Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN

HORTIKULTURA

BUDIDAYA KANGKUNG (Ipomea reptans Poir) DAN SAWI


(Brassica chinensis) DENGAN SISTEM URBAN FARMING

UIN SUSKA RIAU

Disusun Oleh :

Kelompok 2 (Dua)
ANDIKA RAHMANSYAH HAKIM (11980214274)
ANNISAH NURUL FADHILLAH (12080220840)
DODY PRAYOGO (12080214227)
INDRI YANI (12080222791)
MUHAMMAD YAKUB SIREGAR (12080216949)
NOFIA DESRITA (12080220844)
REGI AGUSTA (12080210891)
SYAHRUL NURZA KHAIRI (12080216513)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum ini
dengan judul “Budidaya Kangkung (Ipomea reptans Poir) Dan Sawi (Brassica
chinensis) Dengan Sistem Urban Farming”. Shalawat dan salam tak lupa
penulis haturkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang
mana berkat rahmat beliau kita dapat merasakan dunia yang penuh dengan ilmu
pengetahuan ini. Laporan Praktikum ini dibuat sebagai salah satu syarat dari mata
kuliah Hortikultura.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Bakhendri Solfan, S.P.,
M.Sc. dan juga Ibu Tiara Septirosya, S.P., M.Si. sebagai dosen pengampu mata
kuliah Hortikultura yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk, dan
motivasi sehingga dapat diselesaikannya Laporan Praktikum Hortikultura ini. Dan
juga ucapan terimakasih Kepada seluruh rekan - rekan yang telah banyak
membantu penulis di dalam penyelesaian Laporan Praktikum ini, dan juga
pastinya Doa dari kedua Orangtua, penulis ucapkan terima kasih dan semoga
mendapatkan balasan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk kemajuan kita semua
dalam menghadapi masa depan.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
kelancaran dalam penulisan Laporan Praktikum ini. Semoga Laporan Praktikum
ini bermanfaat bagi kita semua baik untuk masa kini maupun untuk masa yang
akan datang.

Pekanbaru, Desember 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .............................................................................. i


DAFTAR ISI ………………………………………………………….. . . ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ iv

I. PENDAHULUAN ............................................................. 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 3
1.3. Tujuan Laporan ........................................................................ 3

II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 4


2.1. Tanaman Sawi .......................................................................... 4
2.2. Tanaman Kangkung ................................................................. 5
2.3. Urban Framing ......................................................................... 7
2.4. Perawatan Tanaman Urban Farming ........................................ 13

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 14


3.1. Waktu dan Tempat ................................................................... 14
3.2. Metode Praktikum .................................................................... 14
3.3. Pelaksanaan Praktikum............................................................. 14
3.4. Hasil dan Pembahasan ............................................................. 16

IV. PENUTUP …………………………………………………….......


4.1. Kesimpulan ..............................................................................
4.2. Saran ……………………………………………………….....

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 17


LAMPIRAN ……………………………………………………………..........
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1. Metode Vertikultur.............................................................................. 9
2.2. Metode Hidroponik............................................................................. 10
2.3. Metode Akuaponik….......................................................................... 11
2.4. Metode Wall Garden …...................................................................... 11

6
DAFTAR LAMPIRAN

7
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sawi merupakan jenis sayuran yang disukai oleh masyarakat karena
banyak memberikan manfaat dan juga salah satu sayuran daun yang memiliki
nilai ekonomis tinggi setelah kubis dan brokoli. Tanaman sawi sebagai bahan
makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap sehingga apabila
dikonsumsi sangat baik untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Kandungan gizi
yang terdapat pada sawi adalah protein, lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, Vitamin A,
Vitamin B, dan Vitamin C (Fahrudin, 2009).
Menurut Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2016)
konsumsi sawi per kapita terus mengalami peningkatan, dari data tahun 2014
hingga 2015 mengalami peningkatan sekitar 46,89 % dan konsumsi nasional
tahun 2016 meningkat sebanyak 1,4 %, yang diperkirakan akan terus meningkat
tiap tahunnya. Sementara, produksi sawi dari tahun 2013, 2014, 2015, 2016
berturut-turut mengalami penurunan yaitu: 635.728, 602.478, 600.200 juta ton.
Mengingat nilai ekonomi dan manfaatnya bagi kesehatan, maka upaya untuk
meningkatkan produksi sawi harus dilakukan (Siahan, 2012).
Kangkung merupakan tanaman sayur-sayuran semusim, berumur pendek,
dan banyak disukai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia karena rasanya
yang lezat dan memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, seperti zat besi, vitamin A,
B, C, protein, dan serat (Edi dan Bobihoe 2014). Selain itu, menurut Anggara
(2009) kangkung juga mengandung zat sedatif yang dapat menurunkan
ketegangan dan menginduksi ketenangan, mengandung senyawa fitokimia yang
merupakan komponen bioaktif dan antioksidan alami bagi tubuh serta dapat
menurunkan resiko terhadap penyakit kanker, hati, stroke, tekanan darah tinggi
dan infeksi saluran pencernaan (Maulana, 2018).
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 2019 kangkung merupakan satu dari
tiga jenis sayuran yang paling banyak dikonsumsi, namun produktivitas kangkung
nasional pada periode 2014–2018 mengalami penurunan dari 6.06 ton/ha menjadi
5.99 ton/ha. Produktivitas tersebut masih tergolong rendah apabila dibandingkan

8
dengan potensi produktivitasnya yang mencapai 20-35 ton/ha. Rendahnya
produktivitas kangkung tersebut diantaranya disebabkan oleh faktor lingkungan
(iklim dan cuaca), serangan hama dan penyakit tanaman, potensi genetik, kondisi
kesuburan tanah yang rendah (Jamalludin, 2018), serta berkurangnya luas lahan,
yakni dari 52.541 ha pada tahun 2014, menjadi 48.353 ha pada tahun 2018 (BPS,
2019).
Pesatnya laju pertumbuhan populasi di perkotaan yang menimbulkan
masalah lingkungan, mulai dari konversi lahan sampai degradasi kualitas
lingkungan akibat polusi dan sampah. Apabila kondisi pertumbuhan populasi
penduduk lebih besar dibandingkan laju produksi bahan pangan, maka akan
terjadi bencana krisis pangan. Jumlah bahan pangan yang tidak cukup secara
paralel akan berdampak pada ketergantungan antara suatu kawasan/wilayah
terhadap kawasan lain. Hal ini terjadi terutama untuk wilayah perkotaan negara-
negara berkembang, dimana wilayah tersebut semakin menjadi pusat penduduk
serta permukiman dan kumpulan orang-orang dengan keragaman etnik (Jalil,
2005). FAO (2008) memprediksi bahwa pada tahun 2020, sekitar 75% penduduk
di negara-negara berkembang di Afrika, Asia, dan Amerika Latin akan tinggal di
kawasan perkotaan. Kondisi ini mendorong pemerintah maupun masyarakat untuk
di kawasan perkotaan harus mulai mencoba untuk memenuhi kebutuhan pangan
secara mandiri (Noorsya dan Kustiwan, 2013) serta memperbaiki kondisi
lingkungan agar tercipta lingkungan yang sehat dan berkualitas. Salah satu
solusinya adalah dengan menerapkan pertanian perkotaan.
Keberadaan pertanian dalam masyarakat perkotaan dapat dijadikan sarana
untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan dan sumberdaya alam yang ada di kota
dengan menggunakan teknologi tepat guna. Selain itu, masyarakat kota yang
umumnya sibuk karena bekerja, pertanian perkotaan dapat menjadi media untuk
memanfaatkan waktu luang. Mengoptimalkan penggunaan lahan serta
memanfaatkan waktu luang untuk beraktivitas dalam pertanian perkotaan akan
mendekatkan mereka terhadap akses pangan serta menjaga keberlanjutan
lingkungan dengan adanya ruang terbuka hijau.
Apabila ditinjau dari aspek ekologi, pengembangan pertanian perkotaan
dapat memberikan manfaat yaitu (1) konservasi sumber daya tanah dan air, (2)

9
memperbaiki kualitas udara, (3) menciptakan iklim mikro yang sehat, dan (4)
memberikan keindahan karena pertanian perkotaan sangat memperhatikan estetika
(Blyth and Menagh, 2006; Cofie et al., 2006; Koscica, 2014; Setiawan dan
Rahmi, 2004; Wolfe and Mc Cans, 2009) serta sebagai upaya mitigasi terhadap
perubahan iklim (Specht et al., 2014).
Haletky dan Taylor (2006) berpendapat bahwa pertanian kota adalah salah
satu komponen kunci pembangunan sistem pangan masyarakat yang berkelanjutan
dan jika dirancang secara tepat akan dapat mengentaskan permasalahan
kerawanan pangan. Dengan kata lain, apabila pertanian perkotaan dikembangkan
secara terpadu merupakan alternatif penting dalam mewujudkan pembangunan
kota yang berkelanjutan (Setiawan dan Rahmi, 2004).

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, dapat diajukan
beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa itu urban farming?
2. Bagaimana penerapan urban farming tersebut?
3. Apakah sawi dan kangkung cocok sebagai tanaman urban farming?

1.3. Tujuan Praktikum


Adapun tujuan praktikum ini dilakukan untuk:
1. Memberikan pemahaman tentang urban farming kepada mahasiswa.
2. Mahasiswa mampu menjelaksan tentang urban farming.
3. Mahasiswa mampu menerapkan urban farming tersebut.

10
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Sawi


2.2.1. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sawi
Sawi merupakan salah satu komoditas tanaman hortikultura dari jenis
sayuran-sayuran yang dimanfaatkan adalah daun – daun yang masih muda. Sawi
mengandung vitamin dan mineral dan mengandung protein, lemak, karbohidrat,
Ca, P, Fe, Vitamin A, B, dan C ( Abdullah et al.,2022). Klasifikasi dari tanaman
sawi yaitu kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae,
Kelas : Angiospermae, Sub Kelas : Dicotyledonae, Ordo : Papavorales, Famili :
Brassicaceae, Genus : Brassica, Spesies : Brassica juncea L (Haryanto, 2003
dalam Aidah 2020 ).
Sawi mempunyai akar tunggang dan cabang – cabang akar yang menyebar
dalam tanah hingga mencapai kedalaman 40 – 50 cm. Akar – akar tanaman sawi
memiliki fungsi untuk menyerap air dan unsur hara dari dalam tanah, dan juga
untuk menguatkan berdirinya tanaman (Samadi, 2017).
Batang yang dimiliki oleh tanaman sawi merupakan batang yang
berukuran pendek dan beruas – ruas, bahkan hampir tidak kelihatan. Batang dari
tanaman sawi ini memiliki fungsi sebagai alat pembentuk dan penopang daun
tanaman sawi ( Zulkarnain, 2013).
Daun tanaman sawi memiliki daun yang panjang, halus, tidak berbulu,
dan tidak berkrop. Daunnya lebar memanjang, tipis, bersayap dan bertangkai
panjang yang memiliki bentuk pipih. Warna daun pada umumnya hijau keputihan
sampai dengan hijau tua (Rukmana, 2003 dalam Suryani 2016). Pelepah daun
tersusun saling membungkus dengan pelepah- pelepah daun yang lebih muda
tetapi tetap membuka. Pada umunya pola pertumbuhan daunnya berserak (roset)
hingga sukar membentuk tajuk ( Sunarjono, 2004 dalam Aidah, 2020).
Bunga tanaman sawi umumnya mudah untuk berbunga secara alami , baik
didataran tinggi maupun didataran rendah. Struktur bunga sawi tersusun dalam
tangkai bunga yang tumbuh memanjang (tinggi) dan memiliki cabang yang
banyak. Tiap kuntum bunga terdiri dari empat helai daun kelopak, empat helai
daun mahkota yang memiliki warna kuning cerah, empat helai benang sari dan
satu buah putik yang berongga dua (Rukmana, 2007).

11
Buah yang dimiliki oleh sawi adalah tipe buah polong. Bentuk polongnya
memanjang dan berongga. Tiap buah berisi 208 butir biji. Bijinya memiliki
bentuk bulat kecil berwarna coklat atau coklat kehitam – hitaman, berukuran
kecil, permukaannya licin megkilap, agak keras, dan berwarna coklat kehitaman
(Rukmana, 2007).

2.2.2. Syarat Tumbuh Tanaman Sawi


Tanaman sawi pada umumnya banyak ditanam di dataran rendah.
Tanaman ini selain tahan terhadap suhu panas (tinggi), juga mudah berbunga dan
menghasilkan biji secara alami pada kondisi iklim tropis Indonesia. Disamping itu
tanaman sawi tidak hanya cocok ditanam didataran rendah, tetapi juga dapat hidup
didataran tinggi ( Pracaya, 2011).
Tanah yang cocok untuk sawi adalah tanah yang gembur, subur dan
banyak mengandung bahan organik, dan system irigasi yang baik. Sifat kimia
tanah yang perlu diperhatikan adalah derajat keasaman ( pH) tanah. Sawi toleran
dengan Ph optimum : 6,0 – 6,8 (Samadi, 2017). Tanamn sawi dapat
dibudidayakan pada berbagai ketinggian tempat. Sawi juga memiliki toleransi
yang baik terhadap lingkungannya. Namun kebanyakan daerah penghasil sawi
berada diketinggian 100 – 500 m dpl ( Zulkarnain, 2013 dalam Aidah, 2020).
Iklim yang cocok untuk pertumbuhan tanaman sawi adalah daerah yang
bersuhu 15,6o C pada malam hari dan 21, 1 o C disiang hari. Untuk dapat
melakukan fotosintesis dengan baik, sawi memerlukan cahaya matahari selama 10
-13 jam. Ada beberapa varietas sawi yang toleran dan dapat tumbuh dengan baik
pada suhu 27 – 32oC (Rukmana, 2007). Kelembaban udara yang sesuai untuk
pertumbuhan tanaman sawi yang optimal berkisar antara 80% - 90%. Sawi
termasuk jenis sayuran yang tahan terhadap hujan, sehingga dapat ditanam pada
musim hujan yang mampu memberikan hasil yang baik (Aidah, 2020).

2.2. Tanaman Kangkung


2.2.1. Klasifikasi dan morfologi Kangkung
Kangkung (Ipomoea reptans Poir.) termasuk dalam suku Convolvulaceae
(keluarga kangkung-kangkungan). Kangkung merupakan tanaman asli dari India

12
utara. Tanaman ini dapat ditemukan di semua daerah dengan iklim tropis.
Tanaman ini dapat ditanam sepanjang tahun.
Klasifikasi dan identifikasi daun kangkung darat adalah sebagai berikut :
Kingdom: Plantae, Subkingdom: Tracheobionta, Super Divisi: Spermatophyta,
Divisi: Magnoliophyta, Kelas: Magnoliopsida, Sub Kelas: Asteridae, Ordo:
Solanales, Famili: Convolvulaceae, Genus: Ipomoea, Spesies: Ipomoea reptans
Poir.
Morfologi tanaman ini meliputi:
a. Daun
Tanaman kangkung darat mempunyai daun-daun yang panjang dengan
ujung yang runcing, berwarna hijau keputih-putihan, bunganya berwarna putih
bersih, dan buah muda berwarna hijau keputih-putihan yang akan berubah
menjadi coklat tua setelah dikeringkan. Tanaman kangkung darat termasuk
tanaman dikotil dan berakar tunggang. akarnya menyebar kesegala arah dan dapat
menembus tanag sampai kedalaman 50 cm lebih (Swastini 2015). Rahmah (2015)
menyatakan bahwa tanaman kangkung merupakan tanaman yang tumbuh cepat
yang memperlihatkan hasil dalam waktu 4 – 6 minggu sejak dari benih.
b. Batang
Batang tanaman kangkung darat memiliki warna batang yang putih
kehijauan dengan ruas yang besar dan banyak mengandung air (herbaceous).
Batang tanaman kangkung tumbuh merambat atau menjalar dengan percabangan
yang banyak. Kangkung memiliki akar yang berserabut, warna akar kangkung
darat lebih terang dari pada kangkung air, serta memiliki akar yang lebih kuat dan
panjang dibandingkan kangkung air. Tangkai daun melekat pada buku-buku
batang dan di ketiak daun terdapat mata yang dapat tumbuh menjadi percabangan
baru. Bentuk daun umumnya seperti jantung hati, ujung daunnya meruncing atau
tumpul, permukaan daun sebelah atas berwarna hijau tua dan permukaan daun
bagian bawah berwarna hijau muda.
c. Akar
Tanaman kangkung memiliki sistem perakaran tunggang dan cabang-
cabang akar menyebar kesemua arah, dapat menembus tanah sampai kedalaman

13
60 hingga 100 cm, dan melebar secara mendatar pada radius 150 cm atau lebih
(Djuariah, 2007).
Tanaman kangkung terdiri dari dua varietas yaitu kangkung darat atau
disebut kangkung cina (Ipomoea reptans P.) dan kangkung air (Ipomoea aquatica
F.) yang tumbuh secara alami di sawah, rawa, atau parit. Menurut Maulana (2018)
perbedaan antara kangkung darat dan kangkung air terletak pada warna bunga dan
bentuk batang serta daun. Kangkung air berbunga putih kemerahan, batang dan
daunnya lebih besar, warna batangnya hijau, sedangkan kangkung darat daunnya
panjang dengan ujung runcing berwarna hijau keputihan, bunganya berwarna
putih. Perbedaan jumlah biji yang dihasilkan berpengaruh terhadap perbanyakan
kangkung. Kangkung darat diperbanyak melalui biji sedangkan kangkung air
melalui stek pucuk batang (Sriharti dan Takiyah, 2007).

2.2.2. Syarat Tumbuh Kangkung


Kangkung merupakan salah satu tanaman yang dapat tumbuh di dataran
rendah maupun di dataran tinggi. Jumlah curah hujan yang baik untuk
pertumbuhan tanaman kangkung berkisar antara 500 – 5000 mm/tahun (Rukmana,
1995). Umumnya kangkung dapat tumbuh pada tempat yang banyak terdapat
rumput liar. Namun, untuk mendapat hasil yang makimal, kangkung harus
dihindarkan dari rumput-rumput liar sehingga dapat tumbuh dengan cepat. Jenis
tanah yang cocok untuk budidaya kangkung adalah jenis tanah liat berpasir, tanah
liat berlempung, tanah alluvial, grumusol, tanah padsolik merah, serta tanah yang
banyak mengandung substansi kandungan senyawa organik yang cukup tinggi
(Rukmana 1994). Tanaman kangkung darat tidak menghendaki tanah yang
tergenang karena akan membuat akar-akarnya membusuk. Tanaman kangkung
membutuhkan lahan yang terbuka untuk mendapatkan sinar matahari yang cukup.
Suhu lingkungan yang baik untuk budidaya kangkung berkisar antara 20 – 30oC,
namun demikian kangkung dapat ditanam pada lahan yang kering dengan syarat
perlu dilakukan pengairan setiap hari (Maulana, 2018).

14
2.3. Urban Farming
Program Urban Farming adalah salah satu program dari Dinas Pertanian
yang bertujuan untuk membantu masyarakat miskin dalam memenuhi konsumsi
makanan yang bergizi dan untuk mengurangi pengeluaran keluarga (Junainah,
2016). Urban Farming dilakukan dengan cara memanfaatkan lahan yang terbatas
diperkotaan untuk aktivitas pertanian. Salah satu contohnya adalah dengan
menanam sayuran di botol plastik bekas disekitar rumah, atau yang lain.
Apabila setiap rumah tangga menerapkan urban farming dirumahnya, tentu
saja ini akan berdampak pada ekonomi rumah-tangganya. Kebutuhan sayur-mayur
maupun apotek hidup bisa dipenuhi sendiri, pada akhirnya hal ini akan menekan
permintaan akan komoditi tersebut, sehingga harganya akan relatif stabil. Selain
itu, rumah tangga yang melaksanakan urban farming akan mampu melakukan
penghematan, sehingga pendapatannya bisa dialokasikan untuk hal lain (Junainah,
2016).
FAO (Food and Agriculture Organization) menjelaskan Pertanian
Perkotaan sebagai industri yang memproduksi, memproses, dan memasarkan
produk pertanian, terutama memenuhi permintaan harian konsumen di dalam
perkotaan, dengan metode produksi intensif, memanfaatkan dan mendaur ulang
sumber daya dan limbah perkotaan untuk menghasilkan beragam tanaman
kebutuhan pangan masyarakat Perkotaan (Smit et al., 1996). Council on
Agriculture, Science and Technology (CAST) menyatakan Pertanian Perkotaan
mencakup aspek kesehatan lingkungan, remediasi, dan rekreasi (Butler dan
Moronek, 2002)
Urban Farming adalah kegiatan memanfaatkan ruang-ruang terbuka yang
tidak produktif seperti lahan pekarangan atau lahan kosong yan tidak terpakai dan
sebagainya, menjadi lahan perkebunan produktif, sehingga dapat menjadi kegiatan
alternative masyarakat kota untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ruang
terbuka hijau. Penerapan urban farmng berdampak langsung terhadap ekonomi,
sosial, penggunaan energi, jejak karbon, polusi (udara, tanah, dan suara), serta
peningkatan ketersediaan dan kualitas bahan pangan (Alaimo et al., 2008)
Gerakan Gerakan urban farming di Indonesia muncul pada akhir tahun
2011 yang merupakan respon dari permasalahan perkotaan dan dapat diterapkan

15
oleh masyarakat di Kota Bandung. Pelopor dari gerakan urban farming ini adalah
Ridwan Kamil dan membuat Komunitas Indonesia Berkebun. Komunitas ini telah
berkembang dan menyebar di 33 kota di Indonesia.
Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk menggiatkan urban
farming, antara lain Konsep Urban Farming untuk masadepan lingkungan :
 Metode Vertikultur
Vertikultur adalah salah satu contoh urban farming yang diartikan sebagai
teknik budidaya tanaman secara vertikal dengan penanamandilakukan secara
bertingkat untuk memaksimalkan penggunaan lahan dalam menghasilkan
tanaman. Pemanfaatan teknik vertikultur memungkinkan untuk berkebun dengan
memanfaatkan tempat secara efisien (Sutarminingsih, 2003).
Menurut Damastuti (1997) sistem pertanian vertikultur adalah sistem budi
daya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Sistem ini cocok
diterapkan pada lahan sempit atau di pemukiman yang padat penduduknya.
Sistem ini dapat menjadi solusi kesulitan mencari lahan pertanian yang tergusur
oleh perumahan dan industri.
Kelebihan sistem pertanian vertikultur sebagai berikut: (1) efisiensi
penggunaan lahan karena yang ditanam jumlahnya lebih banyak dibandingkan
sistem konvensional, (2) penghematan pemakaian pupuk dan pestisida, (3)
kemungkinan tumbuhnya rumput dan gulma lebih kecil, (4) dapat dipindahkan
dengan mudah karena tanaman diletakkan dalam wadah tertentu, (5)
mempermudah monitoring/pemeliharaan tanaman, dan (6) adanya atap plastik
memberikan keuntungan (a) mencegah kerusakan karena hujan, (b) menghemat
biaya penyiraman karena atap plastik mengurangi penguapan.
Kekurangannya adalah (1) rawan terhadap serangan jamur, karena
kelembaban udara yang tinggi akibat tingginya populasi tanaman adanya atap
plastik, (2) investasi awal cukup tinggi, (3) sistem penyiraman harus kontinyu,
dan diperlukan beberapa peralatan tambahan.

16
Gambar 2.2. Metode Vertikultur

 Metode Hidroponik: Budidaya menanam dengan menggunakan air tanpa


tanah.
Albert (2018) menjelaskan bahwa pola tanam hidroponik dikenalkan oleh
William Frederick Gericke dari Universitas California di Berkeley yang mulai
mempromosikan secara terbuka tentang Solution culture yang digunakan untuk
menghasilkan tanaman pertanian. Hingga kemudian pada tahun 1937 Gerick
menciptakan istilah hidroponik untuk budidaya tanaman air.
Hidroponik berasal dari bahasa Latin yang berarti hydro (air) dan ponos
(kerja). Selanjutnya hidroponik didefinisikan secara ilmiah sebagai suatu cara
budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah, akan tetapi menggunakan media
inert seperti gravel, pasir, peat, vermikulit, pumice atau sawdust, yang diberikan
larutan hara yang mengandung semua elemen essensial yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan normal tanaman. Metode penanaman hidroponik
memiliki berbagai macam keunggulan, yaitu pertumbuhan tanaman dapat di
kontrol, tanaman dapat berproduksi dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi,
tanaman jarang terserang hama penyakit karena terlindungi, pemberian air irigasi
dan larutan hara lebih efisien dan efektif, dapat diusahakan terus menerus tanpa
tergantung oleh musim, dan dapat diterapkan pada lahan yang sempit.

17
Gambar 2.2. Metode Hidroponik
 Akuaponik
Sistem Akuaponik merupakan metode budidaya tanaman dan ikan dalam
satu wadah (ember, kolam, aquarium dan lain sebagainya) di mana sistem tersebut
dapat memperbarui nutrisi yang ada, dengan bantuan air yang selalu mengalir
dalam alat tersebut sehingga ikan dan tanaman dapat tumbuh dengan baik (Rizal
et al., 2018). Kedua sistem tersebut saling melengkapi dimana amoniak yang
dihasilkan oleh ikan merupakan nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman untuk
tumbuh. Tanaman berperan mengurangi kadar amoniak dalam air yang bisa
meracuni ikan.
(Li et al., 2018). Kadar oksigen dalam air dipelihara dengan daur ulang air
menggunakan teknologi sederhana yang tepat guna. Selain menggunakan
tekonologi yang sederhana, keunggulan aquaponic lainnya adalah lebih hemat air,
mendapat hasil panen sayur dan ikan bersamaan serta dapat diterapkan pada lahan
yang sempit.

Gambar 2.3. Metode Akuaponik

18
 Wall garden
Wall gardening merupakan teknik budidaya tanaman secara vertikal yang
memanfaatkan dinding sebagai model pertanaman. Teknik ini hampir sama
dengan vertikultur, yang membedakan adalah pada teknik wall gardening
biasanya berpusat pada tanaman hias bukan tanaman sayuran. Banyak gedung-
gedung perkantoran atau pusat pembelanjaan yang sudah memakai teknik
budidaya ini. Media tanam yang digunakan adalah tanah, sehingga pemupukan
dalam pemenuhan unsur hara perlu diperhatikan dalam teknik ini agar tanaman
hias tetap cantik untuk d ipandang.

Gambar 2.4. Metode Wall Garden

Urban farming mempunyai beberapa manfaat yang dapat disosialisasikan


kepada ibu-ibu perkotaan, sehingga upaya untuk menggiatkan berkebun dilahat
yang sempit dapat terwujud. Manfaat positif yang dapat diperoleh antara lain
Urban farming beri banyak manfaat,
Manfaat ekonomi
Dengan berkebun dilahan sempit mampu menghasilkan bahan pangan
yang dikonsumsi sendiri ataupun dijual. Dengan demikian dapat mengurangi
pengeluaran dan justru menghasilkan income.
Manfaat lingkungan
Menanam tumbuhan hijau dilahan yang sempit mampu menambah
ketersediaan oksogen, sehingga udara menjadi bersih dan segar. Untuk itu
penghijauan harusnya menjadi pola pikir masyarakat perkotaan, khususnya warga
yang tinggal di perumahan sebagai upaya untuk mengurangi pemanasan global.

19
Manfaat kesehatan
Penggunaan media non pestisida mengakibatkan tanaman lebih organic
dan lebih sehat untuk dikonsumsi. Membantu memenuhi kebutuhan pangan yang
berkualitas; di wilayah yang padat penduduk, urban farming menjadi salah satu
strategi yang dalam membantu rumah tangga ekonomi lemah untuk memperbaiki
keamanan pangan serta konsumsi pangan yang beragam, bergizi dan aman.
Menciptakan lapangan pekerjaan
Urban farming dapat digunakan sebagai peluang bisnis, menciptakan
lapangan pekerjaan dan pendapatan masyarakat yang hidup diperkotaan.
Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran segar
Urban farming juga memungkinkan masyarakat sekitar untuk lebih sering
mengonsumsi buah dan sayuran segar karena bisa diakses dengan mudah dan
cepat.
Baik untuk kesehatan tubuh dan mental
Kegiatan urban farming juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana melatih
fisik menjadi lebih kuat dan membuat tubuh menjadi lebih bugar. Urban farming
membantu kita untuk kembali terhubung dengan alam. Kegiatan ini dapat
menurunkan tingkat stres, serta menjaga kesehatan mental secara keseluruhan.
Menciptakan lingkungan sehat;
Urban farming juga merupakan wujud upaya merevitalisasi lingkungan,
menciptakan lahan hijau, mengurangi panas dan polusi udara, serta menurunkan
risiko banjir dan tanah longsor.
Pemandangan indah
Lanskap pertanian, perairan, dan bangunan yang dekoratif, memberikan
banyak manfaat, termasuk untuk kegiatan rekreasi sambil menikmati
pemandangan indah dan udara berkualitas di ruang terbuka.

2.4. Perawatan Tanaman Urban Farming


2.4.1. Penyiraman Tanaman
Penyiraman tanaman dilakukan 1 kali hingga 2 kali sehari, dengan
memperhatikan media tanam jangan sampai kering. Dilakukan juga dengan
kondisional ketika matahari panas terik ataupun musim hujan. Pada saat

20
pembibitan memperhatikan arah sumber cahaya matahari, agar pertumbuhan
tanaman mendapat cukup cahaya matahari dan arah tumbuhnya sesuai dengan
media tanam yang digunakan.

2.4.2. Penyiangan
Dalam hal penyiangan, walaupun kangkung dan sawi merupakan tanaman
siklus cepat adakalanya tanaman mudah kalah bersaing dengan rumput. Terutama
saat penebaran benih awal, pertumbuhan dari benih menjadi tanaman relatif agak
lama sehingga potensi tersalip gulma cukup tinggi. Apabila terjadi hal seperti ini,
gulma tersebut harus cepat disingkirkan dengan dicabut.

2.4.3. Pengendalian (OPT)


Dalam hal pengendalian hama dan penyakit dalam urban farming tentu
saja tidak menggunakan bahan kimia melainkan menggunakan pestisida nabati”
atau ” pestisida hayati”. Konsep pestisida hayati adalah memanfaatkan bahan –
bahan organik disekitar untuk mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman.
Sebagaimana namanya fungsi pestisida tetap disematkan yakni racun sebagai
pembasmi hama. Namun pestisida ini tanpa menggunakan bahan-bahan kimia.
Pestisida hayati juga tidak meninggalkan residu yang berbahaya pada tanaman
maupun lingkungan serta dapat dibuat dengan mudah menggunakan bahan yang
murah dan peralatan yang sederhana.

21
I. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Tempat dan Waktu


Kegiatan Praktikum ini dilaksanakan di dalam Gedung Al Maidah dan di
lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau. Kegiatan
praktikum berlansung selama 2 bulan, dimulai pada tanggal 19 November sampai
Januari 2022.

3.2. Metode Praktikum


Metode praktikum yang diterapkan yaitu dengan membuat 2 bedengan
yang mana bedengan pertama terletak di dalam gedung Al Maidah dan bedengan
yang kedua di lahan pertanian Fapertapet, dengan ukuran bedengan 1 x 2 m.
Penanaman dilakukan dengan cara membagi dua bedengan dengan membuat garis
ditengah bedengan, dimana ini dilakukan untuk memisahkan penanaman benih
sawi dan kangkung. Dengan jarak tanam setiap lubang tanam P x L yaitu 10 cm x
10 cm, dengan kedalaman lubang tanam satu ruas jari dan setiap lubang tanam
dimasukkan benih sebanyak 2 – 3 benih.

3.3. Pelaksanaan Penelitian


3.3.1. Pengolahan Media Tanam
Kangkung memerlukan lahan yang sudah diolah terlebih dahulu agar
dapat tumbuh dengan baik. Rumput liar (gulma) dan kerikil harus dibersihkan dari
lahan. Tanah diolah dengan cangkul sedalam 20 – 30 cm sambil dibalikkan,
kemudian dikeringkan selama 1 – 2 minggu (Santoso 2019). Kemudian olah tanah
dengan membuat bedengan selebar 60 – 100 cm, dan jarak antar bedengan 30 – 40
cm. Lalu pupuk kandang yang sudah matang disebarkan sebanyak 20 - sebanyak
20 - 30 ton per hektar sambil dicampurkan merata dengan tanah. Setelah itu
permukaan bedengan diratakan hingga lahan siap ditanami (Santoso, 2019).

3.3.2. Pembenihan
Tanaman kangkung darat diperbanyak dengan menggunakan biji (benih)
yang disebar di atas permukaan tanah yang telah diolah. Benih kangkung darat
yang baik dipilih dengan cara disortir, salah satu cara untuk mengetahuinya adalah

22
dengan merendamnya dalam air, jika biji terapung maka biji tersebut tidak baik
untuk digunakan. Kebutuhan benih kangkung darat untuk penanaman seluas satu
hektar adalah ± 10 kg (Putri, 2019). Persemaian Selain disebar secara langsung di
lahan, benih kangkung dapat disemai terlebih dahulu di tray semai atau wadah
yang telah diisi campuran tanah, pupuk kandang, maupun arang sekam. Wadah
semai harus selalu disiram setiap pagi atau sore hari. Simpan wadah semai pada
tempat yang cukup terkena sinar matahari namun tidak terlalu panas. Setelah satu
minggu benih yang tumbuh baik dan memiliki tiga daun pertama dapat
dipindahkan kedalam polybag atau pot yang telah berisi media tanam (Irawati dan
Salamah, 2013).

3.3.3. Persemaian
Selain disebar secara langsung di lahan, benih kangkung dapat disemai
terlebih dahulu di tray semai atau wadah yang telah diisi campuran tanah, pupuk
kandang, maupun arang sekam. Wadah semai harus selalu disiram setiap pagi atau
sore hari. Simpan wadah semai pada tempat yang cukup terkena sinar matahari
namun tidak terlalu panas. Setelah satu minggu benih yang tumbuh baik dan
memiliki tiga daun pertama dapat dipindahkan kedalam polybag atau pot yang
telah berisi media tanam (Irawati dan Salamah, 2013).

3.3.4. Penanaman
Waktu tanam yang paling baik adalah awal musim hujan, karena
kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman kangkung tercukupi. Benih kangkung
dapat ditanam dengan cara disebar, yakni benih ditabur secara merata di atas
permukaan bedengan, kemudian ditimbun dengan tanah tipis. Cara lain adalah
dengan sistem persegi panjang atau bujur sangkar, yakni dengan mengatur jarak
tanam 20 x 5 cm, atau 20 x 20 cm. Tanaman kangkung yang ditanam dengan
teratur seperti pada sistem persegi panjang akan memudahkan dalam pengendalian
gulma dan pelaksanaan panen (Edi, 2013).

23
3.3.5. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman yang dilakukan setiap pagi
atau sore hari, penyiangan gulma untuk menjaga persaingan dan kualitas tanah,
serta pemupukan. Pemupukan diperlukan untuk memacu pertumbuhan kangkung
yang diberikan pada umur 10 hari setelah tanam (HST), 20 HST, dan 30 HST.
Kangkung biasanya dipupuk dengan urea, SP-36, dan KCL yang diberikan dengan
cara pengocoran atau penyiraman (Suroso dan Antoni, 2017).

3.3.6. Panen
Kangkung yang ditanam selama 28 – 45 hari sudah dapat dipanen.
Pemanenan bias dilakukan dengan cara dicabut sampai seluruh akar atau bisa
dengan dipangkas. Pemanenan dengan cara dipangkas bisa dilakukan saat
tanaman berumur tiga bulan. Ujung tanaman dipangkas sekitar 30 cm agar
tumbuh banyak cabang. Pemungutan hasil selanjutnya dilakukan dengan cara
ujung cabang dipangkas setiap 15 hari sekali. Tanaman yang terawat baik dan
sehat dapat menghasilkan 10 – 16 ton kangkung per hektar dalam setahun (Susilo,
2015).

3.4. Hasil dan Pembahasan


3.4.1 Tinggi Tanaman
3.4.2 Jumlah Daun

24
3.4.3 Berat Basah 4 MST
Berat basah diukur sesaat setelah panen dilakukan dengan cara menimbang
setiap sampel yang sudah dibersihkan akarnya dari tanah maupun gulma yang
terpanen menggunakan timbangan analitik. Berat segar tanaman dapat dilihat pada
tabel ……..(sambungkan dengan tabel sebelumnya)
Tabel……
Sampel Kangkung Sawi
Urban Konvensional Urban Konvensional
1 5,1 4 6,7 2
2 8,7 6 5,6 5
3 12,6 5 6,5 4
4 11,8 4 8,4 3
5 11,8 4 6,2 4
6 5,9 8 2,4 4
7 7,4 6 3,4 7
8 9,1 8 3,7 5
9 9,9 6 3,1 4
10 11,4 4 2,7 2
∑ 93,6 55 48,7 40
Rata-
Rata 9,4 5.5 4,87 4

Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel…. Terlihat bahwa berat basah


pada kedua tanaman yaitu kangkung dan sawi menunjukkan hasil yang jauh
berbeda, berat basah rata-rata kangkung pada budidaya urban farming yaitu 9,4
gram, sedangkan kangkung pada lahan konvensional hanya 4,87 gram. Sama
halnya dengan tanaman sawi, yang ditanam pada lahan urban farming
menunjukkan berat segar rata-rata 5,5 gram, sedangkan saei pada lahan
konvensional hanya 4 gram.
Hal ini berkaitan dengan beberapa faktor yang mendasarinya, lahan urban
farming tanahnya berasal dari tanah top soil yang dimasukkan kedalam
bedengannya, sedangkan lahan konvensional adalah lahan yang digunakan setiap
tahunnya sebagai lahan praktikum. Meski keduanya diberi perlakuan yang sama,
tentu akan memberikan respon yang berbeda, karena adanya perbedaan
ketersediaan unsur hara, kandungan air, dan mikroorganisme tanah sehingga
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil suatu tanaman. Azizah dkk. (2016)
menyatakan bahwa rendahnya bahan organik dalam lahan pertanian dapat
meningkatkan kekurangan unsur hara bagi tanaman sehingga produksi tanaman
tidak optimal. Rendahnya unsur hara N dan kandungan air pada tanah tidak dapat

25
mempengaruhi produktivitas segar tajuk dengan baik. Disampaikan juga oleh
Livy Winata (2017) bahwa tingginya unsur hara N dan kandungan air pada tanah
dapat mempengaruhi produktivitas segar tajuk. Aplikasi unsur hara N pada dosis
yang tepat akan meningkatkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan metabolism
tanaman, pembentukan protein, karbohidrat, akibatnya pertumbuhan dan produksi
tanaman meningkat. Namun meskipun kedua lahan diberi pupuk urea dengan
dosis yang sama tetapi ketersediaan unsur hara nya berbeda.
Seperti yang disampaikan oleh Gusta dkk. (2014) menyampaikan
bahwatanah top soil sangat berpengaruh dalam mengoptimalkan pertumbuhan
bibit, kesuburan tanah lapisan ini sulit tergantikan. Diketahui bahwa tanah top soil
memiliki unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dan memiliki bahan organik
yang tinggi. Bahan organik akan memperbaiki sifat biologi tanah sehingga
tercipta lingkungan yang lebih baik bagi perakaran tanaman sehingga akar dapat
menyerap unsur hara yang lebih banyak (Pangaribuan dan Pujisiswanto, 2008).
Sedangkan lahan konvensional merupakan lahan praktikum yang ditanami
setiap tahunnya oleh mahasiswa, sehingga ketersediaan unsur hara dan airnya
berbeda dengan tanah pada lahan urban farming. Seperti yang dikatakan oleh
(Sutedjo, 2010) bahwa nutrisi yang terkandung pada tanah-tanah pertanian
sebagai akibat pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dibudidayakan
akan terserap oleh akar tanaman untuk pertumbuhan batang, daun dan buah. Oleh
karena itu maka dalam setiap pemanenan banyak unsur hara yang terangkut dari
dalam tanah. Dengan demikian maka jelaslah penanaman dan pemanenan yang
terus menerus dilakukan tanpa memperhatikan pemeliharaan tanah akan
mengakibatkan merosotnya hasil dan bahkan pada akhirnya tanah tidak mampu
lagi menunjukkan produktivitasnya.

DAFTAR PUSTAKA
Azizah, N., Haryono dan Tujiyanta. 2016. Respon macam pupuk organik macam
mulsa terhadap hasil tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.). Jurnal Ilmu
Pertanian Tropika dan Subtropika, 1 (1) : 44-51.
Winata, L. 2017. Effect Of Plant Density And Nitrogen Fertilization On Growth
And Quality Of Mustard Greens Plants. J. Agric Sc,. 6(3) : 56-63.

26
Gusta, A. R., Kusumastuti, A., dan Parapasan, Y. (2017). Pemanfaatan Kompos
Kiambang dan Sabut Kelapa Sawit sebagai Media Tanam Alternatif pada
Prenursery Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Jurnal Penelitian
Pertanian Terapan, 15(2).
Pangaribuan, D., & Pujisiswanto, H. (2008, November). Pemanfaatan Kompos
Jerami Untuk Meningkatkan Produksi Dan Kualitas Buah Tomat. In:
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II
Sutedjo, Mul Mulyani, 2010. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.

27
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, H., Idris, r., Haryanto, S., & Mahmud, S. A. (2022). Uji Pertumbuhan
dan Produktivitas Tanaman Sawi Melalui Aplikasi Pupuk Hijauan
Clotalaria Juncea L. Jurnal Inovasi Penelitian, 3027-3034.

Aditama S. 2011. Pengaruh Berbagai Pupuk Daun terhadap Pertumbuhan


Kangkung Darat (Ipomea reptans Poir.) Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Aidah, S. N. (2020). Ensiklopedi Sawi Deskripsi, Filosofi,Manfaat, Budidaya, dan


Peluang Bisnisnya. Jogjakarta: Penerbit Karya Makmur (KBM) Indonesia.

Azhari I. 2011. Analisis Tekno Ekonomi Alat Semprot Semi-Otomatis Tipe


Sandang (Knapsack Sprayer) dengan Berbagai Variasi Jumlah Nozzle
Skripsi. Universitas Andalas. Padang.

Bareja, Ben G. 2010: Intensify Urban Farming, Grow Crops in the City
http://www.cropsreview.com/urban-farming.html. Diakses pada 14 Mei
2015.

BPS. 2016. Statistik Harga Produsen Pertanian. http://www.bps.go.id. Diakses


pada 25 November 2017. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal
Hortikultura.

BPS. Badan Pusat Statistik. 2019. Statistik Tanaman Sayuran dan Buah-Buahan
Menurut Provinsi di Indonesia. Badan Pusat Statistik dan Direktoral
Jenderal Hortikultura. Jakarta.

Butler, L, Moronek, D.M 2002. Urban and Agriculture Communities:


Opportunities for Common Ground, Ames, Iowa: Council for Agricultural
Science and Technology.

Damastuti, Anya P. 1997. Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro.


http://www.elsppat.or.id/download/file/w8_a6.pdf.

Edi S, Bobihoe J. 2014. Budidaya Tanaman Sayuran. Balai Pengkajian Teknologi


Pertanian (BPTP) Jambi. Jambi.

Fahrudin, F. 2009. Budidaya Caisim (Brassica juncea L.) Menggunakan Ekstrak


Teh dan Pupuk Kascing. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Fauzi, A. R., Ichniarsyah, A. N., & Agustin, H. 2016. Pertanian Perkotaan:


Urgensi, Peranan, dan Praktik Terbaik. Jurnal Agroteknologi, 10(01): 49-
62.

28
https://elib.unikom.ac.id/files/disk1/689/jbptunikompp-gdl-akibsyafei-34441-7-
9babii.pdf. Diakses pada 11 November 2022.
Irawati, Salamah Z. 2013. Pertumbuhan Tanaman Kangkung Darat (Ipomea
reptans Poir.) dengan Pemberian Pupuk Organik Berbahan Dasar Kotoran
Kelinci. Jurnal Bioedukatika, 1(1): 1-96.

Jamalludin. 2018. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi


Usahatani Sayur-Sayuran di Kelurahan Maharatu Marpoyan Damai Kota
Pekanbaru. Jurnal Agribisnis, 20(1): 52-67.

Maulana D. 2018. Raih Untung dari Budidaya Kangkung. Trans Idea Publishing.
Yogyakarta.

Murniati N, Safriyani E. 2012. Pemanfaatan Urine Sapi Sebagai Pupuk Organik


Cair untuk Meningkatkan Produktivitas Tanaman Selada. Jurnal Agro
Silampari, 2(1): 19-17.

Pracaya. 2011. Bertanamn Sayur Organik. Penebar Swadaya. Jakarta. 123h.

Putri KS. 2019. Budidaya Sayuran Sawi, Kangkung, Katuk, dan Bawang Daun.
Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura. Jawa Barat.

Rahman MN, Yamin M. 2014. Modifikasi Nosel pada Sistem Penyemprotan


untuk Pengendalian Gulma Menggunakan Sprayer Gendong Elektrik.
Jurnal Keteknikan Pertanian, 2(1): 17-28.

Rukmana R. 1995. Seri Budidaya Bertanam Kangkung. Kanisius. Yogyakarta.

Rukmana, R. 2007. Bertanam Petsai dan Sawi. Kansius. Yogyakarta.

Samadi, B. 2017. Teknik budidaya sawi dan pakchoy. Pustaka Mina. Depok
Timur.

Santosa HB. 2008. Ragam dan Khasiat Tanaman Obat. Agromedia Pustaka.
Jakarta.

Santosa HB. 2019. Bertanam Kangkung Organik. Pohon Cahaya Semesta.


Yogyakarta.

Sasongko, A. 2020. Urban Farming Beri Banyak Manfaat.


https://www.republika.co.id/berita/qdroot313/urban-farming-beri-banyak-
manfaat. Diakses tanggal 10 Desember 2022 (16.18).

Siahan, O.F. 2012. Respons Pertumbuhan dan Produksi Sawi (Brassica juncea L.)
terhadap Pemberian Pupuk Organik Cair. Skripsi. Program Studi
Agroteknologi Universitas Sumatera Utara.

29
Sidik AJ. 2019. Kinerja Pengabut Gendong Bermotor untuk Liquid Fertilizing
pada Sistem Budidaya Vertikultur Tanaman Terung. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Smit, J., A. Ratta, J. Nasr 1996. Urban Agriculture: Food, Jobs, and Sustainable
Cities. United Nations Development Programme (UNDP), New York.

Srihartati, Takiyah S. 2007. Pengaruh Berbagai Kompos terhadap Produksi


Kangkung Darat (Ipomea reptans Poir.). Balai Besar Pengembangan
Teknologi Tepat Guna-LIPI. Subang.

Suroso B, Antoni NE. 2017. Respon Pertumbuhan Tanaman Kangkung Darat


(Ipomea reptans Poir.) terhadap Pupuk Bioboost dan Pupuk ZA. Agritop
Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, 2(1): 14-23.

Suryani, L. 2016. Pengaruh Media dan Interval Waktu Pemberian Hara terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sawi (Brassica juncea L) Secara
Hidroponik Sistem Substrat. Fakultas Pertanian Universitas Teuku Umar.

Susilo DE. 2015. Pertimbangan Visual dan Fisiologis sebagai Kriteria Panen
Kangkung Darat Akibat Pemberian Kapur Dolomit di Tanah Gambut.
Anterior Jurnal, 15(1): 76-84.

Sutarminingsih, C. 2003. Vertikultur Pola Bertanam Secara Vertikal.


Kanisius.Yogyakarta
.
Wahida Junainah, Sanggar Kanto, Soenyono, 2016. Program Urban Farming
Sebagai Model Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Perkotaan (Studi
Kasus di Kelompok Tani Kelurahan Keputih Kecamatan Sukolilo Kota
Surabaya). Wacana. 19:3. ISSN: 1411-0199 E-ISSN: 2338-1884.

Zulkarnanin. 2013. Budidaya Sayuran Tropis. Jakarta. Bumi Aksara.

30

Anda mungkin juga menyukai