NAMA : SAHABUDDIN
NIM : A0320511
KELAS : B_AGROEKOTEKNOLOGI
MK : PENGOLAHAN BAHAN ORGANIK
DOSEN : DIRHANA PURNAMA, S.P.,M.P.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia Nya penulis
dapat melaksanakan dan menyelesaikan Studi Kasus dengan judul “Analisis
Limbah Hasil Pertanian dan Strategi Pengelolaannya Berbasis Mikroorganisme
Lokal di Tingkat Petani Kecamatan Kayu Aro”.
Sholawat bermutiarakan salam kita hadiahkan kepada Baginda Rasulullah
Muhammad SAW, dan para sahabatnya, yang telah membaa kita dari zaman
kebodohan ke zaman yangdi penuhi dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang......................................................................... 1
1.2. Tujuan Studi Kasus................................................................... 3
1..3. Manfaat Studi Kasus................................................................ 3
BAB II. LANDASAN TEORI ........................................................................ 4
2.1. Teori Pendukung ...................................................................... 4
2.1.1. Limbah Pertanian .......................................................... 4
2.1.2. Mikro Organisme Lokal (MOL .................................... 4
2.1.3. Strategi Pengelolaan Limbah Hasil Pertanian .............. 8
2.2. Penelitian yang Mendukung Studi Kasus ................................. 10
BAB III. METODE STUDI KASUS .............................................................. 12
3.1. Ruang Lingkup Studi Kasus .................................................... 12
3.2. Sumber dan Jenis Data Studi Kasus ........................................ 12
3.2.1. Sumber Data ................................................................. 12
3.2.2. Jenis Data ...................................................................... 13
3.3. Analisis Data ........................................................................... 13
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 14
4.1. Hasil dan Pembahasan .............................................................. 14
4.2. Implementasi Hasil Studi.......................................................... 20
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 23
5.1. Kesimpulan ............................................................................... 23
5.2. Saran ......................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 24
LAMPIRAN ..................................................................................................... 28
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Pembuatan MOL......................................................................................21
2 Pembuatan Kompos.................................................................................22
3 Pembuatan POC.......................................................................................22
iv
BAB I. PENDAHULUAN
1
membiarkan limbah tersebut membusuk di kebun. Padahal limbah tersebut dapat
menjadi pupuk organik jika dikelola dengan baik dengan perlakuan tertentu.
Limbah hasil pertanian adalah bagian tanaman yang tersisa setelah dipanen
atau diambil hasil utamanya (Soejono, 1995). Limbah hasil pertanian pada
umumnya mengandung sejumlah unsur hara dan nutrien, sehingga dapat
dikonversi menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi seperti pupuk organik
dan pakan ternak. Pemanfaatan limbah hasil pertanian ini akan menanggulangi
masalah pencemaran, penyakit dan estetika.
Permasalahan yang dihadapi dalam mengelola limbah pertanian adalah
rendahnya tingkat pengetahuan terhadap manfaat limbah. Persepsi masyarakat
yang berbeda-beda terhadap keberadaan limbah tersebut mengakibatkan
penanggulangan terhadap limbah tersebut berjalan lambat. Sebagian masyarakat
berpendapat bahwa mengelola limbah suatu pekerjaan yang tidak penting
dilakukan, tidak memberikan keuntungan, dan hanya membuang-buang waktu
(Yunilas, 2009). Persepsi masyarakat harus dirubah melihat jumlah limbah yang
terus bertambah setiap tahunnya. Penambahan limbah hasil pertanian yang tidak
sesuai dengan tingkat pengelolaannya berakibat sangat buruk terhadap
lingkungan. Oleh karena itu diperlukan teknik inovatif yang dapat meningkatkan
manfaat limbah hasil pertanian agar lebih memiliki daya guna terutama untuk para
petani. Salah satu teknik yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan
pemanfaatan limbah ini adalah dengan diolah menjadi MOL, pupuk organik dan
pengendali penyakit tanaman.
Pengelolaan limbah hasil pertanian dapat dilakukan secara fisik dan
biologi. Upaya pengelolaan limbah hasil pertanian secara biologi dapat dilakukan
dengan menggunakan aktivator mikrobiologi seperti MOL. Salah satu fungsi
aktivator ini adalah mempercepat proses dekomposisi bahan organik dan
meningkatkan kualitas bahan. Purwasasmita (2009), larutan MOL mengandung
unsur hara makro dan mikro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi
sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan dan sebagai agens
pengendali hama dan penyakit tanaman. Sehingga MOL dapat digunakan baik
sebagai pendekomposer, pupuk hayati, dan sebagai pestisida organic terutama
sebagai fungisida. Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis telah
2
melakukan Studi Kasus dengan judul “Analisis Limbah Hasil Pertanian dan
Strategi Pengelolaannya Berbasis Mikroorganisme Lokal di Tingkat Petani
Kecamatan Kayu Aro”.
3
BAB II. LANDASAN TEORI
4
susu, keong, dan lain-lain). MOL dapat juga diartikan mikroorganisme yang
berasal dari substrat/bahan tertentu dan diperbanyak dengan bahan alami yang
mengandung karbohidrat (gula), protein, mineral, dan vitamin. Perkembangan
MOL di Indonesia cukup pesat di kalangan petani, khususnya petani organik.
MOL bersifat sangat spesifik untuk daerah tertentu karena menggunakan bahan
baku dan mikroorganisme lokal, yang tentunya berbeda dengan daerah lain.
(ICRR, 2016). MOL adalah kumpulan mikro organisme yang bisa dibiakkan
(Hadi, 2019). Larutan MOL (Mikro Organisme Lokal) adalah hasil dari
fermentasi yang berbahan dasar dari sumberdaya yang tersedia setempat
(Purwasasmita, 2009).
Manfaat MOL adalah untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi
tanaman serta kesehatan tanah. MOL juga dikenal sebagai agen penyubur tanah
MOL mirip dengan Fermented Plant Juice Fertilizer yang berkembang di
beberapa negara. Nomenklatur MOL dalam pohon pupuk belum mendapat
tempat yang sesuai. Hal ini disebabkan MOL tidak dapat dimasukkan dalam
katagori pupuk hayati dan belum memenuhi syarat sebagai pupuk organik cair
(ICRR, 2016). Fungsinya dalam konsep “zero waste” adalah untuk “starter”
pembuatan kompos organik. Penggunaan MOL ini maka konsep pengomposan
bisa selesai dalam waktu 3 mingguan (Hadi, 2019). Larutan MOL mengandung
unsure hara makro dan mikro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi
sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan dan sebagai agens
pengendali hama dan penyakit tanaman. Sehingga MOL dapat digunakan baik
sebagai pendekomposer, pupuk hayati, dan sebagai pestisida organic terutama
sebagai fungisida (Purwasasmita, 2009).
Peran MOL dalam kompos, selain sebagai penyuplai nutrisi juga berperan
sebagai komponen bioreaktor yang bertugas menjaga proses tumbuh tanaman
secara optimal. Fungsi dari bioreaktor sangatlah kompleks, fungsi yang telah
teridentifikasi antara lain adalah penyuplai nutrisi melalui mekanisme eksudat,
kontrol mikroba sesuai kebutuhan tanaman, menjaga stabilitas kondisi tanah
menuju kondisi yang ideal bagi pertumbuhan tanaman, bahkan kontrol terhadap
penyakit yang dapat menyerang tanaman (Purwasasmita, 2009). MOL juga
memiliki manfaat lain, yaitu : memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologis tanah,
5
menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, menyehatkan tanaman,
meningkatkan produksi tanaman, dan menjaga kestabilan produksi, menambah
unsur hara tanah dengan cara disiramkan ke tanah, tanaman, atau disemprotkan ke
daun dan mempercepat pengomposan sampah organik atau kotoran hewan.
Permana (2011), larutan MOL mengandung unsur hara mikro dan makro dan
juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik,
perangsang pertumbuhan dan sebagai agens pengendali hama dan penyakit
tanaman. Peranan MOL dalam kompos selain sebagai penyuplai nutrisi juga
berperan sebagai komponen bioreaktor yang bertugas menjaga proses tumbuh
tanaman secara optimal. Fungsi dari bioreaktor sangatlah kompleks, fungsi yang
telah teridentifikasi antara lain adalah penyuplai nutrisi melalui mekanisme
eksudat, kontrol mikroba sesuai kebutuhan tanaman, bahkan kontrol terhadap
penyakit yang dapat menyerang tanaman.
MOL juga merupakan salah satu dekomposer yang dapat digunakan untuk
mendekomposisi TKKS dan merupakan salah satu dekomposer yang sedang
berkembang pesat pada sistem pertanian organik saat ini. Penggunaan pupuk cair
dengan memanfaatkan jenis MOL menjadi alternatif penunjang kebutuhan unsur
hara dalam tanah. Larutan MOL mengandung unsur hara makro, mikro, dan
mengandung mikroorganisme yang berpotensi sebagai perombak bahan organik,
perangsang pertumbuhan, dan agen pengendali hama dan penyakit tanaman
sehingga baik digunakan sebagai dekomposer, pupuk hayati, dan pestisida
organik. MOL sangat diperlukan dalam sistem pertanian organik untuk
menciptakan produk pertanian yang berkualitas dan sehat serta menciptakan
pertanian berkelanjutan (Kesumaningwati, 2015). Hadinata (2008) larutan MOL
yang telah mengalami fermentasi dapat digunakan sebagai dekomposer dan pupuk
cair untuk meningkatkan kesuburan tanah serta sabagai sumber unsur hara bagi
pertumbuhan tanaman. Larutan MOL mempunyai kualitas yang baik sehingga
mampu meningkatkan kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman secara
berkelanjutan.
Dekomposisi bahan baku MOL terjadi perubahan-perubahan kimia.
Perubahan ini antara lain tergantung pada pH, kadar karbohirat, oksigen dan
mikroorganisme. Makin lama waktu pembuatan MOL berlangsung, maka
6
dekomposisi bahan organik juga akan semakin lama. Akibatnya, pH menjadi
rendah karena terjadi peningkatan konsentrasi ion-ion H+. Ion-ion H+ ini akan
menentukan keasaman MOL (Dwijoseputro, 2010).
MOL adalah mikroorganisme yang terbuat dari bahan-bahan alami sebagai
medium berkembangnya mikroorganisme yang berguna untuk mempercepat
penghancuran bahan organik (proses dekomposisi menjadi kompos/pupuk
organik). Di samping itu juga dapat berfungsi sebagai tambahan nutrisi bagi
tanaman, yang dikembangkan dari mikroorganisme yang berada di tempat
tersebut (Panudju, 2011). Bahan baku MOL adalah media tumbuh
mikroorganisme yang mengandung unsur hara yang dibutuhkan. Menurut
Wiswasta dan Alit (2016) di dalam MOL sayuran mengandung N sebesar 0,4471
mg/L; P sebesar 21,049 mg/L; dan K 161 mg/L. Sayuran yang dapat dijadikan
bahan untuk pembuatan MOL adalah kubis, kangkung dan sawi.
Pembuatan MOL tidak dilakukan melalui proses inokulasi oleh
mikroorganisme yang diintroduksikan dan tidak dilakukan secara aseptis (ICRR,
2016). MOL adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar dari berbagai
sumber daya yang tersedia disekitar kita. Bahan dasar tersebut dapat berasal dari
hasil pertanian, perkebunan, maupun limbah organik rumah tangga. Bahan utama
MOL terdiri atas beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber
mikroorganisme (Palupi, 2015).
Dale (2003) menyatakan larutan MOL harus mempunyai kualitas yang
baik sehingga mampu meningkatkan kesuburan tanah, dan pertumbuhan tanaman
secara berkelanjutan. Kualitas merupakan tingkat yang menunjukkan serangkaian
karakteristik yang melekat dan memenuhi ukuran tertentu. Seni et al. (2013),
Faktor-faktor yang menentukan kualitas larutan MOL antara lain media
fermentasi, kadar bahan baku atau substrat, bentuk dan sifat mikroorganisme yang
aktif di dalam proses fermentasi, pH, temperatur, lama fermentasi, dan rasio C/N
larutan MOL. Batara (2015) menyatakan bahwa MOL mempunyai sifat fisik,
sifat kimia dan sifat biologi MOL. MOL sebagai suatu larutan mempunyai sifat-
sifat fisik yang berhubungan dengan kehidupan mikroorganisme misalnya waktu,
suhu dan warna. Juanda et al. (2011) menemukan bahwa waktu pembuatan yang
dibutuhkan MOL 3 minggu karena bahan baku MOL sudah hancur atau terurai
7
dengan sempurna. Lama pembuatan juga berpengaruh nyata terhadap suhu MOL.
Suhu tertinggi yang dicapai adalah 29 0C. Hal ini ada kaitannya dengan aktivitas
mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan organik yang menghasilkan energi
dalam bentuk panas. Setelah mencapai puncak, suhu mulai menurun, diduga
karena aktivitas mikroorganisme dalam mengurai bahan organik semakin
berkurang. MOL juga menghasilkan warna yang berbeda-beda tergantung pada
bahan organiknya. Warna MOL adalah warna yang ditimbulkan oleh kandungan
bahan organik dan anorganik. Warna bahan-bahan organik misalnya tannin,
liginin dan asam humus yang berasal dari dekomposisi bahan baku MOL. Warna
ini tidak hanya disebabkan oleh bahan terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi
(Effendi, 2003).
8
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 2 Tahun 2006). Pupuk organik mempunyai beragam jenis dan varian.
Jenis-jenis pupuk organik dibedakan dari bahan baku, metode pembuatan dan
wujudnya. Dari sisi bahan baku ada yang terbuat dari kotoran hewan, hijauan
atau campuran keduanya. Dari metode pembuatan ada banyak ragam seperti
kompos aerob, bokashi, dan lain sebagainya. Sedangkan dari sisi wujud ada yang
berwujud serbuk, cair maupun granul atau tablet (Kurnia, 2014). Limbah hasil
pertanian sangat tepat untuk diolah menjadi pupuk organik.
2. Limbah hasil pertanian sebagai pengendalian penyakit tanamam
Biopestisida dibagi menjadi pestisida nabati dan pestisida hayati. Pestisida
hayati adalah pestisida yang mengandung mikroorganisme menghasilkan senyawa
bersifat racun bagi hama maupun penyakit tanaman. Biopestisida digunakan
untuk menjaga kesehatan tanaman, mengendalikan serangan hama dan penyakit
(Kementrian Pertanian RI, 2022). Limbah hasil pertanian dapat dibuat sebagai
pupuk organik dengan penambahan MOL dan apabila diaplikasikan ke tananaman
bisa mengendalikan penyakit pada akar tanaman.
3. Limbah hasil pertanian sebagai mulsa
Budidaya pertanian dalam pelaksanaannya, ada beberapa jenis tanaman
memerlukan mulsa sebagai penutup tanah agar pertumbuhan dan produksi
tanaman dapat dioptimalkan sesuai dengan potensi genetis tanaman. Mulsa dapat
diperoleh dari limbah tanaman seperti jerami, tongkol jagung, rumput, dan yang
sejenisnya. Beberapa peneliti melaporkan bahwa mulsa mempunyai banyak fungsi
dalam sistem pertanian. Anis et al. (2007) melaporkan bahwa penggunaan mulsa
jerami pada fase pertumbuhan tanaman – stroberi dapat meningkatkan efesiensi
penggunaan air sebesar 58,65%, yaitu dari 319,87 mm tanpa mulsa menjadi
187,60 mm dengan mulsa jerami. Hal ini akan mempunyai arti dan manfaat yang
sangat penting pada lahan kering. Menurut Suhayatun (2006) mulsa dapat
menjaga stabilitas suhu tanah sehubungan dengan kemampuannya dalam menahan
intensitas sinar matahari di siang hari, dan tetap mempertahankan penurunan suhu
tanah di malam hari. Elly dan Yogi (2003), pemberian mulsa jerami padi dapat
menekan pertumbuhan gulma sebesar 56-66% dan meningkatkanhasil biji kedelai
sebesar 77%.
9
4. Limbah hasil pertanian sebagai sumber pakan ternak
Jenis limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan
ternak adalah jerami padi, jerami jagung, jerami kedelai, jerami kacang tanah,
pucuk ubi kayu, serta jerami ubi jalar. Menurut Jasmal (2007), potensi dan daya
dukung limbah pertanian sebagai pakan ternak ruminansia di Indonesia adalah
51.546.297,3 ton BK. Produksi limbah pertanian terbesar adalah jerami padi
(85,81%), diikuti oleh jerami jagung (5,84%), jerami kacang tanah (2,84%),
jerami kedelai (2,54%), pucuk ubi kayu (2,29%) dan jerami ubi jalar (0,68%).
Supriadi dan Soeharsono (2008), limbah pertanian yang umum disimpan
sebagai pakan ternak di musim kering adalah jerami padi, jerami kacang tanah,
jerma kedelai dengan cara di keringkan. Pengeringan rata-rata 3-4 hari jemur
matahari langsung, kemudian disimpan di para-para kandang atau dibuatkan
khusus kandang pakan sebagai lumbung pakan.
5. Limbah hasil pertanian sebagai bahan kerajinan
Jerami padi dan daun jagung bisa dibuat menjadi kerajinan berupa tas,
dompet atau sovenir lainnya. Tanaman cabai yang dikeringkan dan diberi
perlakuan pengawetan dapat dijadikan hiasan ruangan dengan penambahan variasi
lainnya.
10
(2018). Peningkatan Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Edamame (Glicine max
(L) Merill) melalui Kombinasi Pupuk Hayati dan Kompos Putihan (Clibadium
surinamense) (2019). Pembibitan Kopi pada Media Limkomol dengan Berbagai
Perangsang Perkecambahan (2020). Aplikasi Pupuk Organik Limbah Cair Tahu
Plus untuk Meningkat-kan Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max (L)
Merill) (2020).
11
BAB III. METODE STUDI KASUS
12
terjadi pada usaha tersebut untuk mendapatkan data atau informasi yang sesuai
dengan apa yang dilihat dan sesuai dengan kenyataannya.
b. Data Sekunder
Data Sekunder merupakan sumber data suatu penelitian yang di peroleh
peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh atau dicatat oleh
pihak lain). Data sekunder itu berupa bukti, catatan atau laporan historis yang
telah tersusun dalam arsip atau data dokumenter.
3.2.2. Jenis Data
Ada dua jenis data secara umum dalam stdi kasus ini yaitu data kuantitatif
dan data kualitatif.
a. Data Kuantitatif
Data kuantitatif merupakan data atau informasi yang didapatkan dalam
bentuk angka. Dalam bentuk angka ini maka data kuantitatif dapat di proses
menggunakan rumus matematika atau dapat juga dianalisis dengan sistem
statistik.
b. Data Kualitatif
Data Kualitatif merupakan data yang berbentuk kata-kata atau verbal.
Cara memperoleh data kualitatif dapat dilakukan melalui wawancara.
13
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
14
Tabel 1. Hasil kuisioner dari 50 petani responden di Kecamatan Kayu Aro
KARAKTERISTIK USAHA
Status kepemilikan lahan 90 % hak milik
Luas lahan total yang digunakan 2 - 5 ha
Pangan Sayuran Umbi Sayuran Daun Sayuran buah
Komoditas yang ditanam
Padi Jagung Kentang Wortel Kubis Kol Cabai Tomat
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jumlah responden yang
20% 40% 60% 10% 70% 80% 20% 40%
menanam
PERSEPSI RESPONDEN MENGENAI LIMBAH DAN PENGOLAHAN LIMBAH PERTANIAN YANG DIHASILKAN
2–3 3-4 3-4
Jumlah limbah hasil pertanian 12 – 15 ton / 2 – 3 ton/ 3 – 4,5 3 – 4,5
2 - 3 ha BK ton/ ha ton/ ha ton/ ha
yang dihasilkan setiap panen ha BB ha BB ton/ ha BB ton/ ha BB
BB BB BB
Pengelolaan limbah hasil Bakar/ Tumpuk/ Tumpuk Tumpuk
Bakar Bakar Bakar Bakar
pertanian Tumpuk Bakar/ Pakan ke lubang ke lubang
Bersambung .....
15
Tabel 1 (Sambungan)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dampak negatif pengelolaan
limbah hasil pertanian yang Asap/ Tikus Asap/ Tikus Asap Asap Bau busuk Bau busuk Asap Asap
dilakukan
Dampak positif pengelolaan
limbah hasil pertanian yang Tidak Ada (pakan) Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
dilakukan
16
Tabel 1 (Sambungan)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pengelolaan limbah hasil
10% 10% Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
pertanian menjadi pakan ternak
Pengelolaan limbah hasil
pertanian menjadi pengendali Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
penyakit tanaman
Pengelolaan limbah hasil
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
pertanian menjadi kerajinan
Pupuk yang digunakan NPK NPK NPK NPK NPK NPK NPK NPK
Pengetahuan tentang MOL Tidak
Penggunaan MOL Tidak
Pengetahuan tentang pupuk
20% mengetahui
organik
Pengetahuan tentang POC Tidak
Pengetahuan tentang POC Tidak
PENGGUNAAN PUPUK
Pupuk yang digunakan NPK
Pupuk kandang Tidak
17
Sejauh ini limbah hasil pertanian masih sedikit termanfaatkan.
Pemanfaatan limbah hasil pertanian di Kecamatan Kayu Aro yang masih rendah,
dikarenakan permasalahan yang dihadapi dalam mengelola limbah hasil pertanian,
yakni rendahnya tingkat pengetahuan petani terhadap manfaat limbah. Persepsi
masyarakat yang berbeda-beda terhadap keberadaan limbah tersebut
mengakibatkan penanggulangan terhadap limbah tersebut berjalan lambat.
Sebagian masyarakat berpendapat bahwa mengelola limbah suatu pekerjaan yang
tidak penting dilakukan, tidak memberikan keuntungan, dan hanya membuang-
buang waktu. (Yunilas, 2009). Persepsi petani harus dirubah melihat jumlah
limbah yang terus bertambah setiap tahunnya. Penambahan limbah hasil pertanian
yang tidak sesuai dengan tingkat pengelolaannya berakibat sangat buruk terhadap
lingkungan. Persepsi petani yang harus dirubah adalah limbah sebenarnya
mempunyai nilai ekonomi dan bisa dimanfaatkan dalam memperbaiki lingkungan
dan menjadi sesuatu yang bermanfaat dan memiliki nilai ekonomis sendiri jika
kita mampu mengolahnya.
Strategi pengelolaan limbah hasil pertanian di Kecamatan Kayu Aro
dimulai dengan cara pengubahan persepsi petani responden melalui pemberian
pelatihan, penyuluhan dan diskusi. Kemudian dilakukan praktek langsung ke
lapangan sehingga memberi hasil yang dapat dirasakan oleh petani, setelah petani
melihat langsung keuntungan dan dampak positif dari pengelolaan limbah hasil
pertanian dengan baik maka petani akan melaksanakan pengelolaan limbah ini
dengan sendirinya.
Limbah hasil pertanian berupa jerami padi, jerami jagung, brangkasan
tanaman kentang, wortel, kubis, kol, cabai dan tomat yang jumlahnya dalam
hitungan ton setiap kali panen (Tabel 1), jika dikelola dengan baik dapat
menambah penghasilan bagi petani dan juga memberi dampak positif bagi
lingkungan. Limbah hasil pertanian akan bernilai ekonomi dan bermanfaat bagi
kehidupan. Limbah ini jika dikaji lebih mendalam serta dikaitkan dengan proses
kesetimbangan alam, maka limbah tersebut mengndung bahan-bahan yang
berguna untuk dikembalikan ke dalam tanah. Limbah hasil pertanian yang
dikelola menjadi MOL dan pupuk organik seperti kompos dan POC sangat
bermanfaat untuk budidaya tanaman. Teknik pengelolaan limbah hasil pertanian
18
berbasis mikroorganisme lokal dapat diterapkan untuk menumbuh kembangkan
perekonomian petani.
Limbah hasil pertanian berupa jerami padi atau jerami jagung dapat dibuat
menjadi MOL dan MOL ini akan digunakan sebagai dekomposer untuk
mempercepat proses pembuatan pupuk organik berupa kompos yang berbahan
dasar jerami padi atau jerami jagung. Kompos yang telah jadi dapat digunakan
untuk pupuk pada berbagai budidaya tanaman. Limbah hasil pertanian berupa
jerami padi juga sangat bermanfaat untuk menambahkan unsur hara pada lahan
sawah apabila dikelola dengan baik seperti dengan cara membenamkan jerami
pada lahan sawah yang basah saat musim bera dan sebelum musim tanam. Selain
itu, tricholimtan berbahan dasar jerami sangat cocok untuk peningkatan produk
tanaman padi sitem jajar legowo (Evita, et al., 2017). Dinas Pertanian (2019), di
Indonesia rata-rata kandungan hara jerami padi adalah 0,4%N, 0,02% P; 1,4% K;
dan 5,6 Si. Untuk setiap 1 ton gabah (GKG) dari pertanaman padi dihasilkan pula
1,5 ton jerami yang mengandung 9 kg N, 2 kg P, 25 kg K, 2 kg S, 70 kg Si, 6 kg
Ca dan 2 kg Mg, sedangkan Surtinah (2013), kompos dengan bahan serasah
jagung manis mengandung C 10,5%, N 1,05% , C/N rasio 9,97, P2O5 1,01%,
K2O 0,18%, dan Ca 1,98 me/100 g.
Limbah hasil pertanian berupa limbah hasil panen tanaman kentang,
wortel, kubis, kol, cabai dan tomat merupakan limbah yang sangat berpotensi
untuk dijadikan pupuk organik. Masing-masing limbah atau pencampuran dari
berbagai limbah ini dapat dijadikan sebagai MOL dan pupuk organik berupa
kompos. Tricholimtan yang merupakan kompos yang dibuat dari berbagai limbah
pertanian dengan dekomposer Trichoderma, dapat meningkatkan produksi
tanaman sayur-sayuran dengan pola polikultur dan vertikultur (Novita, 2011).
Limbah hasil pertanian di Kecamatan Kayu Aro dapat dikelola juga
menjadi Pupuk Organik Cair (POC). POC biasanya digunakan untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman sayuran daun, cabai dan tomat. Dinas
Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura (2018), jenis pupuk
organik cair lebih efektif dan efesien jika diaplikasikan pada daun, bunga dan
batang dibanding pada media tanam (kecuali pada metode hidroponik). Pupuk
organik cair bisa berfungsi sebagai perangsang tumbuh. Terutama saat tanaman
19
mulai bertunas atau saat perubahan dari fase vegetatif ke generatif untuk
merangsang pertumbuhan buah dan biji. Daun dan batang bisa menyerap secara
langsung pupuk yang diberikan melalui stomata atau pori-pori yang ada pada
permukaannya.
Limbah hasil pertanian yang dibuat menjadi kompos dengan bantuan
mikroorganisme seperti Trichoderma dan Gliocladium sebagai dekomposer dapat
berperan langsung sebagai pengendali penyakit tanaman terutama penyakit yang
terdapat pada akar tanaman. Kurnia (2013), biakan Trichoderma dalam media
aplikatif seperti dedak dapat diberikan ke areal pertanaman dan sebagai
biodekomposer, mendekomposisi limbah organik seperti rontokan dedaunan dan
ranting tua menjadi kompos yang bermutu, serta dapat sebagai biofungisida.
Trichoderma dapat menghambat pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit
pada tanaman antara lain Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia
solani, dan Sclerotium rolfsii. Afriani, et al (2019), Gliocladium virens
merupakan agen antagonis yang cukup efektif untuk menghambat perkembangan
penyakit Fusarium oxysporum f.sp. capsici pada tanaman cabai. Penggunaan
agen antagonis Gliocladium virens tersebut juga mampu menyediakan unsur hara
tanaman yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan tanaman cabai.
20
tanaman, yang dikembangkan dari mikroorganisme yang berada di tempat
tersebut. Bahan baku MOL adalah media tumbuh mikroorganisme yang
mengandung unsur hara yang dibutuhkan. Menurut Wiswasta dan Alit (2016) di
dalam MOL sayuran mengandung N sebesar 0,4471 mg/L; P sebesar 21,049
mg/L; dan K 161 mg/L. Sayuran yang dapat dijadikan bahan untuk pembuatan
MOL adalah kubis, kangkung dan sawi.
21
pertanian sangat tepat untuk diolah menjadi pupuk organik. Pipuk organik dapat
berupa pupuk padat maupun pupuk cair.
22
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari kegiatan studi kasus yang telah dilakukan di Kecamatan
Kayu Aro adalah sebagai berikut :
1. Data analisis tentang limbah hasil pertanian di Kecamatan Kayu Aro dapat
digunakan sebagai pertimbangan dan acuan pengelolaan limbah bagi instansi
terkait.
2. Kondisi penanganan limbah hasil pertanian di Kecamatan Kayu Aro memberi
dampak negatif terhadap lingkungan.
3. Strategi pengelolaan limbah hasil pertanian yang lebih efektif dan ekonomis
di tingkat petani Kecamatan Kayu Aro dapat dilakukan dengan mengubah
persepsi negatif petani melalui pelatihan, penyuluhan, diskusi dan praktek
langsung pengelolaan limbah berbasis mikroorganisme lokal.
5.2. Saran
Disarankan untuk melanjutkan studi kasus ini dengan kegiatan inovatif
lainnya dan menerap langsung ke lapangan.
23
DAFTAR PUSTAKA
Batara, LN. 2015. Kualitas mikroorganisme lokal (MOL) yang digunakan pada
penanaman padi (Oryza sativa L.) dengan metode system of rice
intensification (SRI) organik. Pasacasarjana IPB.
BPS. 2017. Provinsi Jambi Dalam Angka. Badan Pusat Statisyik Provinsi Jambi.
Jambi
Dale. H.B. 2003. Total Quality Management, Third Edition, International Edition.
New Jersey: Pearon Education International.
Hadi, R.A. 2019. Pemanfaatan Mol (Mikroorganisme Lokal) dari Materi yang
Tersedia di Sekitar Lingkungan. Agroscience Vol 9 No. 1 Tahun 2019
ISSN Cetak: 1979-4661 e-ISSN: 2579-7891
24
Indonesian Center for Rice Research (ICRR). 2016. Mikroorganisme Lokal.
https://bbpadi.litbang.pertanian.go.id/index.php/en/info-berita/info-
teknologi/mikroorganisme-lokal
Juanda, Irfan, dan Nurdiana. 2011. Pegaruh Metode Dan Lama Fermentasi
Terhadap Mutu Mol (Mikroorganisme Lokal). Hal. 140-143.
Kementrian Pertanian RI. 2022. Apa itu biopestisida. Pusat perpustakaan dan
Penyebaran Teknologi Pertanian.
http://repository.pertanian.go.id/bitstream/handle/123456789/8728/bukuju
kniskrpl.pdf
Permana, D. 2011. Kualitas Pupuk Organik Cair dari Kotoran Sapi Pedaging yang
Difermentasi Menggunakan Mikroorganisme Lokal. Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
25
Prihandirini. 2004. Manajemen Sampah Daur Ulang Sampah Menjadi Pupuk
Organik. Perpod. Jakarta.
Priyono, J dan M. Yasin. 2016. Analisis Faktor Usia, Gaji Dan Beban
Tanggungan Terhadap Produksi Home Industri Sepatu Di Sidoarjo (Studi
kasusDi Kecamatan Krian). Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume 1,
Nomor 1 , Maret 2016, Hal 95 – 120.
Rinanto, Y., Sajidan, dan U. Fatmawati. 2015. Pemanfaatan Limbah Sisa Hasil
Panen Petani Sayuran di Boyolali sebagai Bahan Baku Pembuatan Pupuk
Cair Organik menuju Pertanian Ramah Lingkungan. Seminar Nasional
Konservasi Dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam, 231–236.
Seni, I. A., I.D. Atmaja dan N.W.S. Sutari. 2013. Analisis Kualitas Larutan MOL
(Mikroorganisme Lokal) Berbasis Daun Gamal (Gliricidia sepium). Jurnal
Agroteknologi Tropik, 2 (2): 135-144.
Sitorus, T.F,.2002. Peningkatan Nilai Nutrisi Jerami Padi dengan Fermentasi Ragi
isi Rumen. Program Studi Magister Ilmu Ternak Program Pasca Sarjana
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
Wiada, I.D.N. 2021. Jerami Sisa Hasil Tanaman Padi Yang Multifungsi. Dinas
Pertanian. Kabupaten Buleleng. distan@bulelengkab.go.id. 16 Maret
2021. https://distan.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/66-jerami-
sisa-hasil-tanaman-padi-yang-multifungsi.
26
Wiswasta, dan I.G.N. Alit. 2016. Mikro Organisme Lokal (MOL Sebagai Pupuk
Organik Cair dari Limbah Pertanian dan Kaitannya Dengan Ketersedian
Hara Makro dan Mikro. Seminar Nasional. Program Studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Mahasaraswati. Denpasar.
27
Lampiran 1. Limbah hasil pertanian di Kecamatan Kayu Ao
28
Limbah hasil panen tanaman kol dan kubis
Limbah hasil panen tanaman kentang, wortel dan hasil tanaman wortel
29