
menyelesaikan Laporan Praktikum ini dengan tepat waktu. Tanpa rahmat dan
pertolonganNya, saya tidak mampu menyelesaikan laporan ini dengan baik. Tidak
lupa pula shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
syafa’atnya kita harapkan diakhirat kelak.
Laporan Praktikum ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pertanian
Organik di Universitas Malikussaleh. Selain itu, Penulis ingin menyampaikan
penghargaan setinggi-tingginya kepada mereka yang telah memberikan arahan,
masukan, dan dukungan dalam proses praktikum ini. Semua pihak yang terlibat
telah memberikan kontribusi yang berarti untuk kelancaran dan kesuksesan
praktikum
Harapannya, laporan ini dapat menjadi referensi bermanfaat bagi pembaca
yang ingin memahami lebih dalam tentang hasil praktikum yang telah
dilakukan.Akhir kata, penulis berharap bahwa laporan praktikum ini dapat
memberikan kontribusi positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
pemahaman praktis di bidang terkait. Semoga laporan ini dapat menjadi pijakan
untuk pemahaman yang lebih baik dan penerapan ilmu pengetahuan dalam
konteks kehidupan nyata.

Reuleut, 26 Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
1. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1.Pupuk Organik ........................................................................................... 1
1.2. Fungsi Pupuk Organik .............................................................................. 1
1.3. Tujuan ....................................................................................................... 4
2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 6
2.1. Botani dan Moorfologi Sawi Hijau ........................................................... 6
2.2. Botani dan Morfologi Krinyuh ................................................................. 7
2.3. Botani dan Morfologi Bawang Putih ...................................................... 10
2.4. EM (Efective microorganisme) .............................................................. 11
2.5. MOL (Mikro Organisme Lokal) ............................................................. 12
2.6. Pembuatan kompos teknik aerobik ......................................................... 13
2.7. (POC) Pupuk Organik Cair ..................................................................... 14
2.8. Pestisida Nabati....................................................................................... 15
3.METODE PRAKTIKUM ................................................................................ 18
3.1. Pembuatan EM (Effective Microorganisme) .......................................... 18
3.2. Pembiakan Bakteri EM (Effective Microorganisme) ............................. 18
3.3. Pembuatan MOL (Mikroorganisme Lokal) ............................................ 19
3.4. Teknik Aerobik Pembuatan Kompos ...................................................... 20
3.5. Pembuatan POC dengan Aktivator EM .................................................. 21
3.6. Pembuatan Pupuk Cair Kirinyuh ............................................................ 22
3.7. Pembuatan Pestisida Nabati Bawang Putih ............................................ 22
3.8. Penanaman Sawi ..................................................................................... 23
4.HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 24
4.1. Pembuatan EM (Effective Microorganism) ............................................ 24
4.2. Pembiakan Bakteri EM (Effective Microorganism) ............................... 26
4.3. Pembuatan MOL (Mikro Organisme Lokal) .......................................... 28

ii
4.4. Teknik Aerobik Pembuatan Kompos ...................................................... 30
4.5. Pembuatan POC dengan Aktivator EM .................................................. 32
4.6. Pembuatan Pupuk Cair Kirinyuh ............................................................ 35
4.7. Pembuatan Pestisida Nabati Bawang Putih ............................................ 38
4.8. Penanaman Sawi ..................................................................................... 41
5. PENUTUP ........................................................................................................ 43
5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 43
5.2. Saran ....................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 44
LAMPIRAN ......................................................................................................... 50

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pengamatan Pembuatan EM ........................................................................24

Tabel 2. Pengamatan Pembiakan Bakteri EM............................................................26

Tabel 3. Pengamatan Pembuatan MOL .....................................................................28

Tabel 4. Pengamatan Pembuatan Kompos .................................................................30

Tabel 5. Pengamatan Pembuatan POC EM................................................................32

Tabel 6. Pengamatan Tanaman Sawi .........................................................................40

iv
1. PENDAHULUAN

1.1. Pupuk Organik

Pupuk Organik, yaitu pupuk yang berasal dari sisa tanaman, hewan atau
manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos (humus) berbentukcair
maupun padatan yang antara lain dapat memperbaiki sifat fisik dan strukturtanah,
dapat meningkatkan daya menahan air.
Menurut peraturan mentan, No 2/Pert/HK.060/2/2006 Pupuk organik
adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang
berasal dari sisa tanaman hewan yang telah mengalami rekayasa berbentuk padat
atau cair yang digunakan untuk memasok bahan organik, memiliki sifat fisik,
kimia, dan biologi tanah.Menurut Sumekto (2016) pupuk organik tidak
meninggalkan sisa asam anorganik didalam tanah dan mempunyai kadar
persenyawaan C-organik yang tinggi. Pupuk organik kebanyakan tersedia di alam
(terjadi secara alamiah), misalnya kompos, pupuk kandang, pupuk hijau dan
guano (Yuniwati,2012).

1.2. Fungsi Pupuk Organik

Pupuk organik lebih ditunjukkan kepada kandungan C- organik atau bahan


organik dari pada kadar haranya. Nilai C-organik itulah yang menjadi pembeda
dengan pupuk organik (Dwicaksono, 2013).
Selain menambah unsur hara makro dan mikro di dalam tanah, pupuk organik ini
pun terbukti sangat baik dalam memperbaiki struktur tanah pertanian. Pupuk
organik tidak lain adalah bahan yang dihasilkan dari pelapukan sisa-sisa tanaman,
hewan, dan manusia. Ada beberapa kelebihan dari pupuk organik ini sehingga ia
sangat disukai petani, diantaranya ebagai berikut:
a. Memperbaiki struktur tanah. Ini dapat terjadi karena organisme tanah saat
penguraian bahan organik dalam pupuk bersifat sebagai perekat dan dapat
mengikat butir-butir tanah menjadi butiran yang lebih besar.

1
b. Menaikkan daya serap tanah terhadap air. Bahan organik memiliki daya
serap yang besar terhadap air tanah. Itulah sebabnya pupuk organik sering
berpengaruh poitif terhadap hasil tanaman, terutama pada musim kering.

c. Menaikkan kondisi kehidupan di dalam tanah. Hal ini terutama disebabkan


oleh organisme dalam tanah yang memanfaatkan bahan organik sebagai
makanan.

d. Sebagai sumber zat makanan bagi tanaman. Pupuk organik mengandung


zat makan yang lengkap meskipun kadarnya tidak setinggi pupuk
anorganik (Lingga & Marsono, 2013).

1.2.1. Pupuk Hijau


Disebut pupuk hijau karena yang dimanfaatkan sebagai pupuk adalah
hijauan, yaitu bagian-bagian seperti daun, tangkai, dan batang tanaman tertentu
yang mai muda.Tujuannya, untuk menambah bahan organik dan unsur-unsur
lainnya kedalam tanah, terutama nitrogen (Lingga & Marsono, 2013).

Pupuk hijau merupakan bahan hijauan yang dibenamkan kedalam tanah untuk
mempertahankan dan meningkatkan kemampuan tanah bereproduksi. Pupuk hijau
memberikan beberapa keuntungan:
1) menyuplai bahan organik bagi tanah,
2) menambah nitrogen ke tanah,
3) merupakan makanan bagi mikroorganisme,
4) mengawetkan dan juga meningkatkan ketersediaan bahan organik.
Sifat-sifat yang diugunakan untuk tanaman sebagai umber pupuk hijau adalah:
1) cepat tumbuh,
2) tanaman bagian ata banyak dan suklen,
3) tanaman tersebut sanggup tumbuh pada tanah yang kurang subur
(Firmansyah, 2010).

2
1.2.2. Pupuk Kandang
Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak, baik
berupa kotoran padat (feses) yang bercampur sisa makanan maupun air
kencing(urine).Itulah itulah sebabnya pupuk kandang terdiri dari dua jenis, yaitu
padat dan cair.Kadar hara kotoran ternak berbeda karena masing-masing ternak
mempunyai sifat khas tersendiri. Makanan masing-masing ternak berbeda,
padahal makanan sanagat menentukan kadar hara. Jika makanan yang diberikan
kaya hara N,P, dan K maka kotorannya pun akan kaya zat tersebut (Lingga &
Marsono, 2013).
Pupuk kandang yang digunakan petani merupakan campuran dari kotoran
padatan, air kencing, amparan dan sisa pakan.Komposisi amparan sangat 3

mempengaruhi mutu dan harga terutama pada pupuk kandang unggas, sebab
makin banyak bahan amparan mengakibatkan bahan padatan kotoran unggas
makin sedikit.Untuk tanaman berumur pendek, maka pupuk kandang unggas lebih
disarankan, karena lebih cepat bereaksi sekaligus lebih cepat habis. Sedangkan
untuk tanaman berumur panjang disarankan pupuk kandang ternak ruminansia,
meskipun reaksinya lambat namun dapat bertahan relatif lama(Firmansyah, 2010).

1.2.3. Pupuk Kompos


Kompos merupakan istilah untuk pupuk organik buatan manusia yang
dibuat dari proses pembusukan sisa-sisa buangan makhluk hidup (tanaman
maupun hewan). Proses pembuatan kompos dapat berjalan secara aerob maupun
anaerob yang saling menunjang pada kondisi lingkungan tertentu. Secara
keseluruhan, proses ini disebut dekomposisi (Yuwono,2015).
Kompos merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikroba dengan
hasil akhir adalah kompos.Pengomposan merupakan salah satu alternatif
pengolahan limbah padat organik yang banyak tersedia disekitar kita.Dari sisi
kepentingan lingkungan, pengomposan dapat mengurangi volume sampah
dilingkungan kita, karena sebagian besar sampah tersebut adalah sampah
organik.Ditinjau dari sisi ekonomi, pengomposan sampah padat organik berarti,
bahwa barng yang semula tidak memiliki nilai ekonomis dan bahkan memerlukan

3
biaya yang cukup mahal untuk menanganinya dan sering menimbulkan masalah
sosial, ternyata dapat diubah menjadi produk yang bermanfaat dan bernilai
ekonomis (Surtinah, 2013).
Pemberian pupuk kompos memungkinkan bahan organik dapat
dipertahankan pada tingkat yang lebih tinggi. Pupuk kompos berpengaruh
nyatapada sifat fisik dan biologi tanah (Noverita, 2005).Kompos yang baik adalah
kompos yang sudah mengalami pelapukan dengan ciri-ciri warna yang berbeda
dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah, dan
mempunyai suhu ruang (Yuniwanti, 2012).
1.2.4. Pupuk Hayati
Pupuk hayati dapat diartikan sebagai inokulan berbahan aktif
organismehidup yang berfungsi untuk menambah hara tertentu atau memfasilitasi
tersedianya hara tanah bagi tanaman.Pupuk hayati digunakan sebagai kolektif
untuk semua kelompok fungsional mikroba tanah.Kelompok fungsional mikroba
tanah terdiri dari bakteri, fungi, hingga alga yang berfungsi sebagai penyedia hara
dalam tanah sehingga dapat tersedia bagi tanaman (Saraswati, 2012).
Kualitas pupuk hayati dapat dipengaruhi oleh berbagai sebab.Menurut
(Waluyo, 2007) ini dibagi dua faktor yakni faktor abiotik (alam dan kimia) dan
faktor biotik (biologi).Selanjutnya menurut (Yuwono, 2006) kualitas pupuk hayati
dipengaruhi oleh faktor lingkungan misalnya suhu, pH, dan kontaminan. Selain
itu faktor eksternal juga sangat berpengaruh yakni: terhadap masa simpan,
viabilitas, dan efektivitas induksinya terhadap tanaman.

1.3. Tujuan

1) Mahasiswa mampu membuat EM (Effective Microorganisme)

2) Mahasiswa mampu membuat pembiakan bakteri EM (Effective


Microorganisme)

3) Mahasiswa mampu membuat membiakan mikro organisme lokal (MOL)

4) Mahasiswa mampu membuat kompos secara aerobik dan mengaplikasinya

4
5) Mahasiswa mampu melakukan Pembuatan Pupuk Organik Cair (POC)
dengan Aktivator EM (Effective Microorganisme)

6) Mahasiswa mampu melakukan pembuatan pupuk cair dari Kirinyuh dan


mengaplikasikannya

7) Mahasiswa mampu melakukan pembuatan pestisida nabati dari bawang


putih

5
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani dan Moorfologi Sawi Hijau

Sawi hijau adalah sejenis sayuran yang berasal dari keluarga Brassicaceae
atau kubis-kubisan. Nama ilmiahnya adalah Brassica rapa. Sawi hijau juga dikenal
dengan nama-nama lain seperti bok choy, pak choi, atau Chinese cabbage.
Tanaman ini awalnya ditemukan di Asia Timur dan telah menjadi bagian integral
dari masakan Asia.

Sawi hijau biasanya dimakan segar atau dapat diolah menjadi berbagai
macam makanan maupun campuran makanan seperti sop, lalapan, asinan, dll.
Kandungan gizi yang tedapat pada sawi hijau yaitu protein, lemak, karbohidrat,
kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin B, vitamin C, natrium dan air (Ali et al,
2018).

Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Class : Dicotyledonae
Ordo : Rhoeadales
Famili : Cruciferae
Genus : Brassica
Spesies : Brassica juncea L

2.2.1. Akar
Sistem perakaran sawi hijau yaitu berakar tunggang (Radix primaria) yang
memiliki bentuk bulat dan bercabang-cabang menyebar ke semua arah. Biasanya
akar ini dapat menembus kedalaman antara 30-40 cm. Fungsi akar tersebut yaitu
mengisap air dan zat makanan dari dalam tanah, serta menguatkan berdirinya
(mengokohkan) batang tanaman. Struktur akar pada sawi sangat mudah putus.
Selain itu, akar ini bisa tumbuh dengan optimal pada tanah yang subuh, gembur
dan mengandung banyak air. Akar tersebut berbentuk fili dan diameternya kecil.
Akar pada sawi ujungnya meruncing dengan kulit yang berwarna hijau muda

6
hingga kuning pucat. Jika dibelah, bagian dalam akar berwarna putih cerah. (Ali et
al, 2018).

2.2.2. Batang
Sawi mempunyai batang yang beruas dan pendek bahkan batang ini
hampir sukar dibedakan dari tangkai daun. Batang sawi juga berfungsi sebagai
penopang serta pembentuk daun sawi. Batang ini berwarna hijau keputihan
dengan tekstur berair dan mudah patah. Tekstur permukaan batang halus dan tidak
ditumbuhi biji. (Ali et al, 2018).

2.2.3. Daun
Daun sawi berbentuk lonjong dan memiliki tangkai daun yang panjang
hasil pertumbuhan dari batang. Tangkai daun sawi berukuran besar, berdaging dan
mengandung banyak air. Permukaan daun memiliki tekstur yang halus, mengkilat
dan tidak ditumbuhi bulu.
Umumnya, daun sawi tumbuh secara berserak atau roset, tersusun rapat
dan rapih sehingga sangat sulit untuk membentuk krop. Daun ini memiliki tekstur
yang mudah sobek dan lunak. Daun ini memiliki tipe tulang daun menyirip. Daun
sawi berbentuk oval dengan ujung yang membulat. Pada daun muda berwarna
hijau muda sedangkan pada daun tua berwarna hijau tua. (Ali et al. 2018).

2.2.4. Bunga
Sawi memiliki bunga yang tersusun dalam tangkai bunga dan biasa disebut
dengan tipe inflorentia. Bunga ini memiliki cabang yang banyak dan memanjang.
Bunga sawi tergolong sebagai bunga lengkap karena dalam setiap bunga
terdapat putik dan benang sari. Dalam tiap kuntum bunga terdapat enam benang
sari yang terdiri dari empat benang sari bertangkai panjang dan dua benang sari
bertangkai pendek. Sawi juga memiliki satu putik yang berongga dua dan empat
mahkota bunga yang berwarna kuning. Permukaan mahkota bunga sangat halus
dan tidak berambut. (Ali et al, 2018).

2.2. Botani dan Morfologi Krinyuh

Kirinyuh diketahui berasal dari Amerika Selatan dan Tengah, kemudian


menyebar ke daerah tropis Asia, Afrika, Pasifik, termasuk Indonesia dan telah
digunakan sebagai obat tradisional. Di Indonesia terutama Jawa Barat kirinyuh

7
dikenal dengan nama bebanjaran atau kirinyuh, di Jawa Tengah dikenal dengan
krinyo atau kirinyuh, dan di Flores dengan nama sensus (Pradana, 2015).

Kingdom : plantae

Diviso : Magnoliohyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub-kelas : Asterales

Familia : Asteraceae

Genus : Chromolaena

Spesies : Chromolaena odorata (Pradana, 2015)

2.2.1 Akar
Pada tumbuhan Chromolaena odorata memiliki sususnan akar berupa akar
tunggang, besar dan dalam. Akar tunggang tersebut adalah akar tunggang
bercabang. Akar ini berbentuk kerucut panjang, tumbuh lurus kebawah, dan
bercabang. Warna akar kekuning-kuningan
Bagian-bagian akar.
1. Leher akar / pangkal akar (collum)
2. Ujung akar (apex radicis)
3. Batang akar (corpus radicis)
4. Cabang-cabang akar (radix lateralis)
5. Serabut akar (fibrilla radicalis)
6. Rambut / bulu akar (pilus radicalis)
7. Tudung akar (calyptra). (Hasanah N, Gultom ES, 2020).

2.2.2 Batang
Pada tumbuhan Chromolaena odorata memiliki struktur batang yaitu :
1. Batang berbentuk bulat (teres)
2. Arah tumbuh batang tegak lurus (erectus)
3. Pada permukaan batang terdapat rambut (pilosus)

8
4. Percabangan pada batang merupakan cara percabangan monopodial,
dimana batang pokok tampak lebih jelas karena lebih besar dan lebih
panjang (lebih cepat pertumbuhannya) dari pada cabang-cabangnya.
5. Bentuk percabangan pada tumbuhan ini adalah tegak (fastigiatus), yaitu
sudut antara batang dan cabang amat kecil, sehingga arah tumbuh cabang
hanya pada pangkalnya sedikit serong keatas, tetapi selanjutnya hampir
sejajar dengan batang pokoknya.
6. Batang kurinyu memiliki permukaan berbulu atau berambut
7. Jenis tumbuhan ini merupakan tumbuhan tahunan. (Hasanah N, Gultom
ES, 2020).
2.2.3. Daun
Pada tumbuhan kirinyuh bentuk ujung daun yaitu runcing dimana kedua
tepi daun dikanan kiri ibu tulang sedikit demi sedikit menuju keatas dan
membentuk sudut lancip (< 900).
Daunnya bersifat sederhana, dan setiap tangkai daun membawa satu helai
daun tunggal, Daun Chromolaena odorata umumnya berbentuk oval atau
melancip, dengan ujung yang runcing atau tumpul, Tepi daun dapat bergerigi atau
bergelombang, memberikan tekstur yang berbeda pada bagian tepi daun, Ukuran
daun bervariasi, tetapi daun yang lebih muda biasanya lebih kecil dan lebar,
sedangkan daun yang lebih tua bisa lebih besar dan lebih panjang,Daun
Chromolaena odorata umumnya berwarna hijau, tetapi nuansa warna bisa
berbeda-beda tergantung pada kondisi pertumbuhan dan usia tanaman (Hasanah
N, Gultom ES, 2020).
2.2.4. Bunga
Chromolaena odorata adalah jenis tumbuhan liar yang juga dikenal sebagai
Siam weed, Christmas bush, atau devil weed. Meskipun dianggap sebagai gulma
invasif di beberapa wilayah, Chromolaena odorata memiliki bunga yang menarik.

Bunga Chromolaena odorata terletak dalam kelompok kecil atau kepala


bunga di puncak tangkai bunga, Bunganya memiliki warna yang bervariasi, sering
kali berwarna ungu atau merah muda., Bunga-bunga ini memiliki bentuk yang
mirip bunga Aster, dengan daun kelopak yang menonjol di sekitar kepala bunga,
Bunga-bunga ini sering berkumpul dalam bentuk tandan yang padat

9
Chromolaena odorata memiliki kemampuan tumbuh dengan cepat dan dapat
membentuk semak yang tebal dan tinggi. Walaupun memiliki bunga yang
menarik, kemampuannya untuk dengan cepat menginvasi lahan pertanian dan area
yang terganggu membuatnya sering kali dianggap sebagai gulma yang merugikan.
(Hasanah N, Gultom ES, 2020).

2.3. Botani dan Morfologi Bawang Putih

Klasifikasi Bawang Putih (Allium sativa L)


 Kingdom : Plantae
 Subkingdom : Tracheobionta
 Super Divisi : Spermatophyta
 Divisi : Magnoliophyta
 Kelas : Liliopsida
 Ordo : Liliales
 Famili : Liliaceae
 Genus : Allium
 Spesies : Allium sativum L.

2.3.1. Akar
Akar bawang putih terdiri dari serabut-serabut akar yang halus berwarna
putih. Serabut akar ini tumbuh pangkal umbi lalu menyebar pada bagian dalam
tanah. Akar bawang putih bisa bercabang membentuk susunan yang lebih
kompleks untuk menyerap nutrisi dan air yang lebih baik. Pada bagian akar
bawang putih terdapat rambut-rambut akar halus yang memperlebar luas
permukaan serapan nutrisi dan air. Rambut akar ini berfungsi sebagai penyerap air
dan nutrisi dari tanah.

2.3.2. Batang
Batang bawang putih juga disebut sebagai daun bawang putih atau hijau,
merupakan bagian yang tumbuhnya diatas permukaan tanah. Batang bawang putih
pada dasarnya berbentuk silinder,ramping, bersegmen. Pada bagian bawah batang

10
cenderung lebih putih dan lebih keras, sedangkan pada bagian atasnya berwarna
lebih hijau dan lebih lembut.

2.3.2. Daun
Daun pada bawang putih memiliki bentuk pipih dan panjang dengan ujung
yang membentuk runcing. Permukaan daun halus dan rata dan memiliki tulang
daun pararel berbentuk menjalar sepanjang daun dari pangkal hingga ujung. Daun
bawang putih pada umumnya berwarna hijau cerah. Pada penyusunannya daun
bawang putih tumbuh dalam kelompok berdekatan dengan batang.

2.3.3. Bunga
Pada umumnya bawang putih jarang membentuk bunga yang terlihat secara
umum. Namun, ketika bawang putih membentuk bunga dapat berbentuk bulat
atau lonjong. Bunga terdiri dari kelopak dan mahkota yang biasanya berwarna
putih atau merah muda. Bunga bawang putih memiliki struktur reproduksi,
termasuk benang sari yang mengahsilkan serbuk sari dan putik yang mengandung
ovarium yang berpotensi menjadi buah (Rabinowitch, et.al, 2019)

2.4. EM (Efective microorganisme)

Efective microorganisme (EM) merupaka kultur campran dari


mikroorganisme yang memiliki manfaat dalam oertumbuhan tanaman. EM yang
biasa dikenal ialah EM4 yang diberikan terhadap tanaman sebagai inokulan dalam
meningkatkan keanekaragaman populasi mikroorganisme didalam tanah serta
tanaman, selain itu juga dapat meningkatkan pertumbuhan, kesehatan, kuantitas
dan kualitas produksi tanaman (Wididana, 1994)
EM diformulasikan dalam bentuk cairan berwarna coklat kekuningan berbau
asam dengan pH 3,5 mengandung bakteri sebesar 90% bakteri Lactobaacillus sp
dan tiga jenis mikroorganisme lainnya seperti fotosintetik, streptomyces sp dan
yeast bekerja secara penuh untuk meningkatkan kesuburan tanah serta
meningkatkan pertumbuhan tanaman. Pada dasarnya EM memiliki sifat yang
cukup unik disebabkan mampu menetralkan bahan organik atau tanah yang
sifatnya asam maupun basa. Mikroorganisme tersebut dalam masa istirahat dan

11
jika diaplikasikan dapat dengan cepat menjadi aktif merombak bahan organik
dalam tanah. Hasil rombakan bahan organik tersebut berupa senyawa organik,
antibiotik (alkohol dan asam laktat) vitamin (A dan C), dan polisakharida (Higa
dan Wididana, 1994)
Selain dapat menghasilkan senyawa- senyawa organik tersebut, EM, juga
dapat mempercepat perkembangan dan pertumbuhan mikroorganisme lain yang
berpotensi menguntungkan seperti bakteri pengikat nitrogen, bakteri pelarut
phosphat, mikroorganisme yang bersifat antagonis terhadap patogen juga dapat
menekan pertumbuhan jamur patogen tular tanah (Wididana, 1994, Muntoyah,
1994) dan yang tak kalah penting adalah dapat mengurangi ketergantungan
terhadap pupuk dan pestisida kimia, EM, dapat digunakan untuk memproses
bahan limbah menjadi kompos dengan proses yang lebih cepat dibandingkan
dengan pengolahan limbah secara tradisional (Djuarni, 2005)

2.5. MOL (Mikro Organisme Lokal)

MOL (Mikro Organisme Lokal) merupakan larutan dari proses fermentasi


yang berasal dari berbagai sumber daya yang ada di setempat baik berupa
tumbuhan ataupum hewan. Larutan MOL mengandung unsur hara mikro dan
makro serta mengandung bakteri yang dapat menjadi perombak bahan organik
pada tanah, perangsang pertumbuhan pada tanaman, dan sebagai agens pengendali
hama dan penyakit tanaman (Kurniawan, 2018). Mikroorganisme yang tumbuh
pada bahan tertentu memerlukan bahan organik sebagai sumber nutrisi untuk
pertumbuhan dan proses metabolisme mereka. Ketika mikroorganisme tumbuh
dan berkembang pada suatu bahan, mereka dapat menyebabkan perubahan fisik
dan komposisi kimia. Contohnya, perubahan warna, pembentukan endapan,
kekeruhan, pembentukan gas, dan bau asam dapat terjadi sebagai hasil dari
aktivitas mikroorganisme (Hidayat, 2006).
Mikroorganisme memiliki peran penting dalam lingkungan hidup, seperti
tanah, dalam menentukan tingkat kesuburan dan memperbaiki kondisi tanah.
Dalam pertanian organik, metode pemupukan didasarkan pada peran
mikroorganisme. Mikroorganisme ini, yang dikenal sebagai mikroorganisme lokal
(MOL), dapat dengan mudah dibudidayakan. Salah satu jenis mikroorganisme

12
yang bermanfaat dalam pembuatan kompos adalah bakteri. Sebagai contoh, ada
kelompok bakteri yang mampu mengikat gas N₂ dari udara dan mengubahnya
menjadi amonia, yang menjaga ketersediaan nitrogen dalam tanah dan menjaga
kesuburan tanah. Bakteri seperti Azotobacter vinelandii hidup secara bebas dan
menghasilkan amonia yang melimpah di dalam tanah, memberikan nutrisi yang
subur bagi tanaman seperti jagung dan gandum. Clostridium pasteurinum hidup
dalam kondisi anaerobik di berbagai jenis tanah. Rhizobium leguminosum
membentuk hubungan simbiosis dengan tanaman polong-polongan
(leguminoceae) dan membentuk nodul akar. Ada juga Nitrosomonas sp. dan
Nitrosococcus sp., yang berperan dalam mengubah amonia menjadi nitrit, serta
Nitrobacter yang membantu mengoksidasi nitrit menjadi nitrat yang dapat
langsung dimanfaatkan oleh tanaman (Mulyono, 2014).

2.6. Pembuatan kompos teknik aerobik

Kompos adalah salah satu jenis pupuk organik yang sering digunakan.
Pupuk ini terbuat dari sisa-sisa bahan organik, seperti tanaman, hewan, dan
limbah organik lainnya, yang telah mengalami proses dekomposisi atau
fermentasi. Ketika kompos dicampurkan ke dalam tanah, ia dapat meningkatkan
kesuburan tanah karena menambahkan bahan organik ke dalamnya. Bahan
organik yang terkandung dalam kompos juga dapat mengikat partikel-partikel
tanah. Hal ini akan meningkatkan kemampuan akar tanaman dalam menyerap air,
memudahkan akar untuk menembus tanah, serta memperbaiki pertukaran udara di
dalam tanah. Dengan demikian, kompos dapat mendukung pertumbuhan tanaman
secara keseluruhan (Dewi dkk, 2017)
Pengomposan adalah proses biologis di mana mikroorganisme mengubah
sampah padat organik yang dapat terurai menjadi bahan yang stabil yang
menyerupai humus. Proses dekomposisi sampah padat organik dapat terjadi secara
aerobik atau anaerobik, tergantung pada ketersediaan oksigen. Pengomposan
aerobik adalah proses pengomposan yang dilakukan dengan kondisi terbuka.
Untuk menjaga agar proses pengomposan tetap stabil dan optimal dalam hal
kualitas dan kecepatan, diperlukan pengendalian intensif terhadap kadar air, suhu,
pH, kelembaban, ukuran bahan, volume tumpukan bahan, dan pemilihan bahan.

13
Pengendalian ini juga bertujuan untuk memfasilitasi masuknya udara ke dalam
bahan kompos. Pengendalian intensif ini menjadi ciri khas dari proses
pengomposan aerobik. Hasil akhir dari pengomposan aerobik adalah bahan yang
menyerupai tanah dengan warna hitam dan cokelat, serta memiliki tekstur yang
remah dan gembur. Setelah mencapai tahap ini, kompos aerobik siap digunakan
untuk tanaman atau dikemas dalam wadah (yuwono, 2005).

2.7. (POC) Pupuk Organik Cair

Pupuk organik adalah produk dari proses mikrobiologi yang menguraikan


bahan organik. Pupuk ini memiliki sifat pelepasan nutrisi yang lambat (slow
release), namun dapat tetap tersedia dalam tanah untuk jangka waktu yang lebih
lama dibandingkan dengan pupuk anorganik (Ameeta dan Ronak, 2017). Aktivitas
mikroba juga dapat meningkat ketika diaplikasikan pupuk organik pada tanah dan
dapat menekan keberadaan penyakit tanaman, sehingga tingkat produktivitas
tanah dan tanaman dapat terjaga. Pupuk organik dapat diproduksi melalui proses
fermentasi atau pengomposan limbah-limbah pertanian. Dalam proses ini, limbah-
limbah tersebut mengalami perombakan secara alami sehingga menghasilkan
pupuk organik dalam bentuk cair atau padat (Tonfack et al., 2009)
Pupuk organik cair (POC) adalah jenis pupuk organik yang dihasilkan
melalui proses fermentasi dan berbentuk cair. Salah satu keunggulan POC adalah
kemampuannya yang lebih mudah diserap oleh tanaman, serta mengandung unsur
hara makro dan mikro yang cepat tersedia. Bahan-bahan yang dapat digunakan
sebagai bahan baku dalam pembuatan POC relatif mudah diperoleh. Beberapa
contoh bahan yang dapat digunakan sebagai pupuk cair adalah bonggol pisang dan
ampas tahu. Selain itu, dalam proses pembuatannya, POC juga dapat diperkaya
dengan bahan organik padat seperti kotoran ayam dan urine kelinci (Febrianna et
al., 2018).
Pupuk Organik Cair (POC) merupakan larutan yang dihasilkan melalui
proses pembusukan bahan organik, termasuk sisa-sisa tanaman, kotoran hewan,
dan manusia. POC memiliki kandungan unsur hara lebih dari satu unsur.
Kelebihan POC adalah kemampuannya dalam mengatasi defisiensi hara secara
cepat, tidak menyebabkan masalah dalam pencucian hara, serta mampu

14
menyediakan hara dengan cepat. Selain berfungsi sebagai pupuk, POC juga dapat
digunakan sebagai aktivator untuk memproduksi pupuk organik padat
(Hadisuwito, 2007).
Pupuk organik cair adalah salah satu jenis pupuk yang telah banyak
digunakan oleh petani dan tersedia di pasaran. POC mengandung berbagai unsur
hara yang lengkap, termasuk unsur makro dan mikro esensial seperti N (nitrogen),
P (fosfor), K (kalium), S (belerang), Ca (kalsium), Mg (magnesium), B (boron),
Mo (molibdenum), Cu (tembaga), Fe (besi), Mn (mangan), dan bahan organik.
Aplikasi POC memiliki manfaat seperti memperbaiki kualitas tanah,
meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan mutu produk pertanian, serta
mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan pupuk anorganik (Parman,
2007).
Pupuk organik cair memiliki beberapa keunggulan, salah satunya adalah
kandungan nutrisi yang cukup lengkap, baik itu makro dan mikro. Pupuk ini
mudah diserap oleh tanaman karena unsur haranya sudah terurai, sehingga
tanaman dapat menggunakannya lebih cepat daripada pupuk padat. Bahan organik
yang melimpah dalam pupuk organik cair memberikan nutrisi yang lebih mudah
diserap oleh tanaman, dan ini dapat membantu menjaga kualitas dan keberlanjutan
tanah serta tanaman. POC biasanya menggunakan limbah pertanian sebagai bahan
bakunya, yang kemudian difermentasi dalam jangka waktu tertentu, dan juga
dapat diperkaya dengan sumber lainnya. Pupuk organik cair ini dapat digunakan
pada berbagai komoditas pertanian, baik itu komoditas pangan maupun
hortikultura (Sihotang et al., 2013).

2.8. Pestisida Nabati

Pestisida hayati, yang meliputi pestisida nabati dan pestisida mikroba,


adalah salah satu elemen dalam konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang
berkelanjutan bagi lingkungan. Pestisida hayati, atau yang biasa disebut
biopestisida, merupakan senyawa organik dan mikroba antagonis yang memiliki
kemampuan untuk menghambat atau membunuh hama dan penyakit pada
tanaman. Salah satu keunggulan biopestisida adalah senyawa organiknya yang
mudah terdegradasi di alam. Namun, di Indonesia, tanaman yang memiliki khasiat

15
untuk menghambat atau mematikan hama dan penyakit tanaman masih jarang
ditemukan. Hal ini membuat penggunaan biopestisida kurang umum di kalangan
petani, karena efektivitasnya cenderung tidak secepat pestisida kimia. Meskipun
begitu, biopestisida tetap memiliki kegunaan yang penting dalam pencegahan
serangan hama dan penyakit pada tanaman sebelum terjadinya infestasi
(pendekatan preventif) (Sumartini, 2016)
Pestisida nabati mencakup bahan-bahan nabati yang diekstraksi atau
disuling dan memiliki sifat-sifat sebagai zat pembunuh, zat penolak, zat pengikat,
dan zat penghambat pertumbuhan organisme pengganggu tanaman. Menurut
Kardinan (2010), tumbuhan memiliki zat metabolit sekunder yang berperan dalam
melindungi diri dari persaingan dengan tanaman lain. Zat-zat ini dapat digunakan
sebagai bahan aktif dalam pestisida nabati. Zat-zat ini biasanya memiliki
karakteristik rasa pahit (kandungan alkaloid dan terpen) serta memiliki bau busuk
dan rasa agak pedas, sehingga tumbuhan tersebut tidak diserang oleh hama
(Hasyim, 2010).
Beberapa tanaman buah dapat dimanfaatkan sebagai pengendali hama
alami, seperti famili Anonaceae (srikaya, sirsak), dan buah makasar (Brucea
javanica Merr.) (Rachmawati dan Korlina 2009) karena banyak mengandung
senyawa quasinoid (Yuriansyah et al 2018). Mulyadi (2019) telah
mengklasifikasikan bahan tanaman sebagai pestisida nabati menjadi enam
kelompok yaitu (1) kelompok tumbuhan sebagai insektisida nabati (bengkoang,
serai, sirsak, dan srikaya), (2) kelompok tumbuhan atraktan/penarik (daun selasih,
daun kemangi), (3) kelompok tumbuhan rodentisida nabati (gadung), (4)
kelompok tumbuhan moluskisida nabati (akar tuba, daun sembung), (5) kelompok
tumbuhan fungisida nabati (cengkih, daun sirih, serai, pinang, an tembakau), dan
(6) kelompok tumbuhan pestisida nabati serbaguna sebagai insektisida, fungisida,
moluskisida, bakterisida, dan nematisida (mimba, sirih, jambu mete, tembakau).
Pestisida nabati bekerja dengan merusak perkembangan telur, larva, dan
pupa, menghambat pergantian kulit, mengganggu komunikasi serangga,
menyebabkan serangga menolak makanan, mengusir serangga, serta menghambat
perkembangan patogen. Namun, pestisida nabati memiliki beberapa kelemahan,
seperti daya kerja yang relatif lambat, tidak langsung membunuh target secara

16
instan, rentan terhadap sinar matahari, dan tidak dapat disimpan dalam jangka
waktu yang lama, sehingga sering perlu dilakukan penyemprotan berulang-ulang.
Meskipun demikian, terdapat beberapa pestisida nabati yang memiliki reaksi
cepat, seperti bunga piretrum yang mengandung bahan aktif pirethrin, serta
tanaman Nimba yang mengandung bahan aktif azadirachtin. Kedua jenis tanaman
ini mengganggu proses metamorfosis serangga, di mana kematian terjadi saat
terjadi pergantian kulit atau instar, sehingga membutuhkan waktu sekitar tiga hari
untuk membunuh serangga tersebut (Kardinan, 2010).
Pestisida nabati memiliki potensi yang besar sebagai pengendali Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) yang ramah lingkungan. Sebagai pengendali hama
dan penyakit tanaman, pestisida nabati memiliki kemampuan untuk mencegah,
mengusir, bertindak sebagai repellent, memerangkap, menghambat pertumbuhan,
sporulasi, dan rigumentasi, menurunkan bobot badan dan aktivitas hormonal, serta
mengganggu komunikasi, pergantian kulit, hingga menyebabkan tekanan dan
kematian pada OPT. Namun, penggunaan pestisida nabati masih dihadapkan pada
beberapa kendala dalam penerapannya di masyarakat. Beberapa kendala yang
dihadapi antara lain: (1) Pestisida nabati cenderung mudah terdegradasi di alam,
sehingga aplikasinya perlu dilakukan secara berulang-ulang. (2) Pestisida nabati
sangat sensitif terhadap parameter lingkungan seperti sinar matahari, suhu, dan
faktor lainnya. (3) Penggunaan bahan pestisida nabati memerlukan jumlah yang
cukup besar, sehingga ketersediaannya terbatas. (4) Kemampuan pestisida nabati
dalam mengendalikan OPT tidak langsung menyebabkan kematian secara instan,
sehingga daya bunuhnya relatif rendah. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya
minat dari masyarakat terhadap penggunaannya (Baharuddin, 2015).

17
3.METODE PRAKTIKUM

3.1. Pembuatan EM (Effective Microorganisme)

3.1.1. Waktu dan Tempat Waktu pelaksanaan


Praktikum pada hari rabu tanggal 11 Oktober 2023. Pada Rumah Kebun
Fakultas Pertanian, Kampus Relet, Universitas Malikussaleh.

3.1.2. Alat dan Bahan


Alat-alat yang diperlukan adalah panci, kompor, neraca, blender atau
parutan, botol. Bahan-bahan yang diperlukan adalah susu sapi/kambing murni,
usus ayam/kambing secukupnya, terasi ½ kg, gula pasir 1 kg, bekatul 1 kg, nanas
1 kg, air 10 liter.

3.1.3. Pelaksanaan Praktikum


Pelaksanaan praktikum diawali dengan penyiapan alat-alat yang
diperlukan.Nanas dihaluskan dengan blender.Nasnas yang sudah halus
dimasukkan ke dalam panci.Kemudian terasi, bekatul, gula pasir dan air bersih
dimasukkan ke dalam panci bersama dengan nanas.Masak hingga mendidih,
kemudian dipecat. Tambahkan susu dan usus, aduk hingga merata. Setelah
merata ditutup rapai-rapat selama 12 jam. Jika sudah jadi adonan akan menjadi
kental atau lengket.

3.2. Pembiakan Bakteri EM (Effective Microorganisme)

3.2.1. Waktu dan Tempat Waktu


pelaksanaan praktikum pada hari jumat tanggal 18 Oktober 2023. Pada
Rumah Kebun Fakultas Pertanian, Kampus Relet, Universitas Malikussaleh.

3.2.2. Alat dan Bahan


Alat-alat yang diperlukan adalah ember, pengaduk, panci, saringgan
(kain/kawat), botol.Bahan-bahan yang diperlukan adalah cairan EM 1 liter,
bekatul 3 kg, molases atau cairan gula 1/4 liter, terasi 4 kg dan air bersih tanpa
kaporit 5 liter.

18
3.2.3. Pelaksanaan Praktikum
Pelaksanaan praktikum diawali dengan penyiapan alat-alat yang
diperlukan.Panaskan 5 liter air dalam panci sampai mendidih.Bekatul, tetes tebu
dan terasi dimasukkan dan diaduk hingga rata.Setelah menjadi adonan kemudian
dipecahkan.Masukkan cairan EM dan diaduk sampai merata.Panci ditutip rapat
selama 2 hari.Pada hari ke 3 dan selanjutnya penutup dibuat agak longgar dan
dilakukan pengadukan setiap hari sekitar 10 menit.Setelah 1 minggu bakteri
disaring dan dimasukkan ke dalam botol.Untuk penyimpanannya simpan di
tempat yang sejuk dan jauh dari sinar matahari langsung.

3.3. Pembuatan MOL (Mikroorganisme Lokal)

3.3.1. Waktu dan Tempat


Waktu pelaksanaan praktikum pada hari jumat tanggal 25 Oktober 2023.
Pada Rumah Kebun Fakultas Pertanian, Kampus Relet, Universitas Malikussaleh.

3.3.2. Alat dan Bahan


Alat-alat yang diperlukan dalam praktikum ini adalah Mangkok,
Penyaring, Botol Penyimpanan dan alatalat tulis.Bahan yang dibutuhkan adalah
Nasi untuk dijamurkan, Air sumur 1 liter, dan Gula pasir 70 gram.

3.3.3. Pelaksanaan Praktikum


Siapkan nasi untuk dijamurkan.Caranya ambil sisa nasi yang memang
sudah basiatau tidak dimakan lagi, kira-kira satu manhkok kecil atau
secukupnya.Kemudian taruh dalam wadah dan biarkan nasi tersebut menjadi dasar
sampai muncul jamur berwarna orange.Kalau nasi bisa diletakkan di buka tetapi
tidak sampai mengering.Campurkan dengan larutan gula.Larutkan 1 liter air
dengan 70 gram gula pasir.Setelah itu, masukkan larutan gula ini ke mangkok
yang berisi nasi berjamur tadi, aduk sampai tercampur semua, diremas-remas
kaalu perlu supaya halus (gunakan sarung tangan).Diamkan sampai bau
tape.Campurkan nasi berjamur dengan larutan gula tersebut, diamkan selama
seminggu atau lebih, campuran tersebut berbau tape.Apabila sudah bau tape, siap
dipanen dan digunakan. Bila akan disimpan masukkan ke dalam botol atau
langsung dipakai disiramkan ke media. Apabila dipakai sebagai starter kompos,
larutkan MOL dan air dengan perbandingan 1:5. Apabila dipakai langsung ke
media tanam, perbandingan 1:10 sampai 1:15. Penyiraman MOL bisa tiap 1 - 2
minggu. MOL dapat diperbanyak dengan cara ambil setengah bagian MOL
induk, lalutam bahkan air sesuai volume MOL.

19
3.4.Teknik Aerobik Pembuatan Kompos

3.4.1. Waktu dan Tempat


Waktu pelaksanaan praktikum pada hari rabu tanggal 01 November 2023.
Pada Rumah Kebun Fakultas Pertanian, Kampus Relet, Universitas Malikussaleh.
3.4.2. Alat dan Bahan
Cara pembuatan pupuk kompos dengan metode aerob dilakukan pada
Hamparan atau tempat terbuka yang bertujuan agar mendapatkan sirkulasi udara
yang baik. Bahan untuk pembuatan kompos yang baik adalah bahan organik
dengan perbandingan C/N rendah di bawah 30:1 dengan kadar air antara 40-50 %
dan pH antara 6-8. Bahan yang cocok untuk pengomposan aerob adalah hijauan
dari jenis leguminosa (kacang-kacangan), sisa-sisa jerami, batang pisang dan
kotoran ternak.Bahan organik yang memiliki bahan organik C/N tinggi diatas 30:1
seperti serbuk gergaji kayu dan sekam padi.Pengomposan bahan tersebut di atas
biasanya ditambahkan karbon yang berasal dari arang sekam dan juga kapur tani
(dolomit) untuk menjaga pH saat pengomposan.
3.4.3. Pelaksanaan Praktikum
Pada proses pengomposan ini kita akan menggunakan bantuan bakteri
dekomposer EM4. Buat larutan dekomposer EM4+air dengan dosis 1-2
cc/literair. 1 liter EM4 mampu mengomposkan bahan seberat 1 ton.
1. Pertama-tama siapkan terlebih dahulu bahan-bahan yang akan
dibuat kompos berupa sisa-sisa hasil pertanian, hijauan (dedaunan)
dan kotoran ternak.
2. Kemudian siapkan lahan untuk proses pengomposan, sebaiknya
diberi atap agar teduh tidak terpapar sinar matahari serta
melindungi dari air hujan agar tidak masuk saat proses
pengomposan.
3. Potong atau cacah bahan yang berasal dari tumbuhan sehingga
berukuran lebih kecil sekitar 1-2 cm. Pemotongan ini berfungsi
agar mempercepat proses dekomposi serta memperlancar proses
aerasi saat berlangsungnya pengomposan.
4. Hamparkan bahan baku yang telah di cacah tersebut diatas
permukaan tanah. Buat lapisan dengan bahan cacahan hijauan ini
dengan ukuran selebar 1 m dengan panjang 5 m dan ketebalan
sekitar 20 cm.
5. Selanjutnya taburkan pada lapisan pertama tadi kotoran ternak
setebal kurang lebih 5 cm, kemudian diratakan keseluruh
permukaan.
6. Kemudian percikan/semprotkan larutan bakteri dekomposer
EM4+air yang telah kita buat sebelumnya di atas lapisan hijauan

20
dan kotoran ternak tersebut. Semprotkan secara merata agar proses
pengomposan berjalan maksimal.
7. Ulangi langkah 5-7 sampai mencapai ketinggian sekitar 1,5 m.
8. Kemudian tutup rapat tumpukan semua bahan tersebut diatas
dengan menggunakan terpal/plastik tebal.
9. Biarkan campuran kompos tersebut selama 2-4 hari agar terjadi
proses pengomposan, ditandai dengan naiknya suhu sekitar 65° C
pada campuran bahan organik. Proses ini cukup penting dalam
pengomposan, sebab bertujuan untuk mematikan bakteri patogen,
jamur serta benih-benih gulma(rumput).
10. Setelah 2-4 hari buka penutup kompos lalu aduk tumpukan bahan
secara merata dengan cara memulai dari pingiiran tumpukan
kemudian di cangkul/disekop dari atas ke bawah mulai dari lapisan
yang paling atas hingga yang paling dasar. Hal ini selain berguna
untuk menghomogenkan kesemua campuran bahan juga berguna
untuk menurunkan suhu. Bila dirasa kelembaban terlalu rendah,
dicirikan dengan keadaan yang terlalu kering dari campuran bahan,
maka dapat ditambahkan air secukupnya. Lakukan kegiatan
pengadukan ini setiap 3 hari sekali hingga suhu kompos menjadi
stabil pada suhu sekitar dibawah 45°C.
11. Proses pengomposan ini memerlukan waktu sekitar 3-6 minggu,
hal tersebut terjadi bergantung dari bahan baku yang digunakan
serta bakteri starter dekomposer yang digunakan. Setelah batas
waktu tersebut, pupuk kornpos siap di bongkar. Ciri pupuk
kompos yang telah siap digunakan menjadi pupuk ataupun
campuran media tanam adalah dari suhu yang sudah dingin, warna
yang berubah menjadi lebih gelap/hitam coklat kecoklatan, serta
teksturnya enak (bahan mudah hancur), tidak basah dan tidak
berbau menyengat.

3.5. Pembuatan POC dengan Aktivator EM

3.5.1. Waktu dan Tempat


Waktu pelaksanaan praktikum pada hari rabu tanggal 08 November 2023.
Pada Rumah Kebun Fakultas Pertanian, Kampus Relet, Universitas Malikussaleh

3.5.2. Alat dan Bahan


Alat-alat yang diperlukan adalah Drum atau ember plastik (kapasitas 12
liter), dan alat-alat tulis. Bahan-bahan yang diperlukan adalah EM 1 liter, Molase
1 liter, Pupuk Kandang, Dedak dan Air secukupnya.

21
3.5.3. Pelaksanaan Praktikum
Mengisi gendang dengan air sampai setengah gendang.Pada tempat
terpisah, larutkan molase sebanyak 250 g ke dalam sumur 1 liter air. Masukkan
molase serta cairan EM ke dalam drum dan aduk secara perlahan dan merata.
Masukkan pupuk kandang,aduk perlahan, agar larutan terserap oleh pupuk
kandang. Tambahkan air sampai penuh. Tutup drum rapat-rapat. Lakukan
pengadukan setiap pagi selama 4 hari (5 putaran).Setelah 4 hari pupuk siap
digunakan.

3.6. Pembuatan Pupuk Cair Kirinyuh

3.6.1. Waktu dan Tempat


Waktu pelaksanaan praktikum pada hari rabu tanggal 15 November 2023.
Pada Rumah Kebun Fakultas Pertanian, Kampus Relet, Universitas Malikussaleh

3.6.2. Alat dan Bahan


Alat yang dibutuhkan antara lain: penumbuk atau blender, saringan, botol,
dan timbangan. Bahan yang dibutuhkan adalah 1 kg Kirinyuh, 1 liter air.

3.6.3. Pelaksanaan Praktikum


Siapkan penumbuk atau blender, saringan, botol dan bahan Kirinyuh 300
gram dan air 1 liter.Kirinyuh diambil 30 cm yang masih lembek dan kirinyuh
dipotong kira-kira 2 cm, kemudian ditambahkan air suling 400 ml, kemudian
diblender atau ditumbuk. Setelah halus kemudian disaring, ampas tersebut
kemudian diblender atau ditumbuk

3.7. Pembuatan Pestisida Nabati Bawang Putih

3.7.1. Waktu dan Tempat


Waktu pelaksanaan praktikum pada hari rabu tanggal 22 November 2023.
Pada Rumah Kebun Fakultas Pertanian, Kampus Relet, Universitas Malikussaleh

3.7.2. Alat dan Bahan


Alat yang diperlukan meliputi: penumbuk atau blender, saringan, botol,
dan lain-lain. Bahan-bahan yang diperlukan adalah 85 gram bawang putih, 50 ml
minyak sayur, 10 ml deterjen atau sabun, 950 ml air.

22
3.7.3. Pelaksanaan Praktikum
1. Persiapkan alat penumbuk atau blender, timbangan, saringan, botol
dan bahan 85 gram bawang putih, 50 ml minyak sayur, 10 ml deterjen
atau sabun, 950 ml air.Kulit bawang putih dikupas dan dihaluskan
serta dicampurkan dengan minyak sayur.
2. Biarkan campuran selama 24 jam.
3. Tambahkan air dan sabun, aduk hingga rata dan simpan dalam botol
paling lama 3 hari.

3.8. Penanaman Sawi

3.8.1. Waktu dan Tempat


Waktu pelaksanaan praktikum pada hari rabu tanggal 29 November2023.
Pada Rumah Kebun Fakultas Pertanian, Kampus Relet, Universitas Malikussaleh

3.8.2. Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan yaitu benih tanaman sawi, bolibag,
tanah, cangkul, parang, serta bawa EM,MOL, Kirinyuh, dan Kompos yang telah
dibuat pada saat praktikum sebelumnya.

3.8.3. Pelaksanaan Praktikum


Pelaksanaan penanaman sawi pada praktikum Pertanian Organik ini
adalah dengan menanam benih padi di 20 polibag kecil, kemudian tunggu selama
10 hari. Kemudian lakukan pemindahan bibit tanaman sawit pada polobag yg
lebih besar kemudian beri tanda pada polybag tersebut P1,P2,P3,P4 masing
masing berjumlah lima. P1 untuk Kirinyuh, P2 untukKompos , P3 untuk EM, P4
untuk MOL. Kemudian lihat pertumbuhan tanamna sawi setelah diberikan
perlakuan tersebut.

23
4.HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pembuatan EM (Effective Microorganism)

Tabel 1. Pengamatan Pembuatan EM


Pengamatan Hari Ke
Evaluasi 1 2
Bau Asam Asam
Cokelat kekuning-
Warna Cokelat tua
kuningan
Suhu Panas Panas
pH 3.1 2.8
Aktivitas
Sedikit Banyak
Mikroorganisme

Pembahasan:
Dari table hasil pengamatan dapat di lihat bahwa hasil pengamatan dari
EM memiliki aroma yang asam dengan warna cokelat tua pada hari ke-2 dan
memiliki suhu yang panas dengan pH asam dan aktivitas mikroorganime yang
menghasilkan banyak gelembung. Itu artinya pembuatan EM dikatakan berhasil
karena sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Siti dkk (2017) bahwa
aktivitas kerja mikroorganisme dalam bakteri EM menghasilkan bau atau
aroma agak kecut seperti tape. Pembuatan EM menghasilkan warna
cokelat tua.
Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Firmansyah (2010) bahwa pembuatan kompos dengan EM dapat dikenali
dari tanda fisik yaitu terjadi perubahan warna menjadi warna gelap (cokelat
kehitaman). Keberhasilan pembuatan EM dipengaruhi oleh suhu,kerapatan
dalam menutup cairan EM pada saat fermentasi dan bahan-bahan yang digunakan
untuk pembuatan dalam keadaan yang baik.

24
Hal ini sesuai dengan pendapat Gesriantuti dkk (2017) yang menyatakan
bahwa EM yang sudah masak didinginkan agar tidak membunuh bakteri yang
akan berkembang biak, kemudian ditutup rapat agar aroma fermentasinya
tidak keluar dan fermentasi menjadi optimal.
Bahan yang digunakan dalam pembuatan EM yaitu nanas, terasi, bekatul,
susu dan usus ayam. Hal ini sesuai dengan pendapat Moi dkk (2015)
yang menyatakan bahwa bahan yang diperlukan dalam pembuatan EM adalah
nanas, terasi, bekatul, gula pasir, air, usus ayam, dan susu. Cara pembuatan EM
yaitu nanas yang sudah diblender dicampur dengan air, terasi, bekatul, dan gula
lalu direbus sampai mendidih lalu didinginkan, kemudian dicampur dengan susu
dan usus ayam, setelah itu difermentasi.
Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Gesriantuti
dkk (2017) bahwa EM yang sudah masak harus didinginkan agar tidak membunuh
bakteri yang akan berkembangbiak, setelah itu ditutup rapat untuk melindungi
bakteri.
Proses pembuatan EM dibutuhkan alat dan bahan sebagai dasar
pembuatannya. Bahan yang diperlukan dalam pembuatan EM adalah nanas,
terasi,bekatul, gula pasir, air, usus ayam, dan susu (Moi dkk., 2015). Penggunaan
terasi dalam pembuatan EM bertujuan sebagai digunakan bahan untuk
merangsang pertumbuhan bakteri. Buah nanas digunakan untuk
mempercepat proses fermentasi dan meningkatkan unsur hara (Indriyanti dkk.,
2017). Bekatul dalam pembuatan EM berfungsi sebagai sumber makanan
untuk bakteri karena kandungan karbohidrat yang tinggi protein nabati. Usus
ayam digunakan sebagai sumber mikroorganisme serta untuk mempercepat
perombakan bahan organic dan membantu fermentasi menjadi lebih cepat
(Zahroh dkk., 2018).
EM (Effective Microorganism) yaitu kultur campuran dari
mikroorganimse yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman karena
memiliki peran dapat mempercepat dan memberi peningkatan kualitas terhadap
pupuk organik. Hal ini sesuai dengan pendapat Ratrinia dkk (2014) yang
menyatakan bahwa EM berfungsi sebagai bioaktivator yang berisi
mikroorganisme yang memiliki peran mempercepat dan memberi peningkatan

25
kualitas terhadap pupuk organik. Pemberian EM pada tanaman
berpengaruh terhadap pertumbuhan danperkembangan tanaman. Hal ini sesuai
dengan pendapat Ahmad dkk (2017) yang menyatakan bahwa selain
mempercepat kematangan pupuk organik, EM jugadapat meningkatkan
pertumbuhan vegetatif tanaman untuk menghasilkan panen yang lebih baik.
Bahan organik atau Effective microorganisms (EM) sangat bermanfaat
bagi peningkatan produktivitas lahan pertanian dalam perbaikan sifat fisik,kimia,
dan biologi tanah, serta mengurangi pencemaran lingkungan. Dalam kandungan
EM terdapat bahan-bahan mineral ataupun mikroba yang bermanfaat untuk
meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah. Selain untuk memperbaiki sifat-sifat tanah, EM
juga bermanfaat untuk meningkatkan jumlah produksi tanaman, sebagai
fermentasi bahan-bahan organik dalam tanah, untuk meminimalisir penggunaan
pupuk dan pestisida, untuk mempercepat proses bintil akar (fiksasi), untuk
memperbaiki nutrisi dan meningkatan laju dekomposisi dari mikroorganisme
yaitu selama 28 hari sehinggaproses penghancuran kompos lebih cepat
(Manuputty dkk, 2012).

4.2. Pembiakan Bakteri EM (Effective Microorganism)

Tabel 2. Pengamatan Pembiakan Bakteri EM


Evaluasi Pengamatan Hari Ke
1 2 3 5 7
Bau Asam Asam Asam Asam Asam
Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat
kekuning- kekuning- kekuning- kekuning- kekuning
Warna
kuningan kuningan kuningan kuningan -
kuningan
Suhu Panas Panas Panas Panas Panas
pH 3.2 3.1 3.1 2.9 2.8
Aktivitas Banyak Banyak Banyak Banyak Banyak
Mikroorganisme gelembun gelembung gelembung gelembung gelembu
g ng

26
Pembahasan:
Berdasarkan hasil pengamatan yang di dapat dari table dapat di lihat
bahwa pengamatan dari hari pertama hingga hari ke tujuh, larutan tetap berbau
asam dengan warna coklat kekuningan-kuningan. Memiliki suhu yang panas
dengan pH yang setiap hari semakin menurun atau semakin masam. Aktivitas
mikroorganisme terhitung memiliki gelembung yang banyak.
EM4 diformulasikan dalam bentuk cairan dengan warna coklat kekuning-
kuningan, berbau asam dengan pH 3,5 mengandung 90% bakteri Lactobacillus sp
dan tiga jenis mikroorganisme lainnya, yaitu bakteri fotosintetik, streptomyces sp
dan yeast yang bekerja secara sinergis untuk menyuburkan tanah dan
meningkatkan pertumbuhan tanaman. EM memiliki sifat yang cukup unik karena
dapat menetralkan bahan organik atau tanah yang bersifat asam maupun basa.
Mikroorganisme tersebut dalam fase istirahat dan apabila diaplikasikan dapat
dengan cepat menjadi aktif merombak bahan organik dalam tanah. Hasil
rombakan bahan organik tersebut berupa senyawa organik, antibiotik (alkohol dan
asam laktat) vitamin (A dan C), dan polisakharida.
Selain menghasilkan senyawa-senyawa organik tersebut, EM juga dapat
merangsang perkembangan dan pertumbuhan mikroorganisme lain yang
menguntungkan seperti bakteri pengikat nitrogen, bakteri pelarut phosphat,
mikroorganisme yang bersifat antagonis terhadap patogen serta dapat menekan
pertumbuhan jamur patogen tular tanah dan yang lebih penting adalah dapat
mengurangi ketergantungan terhadap pupuk dan pestisida kimia, EM4 dapat
digunakan untuk memproses bahan limbah menjadi kompos dengan proses yang
lebih cepat dibandingkan dengan pengolahan limbah secara tradisional. Pada
umumnya jumlah EM yang digunakan adalah 1-2 cc perliter air untuk bokashi
tanah, dan 30 cc perliter untuk fermentasi ekstrak tanaman.
Effective Microorganisms (EM) merupakan kultur campuran dari
mikroorganisme yang menguntungkan bagi petumbuhan tanaman. EM4 yang
dikenal saat ini adalah EM4 yang diaplikasikan sebagai inokulan untuk
meningkatkan keanekaragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah dan
tanaman, yang selanjutnya dapat meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, kuantitas
dan kualitas produksi tanaman. Pencampuran bahan organik seperti pupuk

27
kandang atau limbah rumah tangga dan limbah pertanian dengan EM4 merupakan
pupuk organik yang sangat efektif untuk meningkatkan produksi pertanian.
Campuran ini disamping dapat digunakan sebagai stater mikroorganisme yang
menguntungkan yang ada didalam tanah juga dapat memberikan respon positif
terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pemberian bahan organic ke
dalam tanah tanpa inokulasi EM-4 Pertanian akan menyebabkan pembusukan
bahan organic yang terkadang akan menghasilkan unsur anorganic sehingga akan
menghasilkan panas dan gas beracun yang dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman.
Selain mendekomposisi bahan organik di dalam tanah, EM-4 Pertanian
juga merangsang perkembangan mikroorganisme lainnya yang menguntungkan
untuk pertumbuhan tanaman, misalnya bakteri pengikat nitrogen, bakteri pelarut
fosfat dan mikoriza. Mikoriza membantu tumbuhan menyerap fosfat di
sekilingnya. Ion fosfat dalam tanah yang sulit bergerak menyebabkan tanah
kekurangan fosfat. Dengan EM-4 Pertanian hife mikoriza dapat meluas dari
misellium dan memindahkan fosfat secara langsung kepada inang dan
mikroorganisme yang bersifat antagonis terhadap tanaman. EM-4 Pertanian juga
melindungi tanaman dari serangan penyakit karena sifat antagonisnya terhadap
pathogen yang dapat menekan jumlah pathogen di dalam tanah atau pada tubuh
tanaman.

4.3. Pembuatan MOL (Mikro Organisme Lokal)

Tabel 3. Pengamatan Pembuatan MOL


Pengamatan Hari ke
Evaluasi
1 2 3 5 7
Bau Tape Tape Tape Tape Tape

Warna Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh

Suhu Dingin Dingin Dingin Dingin Dingin

pH 2.7 2.6 2.8 2.5 2.4

Aktivitas mikro
Banyak Banyak Banyak Banyak Banyak
organisme

28
Pembahasan:
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum yang sudah dilakukan
didapatkan hasil bahwa MOL memiliki bau seperti aroma tapai, warna keruh,
suhu dingin, pH asam dengan aktivitas mikroorganisme yang banyak.
Pemanfaatan MOL juga merupakan salah satu upaya mengatasi ketergantungan
terhadap pupuk dan pestisida kimiawi sintetis mendukung pembangunan pertanian
yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Larutan MOL mengandung unsur hara
makro seperti Nitrogen (N), Phospat (P), dan Kalium (K), sedangkan unsur mikro-
hara berupa Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Besi (Fe), Mangan (Mn), Seng (Zn)
dan Zat Pengatur Tumbuh (Auksin, Giberellin, dan Sitokinin) yang bermanfaat
untuk kesuburan tanaman. Jenis mikroorganisme dalam MOL
berupa Saccharomyces sp., Pseudomonas sp., Lactobacillus sp., Azospirillum sp.,
Azotobacter sp., Bacillus sp., Aeromonas sp., Aspergillus sp., mikroba pelarut
fosfat, dan mikroba selulolisis yang bermanfaat untuk menyuburkan tanah atau
mempercepat pengomposan (Ditjenbun, 2018).
Nasi basi digunakan sebagai media tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme. Penggunaan MOL nasi pada tanaman tidak merusak lingkungan
dan juga tidak berbahaya bagi manusia dan hewan. MOL nasi basi dengan
konsentrasi 300 gram nasi basi baik digunakan sebagai aktivator pembuatan
kompos dengan perlakuan dosis 200 ml MOL nasi basi (Harizena, 2012). Jamur
pada nasi basi merupakan flora termofilik yang dapat muncul pada waktu 5
sampai 10 hari berperan sebagai pengurai bahan organik menjadi cairan koloid
dengan kandungan besi, kalsium dan nitrogen yang akhirnya menjadi pupuk.
Mikroba berguna (effective microorganism) merupakan komponen habitat
alam yang berfungsi penting dalam mendukung pertanian ramah lingkungan
melalui proses dekomposisi bahan organik, mineralisasi senyawa organik, fiksasi
hara, pelarut hara, nitrifikasi dan denitrifikasi. Pertumbuhan dan perkembangan
suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh media tanam (tanah) yang subur serta
pupuk yang digunakan, pemanfaatan pupuk organik sebagai salah satu komponen
penting dalam mengatasi tanaman yang kekurangan nutrisi dibidang pertanian
serta aman bagi lingkungan salah satunya adalah penggunaan MOL

29
(Mikroorganisme Lokal) sebagai nutrisi (vitamin) bagi tanah agar tetap subur. Bau
yang dihasilkan dalam pembuatan MOL adalah bau tapai.
Menurut penelitian dari Salpiyana (2019) jika bau yang tercium adalah bau
tapai berarti pupuk yang telah dibuat berhasil, jika bau yang dihasilkan adalah bau
busuk seperti air comberan berarti MOL yang terbuat dari nasi basi belum
berhasil. Adapun menurut Kusrinah et.al (2016) ciri-ciri dari pembuatan pupuk
cair yang tidak berhasil (gagal) adalah dari bau yang dihasilkan, apabila berbau
busuk dan menyengat pupuk itu dinyatakan gagal.
Pada penelitian Rianda (2021) pemberian MOL nasi basi berpengaruh
nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman jumlah daun, dan batang daun
tanaman caisim (Brassica juncea L.). Sehingga perlu juga diaplikasi MOL nasi
basi dan cangkang telur ini terhadap tanaman sejenis. Aplikasi langsung threaded
tumbuhan, dengan pertimbangan apakah tumbuhan mulai dariawal penanaman
atau setelah tumbuh.

4.4. Teknik Aerobik Pembuatan Kompos

Tabel 4. Pengamatan Pembuatan Kompos


Pengamatan Minggu ke
Evaluasi
3 4 5 6
Bau Tidak Tidak Tidak Tidak
menyengat menyengat menyengat menyengat
Warna Coklat Coklat Coklat Coklat
kekuningan kehitaman
Suhu Panas Dingin Dingin Dingin
pH - - - -
Kadar air - - - -
Bahan organik Banyak Banyak Banyak Banyak
N - - - -
C/N - - - -

30
Pembahasan:
Berdasarkan hasil praktikum pada Pengamatan Teknik Aerobik Pembuatan
Kompos di dapatkan hasil bahwa kompos berwarna cokelat kehitaman, suhu
dingin, berbau tidak menyengat, kandungan air berkisar 45-50%. Pengomposan
yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen (aerob). Aerasi secara
alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara
hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos.
Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan (kelembaban). Apabila
aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau
yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau
mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan
area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan
proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan
besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan
dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut. Rasio C/N
yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1 hingga 40:1.
Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan untuk
sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C
untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi,
mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan
lambat.
Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses
metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay
oksigen. Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan
organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran
optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40 %,
aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada
kelembaban 15 %. Apabila kelembaban lebih besar dari 60 %, hara akan tercuci,
volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan
terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.

31
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Berhubungan langsung antara
peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan
semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses
dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan
kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas
pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh
sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan
hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman
dan benih-benih gulma.
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang
optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran
ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan
menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai
contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan
penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa
yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal
pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran
bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai
macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau
anaerobik . Pengkomposan adalah proses dekomposisi terkendali secara biologis
terhadap limbah padat organik diubah menyerupai tanah seperti halnya humus
atau mulsa. Kompos telah dipergunakan secara meluas selama ratusan tahun
dalam menangani limbah pertanian sekaligus sebagai pupuk alami tanaman.

4.5. Pembuatan POC dengan Aktivator EM

Tabel 5. Pengamatan Pembuatan POC EM


Pengamatan Hari Ke
Evaluasi 1 2
Bau Asam Asam
Warna Kening Kuning kecoklatan

32
Suhu Panas Panas
pH - -
Kadar air - -
Bahan organic - -
N - -
C/N - -

Pembahasan:
Pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dan
alami dari pada bahan pembenah buatan/sintetis. Pada umumnya pupuk organik
mengandung hara makro N, P, K rendah, tetapi mengandung hara mikro dalam
jumlah cukup yang sangat diperlukan pertumbuhan tanaman. Sebagai bahan
pembenah tanah, pupuk organik membantu dalam mencegah terjadinya erosi,
pengerakan permukaan tanah (crusting) dan mengurangi retakan tanah.
Pupuk organik cair adalah pupuk yang bahan-bahan dasarnya dipilih dari
dedaunan dan sampah dapur yang lunak, seperti sisa-sisa sayur bayam, kol, kulit
buah, dan lain-lain yang mudah membusuk dengan menambah bioaktivator cair
dan jumlah air yang memadai.
Menurut Sado (2016), pembuatan pupuk cair dilakukan dengan cara
fermentasi menggunakan bioaktivator EM-4 untuk mempercepat pengomposan.
Pengomposan atau pembuatan pupuk organik merupakan suatu metode
untukmengkonversikan bahan-bahan organik menjadi bahan yang lebih sederhana
dengan menggunakan aktivitas mikroba. Proses pembuatannya dapat dilakukan
pada kondisi aerobic dan anaerobik. Pengomposan aerobik adalah dekomposisi
bahan organik dengan kehadiran oksigen (udara), produk utama dari metabolis
biologi aerobik adalah karbodioksida, air dan panas. Pengomposan anaerobik
adalah dekomposisi bahan organik tanpa menggunakan oksigen bebas; produk
akhir metabolis anaerobik adalah metana, karbondioksida dan senyawa tertentu
seperti asam organik.
Pada dasarnya pembuatan pupuk organik padat maupun cair adalah
dekomposisi dengan memanfaatkan aktivitas mikroba, oleh karena itu kecepatan
dekomposisi dan kualitas kompos tergantung pada keadaan dan jenis mikroba

33
yang aktif selama proses pengomposan. Kondisi optimum bagi aktivitas mikroba
perlu diperhatikan selama proses pengomposan, mislanya aerasi, media tumbuh
dan sumber makanan bagi mikroba.
Pupuk organik cair (POC) adalah jenis pupuk berupa larutan yang
diperoleh dari hasil pembusukkan bahan-bahan organik. Pupuk organik cair ini
mengandung unsur-unsur penting yang digunakan tanaman untuk
pertumbuhannya dan dapat meningkatkan produksi tanaman.Pupuk organik cair
yang baik yaitu mengandung unsur hara makro terutama nitrogen (N), fosfor (P),
kalium (K) dan C-organik, karena unsur-unsur tersebut adalah unsur hara yang
dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang cukup banyak. Dalam Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 261 Tahun 2019 mengatur bahwa untuk menjamin kualitas
pupuk organik cair yang dihasilkan, ada syarat teknis minimal yang harus
dipenuhi agar mutu pupuk tersebut terjaga.
Pembuatan POC dilakukan dengan cara mencampurkan bahan yang
diperlukan seperti pupuk kandang ¼ , dedak ½ untuk satu kelas praktikum, Em 1
liter dilarutkan dalam air, dan molase (larutan gula) 250 gram dilarutkan dalam
air, semua bahan-bahan yang akan digunakan masukkan ke dalam ember atau
drum (ember plastik) dan di masukkan bahan-bahan yang diperlukan tambahkan
air secukupnya dan aduk-aduk sampai merata,lakukanlah pengadukan setiap pagi
selama 4 hari (5 putaran) kemudian di tutup rapat dan di simpan di tempat yang
tidak terkena sinar matahari langsung.
Effective Microorganism-4 adalah suatu kultur campuran berbagai
mikroorganisme yang bermanfaat sehingga dapat digunakan sebagai inokulan
untuk meningkatkan keragaman mikroorganisme tanah, dapat memperbaiki
kesehatan serta kualitas tanah. Dari banyaknya mikroorganisme, terdapat lima
golongan penyusun EM-4 yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillussp., ragi (yeast),
Actinomycetessp., dan jamur fermentasi.
Penambahan bioaktivator EM4 dalam proses fermentasi ini berfungsi
untuk mempercepat proses fermentasi, sedangkan gula yang ditambahkan ke
dalam reaktor berfungsi sebagai sumber makanan dan energi bagi mikroorganisme
untuk melakukan aktivitasnya. Selama proses fermentasi, mikroorganisme akan
mendekomposisi senyawa organik yang terdapat dalam pengomposan bahan

34
menjadi senyawa yang lebih sederhana, selain itu akan dihasilkan juga gas
metana, karbondioksida, dan asam organic yang memiliki bobot molekul rendah.
Dengan bantuan EM4 pembuatan POC yang diperoleh sudah dapat
digunakan dalam waktu yang relative singkat yaitu setelah proses 4-7 hari, selain
itu POC hasil Pengomposan tidak panas, tidak berbau busuk, tidak mengundang
hama dan penyakit serta tidak membahayakan pertumbuhan atau produksi
tanaman.
Rasio C/N adalah perbandingan kadar karbon (C) dan kadar nitrogen (N) dalam
satu bahan. Rasio C/N menentukan kecepatan penguraian sampah organik pada
saat pengomposan.Rasio C/N pupuk organik cair pada perlakuan dengan
bioaktivator lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan tanpa bioaktivator.
Kualitas pupuk organik cair dapat ditentukan dari rasio C/N, namun tidak mutlak
sebagai indikator kualitas pupuk organik cair.
Menurut Wehadaka pancapalaga (2011), kualitas hasil pembuatan pupuk
organik cair pada prinsipnya ditentukan oleh bahan baku, mikroorganisme
pengurai, rasio C/N, produk akhir dan pengemasan. Jika rasio C/N tinggi berarti
bahan pembuatan pupuk belum terurai secara sempurna dansukar terdekomposisi
serta kurang baik digunakan sebagai pupuk tanaman. Pupuk dengan rasio C/N
tinggi tidak baik bagi tanaman dan pada saat pengaplikasian langsung ke tanaman
akan terjadi kompetisi antara tanaman dengan mikroba dalam penyerapan unsur-
unsur hara tersedia dalam tanah. Sebaliknya jika rasio C/N kompos rendah berarti
unsur hara yang terikat pada pupuk telah dilepaskan melalui proses mineralisasi
sehingga dapat digunakan oleh tanaman. Kualitas pupuk organik cair dapat juga
ditentukan dengan kandungan unsur hara yang berupa unsur hara makro yaitu N,
P dan K.

4.6. Pembuatan Pupuk Cair Kirinyuh

Kirinyuh adalah tanaman semak termasuk famili Asteraceae yang tersebar


luas di daerah tropis. Daun kirinyuh berwarna hijau muda dan bergerigi. Ciri-ciri
yang paling mencolok pada tunas daun yang terdapat warna coklat. Tanaman

35
kirinyuh dapat tumbuh mencapai lebih 2 meter. Bunga berwarna putih
bergerombol dan muncul pada saat musim kering (Soeryoko, 2011).
Daun kirinyu mengandung senyawa bioaktif berupa alkaloid, fenolik,
tanin, dan saponin (Siharisetal., (2018) yang bersifat racun bagi serangga tertentu
dalam konsentrasi ekstrak tertentu. Ekstrak daun kirinyu dapat berperan sebagai
nematisidadimana pada konsentrasi 20% dapat menyebabkan mortalitas 100%
terhadap Meloidogyne sp (Huzni, 2015). Insektisida nabati ekstrak daun kirinyuh
dengan pelarut etanol 70% dan penambahan ekstrak daun salam dapat
nebyebabkab mortalitas nyamuk Aedes aegypti 77% nyamuk dalam waktu selama
24 jam.
Ekstrak daun kirinyuh dengan pelarut ethanol 96% juga efektif terhadap
larva ulat grayak Spodopteralitura dengan tingkat mortalitas 80% pada
konsentrasi 6% dan 92% pada konsentrasi 8% (Permatasasi & Asri, 2021). Selain
efektif terhadap ulat grayak, ekstrak daun tanaman kirinyuh juga berpotensi
menekan perkembangan biologis ulat crop kubis Crocidolomia pavonana .
Aplikasi ekstrak daun kirinyuh pada ulat krop kubis dengan konsentrasi 30-40%
menimbulkan gejala keracunan yang ditandai dengan gerakan larva mulai
melamban atau aktifitas makannya berkurang, kemudian perubahan warna
menjadi kehitaman dan mortalitas 100% pada hari kesembilan. Menurut
Siharisetal (2018) menyatakan bahwa daun kirinyuh mengandung beberapa
senyawa bioaktif seperti flavonoid, alkaloid, tanin, triterpenoid dan saponin.
Kandungan senyawa metabolit sekunder pada tanaman kirinyuh dapat digunakan
sebagai bio pestisida untuk mengendalikan hama karena memberikan bau
menusuk dan rasa pahit yang bersifat toksik bagi serangga. Kirinyuh mengandung
Pryrrolidzinealkaloids yang bersifat racun bagi serangga.
Daun Kirinyuh yang dipilih sebagai bahan ekstraksi adalah daun yang
sehat, dari segi fisik tidak rusak atau bebas dari serangan hama, memiliki warna
daun hijau tua pekat. Daun Kirinyuh yang digunakan adalah daun yang tidak
muda atau tidak terlalu tua. Pemilihan daun kirinyuh untuk ekstraksi dilakukan
dengan cara memilih daun Kirinyuh pada lembar ke 4-6 dari pucuk.
Kirinyuh (Chromolaena odorata) merupakan tanaman liar yang
berpotensisebagai sumber bahan organik (pupuk hijau) yang ketersediaannya

36
cukup melimpah dibeberapa sentra produksi tanaman sayuran. Kirinyuh
mengandung unsur haraNitrogen yang tinggi (2,65%) sehinggacukup potensial
untuk dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik karena produksi biomassanya
tinggi. Pada umur6 bulan Kirinyu dapat menghasilkan biomassa sebanyak 11,2
ton/ha dansetelah berumur 3 tahun mampu meng- hasilkan biomassa sebanyak
27,7 to/ha, sehingga biomassa Kirinyu merupakan sumber bahan organik yang
sangat potensial.
Tanaman kirinyuh dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam budidaya
tanaman untuk pembuatan pupuk organik cair yang kemudian diaplikasikan ke
media tanaman untuk pertumbuhan tanaman.Bahan organik Kirinyu
mempunyaiperan yang sangat penting dalammeningkatkan produktifitas tanah
dantanaman, serta cukup tersedia danbelum dimanfaatkan secara optimal oleh
masyarakat dalam budidaya tanaman.
Pembuatan pupuk organik cair dari tanaman kirinyuh dilakukan dengan
mencincang/menghaluskan daun kirinyuh diambil 3 cm yang masih lunak di
potong sekitar 2 cm, kemudian ditambakanakudes 400 ml, lalu dihaluskan/di
blender, setelah halus di saring menggunakan saringan, amplas selanjutnya di
blender/di tumbuk dan di tambahkan akudes 300 ml, kemudian disaring kembali,
selanjutnya amplas diblender/di tumbuk dan di tambahkan air 300 ml, kemudian
disaring lagi sampai tersisa serat-serat tumbuhan.
Pupuk organik cair dari daun kirinyuh diuji kandungannya meliputi unsur
hara makro berupa nitrogen, fosfor, dan kalium di Laboratorium Balai Pengkaji
Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta.Pemupukan sangat penting karena
menentukan tingkat pertumbuhan dan hasil baik kuantitatif maupun kualitatif.
Salah satu upaya untuk mengurangi kendala dan hambatan yang dialami petani
tersebut tanpa menurunkan produksi dan tetap menjaga kelestarian lingkungan
adalah dengan penggunaan pupuk kompos. Kompos sangat berperan dalam proses
pertumbuhan tanaman. Kompos tidak hanya menambah unsur hara, tetapi juga
menjaga fungsi tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Selain itu
kompos berfungsi memperbaiki struktur tanah, menambah kemampuan tanah
untuk menahan air dan mengoptimalkan aktivitas biologi tanah.

37
4.7. Pembuatan Pestisida Nabati Bawang Putih

Pestisida organik adalah salah satu upaya para petani untuk menekan
dampak negatif yang ditimbulkan dari pestisida non hayati yang dapat merusak
lingkungan, dalam rangka untuk memepertahankan produksi pertanian dan
perkebunan (Fenty, 2015).
Pestisida nabati memiliki banyak macamnya berdasarkan fungsi
mengendalikan hama seperti insektisisda, bakterisida, akarisida dan lain-lain.
Penggunaan insektisida nabati dilakukan sebagai alternatif untuk mengendalikan
hama tanaman sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan seperti
penggunaan pestisida kimia (Tohir, 2010).
Pemanfaatan pestisida nabati miliki prospek yang menjanjikan karena
tanaman nabati tersedia dengan bermacam-macam kandungan yang bersifat racun
terhadap pathogen, bahan bakunya melimpah di alam, proses pembuatan tidak
membutuhkan teknologi. Pestisida nabati berfungsi sebagai pengendali hama
tanaman selain itu juga ramah terhadap lingkungan karena bahan aktif yang
mudah terurai di alam. Senyawa yang terkandung di dalam bahan alami tersebut
menghasilkan senyawa metabolik sekunder yang bersifat penolak atau
penghambat makan, penghambat perkembangan, penghambat peneluran dan
sebagai bahan kimia yang mematikan serangga dengan cepat.
Salah satu insektisida yang berpotensi sebagai tanaman pengendalian
hama yaitu bawang putih . Bawang putih adalah nama tanaman dari genus Allium
sekaligus nama dari umbi yang dihasilkan. Umbi dari tanaman bawang putih
merupakan bahan utama untuk bumbu dasar masakan Indonesia. Penggunaan
alisin dari bawang putih sebagai salah satu sumber insektisida didasarkan atas
pemikiran bahwa terdapat mekanisme pertahanan dari tumbuhan akibat
interaksinya dengan serangga pemakan tumbuhan, alisin ini tidak akan
menimbulkan resistensi karena baunya saja sudah membuat serangga tersebut
untuk tidak mendekat. Salah satunya aroma tajam menyengat yang dikeluarkan
alisin membuat hama takut untuk mendekat dengan adanya bau yang dimilikinya.
Dihasilkan senyawa metabolik sekunder oleh tumbuhan yang bersifat sebagai
penolak, penghambat, penghambat perkembangan dan sebagai bahan kimia yang
mematikan serangga dengan cepat (Yenie et al., 2013).

38
Kandungan kimia dari Allium sativum L. yang memiliki aktivitas biologi
dan bermanfaat dalam pengobatan adalah senyawa organosulfur. aliixin, saponin,
dan flavonoid merupakan bahan kimia yang dapat difungsikan sebagai insektisida
terutama dalam membasmi kutu rambut yang aman bagi kesehatan dan
lingkungan (Sukma, 2016). Merupakan senyawa yang kurang stabil, adanya
pengaruh air panas, oksigen udara, dan lingkungan basa, mudah sekali
terdekomposisi menjadi senyawa sulfur yang lain seperti dialil sulfida. Aktivitas
antibakteri dalam bawang putih dapat digunakan dalam bentuk segar, jus, ekstrak,
destilat atau fermentasi (Dewi, 2012).
Kandungan utama bawang putih adalah air dan sebagian besar berat kering
terdiri dari fruktosa yang mengandung karbohidrat, protein, senyawa sulfur, serat,
dan asam amino bebas. Bawang putih juga mengandung saponin dengan kadar
yang tinggi, kalium, fosforus, zink, sulfur, vitamin A dan C, sejumlah selenium
dan kalsium dengan kadar rendah, natrium, magnesium, besi, mangan dan vitamin
B-kompleks.
Menurut Yuhua (2011) dalam 100 gram umbi bawang putih mengandung:
1,5% Allicin yang merupakan komponen penting dengan efek antibiotik, 4,5 gr
protein, 0,20 gr lemak, 23,10 gr hidrat arang, 0,22 mg vitamin B1, 15 mg Vitamin
C, 95 kalori, 134 mg posfor, 42 mg kalsium, 1 mg zat besi, dan 71 gr air. Pada
beberapa penelitian umbi bawang putih mengandung zat aktif allicin, enzim
alinase, germanium, sativine, sinistrine, selenium, scordinin, nicotinic acid.
Dusica (2011) menyatakan bahwa komponen utama dalam bawang putih
yang memiliki potensi sebagai antibakteri dan potensi terapeutik lainnya ialah
kandungan sulfur dalam bawang putih. Diantaranya ialah Diallyl thiosulfinate
(allicin) dan Diallyl disulfide (ajoene).
Allicin merupakan komponen sulfur biokatif utama yang muncul apabila
bawang putih dipotong atau dihancurkan. Allicin merupakan senyawa yang
bersifat tidak stabil, senyawa ini dalam waktu beberapa jam akan kembali
dimetabolisme menjadi senyawa sulfur lain seperti vinydithiines dan Diallyl
disulfide (ajoene) yang juga memiliki daya antibakteri berspektrum luas namun
dengan aktivitas yang lebih kecil (Bayan, 2013).

39
Salima (2015) menyatakan bahwa bawang putih juga mengandung
komponen minyak atsiri, yang juga memiliki aktivitas antibakteri yang bekerja
dengan mekanisme menghambat pembentukan membran sel bakteri. Namun,
potensi minyak atsiri sebagai antijamur dikenal jauh lebih besar dibanding
potensinya sebagai antibakteri. Bawang putih memiliki kandungan lain yang
dipercaya memiliki aktivitas antibakteri yakni flavonoid. Flavonoid bekerja
dengan cara mendenaturasi protein yang dimiliki bakteri. Senyawa flavonoid juga
dikenal sebagai antioksidan. Flavonoid merupakan turunan senyawa fenol yang
dapat berinteraksi dengan sel bakteri. Interaksi flavonoid dengan sel bakteri
melalui adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen.
Pembuatan pestisida organik menggunakan umbi bawang putih
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak umbi bawang putih
semakin tinggi tingkat kematian hama uji, dimana konsentrasi yang paling banyak
membunuh larva nyamuk pada konsentrasi dengan presentase kematian hewan uji
sebesar 95% untuk ekstrak etanol dan 97,5% untuk ekstrak metanol. Penggunaan
bawang putih sebagai pestisida nabati ternyata dapat menyehatkan tanaman
karena ekstrak bawang putih mengandung senyawa allisin, aliin, minyak atsiri,
saltivine, scordinin, dan menteilalin trisilfida. Senyawa ini bersifat insektisida dan
dapat berfungsi sebagai penolak kehadiran serangga. Karena umbi bawang putih
mengandung bahan insektisida dan aman bagi lingkungan, maka dilakukan
penelitian untuk menguji ekstrak bawang putih (Allium sativum L.) terhadap hama
ulat grayak (Spodoptera litura F.)
Sabun dapat menghilangkan kotoran dan minyak karena struktur kimia
sabun terdiri dari bagian yang bersifat hidrofil pada rantai ionnya, dan bersifat
hidrofobik pada rantai karbonnya. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah
molekul sabun secara keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam air. Namun
sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel micelles,
yaknisegerombolan (50-150) molekul yang rantai hidrokarbonnya mengelompok
dengan ujung-ujung ionnya yang menghadap ke air.

40
4.8. Penanaman Sawi

Tabel 6. Pengamatan Tanaman Sawi

Jumlah Daun (Helai) Tinggi Tanaman (cm)


HST Perlakuan
1 2 3 4 1 2 3 4
EM 6 4 5 6 8.5 6.5 6.5 9.5
Kirinyuh 6 6 5 4 11.5 10.5 10 5.5
7 Kompos +
5 5 4 9 7 8 10 12
POC
MOL 5 6 6 7 6 10 7 11.5
EM 6 5 5 6 10 11 8.5 15
Kirinyuh 6 7 6 6 17 15 17 7
14 Kompos +
6 7 6 6 13 10 13 16.5
POC
MOL 5 7 7 7 14.5 14.5 12 16.5
EM 4 5 5 7 12 14 14 19
Kirinyuh 6 8 6 5 22 18 19 14
21 Kompos+
6 7 7 7 15 14.5 18 22
POC
MOL 6 7 7 7 16 16.5 16 19.5

Pembahasan:
Tanaman sawi hijau (Brassica juncea. L) termasuk tanaman sayuran daun
dari keluarga Cruciferae atau tanaman kubis-kubisan yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi karena kaya akan serat, kandungan gizi tinggi, dan juga tanaman
ini dipercaya mempunyai khasiat obat. Daun sawi hijau selain dimanfaatkan
sebagai bahan sayuran ternyata juga dapat dimanfaatkan untuk pengobatan
(terapi) berbagai macam penyakit. Mengingat manfaat dan kegunaan dari tanaman
sawi hijau yang begitu besar, budidaya tanaman sawi hijau perlu untuk semakin
dikembangkan dengan menggunakan teknologi penanaman yang modern, bukan
lagi menggunakan sistem tradisional (Elsafiana, 2017).

41
Dari analisis tabel 6 maka dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan tanaman
sawi hijau yang paling baik adalah dengan perlakuan kompos dan penambahan
POC dengan aktivator EM dengan jumlah daun 7 helai dan tinggi tanaman 22 cm.
Hal ini dikarenakan kandungan NPK yang terdapat pada pupuk kompos yaitu N
(2,19%), P (0,69%) dan K (1,67%).
Unsur hara nitrogen berfungsi merangsang pertumbuhan secara
keseluruhan baik batang, cabang, maupun daun, membentuk protein, lemak dan
senyawa organik lainnya serta pembentukan hijau daun. Peranan unsur hara fosfor
adalah membantu asimilasi dan pernapasan, merangsang pertumbuhan akar, dan
bahan untuk pembentukan protein. Unsur hara kalium berfungsi memperkuat
tubuh tanaman, membantu pembentukan protein dan karbohidrat (Lingga &
Marsono, 2013).Perpanjangan atau pembelahan sel saat fase vegetatif sangat
ditentukan oleh ketersediaan unsur nitrogen, fosfor, dan kalium dalam tanah.
Pupuk NPK membantu pertumbuhan tanaman sehingga berkembang secara
maksimal (Supandji, 2018).

42
5. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Pertanian organik adalahteknik budidaya pertanianyang mengandalkan


bahan bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis dengan tujuan
menyediakan bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan
konsumennya serta tidak merusak lingkungan.

5.2. Saran

Sebaiknya dalam melakukan praktikum pertanian organik ini penanaman


sayuran organik yang di terapkan lebih terdahulu agar dapat menghasilkan data
yang lebih efesien yaitu dengan melakukan pengaplikasian pupuk dan pestisida
pada tanaman tersebut.

43
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Zukni, Hunaepi, Taufik Samsuri. 2017. “Analisis Kandungan Unsur Npk
Dalam Kompos Organik Limbah Jamur Dengan Aktivator Ampas
Tahu.” Jurnal Ilmiah Biologi “Bioscientist” 6, No. 1: 10–18.
Ali, H. Dan Deri K. 2018. Efektifitas Mikroorganisme Lokal (MOL) Rebung
Bambu sebagai Aktivator Pembuatan Kompos Tahun 2014. Journal of
Nursing and Public Health. Vol. 6, No.1.
Ali, M., Kogoya W., & Pratiwi, Y. I. 2018. Teknik Budidaya Tanaman Sawi
Hijau (Brassica juncea L).

Alni, Rahmawati. 2012. Statistika.Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah


Yogyakarta.
Amir, Nurbaiti, Heniyati Hawalid, And Ismail Arifal Nurhuda.2017. “Pengaruh
Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan Beberapa Varietas Bibit
Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.) Di Polybag.” Klorofil 9,
No. 2: 68–72.
Asmaliyah. 2010. Pengenalan Tumbuhan Penghasil Pestisida nabati Dan
pemanfaatannya secara Tradisional.Palembang : kementerian
Kehutanan badan penelitian dan Pengembangan kehutanan pusat
Penelitian dan pengembangan Produktivitas Hutan.
Bachtiar, Budirman, Dan Andi, Hamka Ahmad. 2019.Kata Kunci, : Seresah,
Aktivator Promi, And Johar Kompos. “Analisis Kandungan Hara
Kompos Johar Cassia Siamea Dengan Penambahan Aktivator Promi
Analysis Of The Nutrient Content Of Compost Cassia Siamea With
Addition Of Activator Promi.” Jurnal Biologi Makasar 4, No. 1: 68.
Bayan L, Koulivand P, Gorji. 2013. Garlic: A Review Of Potential Therapeutic
Effects. Avicenna J Phytomed. Vol. 1. No.7.
Dahar, R., Yanti, N. S. P., & Rahmi, F. 2019. Pengaruh Struktur Modal, Ukuran
Perusahaan, dan Return on Equity Terhadap Nilai Perusahaan Property
And Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal
Ekonomi & Bisnis, 21(1), 121–132.
Dewi, N. 2012. Untung Segunung Bertanam Aneka Bawang. Yogyakarta :
Pustaka Baru Press.
Dahlianah, Inka. 2014. “Pupuk Hijau Salah Satu Pupuk Organik Berbasis Ekologi
Dan Berkelanjutan.” Klorofil 9, No. 2: 54–56.

44
Direktorat Pupuk dan Pestisida. 2011. Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida.
Jakarta: Kementrian Pertanian.
Ditjenbun. 2018. Statistik Perkebunan Indonesia. Direktorat Jendral Perkebunan,
Departemen Pertanian. Jakarta.
Dusica P, Vesna D, Ljubisa B, Mihajlo Z. 2011. Allicin And Related Compounds:
Biosynthesis And Pharmacological Activity. Phys Chem Tech. Vol.9.
No.1 : 1-9.
Alham, M. & Elfarisna. 2017. Respon pertumbuhan dan produksi tanaman seledri
(Apium graveolens L.) terhadap efisiensi pupuk organik padat.
Prosiding Seminar Nasional 8 November 2017. Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Jakarta. Hal 89-93.
Fenty. 2015. Tanaman Biopestisida. http://nad.litbang.pertanian.go.id/ind/index
.php/info-teknologi/799-tanaman-biopestisida.
Firmansyah, M. A. 2011. Peraturan tentang pupuk, klasifikasi pupuk
alternatifdan peranan pupuk organik dalam peningkatan
produksi pertanian. J.Agrikultur, 20 (3) : 14 – 22.
Fitri, I, I N Rohma, And N Maulidah. “Optimasi Pupuk Organik Padat Dan Cair
Berbahan Dasar Limbah Rumah Tangga.” Prosiding …1 (2021): 450–
58.Harizena, I.N.D. 2012. Pengaruh Jenis dan Dosis MOL terhadap
Kualitas Kompos Sampah Rumah Tangga. Skripsi. Fakultas Pertanian
Universitas Udayana. Denpasar.
Gesriantuti, N., Elsie, I. Harahap, N. Herlina, dan Y. Badrun. 2017.
Pemanfaatanlimbah organik rumah tangga dalam pembuatan
pupuk bokashi diKelurahan, Tuah Karya, Kecamatan Tampan,
Pekanbaru. J. PengabdianUntuk Negeri, 1(1) : 72 – 77.
Hasanah N, Gultom ES. (2020). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Daun
Kirinyuh (Chromolaena odorata L.) terhadap Bakteri MDR (Multi Drug
Resistant) dengan metode KLT bioautografi. Jurnal Biosains. 6(2): 45-
52.

Huda, Muhammad Khoirul. 2013. Pembuatan Pupuk Organik Cair Dai Urin Sapi
Dengan Aditif Tetes (Molasse) Metode Fermentasi. Skripsi. Semarang :
Universitas Negeri Semarang.
Huzni M, Rahardjo BT, dan Tarno H, 2015. Uji Laboratorium Ekstrak Kirinyuh
(Chromolaena odorata: King & Robinson) Sebagai Nematisida Nabati
Terhadap Meloidogyne spp. (Chitwood). Jurnal Hama dan Penyakit
Tumbuhan. 3(1): 93-101.

45
Indah, A.A. Sudarmaja, Made. 2016. Pengaruh Konsentrasi Etanol Rimpang Jahe
(Zingiberofficinale) Terhadap Kematian Larva Nyamuk Aedes Aegypti.
Fakultas Kedokteran. Universitas Udayana.
Indriyanti, E.N., Dewi, dan E.Susanto. 2017. Pengaruh penambahan
PGPR(Plant Growth Promoting Rhizobacteria) dan buah nanas (Ananas
comosus) terhadap spesifikasi pupuk organik cair rumput laut Euchema
cottonii. J.Saintek Perikanan, 12 (2) : 139 – 145.
Kardinan, A. 2011. Penggunaan Pestisida Nabati Sebagai Kearifan Lokal dalam
Pengendalian Hama Tanaman Menuju Sistem Pertanian Organik Dalam
Pengembangan Inovasi Pertanian, 4(4), 262-278.
Kesumaningwati, Roro. 2015. Penggunaan MOL Bonggol Pisang
(MusaParadisiaca) Sebagai Dekomposer Untuk Pengomposan Tandan
Kosong Kelapa Sawit. Fakultas Pertanian Universitas Kalua Samarinda.
Ziraa’ah. 40(1):40-45.
Kumar, R., Kumawat, N., Sahu, Y.K. 2017.Role of Biofertilizers in Agriculture.
Popular Kheti 5 (4): 63-66.
Kusrinah, Alwiyah Nurhayati, Nur Hayati.2016, Pelatihan dan Pendampingan
Pemanfaatan Eceng gondok (Eichornia crassipes)Menjadi Pupuk
Kompos CairUntuk Mengurangi Pencemaran Air dan meningkatkan
Ekonomi Masyarakat Desa Karangkimpul Kelurahan Kaligawe
KecamatanGayamsari Kotamadya Semarang, Jurnal DIMAS – Volume
16, Nomor 1, Mei 2016.
Manuputty, M. C., A. Jacob, dan J. P. Haumahu. 2012. Pengaruh
effectiveinoculant promi dan EM4 terhadap laju dekomposisi dan
kualitas komposdari sampah kota. J. Agrologia, 1 (2) : 143 – 151.
Mardwita, Eka Sri Yusmartin, Ani Melani, Atikah Atikah, And Desty Ariani.
“Pembuatan Kompos Dari Sampah Organik Menjadi Pupuk Cair Dan
Pupuk Padat Menggunakan Komposter.” Jurnal Ilmiah Pengabdian
Kepada Masyarakat 1, No. 2 (2019): 80–83.
Marsono dan Lingga. 2013. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya.
Jakarta. 157 h.

Moi, A. R., D. Pandiangan, P. Siahaan, dan A. M. Tangapo. 2015.


Pengujianpupuk organic cair dari eceng gondok (Eichhornia
crassipes) terhadappertumbuhan tanaman Sawi (Brassica juncea). J.
MIPA UNSRAT, 4 (1) : 15– 19.
Ni Budiyani, Ni Soniari, Dan Ni Sutari, “Analisis Kualitas Larutan
Mikroorganisme Lokal (Mol) Bonggol Pisang,” E-Jurnal
Agroekoteknologi Tropika (Journal Of Tropical Agroecotechnology) 5,
No. 1 (2016): 63–72.

46
Palupi, N. P. 2015. Karakter Kimia Kompos dengan Dekomposer
Mikroorganisme Lokal Asal Limbah Sayuran. Jurnal Ziraa’ah, 40 (1):
54-60.
Pancapalaga, W. 2011. Pengaruh rasio penggunaan limbah ternak dan hijauan
terhadap kualitas pupuk cair. Jurnal Gamma, 7(1).
Panudju, T. I. 2011. Pedoman teknis pengembangan rumah kompos tahun
Anggaran 2011. Direktorat Perluasan dan Pengolahan Lahan, Direktorat
Jendral Prasarana Dan Sarana Pertanian Kementrian Pertanian, Jakarta.
Permana, D. 2011. Kualitas Pupuk Organik Cair dari Kotoran Sapi Pedaging yang
Difermentasi Menggunakan Mikroorganisme Lokal. Skripsi. Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Permatasari, S. C., & Asri, M. T. 2021. Efektivitas Ekstrak Ethanol Daun
Kirinyuh (Eupatorium odoratum) Terhadap Mortalitas Larva
Spodoptera litura.
Plantamor Situs Dunia Tumbuhan. 2016. Amaranthus hybridus, Amaranthus
Tricolor, Alternanthera amoena Voss. http://plantamor.com/. Diakses
pada tanggal 10 Desember 2022.
Pradana, S. 2015. Laporan Pengendalian Gulma: Identifikasi Gulma
(Chromolaena odorata) dari
https://www.academia.edu/23636182/LAPORAN_PENGENDALIAN_G
ULMA_IDENTIFIKASI_GULMA_CHROMOLAENA_ODORATA_
diakses pada tanggal 11 Januari 2022.

Rianda, N. E., Puspita, L., & Rahmi. 2021. Pengaruh Mikroorganisme Lokal
(MOL) Nasi Basi terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi Caisim
(Brassica juncea L.) pada Sistem Hidroponik. Simbiosa, 10(1), 1–11.
https://doi.org/7 http://dx.doi.org/10.33373/sim-bio.v10i1.230.
Sado, R. I. 2016. Pengaruh Pemberian Pupuk Cair Daun Gamal (Gliricidia
sepium) Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi Caisim ( Brasicca
juncea L). Skripsi. FKIP. Pendidikan Biologi. Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
Salawati, Fajar Syadik, Tony, Masriani, Siti Fatima, Nurmala, Yanti Sasmita, Nur
Hikmah, Henrik, And Sjarifuddin Ende. “Pemanfaatan Sampah Organik
Rumah Tangga Metode Ember Tumpuk Menjadi Pupuk Organik Cair
Dan Padat.” Jurnal Pengabdian Masyarakat 4, No. 3 (2021): 149–53.
Salima, Jeanna. 2015. Antibacterial Activity of Garlic (Allium sativum L.). J.
Majority. Vol. 4. No. 2.
Salpiyana. 2019. Studi proses pengolahan cangkang telur ayam menjadi pupuk
cair organik dengan menggunakan em4 sebagai inokulan. skripsi.
Lampung : Universitas Islam Negeri Raden Intan.

47
Samadi, B. 2017. Teknik budidaya sawi dan pakchoy. Pustaka Mina. Jakarta.
Seni, I.A.Y. 2013. Analisis Kualitas Larutan MOL (Mikroorganisme Lokal)
Berbasis Daun Gamal (Gliricidiasepium). Skripsi. Konsentrasi Ilmu
Tanah dan Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Udayana.
Denpasar.
Siharis FS, Himaniarwati dan Rekal R, 2018. Uji Aktivitas Larvasida Ekstrak
Etanol Daun Kirinyuh (Chromolaena odoratum) Terhadap Larva
Nyamuk Aedes aegyptiInstar III. Jurnal Mandala Pharmacon
Indonesia. 4(1): 20-27.
Soeryoko, H. 2011. Kiat Pintar Memproduksi Kompos Dengan Pengurai Buatan
Sendiri. Lily Publisher. Yogyakarta. 112 hal.
Sukma, D. 2016. Sehat Tanpa Obat dengan Bawang Merah dan Bawang Putih.
Yogyakarta: Rapha Publishing.
Supandji. 2018. Pengaruh Dosis Pupuk N P K Dan Beberapa Varietas Terhadap
Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Tanaman Kacang
Panjang. Agrinika.
Suryani, R. 2015. Budidaya Tanaman Tanpa Tanah mudah, bersih dan
Menyenangkan. Yogyakarta ; Arcitra.
Syafruddin dan Safrizal HD. 2013. Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Aplikasi
Em4 Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Cabai (Capsicum Annum L.)
Pada Tanah Entisol. Jurnal Agrista. 17 (2): 71-77.
Syam, Netty, Suriyanti Suriyanti, And Lilla Hasni Killian. 2017. “Pengaruh Jenis
Pupuk Organik Dan Urea Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman
Seledri (Apium Graveolus L.).” Agrotek: Jurnal Ilmiah Ilmu Pertanian
1, No. 2 : 43–53.
Tohir, A.M. 2010. Teknik Ekstraksi Dan Aplikasi Beberapa Pestisida Nabati
Untuk Menurunkan Palatabilitas Ulat Grayak (Spodoptera Litura
Fabr.)Di Laboratorium. Buletin Teknik Pertanian 15(1): 37-40.
Yanti, R., Afrianti, R., dan Afriani, L., 2019, Formulasi Krim Ekstrak Etanol
Daun Kirinyuh (Euphatoriumodoratum. L) untuk Penyembuhan Luka,
Majalah Kesehatan Pharma Medika, 3(1): 227-230.
Yenie, E., Elystia S., Kalvin, A., Irfhan, M. 2013. Pembuatan Pestisida Organik
Menggunakan Metode Ekstraksi dari Sampah Daun Pepaya dan Umbi
Bawang Putih. Jurnal Teknik Lingkungan.
Yenti, N. 2012.Efek Ekstrak Etanol Daun (Chromolaenaodorata) terhadap
Kesembuhan Luka Insisi pada Tikus Sprague
Dawley.Tesis.Yogyakarta. Program Studi Sains Veteriner, Universitas
Gadjah Mada. Hal 1-3.

48
Yuhua, W.F.D, Eddy S. 2011. Buku Pintar : Terapi Jahe Dan Bawang Putih.
Jakarta: Taramedia & Restu Agung.
Yuliana, S., & Lekitoo, K. 2018. Deteksi Dan Identifikasi Jenis Tumbuhan Asing
Invasif Di Taman Wisata Alam Gunung Meja Manokwari, Papua Barat.
Jurnal Faloak, 2(2), 89–102.
Yuniwati, M.; Iskarima, F.; Padulemba, A.: Optimasi kondisi proses pembuatan
ompos dari sampah organik dengan cara fermentasi menggunakan EM4.
Jurnal kTeknologi 2012, 5, 172-181.
Yuwono, W. N. 2006. Pembuatan Kompos. UGM press.Yogyakarta

Zulkarnain. 2013. Budidaya sayuran tropis. Bumi Aksara. Jakarta.


Zulputra dan Taufik H. 2018. Respon Tanaman Kacang Panjang (Vignasinensis
L.) terhadap Pemberian Pupuk Organik Cair Mikroorganisme Lokal
Buah Mangga. Jurnal Sungkai. Vol. 6, No. 1.

49
LAMPIRAN

50
51

Anda mungkin juga menyukai