Anda di halaman 1dari 35

PENGARUH MEDIA TANAM HIDROPONIK TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KANGKUNG


DARAT (Ipomea reptans Poir)

OUTLINE SKRIPSI

OLEH

NOVIANDA RINALDI
NIM.170200305421

JURUSAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UIVERSITAS KAPUAS SINTANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat, rahmat, dan kasih-Nya sehingga penulisan Outline Skripsi ini dapat

dilaksanakan dan di selesaikan dengan baik. Penulis menyusun Outline Skripsi

tentang “Pengaruh Media Tanam Hidroponik Terhadap Pertumbuhan dan

Hasil Tanaman Kangkung Darat (Ipomea reptans Poir)” sebagai salah satu

syarat mendapatkan gelar sarjana pertanian. Tidak lupa penulis mengucapkan

banyak terimakasih kepada pihak – pihak yang terlibat dalam Proses pelaksanaan

dan penyusunan Outline Skripsi ini, antara lain :

1. Ibu Nining Sri Sukasih, S.P., M.MA selaku dosen pembimbing utama yang

telah memberikan saran dan masukan sehingga penulisian Outline Skripsi

dapat di selesaikan.

2. Bapak Markus Sinaga, S.P., M.MA selaku dosen pembimbing pembantu yang

juga telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan Outline Skripsi

ini.

3. Bapak Syarif Nizar Kartana, S.P,.M.P selaku dosen penguji yang telah

memberikan masukan dan saran untuk penyelesaian Outline Skripsi ini.

4. Ibu Ratri Yulianingsih, S.P,.M.Sc selaku dosen penguji yang telah

memberikan masukan untuk peneyelesaian Outline Skripsi ini.

5. Keluarga yang telah memberikan semangat dan dukungan penuh sehingga

selama menempuh perkuliahan sampai penyelesaian Outline Skripsi ini.

i
Penulis menyadari bahwa isi dari Outline Skripsi ini belum seluruhnya

sempurna. Semoga Outline Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

membutuhkan.

Sintang, April 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................iiii

DAFTAR TABEL..................................................................................................v

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................1

B. Masalah Penelitian...................................................................................7

C. Tujuan Penelitian.....................................................................................7

D. Kegunaan Penelitian................................................................................7

E. Hipotesis Penelitian.................................................................................8

F. Ruang Lingkup Penelitian.......................................................................8

BAB II KAJIAN PUSTAKA.................................................................................9

A. Klasifikasi Kangkung Darat....................................................................9

B. Morfologi Tanaman Kangkung Darat.....................................................9

C. Hidroponik.............................................................................................10

D. Media Tanam.........................................................................................12

E. Nutrisi Tanaman....................................................................................13

F. Wick System (Sistem Sumbu)................................................................14

G. Penelitian Terdahulu..............................................................................16

iii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..........................................................18

A. Metode Penelitian..................................................................................18

B. Satuan Percobaan dan Satuan Pengamatan...........................................18

C. Alat dan Bahan Penelitian.....................................................................18

D. Pelaksanaan Penelitian..........................................................................19

E. Pengumpulan Data.................................................................................21

F. Analisis Data.........................................................................................22

G. Tempat dan Waktu Penelitian...............................................................23

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................24

LAMPIRAN..........................................................................................................27

iv
DAFTAR TABEL

Halaman

1.Table 3.1 Model Umum Analisis Ragam RAK..................................................22

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1.Denah Penelitian...........................................................................................27

2.Jadwal Kegiatan............................................................................................28

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kangkung darat (Ipomea reptans poir) merupakan salah satu jenis

tanaman sayur yang tergolong dalam Famili Convolvulaceae dan banyak digemari

oleh seluruh lapisan masyarakat (Wijaya et al., 2014). Sayuran ini memiliki rasa

yang renyah dan kaya akan sumber gizi yakni protein, lemak, karbohidrat, p, Fe,

vitamin A dan B yang penting bagi kesehatan tubuh (Morehasrianto, 2011).

Tanaman kangkung merupakan tanaman yang dapat hidup lebih dari

setahun. Tanaman yang diduga berasal dari kawasan Asia dan Afrika ini meliputi

dua jenis yang biasa di budidayakan petani, yakni kangkung darat dan kangkung

air (Haryoto, 2009).

Badan Pusat Statistik Kabupaten Sintang (2019:181-183) menyatakan

produksi sayuran kangkung pada tahun 2019 mencapai 346,4 ton dengan luas

panen 284 hektar.

Peningkatan jumlah penduduk menuntut penyediaan bahan pangan yang

cukup. Pemenuhan kebutuhan pangan seperti sayuran dapat dilakukan mulai dari

rumah tangga. Salah satu upaya memenuhi kebutuhan pangan dirumah tangga

dapat memanfaatkan pekarangan.

Pekarangan adalah taman rumah tradisional yang bersifat pribadi, yang

merupakan sistem yang terintegrasi dengan hubungan yang erat antara manusia,

tanaman, dan hewan. Lahan pekarangan memiliki fungsi multiguna, karena dari

1
2

lahan yang relatif sempit ini, bisa menghasilkan bahan pangan seperti umbi-

umbian, sayuran, buah-buahan, bahan tanaman rempah dan obat, bahan kerajinan

tangan serta bahan pangan hewani yang berasal dari unggas, ternak kecil maupun

ikan. Manfaat yang akan diperoleh dari pengelolaan pekarangan antara lain dapat:

memenuhi kebutuhan konsumsi dan gizi keluarga, menghemat pengeluaran, dan

juga dapat memberikan tambahan pendapatan bagi keluarga. Pemanfaatan

pekarangan dapat memiliki manfaat : (1) Kemandirian pangan rumah tangga pada

suatu kawasan, (2) Diversifikasi pangan yang berbasis sumber daya lokal, (3)

Konservasi tanaman-tanaman pangan maupun pakan termasuk perkebunan,

hortikultura untuk masa yang akan datang, (4) Kesejahteraan petani dan

masyarakat yang memanfaatkan Kawasan Rumah Pangan Lestari, (5)

Pemanfaatan kebun bibit desa agar menjamin kebutuhan masyarakat akan bibit

terpenuhi, baik bibit tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, termasuk ternak,

unggas, ikan dan lainnya, (6) Antisipasi dampak perubahan iklim.

Saat ini menanam dengan sistem hidroponik adalah alternatif yang tepat

untuk mendapatkan sayuran dan buah-buahan di lahan yang sempit atau terbatas.

Hidroponik bisa dilakukan di lahan terbatas perkotaan (Rakhman et al. 2015).

Menurut Roidah (2014) bahwa sistem hidroponik memiliki banyak keuntungan di

antaranya adalah tanaman hidroponik dapat dilakukan pada lahan atau ruang yang

terbatas misalnya di atap, dapur atau garasi, selain itu perawatan tanaman pada

sistem hidroponik lebih praktis dan gangguan hama lebih terkontrol. Pemanfaatan

lahan pekarangan untuk budidaya sayuran dengan sistem hidroponik dilakukan

sebagai upaya mengatasi permasalahan sempitnya luas lahan yang dimiliki oleh
3

suatu rumah tangga, sementara setiap rumah tangga memiliki ketergantungan

ketersediaan sayuran sebagai sumber gizi keluarga kepada ketersediaan sayuran di

pasar. Oleh karena itu, apabila sayuran tidak tersedia di pasar, maka tingkat

konsumsi sayuran keluarga rendah.

Menurut Guntoro (2011), keunggulan sistem hidroponik antara lain adalah

penggunaan lahan lebih efisien, tanaman berproduksi tanpa penggunaan tanah,

tidak ada resiko pengelolahan lahan untuk penanaman terus menerus sepanjang

tahun, kualititas lebih tinggi dan lebih bersih, penggunaan pupuk dan air lebih

efisien, tidak ada gulma, periode tanam lebih pendek, pengendalian hama dan

penyakit lebih mudah. Kelemahan sistem hidroponik adalah modalnya besar, jika

tanaman terserang patogen maka dalam waktu singkat tanaman akan terinfeksi,

pada kultur substrat jika kapasitas menahan air media substrat lebih kecil

dibanding media tanah akan menyebabkan media cepat kering. Sedangkan pada

kultur air, volume air dan jumlah nutrisi sangat terbatas sehingga akan

menyebabkan titik layu sementara sampai titik layu permanen pada tanaman

(Rosliani dan Sumarni, 2005).

Salah satu sistem hidroponik yang sederhana ialah wick system (sumbu).

Dalam sistem hidroponik ini, wick untuk alat penyaluran nutrisi untuk tanaman

pada media tanaman. Larutan nutrisi ditarik ke media tanam dari bak/tangka

penampungan melalui sumbu. Air dan nutrisi akan dapat mencapat akar tanaman

dengan memanfaatkan daya kapilaritas pada sumbu. Sistem bersifat pasif,

dikarenakan tidak adanya bagian yang bergerak pada media ini. Hidroponik ini
4

adalah tidak memerlukan sumber daya listrik, jumlah pupuk dan pengairannya

mudah dikontrol.

Prinsip hidroponik sistem sumbu sangat mudah diaplikasikan, karena

memiliki tingkat kesulitan yang sangat rendah. Selain itu semua bahan untuk

membuat instalasi hidroponik bisa diperoleh dengan barang-barang bekas.

Biasanya barang-barang yang kurang dimanfaatkan misalnya, gelas plastik air

mineral, botol-botol plastik air mineral, pipa paralon, baki bekas dan beberapa

bahan organik seperti pelepah pisang, batang-batang bambu, dan tumbuhan eceng

gondok, yang sangat kurang dimanfaatkan.

Dalam hal ini barang-barang tersebut sangatlah bermanfaat untuk

digunakan dalam pembuatan instalasi hidroponik karna memanfaatkan barang-

barang berkas yang dapat dimanfaatkan, sehingga menghemat biaya pembuatan

instalasi hidroponik sumbu. Dalam membudidayakan tanaman hidroponik salah

satu hal yang sangat diperhatikan yaitu larutan dalam nutrisi. Larutan nutrisi

adalah faktor yang penting untuk pertumbuhan dan kalitas hasil panen tanaman

hidroponik, jadi harus benar dari segi jumlah kandungan ion nutrisi dan suhu.

Kelebihan system hidroponik adalah, tanaman mendapatkan suplai air dan nutrisi

secara terus menerus, biaya alat yang mudah, mempermudah perawatan karena

tidak memerlukan penyiraman, dan tidak tergantung aliran listrik. nutrisi

diberikan dalam bentuk cairan larutan yang terkandung unsur mikro dan makro di

dalam larutannya. Setiap jenis tanaman berbeda dalam jumlah konduktivitas

listriknya atau Electrical Conductivity (Rommy Andhika Laksono, 2017).


5

Beberapa jenis media tanam yang sering digunakan dalam Hidroponik

seperti rockwool, cocopeat, serbuk gergaji, dan arang sekam. Media tanam

rockwool ini menyimpan keunggulan yang tidak banyak dimiliki oleh media

tanam lainnya, terutama dalam hal perbandingan komposisi air dan udara yang

mampu disimpan oleh media tanam rockwool. Rockwool memiliki sifat ramah

lingkungan karena terbuat dari kombinasi batu, seperti dari batuan basalt, batu

bara, dan batu kapur yang dipanaskan pada suhu 1.600oC hingga meleleh

menyerupai lava yang kemudian berubah bentuk menjadi serat-serat. Setelah

dingin, kumpulan serat tersebut akan dipotong menyesuaikan dengan kebutuhan.

Rockwool mempunyai pH yang cenderung tinggi bagi beberapa jenis tanaman

sehingga memerlukan perlakuan khusus sebelum rockwool dijadikan media

tanam. Rockwool memiliki ketahanan suhu sampai 650oC dan tahan kelembaban

hingga 95% (Nurdiana et al., 2013).

Cocopeat merupakan media tanam hidroponik yang terbuat dari serbuk

sabut kelapa. Media tanam ini bersifat organik sehingga bisa dikatakan cocopeat

adalah media tanam yang ramah lingkungan. Cocopeat merupakan media tanam

yang memiliki daya serap air yang sangat tinggi, memiliki rentang pH antara 5,0 –

6,8 dan cukup stabil, sehingga bagus untuk pertumbuhan perakaran. Dalam

penggunaanya, biasanya cocopeat dicampur dengan media tanam lain seperti

sekam bakar dengan perbandingan 50 : 50. Tujuannya dari pencampuran ini

adalah untuk mempertinggi aerasi pada media taman, karena daya serap air

cocopeat sangat besar sehingga tingkat aerasi kecil. Tingkat aerasi ini berfungsi

agar akar dapat bernafas (menyerap oksigen) lebih baik (Permanasari dkk., 2012).
6

Sabut kelapa dan sabut pinang dinilai sesuai digunakan sebagai media

tanam pada sistem hidroponik karena kapasitas simpan airnya yang tinggi. Media

tanam dan suhu larutan nutrisi memberikan pengaruh terhadap nilai EC (electrical

conductivity) larutan nutrisi. Nilai pH larutan nutrisi AB Mix dipertahankan antara

5,5 sampai 6,5 dengan cara pengontrolan yaitu dengan mengganti larutan nutrisi

AB Mix jika nilai pH kurang atau lebih dibanding pH optimum. Pengontrolan

dilakukan karena media tanam dan suhu dapat berpengaruh terhadap pH larutan

nutrisi (Hasirani et al., 2013).

Menurut Murbandono (2008), arang sekam adalah sekam bakar yang

berwarna hitam, yang di hasilkan dari pembakaran tidak sempurna, dan telah

banyak di gunakan sebagai media tanam secara komersial pada sistem hidroponik.

Media arang sekam mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara

lain harganya relatif murah, bahannya mudah didapat, ringan, sudah steril, dan

mempunyai porositas yang baik. Kekurangannya yaitu jarang tersedia di pasaran,

yang umum tersedia hanya bahannya (sekam/kulit gabah) saja, dan hanya dapat

digunakan dua kali.

Serbuk gergaji sebagai media tanam dapat dimanfaatkan sebagai salah satu

media tanam yang baik. Media tanam ini dibuat dengan menggunakan serbuk

kayu sehingga teksturnya yang tidak begitu padat, dapat mengoptimalkan

penyerapan air dan unsur hara pada tanaman. Dengan meningkatnya penyerapan

air dan juga unsur hara oleh tanaman, maka kondisi kesuburan dari tanaman

tersebut akan menjadi lebih baik (Lingga, 2005).


7

B. Masalah Penelitian

Permasalahan dalam budidaya kangkung darat secara hidroponik salah-

satunya adalah jenis media tanam, oleh sebab itu maka permasalahan pada

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Aapakah media tanam pada sistem Hidroponik berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan hasil tanaman kangkung darat?

2. Media tanam pada Sistem Hidroponik manakah yang lebih berpengaruh

terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kangkung darat dengan dosis nutrisi

yang sama?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengaruh media tanam pada sistem Hidroponik terhadap

pertumbuhan dan hasil tanaman kangkung darat.

2. Menentukan media tanam yang tepat pada Hidroponik sistem wick terhadap

pertumbuhan dan hasil tanaman kangkung darat dari hasil pemberian dosis

nutrisi yang sama

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini dapat dilihat dari dua aspek, yaitu :

1. Aspek Teoritis, Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi sumber ilmu

tambahan dan pengetahuan bagi pembaca terutama ilmu dan pengetahuan


8

berbagai jenis media yang dapat digunakan dalam budidaya pertanian dengan

sistem Hidroponik.

2. Aspek Praktis, Diharapkan hasil penelitian ini dapat juga dimanfaatkan sebagai

bahan acuan untuk budidaya pertanian dengan sistem Hidropoinik.

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

H0 : Diduga tidak semua jenis media tanam memberikan pengaruh baik

terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kangkung darat dengan pemberian

dosis yang sama.

H1 : Diduga setiap jenis media tanam memiliki pengaruh yang baik terhadap

pertumbuhan dan hasil tanaman kangkung darat dengan pemberian dosis

yang sama.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi dua variabel, yaitu variabel

bebas dan variabel terikat. Adapun kedua variabel tersebut sebagai berikut :

1. Variabel Bebas terdiri dari Media Tanam.

2. Variabel Terikat terdiri dari tinggi tanaman dan berat tanaman.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Klasifikasi Kangkung Darat

Kedudukan tanaman kangkung dalam (sistematika) tumbuhan

diklasifikasikan ke dalam :

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionta

Super Devisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Solanales

Famili : Convulvulace

Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea reptans Poir (kangkung darat).

B. Morfologi Tanaman Kangkung Darat

Ipomoea reptans Poir merupakan tanaman yang dapat tumbuh lebih dari

satu tahun. Tanaman kangkung darat termasuk tanaman dikotil dan berakar

tunggang. Akarnya menyebar kesegala arah dan dapat menembus tanah sampai

kedalaman 50 cm lebih. Batang tanaman berbentuk bulat panjang, berbuku-

9
10

buku, banyak mengandung air (herbaceous), berwarna putih kehijauan dan

berongga-rongga (Rukmana, 1994).

Daun melekat pada buku-buku batang dan pada ketiak daun terdapat mata

tunas yang dapat tumbuh menjadi percabangan baru. Daun kangkung merupakan

daun tunggal dengan dan ujung daunnya runcing. Permukaan daun bagian atas

berwarna hijau tua, dan bagian bawah berwarna hijau muda.

Selama fase pertumbuhannya, tanaman kangkung dapat berbunga, berbuah

dan bebiji. Bunga kangkung darat berwarna putih bersih. Buah muda berwarna

hijau keputih-putihan dan berubah menjadi cokelat tua setelah tua dan kering.

Buah kangkung berbentuk bulat telur yang di dalamnya terdapat 3 biji yang

berfungsi sebagai alat perbanyakan tanaman secara generatif (Haryoto, 2009).

C. Hidroponik

Hidroponik atau Hydrophonics berasal dari bahasa latin yaitu hydro yang

berarti air dan kata Phonos yang berarti kerja (Istiqomah, 2007). Sistem bercocok

tanam dengan menggunakan hidroponik kini semakin banyak dipilih karena

merupakan budidaya tanaman tanpa menggunakan media tanah. Sistem bercocok

tanam yang lebih banyak menggunakan air sebagai sumber nutrisi utama ini

biasanya dilakukan di dalam greenhouse. Hal ini menyebabkan faktor-faktor

ekosistem bisa lebih mudah dikendalikan sehingga resiko karena pengaruh cuaca

bisa diperkecil. Selain itu, dengan bercocok tanam hidroponik dapat menyiasati

keterbatasan lahan, waktu, dan cara pemeliharaan.


11

Uraian lebih lanjut Istiqomah (2007) menyatakan bahwa selain air,

medium lain yang bisa digunakan dalam sistem bertanam hidroponik ini adalah

kerikil, pasir, spon, atau gel, sedangkan tanaman yang bisa tumbuh dengan sistem

hidroponik juga bermacam-macam. Tanaman yang bisa ditanam dengan

menggunakan sistem hidroponik umumnya adalah tanaman apotik hidup, sayuran,

dan tanaman hias. Berkebun hidroponik memiliki banyak manfaat yang bisa

diperoleh, yang antara lain meliputi produksi tanaman lebih tinggi, lebih terjamin

dari hama dan penyakit, tanaman tumbuh lebih cepat dan penggunaan pupuk lebih

hemat, tanaman lebih mudah disulam, dan tanaman memberikan hasil yang

berkelanjutan. Kualitas daun, bunga, atau buah juga lebih sempurna dan tidak

kotor (Ariyanto, 2008).

Budidaya tanaman dengan sistem hidroponik terdapat dua hal yang perlu

diperhatikan agar pertumbuhan tanamam optimal, yaitu pengolahan tanaman dan

lingkungan tempat tumbuh yang sehat. Sistem irigasi tetes merupakan salah satu

teknik hidroponik yang dapat memberikan air untuk tanaman secara terus-

menerus atau tidak terputus dengan laju pemberian air sesuai dengan kebutuhan

tanaman di tiap fase pertumbuhannya. Irigasi tetes memberikan air dengan cara

meneteskan air ke zona perakaran menggunakan penetes (emitter). Penggunaan

irigasi tetes dapat meminimalisir kehilangan air akibat evapotranspirasi sehingga

efisiensi penggunaan air bisa mencapai 75% sampai 85%. Jika sistem irigasi tetes

dirancang dengan tepat dan jumlah kebutuhan air serta waktu pemberiannya

dioperasikan dengan teratur, maka akan lebih berhasil (Sapriyanto dan Nora, 1999).
12

D. Media Tanam

Media tanam adalah tempat melekatnya akar tanaman juga sebagai tempat

akar tanaman menyerap unsur –unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Silvina dan

Syafrinal (2008) mengemukakan bahwa media tanam yang baik adalah yang dapat

mendukung pertumbuhan dan kehidupan tanaman serta memenuhi syarat sebagai

berikut: dapat menjadi tempat berpijak tanaman, mampu mengikat air dan unsur

hara yang dibutuhkan tanaman, mempunyai aerasi dan drainasi yang baik, dapat

mempertahankan kelembaban di sekitar perakaran, tidak menjadi sumber penyakit

bagi tanaman, tidak mudah lapuk, mudah diperoleh dan harganya murah, selain

itu media tumbuh yang baik adalah tanaman dalam wadah (pot) umumnya harus

mengandung ruang pori total sebanyak 85%, ruang yang dapat ditempati udara 25

sampai 35% dan air yang mudah tersedia bagi tanaman sikitar 20 sampai 30%.

Rosliani dan Sumarni (2005) menyatakan bahwa hidroponik tergantung

pada penggunaan media tumbuh lain yang bukan tanah sebagai penompang

pertumbuhan tanaman. Media hidroponik dibagi menjadi dua kelompok yaitu

kultur air yang tidak menggunakan media pendukung lain untuk perakaran

tanaman dan kultur subtrat atau agregat yang menggunakan media padat untuk

perakaran tanaman. Media tanam untuk hidroponik adalah bermacam-macam dan

persyaratan terpenting untuk hidroponik harus ringan dan porus serta media

mempunyai porositas yang baik. Media yang dapat digunakan yaitu sekam bakar,

pasir, zeolit, rockwoll, gambut (peat moss) dan sabut kelapa (Said, 2007).

Media tanam yang digunakan dalam hidroponik tidak mengandung nutrisi

yang dibutuhkan oleh tanaman. Penambahan nutrisi mutlak dibutuhkan untuk


13

budidaya tanaman sistem hidroponik, baik unsur hara esensial makro maupun

mikro. Nutrisi hidroponik dapat tersedia di pasaran yang dapat langsung

digunakan dan yang biasa petani gunakan untuk pemupukan tanaman. Larutan

nutrisi yang diberikan terdiri atas garam-garam makro dan mikro yang dibuat

dalam larutan stok A dan B (Samanhudi dan Harjoko, 2010).

E. Nutrisi Tanaman

Agar dapat tumbuh dengan baik, tanaman yang dibudidayakan secara

hidroponik perlu mendapatkan nutrisi lengkap, yakni yang terdiri dari unsur-unsur

makro (N, P, K, Ca, Mg, S) dan mikro (Cl, Mn, Fe, Cu, Zn, B, dan Mo) (Chekli et

al., 2017). Selain itu, jenis media tanam juga berpengaruh pada tingkat produksi

(yield) tanaman, kandungan biomassa kering (dry matter), serta kualitas tanaman

yang mencakup tekstur, warna, dan rasa (Putra & Yuliando, 2015). Media tanam

berfungsi sebagai tempat melekatnya akar, penyokong bagi tanaman, dan

perantara larutan nutrisi (Ainina & Aini, 2018).

Budidaya sayuran daun secara hidroponik umumnya menggunakan larutan

hara berupa larutan hidroponik standar (AB mix), (Nugraha & Susila, 2015).

Nutrisi yang digunakan pada budidaya hidroponik diberikan dalam bentuk larutan

yang harus mengandung unsur makro dan mikro. Nutrisi hidroponik yang umum

dipakai merupakan hasil formulasi dari unsur-unsur hara makro dan mikro yang

terkandung dalam pupuk tunggal maupun pupuk majemuk yang formulasinya

dipisahkan antara yang makro dan mikro, biasanya secara umum diberi simbol

unsur makro diberi simbol A dan yang mikro diberi simbol B yang nantinya akan
14

dilarutkan dalam bentuk stok nutrisi dan dilarutkan air dengan tempat yang

berbeda (Irawan, 2003).

Nutrisi AB mix adalah nutrisi yang digunakan dibagi menjadi dua stok

yaitu stok A dan stok B. Stok A berisi senyawa yang kalsium hidroksisda di Ca,

sedangkan Stok B berisi senyawa yang mengandung sulfat dan fosfat. Pembagian

tersebut dimaksudkan agar dalam kondisi pekat tidak terjadi endapan, karena Ca

jika bertemu dengan sulfat atau fosfat dalam keadaan pekat menjadi kalsium sulfat

atau kalsium fosfat dan membentuk endapan (Sutiyoso, 2004). Nutrisi AB Mix

mengandung 16 unsur hara esensial yang diperlukan tanaman , dari 16 unsur

tersebut 6 diantaranya diperlukan dalam jumlah banyak (makro) yaitu N, P, K, Ca,

Mg , S, dan 10 unsur diperlukan dalam jumlah sedikit (Mikro) yaitu Fe, Mn, Bo,

Cu, Zn, Mo, Cl, Si, Na dan Co ( Sesanti dan Sismanto, 2016).

F. Wick System (Sistem Sumbu)

Sistem sumbu atau Wick System merupakan sistem hidroponik statis atau

pasif yang mengandalkan prinsip kapilaritas air melalui penggunaan kain sebagai

perantara. Teknik statis ini bisa dibilang sebagai teknik tertua dalam dunia

hidroponik (Putera, 2015, hal. 2).

Sistem ini menggunakan prinsip kapilaritas, yaitu menggunakan sumbu

untuk mengalirkan air nutrisi dari wadah penampung nutrisi ke akar tanaman.

Sumbu yang digunakan dalam sistem ini biasanya berupa kain flanel yang biasa

menyerap air (Soeseno, 1993, hal. 7).


15

Sistem sumbu atau Wick System bisa digunakan untuk pemula atau hanya

untuk sekedar hobi. Keunggulan dari sistem wick ini yaitu tidak membutuhkan

perawatan khusus. Air dan nutrisi tanaman tidak mengalami sirkulasi sehingga

tanaman akan terus-menerus mendapatkan suplai nutrisi. Namun, suplai nutrisi

tersebut harus tetap diawasi agar tanaman tidak mengalami kekeringan.

Penggunaan wadah yang tidak terlalu besar dan tidak menggunakan pompa air

listrik membuat sistem wink mudah dipindahkan tanpa harus memikirkan

ketersediaan listrik (Putera, 2015, ha1. 3-5). Kelemahan dari sistem wink dalam

penelitian ini adalah kurang bisa dihandalkan untuk produksi skala besar karena

membutuhkan banyak wadah dan rumit dalam proses penambahan nutrisi untuk

setiap wadah yang ada. Terutama ketika tanaman sudah mulai cukup besar dan

membutuhkan banyak nutrisi (Sari dkk, 2016, hal. 225).

Kelebihan dan Kelemahan Hidroponik Jenis Sumbu atau Wick System :

F.1. kelebihan System Wick (Sistem Sumbu)

1. Tanaman dapat mensuplai air dan nutrisi secara terus-menerus.

2. Biaya pembuatan yang murah, dengan biaya minimal bisa berkebun

hidroponik dan menghasilkan tanaman pangan yang maksimal.

3. Mempermudah perawatan tanaman karena tidak perlu melakukan penyiraman.

4. Tidak tergantung listrik.

5. Menghemat tempat, pemakaian ruang bersifat fleksibel, artinya instalasi ini

bisa disimpan pada tempat-tempat yang sesuai keinginan.

6. Mengutamakan prinsip 3R, artinya memberikan andil besar dalam

pengelolahan limbah lingkungan.


16

7. Nilai seni yang tidak kalah elegan dengan instalasi hidroponik lainnya. Bisa

menata ruang tertentu dengan instalasi sistem sumbu sehingga menjadi

berdaya seni tinggi.

F.2. Kekurangan System Wick (Sistem Sumbu)

1. Air dan nutrisi yang diberikan tidak dapat kembali ke bak penampungan

sehingga lebih boros.

2. Peroses penambahan nutrisi yang bersifat manual, harus rajin mengontrol bak

nutrisi untuk memastikan apakah nutrisinya masih bnyak atau sudah surut.

3. Berpotensi menyimpan endapan karena air nutrisi tidak bergerak, hal ini tidak

signifikan karena pada umumnya tanaman yang ditanam dengan teknik ini

bisa tumbuh sehat dan maksimal pada teknik hidroponik lain.

4. Tidak semua tanaman tumbuh dengan baik dengan pasokan air konstan. Selain

itu, bagian dari larutan nutrisi ke akar tanaman melalui sumbu mungkin tidak

memadai untuk tanaman lebih besar dan lebih cepat tumbuh. Akhirnya, media

tumbuh terus-menerus lembab menghalangi aerasi, menyebabkan akar

tanaman menjadi layu.

5. Instalasi hidroponik sistem sumbu ini menjadi jelek atau kalah saing dengan

teknik hidroponik lainnya.

G. Penetilian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan Vertissa Widya Kirani pada tahun 2011 dengan

judul “Pertumbuhan dan Hasil Tiga Varietas Bayam (Amaranthus sp.) Pada

Berbagai Macam Media Tanam Secara Hidroponik”. Hasil penelitian


17

menunjukkan bahwa media tanam arang sekam menunjukkan hasil yang

palingbaik untuk pertumbuhan tiga varietas bayam dibandingkan dengan media

lain yaitu : media pasir, sekam padi dan pakis. Hal ini dapat dilihat dari

pertumbuhan tanaman bayam dengan parameter tinggi tanaman, luas daun,

panjang akar, volume akar, bobot segar tanaman, bobot kering tanaman.

Penelitian yang dilakukan Sylva Lestari pada tahun 2014 dengan judul

“Pemanfaatan Limbah Teh, Sekam Padi, dan Arang Sekam Sebagai Media

Tumbuh Bibit Trembesi (Samaneae saman)”. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pemberian limbah teh, sekam padi, dan arang sekam sebagai media tumbuh

memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap bobot kering tajuk, bobot kering

akar, pajang akar, indeks mutu bibit dibandingkan dengan perlakuan tanah 100%

yang tidak memberikan pengaruh terhadap parameter tinggi dan diameter batang.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode percobaan lapangan, pelaksanaan

penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan terdiri atas 5

perlakuan dengan 5 pengulangan. Lima perlakuan yang dimaksud disajikan

dibawah ini :

M1 = Rockwool

M2 = Cocopeat

M3 = Arang Sekam

M4 = Serbuk Gergaji

M5 = Arang Sekam + Serbuk Gergaji

B. Satuan percobaan dan satuan pengamatan

Setiap satuan percobaan terdiri dari 5 tanaman. Satuan pengamatan terdiri dari 2

tanaman diambil dari 5 tanaman tiap petak percobaan. Jumlah seluruh satuan pengamatan

adalah 50 tanaman diambil dari 125 tanaman.

C. Alat dan Bahan Penelitian

C.1. Alat

1. Bak Plastik dengan ukuran P x L x T = 40 cm x 30 cm x 12 cm untuk wadah

air nutrisi.

2. Net pot sebagai wadah media tanam.

18
19

3. Buku digunakan untuk mencatat data.

4. Alat ukur berupa penggaris.

5. TDS-Meter Air sebagai pengukur pH dan PPM setelah pemberian nutrisi.

6. Kamera sebagai alat dokumentasi.

7. Kayu untuk membuat naungan dan rak penyimpanan bak plastik.

8. Plastik UV digunakan untuk menutup naungan.

9. Kalkulator untuk menghitung data.

10. Hand sprayer.

C.2. Bahan

1. Benih kangkung darat.

2. Nutrisi AB MIX.

3. Air bersih.

4. Rockwool.

5. Cocopeat.

6. Arang sekam padi.

7. Serbuk gergaji.

D. Pelaksanaan penelitian

D.1.Pembuatan alat

a. Bak Plastik dengan ukuran P x L x T = 40 cm x 30 cm x 12 cm, bagian tutup

bak dibuat lubang sebanyak 5 lubang untuk tempat penanaman.

b. kemudian membuat rak panjang sesuai blok sebagai tempat menyimpan bak

plastik.
20

c. Media tanam rockwool, cocopeat, arang sekam, dan serbuk gergaji dibuat

dengan ukuran menyesuaikan netpot.

d. Membuat naungan dengan bagian atas dan keliling ditutup menggunakan

plastik bening.

D.2.Persemaian Benih

Benih yang digunakan adalah kangkung darat yang disemaikan pada

ukuran semai 10 x15 cm menggunakan rockwool. setelah dua malam ditempat

yang teduh kemudian dipindahkan ke tempat terbuka yang terlindungi oleh plastik

UV dan penyiraman dilakukan setiap hari. Setelah umur 15 hari atau sudah

berdaun 4 terdiri dari 2 daun lembaga dan 2 daun sejati, benih dipindahkan ke

netpot dengan media tanam sesuai perlakuan. Penyemaian dilakukan agar dapat

menyeleksi bibit dan memperoleh bibit yang seragam serta berkualitas baik dan

sistem perakaran tidak rusak.

D.3.Pembuatan Larutan Nutrisi

a. Buat larutan nutrisi A = 5 ml, B = 5 ml kedalam 1,5 liter air,

Tambahkan larutan sesuai ukuran liter air yang dibutuhkan.

b. Untuk satu bak plastik dibutuhkan 2 liter air nutrisi utk 5-10 hari pertama.

c. Masukkan air nutrisi kedalam media bak plastik.

D.4.Persiapan tempat penanaman

Tempat persiapan penanaman berupa Bak Plastik dengan ukuran P x L x T

= 40 cm x 30 cm x 12 cm dengan komposisi media sesuai perlakuan.


21

D.5.Penanaman

Penanaman dilakukan setelah semaian berumur 15 atau berdaun 4

sehingga siap di pindahkan ke net pot di setiap bak plastik.

D.6.Pemanenan

Pemanenan dilakukan pada kangkung darat dengan umur 3-6 minggu atau

kurang lebih 1 bulan setelah masa tanam.

E. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan terhadap perubahan tanaman (variabel),

adapun perubahan-perubahan yang di amati dalam penelitian ni adalah sebagai

berikut :

E.1. Tinggi tanaman

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur dari pangkal

batang sampai ujung daun tertinggi, pengukuran dilakukan setelah tanam hingga

panen dan perhitungan dilakukan setiap minggu.

E.2. Berat tanaman

Berat tanaman diperoleh dengan cara mengukur berat tanaman

menggunakan timbangan pada saat panen, pengukuran berat tanaman dilakukan

pada tiap tanaman dalam satu petak percobaan.


22

F. Analisi data

Analisa yang digunakan pada penelitian ini yaitu model eksperimental

Tunggal dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) menurut Yitnosumarto

(1991:129-132), sebagai berikut :

Yijk= μ + Ti + βj + Ʃij

Keterangan:

Yijk =Nilai pengamatan dari perlakuan ke-I dalam kelompok ke-j

μ = Nilai tengah umum

Ti = Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i

βj = Pengaruh aditif kelompok ke-j

Ʃij = Pengaruh galat perlakuaan ke-i pada kelompok ke-j

Table 3.1 Model Umum Analisis Ragam RAK

Sumber F. Tabel
Derajat Jumlah Kuadrat
Keragama F-Hitung
Bebas (DB) Kuadrat Tengah
n 0.05 0.01

KTK/

Kelompok (r-i) JKK KTK KTG

Perlakuan (t-i) JKP KTP KTP/KTG

Galat (r-i)(t-i) JKG KTG  

Total rt-1 JKG   KK=…..


23

Untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan, dilanjutkan denganUji Beda Nyata

Jujur (BNJ). Menurut Gaspers (1989), uji BNJ dihitung dengan rumus:

Keterangan:

Q = Didapat dari table Q pada taraf huruf nyata yang dikehendaki

P = Jumlah perlakuan

V = Derajat bebas galat

SE =

G. Tempat dan waktu penelitian

Tempat penelitian akan dilakukan di Tajung Puri, Kecamatan Sintang,

Kabupaten Sintang. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai bulan

Juni 2022.
DAFTAR PUSTAKA

Ainina, A. N. & Aini, N. (2018). ‘Konsentrasi nutrisi AB Mix dan media tanam
terhadap pertumbuhan danhasil tanaman selada merah (Lactuca sativa L.
var. crispa) dengan sistem hidroponik substrat’, Jurnal Produksi Tanaman,
6(8), pp.1684-1693.

Ariyanto. 2008. Analisis Tata Niaga Sayuran Bayam. [Skripsi] Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

BPS Kabupaten Sintang. 2020. Kabupaten Sintang Dalam Angka 2020. Sintang

Guntoro. 2011. Budidaya Sayur Hidroponik. Pos Daya edisi 128/ Tahun XII/
Agustus.

Haryoto. 2009. Bertanam Kangkung Raksasa di Pekarangan. Yogyakarta

Hasirani, D.K., Kalsim. dan Kusendro, A., 2013. Kajian Serbuk Sabut Kelapa
(Cocopeat) Sebagai Media Tanam (Study Of Cocopeat As Planting
Media). Jurnal Teknologi Pertanian. IPB. 8 hlm.

Irawan, A. 2003. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Media Tanah. Bandung. 51


hal.

Istiqomah S. 2007. Menanam Hidroponik. Azka Press. Jakarta

Laksono, R.A. 2017. “Karakteristik Agronomis Tanaman Kailan (Brassica


oleraceae L. var. acephala DC.). Kultivar Full White 921

Lingga, P. 2005. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya.


Jakarta. 80 hal.

Moerhasrianto, P. 2011. Respon Pertumbuhan Tiga Macam Sayuran Pada


Berbagai Konsentrasi Nutrisi Larutan Hidroponik. Universitas Jember.
Jawa Timur.

Murbandono, L. 2008. Membuat Kompos (Edisi Revisi). Redaksi Agromedia,


Jakarta.

Nugraha, R.U, dan A.D Susila. 2015. Sumber Sebagai Hara Pengganti AB mix
pada Budidaya Sayuran Daun Secara Hidroponik. Jurnal Hort. Indonesia,
6(1): 11-19.

24
25

Nurdiana., Lubis, Z. And Vonnisa, M., 2013. Penentuan Kekuatan Tarik Material
Komposit Epoxy dengan Pengisi Serat Rockwool Secara Eksperimen.
Jurnal Dinamis. Institut Teknologi Medan. Vol. 1, No. 13.

Permanasari I., B. Solfan., dan A.R Annisava. 2012. Dasar- Dasar Agronomi.
Suska Press. Pekanbaru. 146 hal.

Putera, T., Dwi (2015). Hidroponik wick system cara paling praktis pasti pane.
Jakarta Selatan : PT Agro Media Pustaka

Putra, P. A. & Yuliando, H. (2015). ‘Soilless culture system to support water use
efficiency and product quality: a review’, Agriculture and Agricultural
Science Procedia, 3, pp.283-288. doi: 10.1016/j.aaspro.2015.01.054.

Rakhman A, Lanya B, Rosadi RAB, Kadir MZ. 2015. Pertumbuhan tanaman


sawi menggunakan sistem hidroponik dan akuaponik. Jurnal Teknik
Pertanian Lampung 4(4): 245–254.

Roidah IS. 2014. Pemanfataan lahan dengan menggunakan sistem hidroponik.


Jurnal Universitas Tulungagung Bonorowo. 1(2):43–50.

Rosliani, R. dan Sumarni, N., 2005. Budidaya Tanaman Sayuran dengan Sistem
Hidroponik. (monografi no.27) Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Bandung.

Said, A., 2007. Budidaya Mentimun dan Tanaman Semusim Secara Hidroponik.
Azka Press. Jakarta.

Samanhudi, D. Harjoko. 2010. Pengaturan Komposisi Nutrisi dan Media dalam


Budidaya TanamanTomat dengan Sistem Hidroponik. J. Ilmiah Pertania
Biofarm. 13 (9) : 1-10.

Sapriyanto, Nora, H. T., 1999. Efisiensi Penggunaan Air pada Sistem Irigasi
Tetes dan Curah untuk Tanaman Krisan. Buletin Keteknikan Pertanian.
Vol. 13 No. 7.

Sari dkk. 2016. Akibat Jenis Media Tanam Organik dan Nilai EC (Electrical
Conductivity) pada Hidroponik Sistem Wick”. Program Studi
Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Singaperbangsa Karawang,
Kab. Karawang,2017. 225 hlm

Sesanti, R.N, Sismanto. 2016. Pertumbuhan dan Hasil Pakchoy (Brasicca rapa
L.) pada Dua Sistem Hidroponik dan Empat Jenis Nutrisi. Jurnal
Kelitbangan, 4(1): 1-9
26

Silvina, F. Syafrinal. 2008. Penggunaan Berbagai Medium Tanam dan


Konsentrasi Pupuk Organik Cair pada Pertumbuhan dan Produksi
Mentimun Jepang (Cucumis sativus) secara Hidroponik. J. AGU. 7 (1) : 7-
12.
Soeseno, Slamet (1993). Bercocok Tanam Secara Hidroponik. Jakarta : PT.
Gramedia. Sari, E.K., Yeliza & Dwirnti, A. (2016). Sistem Hidroponik
Nutrient Film Techhnique (NFT) dan Wick Pada Penanaman Bayam
Merah, Vol. 1 No. 2 ISSN 2460-8777

Sutiyoso, Y. 2004. Meramu Pupuk Hidroponik Tanaman Buah, Sayuran dan


Hias. Penebar Swadaya. Jakarta. 122 hal.

Wijaya, T. A., Syamsuddin, D dan Abdul, C. 2014. Keanekaragaman Jamur


Filoplan Tanaman Kangkung Darat (Ipomea reptans Poir.) Pada Lahan
Pertanian Organik Konvensional. Jurnal HPT Volume 2(1). Universitas
Brawijaya. Malang.
U
Lampiran 1. Denah Penelitian

Blok 1 Blok 2 Blok 3 Blok 4 Blok 5

M4 M2 M5 M1 M3

M3 M1 M2 M4 M5

M1 M4 M3 M5 M2

M2 M5 M1 M3 M4

M5 M3 M4 M2 M1

Keterangan :
M1 : Rockwool
M2 : Cocopeat
M3 : Arang Sekam
M4 : Serbuk Gergaji
M5 : Arang Sekam + Serbuk Gergaji

27
28

Lampiran 2. Jadwal Kegiatan

Agustus September
No Kegiatan Minggu ke Minggu ke
1 2 3 4 1 2 3 4
I Tahapan Persiapan
1 Persiapan Alat X
2 Persiapan Bahan X
3 Penyemaian X
II Tahapan Pelaksanaan
1 Pemasangan Wadah X
2 Pemberian Nutrisi X
3 Pemberian Media Tanam X
4 Penanaman X
5 Perawatan X X X
6 Pemanenan X
III Tahap Pelaporan
1 Analisis Data X
2 Pembuatan Laporan X

Anda mungkin juga menyukai