Anda di halaman 1dari 39

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK

UDANG REBON

TOPIK KHUSUS

Oleh
Sitta Fitri R
J1A013126

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM
2017

i
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Topik Khusus : Teknologi Pengolahan Produk Udang Rebon

Nama Mahasiswa : Sitta Fitri R

Nomor Mahasiswa : J1A013126

Minat Kajian : Mikrobiologi Pangan

Program studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Telah diujikan pada tanggal

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Baiq Rien Handayani, S.P.,M.Si.,Ph.D.


NIP. 19681115 1994032 013

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan

Ir. Mohammad Abbas Zaini, M.P.


NIP. 195510211 98203 1 002

Tanggal Pengesahan:

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT


karena atas perkenan-Nya jualah penyusunan tugas Topik Khusus yang berjudul
Teknologi Pengolahan Produk Udang Rebon ini dapat terselesaikan dengan
baik.
Di dalam kesempatan ini tidak lupa penulis haturkan terima kasih kepada
dosen pembimbing Ibu Bq. Rien Handayani, S.P., M.Si., Ph.D yang telah banyak
membantu serta membimbing penulis dalam penyusunan tugas topik khusus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas topik khusus ini masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran-saran
yang sifatnya membangun demi perbaikan dan penyempurnaan tugas yang
selanjutnya.
Akhirnya penulis mengharap agar topik khusus ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.

Mataram, April 2017

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vi
RINGKASAN .................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................... 3
1.3 Kegunaan .............................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 5
2.1 Potensi Perikanan di Indonesia .............................................................. 5
2.2 Udang Rebon ......................................................................................... 8
2.3 Bentuk Olahan Udang Rebon ................................................................ 10
2.3.1 Udang Rebon Kering ................................................................... 12
2.3.2 Masin............................................................................................ 14
2.3.3 Terasi............................................................................................ 16
2.3.4 Kerupuk Udang Rebon ................................................................ 22
2.3.5 Peyek Rebon ................................................................................ 24
2.3.6 Nugget Rebon............................................................................... 26
2.3.7 Otak-Otak Rebon ......................................................................... 29
BAB III KESIMPULAN ................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 32

iv
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Kandungan Gizi Udang Rebon per 100 g. .............................................. 10
2. Komposisi Gizi Terasi per 100 gram ...................................................... 16
3. SNI Terasi Udang Menurut SNI 01-2716.1-2009 .................................. 18

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Udang Rebon. ........................................................................................ 9
2. Diagram Alir Proses Pembuatan Udang Rebon Kering ......................... 14
3. Udang Rebon Kering ............................................................................. 14
4. Diagram Alir Proses Pembuatan Masin .................................................. 15
5. Masin ...................................................................................................... 16
6. Diagram Alir Proses Pembuatan Terasi .................................................. 20
7. Terasi Bubuk ........................................................................................... 21
8. Terasi Batang dan Terasi Pelet ............................................................... 21
9. Diagram Alir Proses Pembuatan Kerupuk Udang Rebon....................... 24
10. Kerupuk Udang Rebon ........................................................................... 24
11. Diagram Alir Proses Pembuatan Peyek Udang Rebon ........................... 25
12. Peyek Udang Rebon ............................................................................... 25
13. Diagram Alir Proses Pembuatan Nugget Udang Rebon ......................... 27
14. Nugget Udang rebon ............................................................................... 28
15. Diagram Alir Proses Pembuatan Otak-Otak Udang Rebon .................... 29
16. Otak-Otak Udang Rebon ........................................................................ 29

vi
RINGKASAN

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang strategis dan memiliki
wilayah laut yang sangat luas sekitar 5,8 juta km2 dengan wilayah-wilayah
perairan, seperti selat Malaka, Laut Jawa, Selat Sunda, Laut Natuna, dan lain-
lainnya. Tentunya wilayah perairan tersebut menyimpan sumberdaya laut yang
melimpah seperti perikanan, terumbu karang, udang, cumi-cumi, kerang, lobster,
dan berbagai sumberdaya laut lainnya. Semuanya itu merupakan sumberdaya
yang bergizi tinggi karena kaya akan mineral untuk memenuhi kebutuhan pangan
rakyat Indonesia serta menjadi salah satu tumpuan kekuatan ekonomi nasional di
masa yang akan datang (Jatmiko, 2009).
Potensi perikanan di Indonesia ini dapat berasal dari perikanan hasil
tangkapan maupun hasil budidaya (Irianto dan Giyatmi, 2009). Potensi perikanan
Indonesia pada tahun 2004 mencapai sekitar 65 juta ton pertahun. Dari jumlah
tersebut sebanyak 66,2% berasal dari laut. Produksi perikanan tersebut
dimanfaatkan sebagai makanan dalam bentuk segar (56,16%), olahan tradisional
(26,31%) dan olahan modern sebesar 17,53%. Dari jumlah total olahan
tradisional, sebanyak 68,73 % diolah dalam bentuk ikan asin, sedangkan sisanya
didistribusikan dalam bentuk produk pindang, fermentasi serta bentuk olahan
lainnya. Produk yang dihasilkan tersebut sebagian besar mempunyai nilai dan
tingkat mutu yang rendah (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2004).
Salah satu sektor perikanan di Indonesia yang berpotensi besar untuk
dikembangkan adalah udang rebon. Udang rebon merupakan jenis udang putih
yang berukuran sangat kecil dan tidak dapat tumbuh menjadi besar, hidup
berkelompok dalam jumlah yang sangat banyak dan muncul secara berkala pada
bulan-bulan tertentu (musim rebon/musim hujan). Umumnya udang rebon
dimanfaatkan sebagai pakan ikan akan tetapi produk tersebut memiliki nilai
ekonomis yang rendah. Udang rebon cukup digemari oleh masyarakat, namun
tingkat penerimaan konsumen akan produk tersebut masih rendah karena hanya

1
kalangan tertentu saja yang menyukai produk tersebut. Untuk itu dilakukan
upaya-upaya pengolahan usaha udang rebon sebagai solusi untuk menjawab akan
kebutuhan produk olahan awetan dari bahan baku udang rebon yang dapat
menarik minat konsumen terhadap produk berbahan baku udang rebon.
Disamping itu juga, karena sifat udang rebon setelah dipanen, udang akan
mengalami perubahan-perubahan yang berlangsung secara sedikit demi sedikit,
mengarah ke pembusukan yang terjadi akibat aktivitas autolisis, enzimatis dan
mikrobiologis yang menyebabkan kemunduran mutu (Syahrin, Mahyudin dan
Mahreda, 2016).
Selama ini udang rebon sering dikategorikan sebagai udangnya kaum
marginal. Dibandingkan dengan udang lainnya, rebon jauh lebih murah harganya.
Padahal, udang rebon memiliki kandungan nutrisi yang tinggi dan dapat dijadikan
salah satu makanan yang bernilai gizi tinggi dan memiliki nilai jual yang dapat
dijangkau oleh konsumen. Udang rebon jarang sekali dikonsumsi segar,
melainkan dalam berbagai bentuk olahan. Umumnya dimanfaatkan dalam bentuk
pembuatan olahan, seperti udang rebon kering, dimana sejauh ini untuk proses
pembuatan udang rebon kering ini mengandalkan pengeringan dengan panas
matahari. Selain itu, udang rebon ini juga di fermentasi menjadi produk olahan
terasi dan terkadang udang rebon ada dalam bentuk keadaan masih segar yang
langsung dapat dimasak bahkan langsung dimakan seperti Masin yang merupakan
olahan khas Sumbawa dan juga Sepi yang merupakan olahan khas Bima, yaitu
udang rebon yang diolah secara minimal dengan cara hanya diberi garam
kemudian difermentasi. Sejauh ini, karena olahan yang dilakukan di Indonesia
masih dilakukan secara tradisional yaitu dengan cara dikeringkan dimana
pengeringan tersebut sangat bergantung terhadap intensitas matahari dan juga
difermentasi, dimana fermentasi tradisional menerapkan fermentasi spontan
sehingga hasil akhir yang diperoleh sering tidak tetap mutunya. Oleh karena itu,
diperlukan pengolahan untuk menambah nilai baik dari segi gizi, bau, rasa,
tekstur, daya simpan maupun nilai ekonomisnya.
Salah satu cara untuk mempertahankan mutu yaitu dengan melakukan
diversifikasi produk. Diversifikasi produk olahan bertujuan untuk meningkatkan

2
konsumsi ikan dengan cara menganekaragamkan olahan hasil perikanan (Anonim,
2011). Selain itu, diversifikasi merupakan usaha untuk memberikan nilai tambah
pada ikan sehingga akan meningkatkan harga jual yang pada akhirnya dapat
memberikan pendapatan para pengolah (Rahardi, 1995). Proses pengolahan dan
pengawetan ikan juga bertujuan untuk mempertahankan mutu dan kesegaran ikan
selama mungkin dengan cara menghambat atau menghentikan penyebab
pembusukan (kemunduran mutu) maupun penyebab kerusakan ikan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat juga
berimbas pada diversifikasi pengolahan hasil perikanan. Dengan alasan mengikuti
perubahan kebutuhan dan selera konsumen, maka penganekaragaman produk
pangan olahan juga semakin berkembang. Saat ini sebagian besar masyarakat atau
konsumen membutuhkan produk pangan yang cepat saji, bercitarasa tinggi, dan
menyehatkan. Namun demikian untuk memenuhi kebutuhan produk pangan
tersebut tidak semua kalangan masyarakat dapat mengaksesnya terutama karena
tingkat harga yang kurang terjangkau (Mardiyati dan Amuddin, 2017). Oleh
karena itu, diperlukan diversifikasi produk pangan olahan yang memiliki bahan
baku melimpah, harganya lebih murah dan bergizi tinggi, yang salah satunya
adalah udang rebon. Kegiatan pengolahan pada udang rebon yang paling umum
adalah melakukan pengolahan minimal dengan cara pengeringan, pengasinan dan
fermentasi. Namun, seiring dengan perkembangannya udang rebon dapat diolah
menjadi berbagai olahan yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti pembuatan
kerupuk udang rebon, peyek rebon, nugget dan otak-otak serta berbagai macam
bentuk olahan lainnya. Berdasarkan uraian di atas, berbagai teknologi pengolahan
produk udang rebon perlu dikaji sehingga dapat dijadikan sebagai sumber
informasi dan juga acuan untuk mengembangkan olahan dari udang rebon yang
memiliki nilai ekonomis tinggi serta mutu dan daya simpan yang baik.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari topik khusus ini adalah untuk mengkaji teknologi
pengolahan produk udang rebon sehingga memiliki nilai ekonomis tinggi dan
serta mutu dan daya simpan yang baik.

3
1.3 Kegunaan
Adapun manfaat dari hasil tulisan ini adalah untuk memperoleh informasi
yang komprehensif atau informasi secara menyeluruh tentang berbagai teknologi
pengolahan produk udang rebon.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Potensi Perikanan Indonesia


Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada diantara dua samudera
besar yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia yang memiliki potensi
sumberdaya perikanan yang cukup besar (Putra, 2012). Potensi perikanan
Indonesia pada tahun 2011 mencapai sekitar 65 juta ton pertahun (Dahuri, 2012).
Dari jumlah tersebut sebanyak 66,2% berasal dari laut. Produksi perikanan
tersebut dimanfaatkan sebagai makanan dalam bentuk segar (56,16%), olahan
tradisional (26,31%) dan olahan modern sebesar 17,53%. Dari jumlah total olahan
tradisional, sebanyak 68,73 % diolah dalam bentuk ikan asin, sedangkan sisanya
didistribusikan dalam bentuk produk pindang, fermentasi serta bentuk olahan
lainnya. Produk yang dihasilkan tersebut sebagian besar mempunyai nilai dan
tingkat mutu yang rendah (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2004).
Perikanan merupakan salah satu usaha manusia untuk mencapai
kesejahteraan dengan cara mengelola atau memanfaatkan sumberdaya ikan dan
biota lainnya yang bernilai ekonomis (Hawora, 2013). Potensi perikanan laut
meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Jumlah perikanan budidaya
di Indonesia pada tahun 2013 adalah 13.301 ribu ton dan meningkat pada tahun
2014 menjadi 14.333 ribu ton. Jumlah perikanan tangkap pada tahun 2013 adalah
6.105 ribu ton dan meningkat pada tahun 2014 menjadi 6.484 ribu ton (Badan
Pusat Statistik, 2014).
Berdasarkan hasil pengkajian stock ikan yang dilakukan Badan Riset
Kelautan dan Perikanan (BRKP) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) tahun 2001, sumberdaya ikan di perairan Indonesia yang memiliki nilai
ekonomis dalam bidang perikanan dapat dikategorikan kedalam 5 kelompok yaitu
ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan karang, ikan hias dan ikan demersal.
Ikan demersal adalah ikan yang hidup pada atau dekat dengan dasar laut antara
lain ikan baronang, bawal hitam, bawal putih, beloso, bijinangka, cucut, ekor
kuning, pisang-pisang, gulamah, tigawaja, gerot-gerot, ikan lidah, ikan merah,

5
bambangan, jenaha, ikan nomei, ikan sebelah, kakap putih, kerapu, kurisi, kuro,
senangin, layur, lencam, manyung, ikan pari dan swanggi. Jenis ikan lainnya
adalah petek dan beberapa jenis udang seperti udang dogol (Metapenaeus ensis /
endeavour), udang windu (Penaeus monodon / giant tiger prawn), udang jerbung,
dan udang krosok. Berbeda dengan ikan demersal, ikan pelagis hidupnya aktif di
dekat permukaan laut seperti misalnya ikan tuna, layaran , hiu, setuhuk, alu-alu,
bawal hitam, belanak, japuh, julung-julung, kembung, ikan kuwe, layang, lemuru,
parang-parang, selar, talang-talang, tembang, teri, terubuk, tetengkek, tongkol,
setuhuk, ikan layaran, ikan pedang, cakalang dan tenggiri. Ikan pelagis terbagi
menjadi dua kelompok yaitu pelagis kecil dan besar. Ikan pelagis kecil, yaitu jenis
ikan yang berenang dipermukaan atau dekat permukaan air laut. Jenis ikan ini
diantaranya ikan kembung, bentrong, layang dan selar. Sedangkan pelagis besar,
yaitu jenis ikan permukaan yang berukuran besar dan mempunyai sifat ruaya
(pengembara) yang sangat jauh. Berdasarkan ukurannya, ikan pelagis besar dibagi
atas tuna besar dan tuna kecil. kelompok tuna besar diantaranya tuna sirip hitam,
sedangkan kelompok tuna kecil diantaranya cakalang dan tongkol.
Salah satu komoditi perikanan adalah Udang. Udang merupakan hewan
yang hidup di perairan, terutama laut dan danau. Umumnya udang dapat
ditemukan di hampir semua genangan air yang berukuran besar baik air tawar, air
payau, maupun air asin pada kedalaman yang bervariasi, baik di dekat permukaan
hingga pada beberapa ribu meter pada kedalaman atau di bawah permukaan air.
Udang biasanya dijadikan makanan laut (seafood) dan juga sebagai sumberdaya
laut yang sangat potensial. Selain itu, udang juga merupakan salah satu hasil dari
perikanan demersal yaitu perairan pantai sampai kedalaman 40 meter.
Produksi udang Indonesia berasal dari perikanan tangkap dan perikanan
budidaya, hal ini diungkapkan oleh Hamdani, 2006. Perikanan tangkap dibagi
menjadi dua sumber yaitu kegiatan penangkapan di laut dan penangkapan
diperairan umum. Sedangkan udang yang diperoleh dari kegiatan perikanan
budidaya berasal dari tambak. Produksi udang Indonesia sebagian besar
merupakan jenis Penaidae yang hidup di perairan laut tropis serta beberapa jenis
udang air tawar. Jenis-jenis udang yang berasal dari laut diantaranya adalah udang

6
putih (Penaeus indicus / banana prawns), udang dogol (Metapenaeus ensis /
endeavour), udang windu (Penaeus monodon / giant tiger prawn), dan udang
karang (Panilurus versicolor / lobster) serta beberapa jenis udang lainnya. Jenis
udang budidaya tambak adalah udang windu, udang putih, udang api-api,
(Metapenaeus spp / greasy back shrimps). Sedangkan udang hasil penangkapan di
perairan umum adalah udang galah (Macrobranchium rosenbergii / freshwater
giant shrimps), udang rebon (Mycidacea / mysid).
Ada berbagai jenis udang yang dihasilkan di kawasan perairan Indonesia.
Udang yang banyak diproduksi untuk diekspor umumnya adalah udang vaname
dan udang windu. Namun ada juga jenis udang api-api, udang dogol, udang putih,
udang galah, banana shrimp, dan lain-lainnya untuk kebutuhan domestik. Semua
jenis udang tersebut diproduksi berupa budidaya tambak udang yang tersebar di
beberapa daerah seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Lampung,
Kalimantan Timur, NTB, Riau, Aceh dan Sulawesi Selatan (Rakhmawan, 2009).
Dalam dunia perdagangan internasional berdasarkan Murty (1991) dalam
Painte (2008) dikenal dua istilah yang digunakan untuk menamakan udang, yakni
prawn dan shrimp. Kedua penamaan ini sering digunakan sebagai pembeda
ukuran fisik. Shrimp digunakan untuk menyebut udang yang berukuran kecil, dan
biasanya digunakan untuk menamakan udang yang tergolong dalam famili
Crangonidae. Istilah prawn digunakan untuk menamakan spesies dengan ukuran
fisik yang lebih besar, terutama dari famili Pandalidae, Peneidae, dan
Palaemonidae. Seringkali pula shrimp dan prawn digunakan untuk membedakan
asal habitat udang. Shrimp digunakan untuk menamakan spesies udang laut dan
prawn digunakan untuk menamakan spesies udang sungai atau spesies udang air
tawar. Sehingga tidak jarang pula digunakan istilah seawater shrimp dan
freshwater prawn.
Udang merupakan jenis sumberdaya laut yang berpotensi sebagai bahan
pangan karena mengandung zat-zat gizi yang berguna bagi tubuh, seperti
antioksidan yang cukup kuat berupa selenium yang dapat melindungi risiko
kebotakan dan kanker. Selain itu, udang juga mempunyai kadar vitamin B 12 dan
vitamin D yang tinggi yang berfungsi menambah darah, meningkatkan kesuburan

7
dan kekuatan tulang serta sangat berguna untuk sintesa hormon thyroid, yaitu
suatu hormon yang jika levelnya sangat rendah bisa menimbulkan obesitas atau
pertumbuhan sel tidak normal. Terakhir, udang mengandung asam lemak omega-3
yang mengandung banyak manfaat bagi tubuh seperti melindungi dinding
pembuluh darah dan kerusakan akibat radikal bebas, membuat awet muda, anti
radang, mencegah terjadinya darah yang menggumpal dan oksidasi kolesterol
jahat yang merupakan penyebab utama dari penyakit jantung (Rakhmawan, 2009).
Kelezatan dan cita rasa yang tinggi pada udang menambah daya tarik
tersendiri di masyarakat disamping kandungan gizi yang ada di dalamnya.
Karenanya, udang menjadi salah satu komoditi yang paling diminati dan memiliki
nilai jual yang tinggi baik di pasar domestik maupun internasional. Udang juga
merupakan komoditas potensial dan sebagian komoditas revitalisasi perikanan
yang nilai ekspornya selalu meningkat dari tahun ke tahun. Seperti pada tahun
2004 misalnya total nilai ekspor udang sebesar US$ 892.451.547 dan pada tahun
2005 sebesar US$ 948.130.353 naik sebesar 6,24%. Begitu pula pada tahun 2006
terjadi peningkatan nilai ekspor udang menjadi US$ 1.115.962.589 dari US$
948.130.353 di tahun 2005. Hal ini membuktikan bahwa komoditas udang
memang memiliki nilai jual yang tinggi di pasar dunia (Rakhmawan, 2009).
Udang merupakan salah satu sumber protein hewani yang cukup tinggi.
Disamping memiliki tekstur yang lembut, udang sangat disukai oleh hampir
seluruh lapisan masyarakat. Salah satu jenis udang yang sering dikonsumsi adalah
udang rebon kering. Udang rebon kering merupakan bahan makanan yang kaya
gizi dan bermanfaat bagi kesehatan manusia, terutama sebagai penghasil protein
yang sangat potensial. Udang ini umumnya dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan terasi dan sebagai pakan ternak (Rashinaya, 2011 dalam Desmelati,
Sumarto dan Meilin, 2013).

2.2 Udang Rebon


Udang rebon adalah salah satu hasil laut dari jenis udang-udangan namun
dengan ukuran yang sangat kecil dibandingkan dengan jenis udang-udangan
lainnya. Karena ukurannya yang kecil inilah, udang ini disebut dengan udang

8
rebon. Di mancanegara, udang ini lebih dikenal dengan terasi shrimp karena
memang udang ini merupakan bahan baku utama pembuatan terasi. Di pasaran
pun, udang ini lebih mudah ditemukan sebagai bahan seperti terasi, atau telah
dikeringkan dan sangat jarang dijual dalam keadaan segar (Astawan, 2009).
Udang rebon merupakan zooplankton (Nontji, 1986) dengan ukuran panjang
bervariasi yaitu 0,5-1 cm (Suyanto dan Takarina, 2009) 1-1,5 cm (Nontji, 1986)
dan 1-3 cm (Syahrin, Mahyudin dan Mahreda, 2016). Ciri-ciri udang rebon adalah
mempunyai tiga pasang kaki yang sempurna, restum dan telsonnya pendek,
mempunyai kaki renang yang sempurna dan tampak berbulu dan panjang antena
sekitar 2-3 kali panjang tubuhnya (Hutabarat dan Evans, 1986). Udang rebon
popular disebut jambret dan nama internasionalnya ialah mysids. Adapun
klasifikasi udang rebon menurut Fitriani (2012) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arhtropoda
Subphylum : Crustacea
Class : Malacostraca
Order : Mysidacea
Family : Mysidae
Genus : Mysist
Spesies : Relicta
Udang rebon : Mysist relicta

Gambar 1. Udang Rebon (Mysist relicta)


Sumber : Google (2017)

9
Walaupun tidak setenar seperti daging ayam, daging sapi atau ikan, seperti
jenis udang lainnya, udang rebon memiliki kandungan protein yang tinggi. Dari
setiap 100 g udang rebon kering, 59,4 g nya merupakan protein. Berlawanan
dengan kandungan protein udang rebon kering, kandungan lemak udang rebon
termasuk rendah, hanya 3,6 g dari setiap 100 g udang rebon kering (PERSAGI,
2009). Kandungan gizi dari udang rebon kering dan udang segar dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Gizi Udang Rebon per 100 g
Kandungan gizi Udang rebon kering Udang rebon segar
Energi (kkal) 299 81
Protein (g) 59,4 16,2
Lemak (g) 3,6 1,2
Karbohidrat (g) 3,2 0,7
Kalsium (mg) 2.306 757
Fosfor (mg) 265 292
Besi (mg) 21,4 2,2
Vitamin A (SI) 0 60
Vitamin B1 (mg) 0,06 0,04
Air (g) 21,6 79,0
Sumber : Direktorat Gizi Depkes, 1992.

2.3 Bentuk Olahan Udang Rebon


Hasil perikanan Indonesia, baik dalam bentuk segar maupun olahan,
semakin diminati pasar dalam maupun luar negeri. Permasalahan terletak pada
produk dalam bentuk segar yang dapat mengalami kemunduran mutu. Oleh
karena itu, perlu upaya mempertahankan mutu dengan cara penanganan yang tepat
agar ikan tetap segar atau dalam wujud olahan. Bahkan dengan cara mengawetkan
dan mengolahnya, secara ekonomis nilai tambah produk juga meningkat
(Achmad, 2012 dalam Karim., dkk, 2013 ). Untuk meningkatkan konsumsi ikan
perlu diciptakan berbagai produk olahan yang siap saji dengan harga yang
terjangkau. Untuk itu perlu dilakukan diversifikasi, baik berupa produk akhir
maupun penggunaan bahan baku.
Diversifikasi dapat diartikan sebagai pengembangan suatu produk untuk
memperoleh bentuk baru dengan nilai ekonomis tinggi dan melebihi dari harga
bahan baku dan berupa produk perikanan olahan. Keanekaragaman produk olahan

10
hasil perikanan perlu dikembangkan dan dapat dijadikan sebagai alternatif cara
menumbuhkan kebiasaan mengkonsumsi ikan bagi masyarakat Indonesia.
Pembuatan produk dari bahan dasar ikan maupun hasil perikanan lainya dapat
menambah keanekaragaman produk hasil pengolahan perikanan. Dengan adanya
diversifikasi produk hasil perikanan diharapkan dapat menjadi daya tarik bagi
masyarakat untuk mengkonsumsi ikan dan hasil perikanan lainya serta diharapkan
dapat terciptanya produk baru yang sehat, bergizi, dan berkualitas dengan harga
terjangkau sehingga minat masyarakat untuk mengkonsumsi produk hasil
perikanan meningkat (Putra., dkk, 2015).
Pengembangan penangkapan ikan pada hakikatnya mengarah ke
pemanfaatan sumber daya ikan secara optimal dan rasional bagi kesejahteraan
masyarakat tanpa menimbulkan kerusakan sumber daya ikan itu sendiri maupun
lingkungannya (Rosalina, 2011). Penganekaragaman pangan atau diversifikasi
pangan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan konsumsi ikan
masyarakat. Diversifikasi bertujuan untuk memenuhi selera konsumen yang
beragam dan terus berkembang sehingga selalu ada alternatif dan penyegaran
menu, dengan demikian kejenuhan pasar dapat teratasi (Ismanadji, 1985). Selain
itu, diversifikasi pangan adalah salah satu upaya untuk meningkatkan daya serap
pasar, atau dengan kata lain meningkatkan permintaan serta menciptakan
alternatif lebih banyak bagi para pengolah hasil perikanan hasil perikanan untuk
mengembangkan usahanya (Agustini, 2003).
Diversifikasi pangan sendiri merupakan bentuk penganekaragaman pangan
mencakup peningkatan jenis dan ragam pangan, baik dalam bentuk komoditas
(bahan pangan), pangan semi olahan dan olahan, maupun pangan siap saji.
Pendekatan penganekaragaman tersebut dalam program pembangunan nasional
dikenal dengan sebutan diversifikasi horizintal dan vertikal. Melalui
pengembangan budidaya berbagai komoditas pangan (diversifikasi horizontal)
akan dihasilkan beragam bahan pangan seperti tongkol, tuna, bandeng dan udang
rebon. Dengan pengembangan aneka produk pangan olahan akan dihasilkan
produk seperti otak-otak, nugget, kerupuk dan olahan lainnya (diversifikasi
vertikal).

11
Diversifikasi vertikal yaitu pemanfaatan komoditas pangan sebagai bahan
baku dalam pembuatan produk pangan dengan cara menganekaragamkan sumber
komoditas dari produk olahan itu. Diversifikasi vertikal merupakan
penganekaragaman pengolahan komoditas pangan sehingga mempunyai nilai
tambah dari segi ekonomi, nutrisi maupun sosial (Jafar, 2012). Tujuan dari
diversifikasi vertikal ini adalah untuk menghindarkan ketergantungan pada satu
atau dua jenis produk saja dan meningkatkan nilai ekonomis ikan sehingga
digemari oleh masyarakat (Agustini, 2003). Contoh diversifikasi vertikal adalah
dengan cara mengganti bahan baku sumber protein dari ikan menjadi bahan baku
sumber protein dari udang rebon, remis dan bulu babi.
Diversifikasi horizontal merupakan penganekaragaman konsumsi pangan
dengan memperbanyak macam komoditi pangan dan meningkatkan produksi dari
macam-macam komoditi tersebut (Jafar, 2012). Diversifikasi horizontal bertujuan
untuk meningkatkan hasil perikanan dari satu jenis produk menjadi multiproduk
(banyak jenis produk) (Wambrauw, 1999). Diversifikasi horizontal ini dilakukan
dengan memanfaatkan berbagai jenis hasil perikanan yang kurang ekonomis
menjadi berbagai macam produk yang lebih bermanfaat sehingga hasil olahan
komoditas menjadi lebih banyak dan konsumen bisa menikmati berbagai bentuk
hasil olahan pangan tersebut. Diversifikasi horizontal merupakan pemanfaatan
berbagai jenis hasil perikanan untuk diolah menjadi jenis produk olahan tertentu.
Misalnya pemanfaatan berbagai jenis hasil perikanan yang kurang ekonomis
sperti udang rebon (Mysist relicta) menjadi berbagai olahan produk yang beraneka
ragam dan lebih bernilai ekonomis. Contoh produk olahan diversifikasi horizontal
adalah sebagai berikut :
2.3.1 Udang Rebon Kering
Udang rebon merupakan jenis udang putih yang berukuran sangat kecil dan
tidak dapat tumbuh menjadi besar, hidup berkelompok dalam jumlah yang sangat
banyak dan muncul secara berkala pada bulan-bulan tertentu (musim
rebon/musim hujan) serta umumnya dimanfaatkan sebagai pakan ikan dan nilai
ekonimis yang rendah, udang rebon ini cukup digemari oleh konsumen
masyarakat, namun tingkat penerimaan konsumen akan produk tersebut masih

12
rendah karena hanya kalangan tertentu saja yang menyukai produk tersebut.
Untuk itu dilakukan upaya-upaya pengolahan usaha udang rebon sebagai solusi
untuk menjawab akan kebutuhan produk olahan awetan dari bahan baku udang
rebon yang dapat menarik minat konsumen terhadap produk bahan baku udang
rebon, dan karena masih banyak yang tersisa yang dapat diolah menjadi berbagai
produk olahan udang rebon, disamping itu juga karena sifat udang rebon setelah
dipanen, udang akan mengalami perubahan-perubahan yang berlangsung secara
sedikit demi sedikit, mengarah kepembusukan yang terjadi akibat aktivitas
autolisis, enzimatis dan mikrobiologis (Syahrin., dkk, 2016).
Udang rebon jarang sekali dikonsumsi segar, melainkan dalam berbagai
bentuk olahan seperti umumnya yang dimanfaatkan dalam bentuk pembuatan
olahan seperti udang rebon kering. Udang rebon kering adalah salah satu olahan
tradisional dari udang yang paling sederhana. Dalam proses pengolahan untuk
menjadi udang rebon kering, udang rebon segar disortasi terlebih dahulu
kemudian dilakukan penyortiran yaitu memisahkan dari benda-benda asing seperti
lamun maupun dari ikan-ikanan selain rebon. Setelah itu dilakukan pencucian
dengan air laut dan dilakukan pengeringan hingga kadar air dari udang rebon
sesuai SNI. Adapun proses pengolahan udang rebon kering dapat dilihat pada
(Gb. 2) sebagai berikut :

13
Udang rebon

Penyortiran

Pencucian
dengan air laut

Pengeringan dengan sinar matahari

Udang rebon
kering

Gambar 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Udang Rebon Kering

Gambar 3. Udang Rebon Kering


Sumber : Dokumentasi Pribadi (2017)
2.3.2 Masin
Masin merupakan salah satu produk fermentasi tradisional yang berasal dari
Sumbawa, Nusa Tenggara Barat dan biasa dikonsumsi sebagai sambal. Seperti
halnya kecap ikan, terasi atau bekasam ikan, masin merupakan suatu produk yang
dihasilkan melalui suatu proses fermentasi spontan. Bahan baku yang digunakan
dalam pembuatan masin adalah rebon dan garam juga ditambahkan gula, air jeruk
nipis dan cabe. Penggunaan bahan-bahan tersebut akan menambah citarasa produk
masin yang dihasilkan. Menurut Pederson (1963) dalam Rachmawati (2000),

14
penambahan sejumlah garam, bumbu dan karbohidrat tertentu efektif untuk
mengatur tingkat pertumbuhan mikroba selama fermentasi. Konsentrasi garam
yang digunakan pada fermentasi masin secara tradisional antara 15-25% (Zulhan,
1998 dalam Rachmawati, 2000) dan cabe yang ditambahkan sekitar 20-30%
(Alamsyah, 1995 dalam Rachmawati, 2000).
Pembuatan masin dilakukan dengan mencampurkan semua bahan yang
dibutuhkan seperti rebon, cabe merah yang telah dihaluskan, garam, air jeruk nipis
dan gula menjadi satu. Kemudian dimasukkan kedalam wadah gelas tertutup yang
sebelumnya direbus telah direbus dalam air panas dan selanjutnya dilakukan
fermentasi selama satu minggu. Masin dibuat didalam wadah tertutup sehingga
proses fermentasi berlangsung pada kondisi anaerob fakultatif atau obligat
anaerob. Proses pembuatan masin dapat dilihat pada (Gb.4) sebagai berikut :

Gula pasir, cabe merah dan garam Udang rebon Air jeruk

Penggilingan halus

Pembersihan

Pencampuran

Pemasukkan ke dalam wadah


gelas/toples

Fermentasi selama 1 minggu

Masin

Gambar 4. Diagram Proses Pembuatan Masin

15
Gambar 5. Masin
Sumber : Mutia (2017)
2.3.3 Terasi
Terasi merupakan produk perikanan setengah basah, dibuat dari udang
rebon atau ikan-ikan kecil yang diolah secara fermentasi setelah melalui tahap
penggilingan atau dan penjemuran (Suprapti, 2002). Terasi menurut definisi dari
Standar Mutu Indonesia (1992) adalah suatu jenis bahan penyedap makanan yang
berbentuk padat, berbau khas, hasil fermentasi udang dengan garam, dengan atau
tanpa bahan tambahan lain yang diizinkan. Ciri khas terasi antara lain aroma
harum yang disebabkan adanya degradasi protein dan lemak yang menghasilkan
senyawa karbonil, asam lemak, amonia, amin, dan senyawa belerang sederhana
seperti sulfida, merkaptan dan disulfida. Selain itu kandungan asam amino
glutamat yang tinggi menyebabkan terasi enak sebagai komponen bumbu
(Adawiyah, 2006 dalam Andriyani., dkk, 2012). Terasi memiliki kandungan gizi
yang lebih lengkap daripada bahan awalnya. Adapun kandungan unsur gizi
dalam100 g terasi dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut :
Tabel 2. Komposisi gizi terasi per 100 g
Zat gizi Komposisi
Energi (kal) 155
Protein (gram) 22,3
Lemak (gram) 2,9
Hidrat arang (gram) 9,9
Serat (gram) 2,7
Abu (gram) 31,1
Kalsium (mg) 38,2
Fosfor (mg) 726
Besi (mg) 78,5
Karoten (mk.g) 0
Vitamin A (SI) 0
Vitamin B (mg) 0,24
Vitamin C (mgl) 0
Air (gram) 33,8
b.d.d (%) 100

16
Ada dua macam terasi diperdagangkan di pasar, yaitu terasi udang dan terasi
ikan. Jenis terasi udang umumnya mempunyai warna cokelat kemerahan pada
produk yang dihasilkan, sedangkan pada terasi ikan hasilnya berwarna kehitaman.
Terasi biasa digunakan sebagai penyedap sehingga pemakaian terasi dalam
masakan sangat sedikit, hal ini mengakibatkan kandungan yang terdapat dalam
terasi tidak banyak berperan (Yuniar, 2010). Sedangkan menurut Afrianto dan
Liviawaty (2005) terasi terdiri dari 3 jenis dilihat dari bahan dasar yang digunakan
dalam produksi yaitu terasi udang, ikan, dan terasi campuran antara ikan dan
udang. Masyarakat lebih menyukai terasi berbahan dasar udang, karena aromanya
lebih sedap dan rasanya lebih lezat.
Terasi udang memiliki warna khas coklat kemerahan. Warna tersebut
dipengaruhi oleh pigmen apstaxanthin pada cangkang udang. Menurut Shahidi
and Botta (1994), serta Suprapti (2006), warna kemerahan pada terasi udang
berasal dari pigmen astaxanthin pada cangkang udang sehingga pigmen tersebut
membentuk warna merah. Suzuki (1981), berpendapat sebagian besar tubuh
udang mengandung astaxanthin. Kandungan astaxanthin dalam udang utuh beku
sebesar 3,12 mg/ 100 g berat basah. Selain itu, pada tubuh udang terdapat enzim
polyphenoloxidase (PPO) yang dapat mempengaruhi penggelapan warna pada
terasi udang. Penambahan garam (NaCl) dapat menghambat kerja enzim bersebut.
Menurut Ozdemir (1997) dan Garcia and Barrett (2002), sodium klorida atau
NaCl dapat menghambat kerja PPO sehingga reaksi pencokelatan dapat dihalangi.
Proses penghambatannya meningkat ketika pH menurun (Rahmayati., dkk, 2014).
Terasi sudah dikenal luas di Indonesia terbukti dari banyak dan beragamnya
sebutan untuk terasi. Di negara lain, di Asia Tenggara dikenal produk fermentasi
sejenis terasi. Misalnya di Philipina (bagoong), di Malaysia (belachan), di
Thailand (kapi), di Burma (ngapi), di Kamboja (prahoc) dan di Jepang (shiokara)
(Adawiyah, 2006 dalam Andriyani., dkk, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa
terasi sangat prospektif untuk terus dikembangkan. Teknologi pembuatan terasi
instan (ready to use) telah dikembangkan. Pengembangan terasi yang lebih praktis
dalam pengemasan, penyimpanan dan penggunaaannya sehingga daya awet terasi
menjadi lebih panjang. Umumnya pada terasi tradional setelah dilakukan

17
fermentasi terasi kemudian dilakukan pengemasan dengan daun pisang, plastik
atau kertas dan wadah berupa anyaman daun pandan. Setelah dikemas, terasi
dijual dalam bentuk bulat atau segi empat panjang. Terkadang dijual dalam bentuk
butiran kasar dan dikemas dalam botol plastik. Ada juga jenis terasi matang yang
sudah dipanggang dalam oven.
Pembuatan terasi matang siap pakai (ready to use) dengan menggunakan
oven skala rumah tangga (Reksa) telah dilakukan oleh UMKM di desa Jor
Jeraowaru. Berbagai macam bentuk terasi yang dihasilkan, mulai dari terasi
berbentuk batang, pelet dan bubuk. Dari ketiga varian terasi tersebut, proses
pengolahnnya memiliki pengembangan, seperti dalam dalam proses penggilingan
tidak menggunakan alu melainkan menggunakan mesin penggilingan. Selain itu
penggunaan oven tidak hanya berfungsi untuk mematangkan terasi sehingga terasi
siap digunakan melainkan juga sebagai proses pengeringan sehingga kadar air
terasi sesuai dengan SNI terasi. Hasil olahan terasi instan dari UMKM ini sangat
berpotensi meningkatkan nilai ekonomi dari terasi udang rebon tanpa
menghilangkan dan menurunkan nilai gizi atau nutrisi dari udang rebon tersebut.
Terasi yang mempunyai kadar air 26-42% adalah terasi yang baik, karena
apabila kadar air terasi terlalu rendah, maka permukaan terasi akan diselimuti oleh
kristal-kristal garam dan tekstur terasi menjadi tidak kenyal. Apabila kadar air
terasi terlalu tinggi maka terasi akan menjadi terlalu lunak (Rosida dan Enny,
2007). Adapun syarat mutu terasi udang menurut SNI 01-2716.1-2009 dapat
dilihat pada tabel 3 sebagai berikut :
Tabel 3. Syarat Mutu Terasi Udang Menurut SNI 01-2716.1-2009
Jenis uji Satuan Persyaratan
I. Oragnoleptik Angka (1-9) Minimal 7
II. Cemaran Mikroba*
Escherichia coli APM/g Maksimal <3
Salmonella Per 25g Negatif
Staphylococcus aureus Koloni/g 1x103
Vibrio cholerae Per 25g Negatif
III. Kimia
Kadar air % Fraksi Massa 30-50
Kadar abu tak larut dalam asam % Fraksi Massa Maksimal 1.5
Kadar garam % Fraksi Massa Maksimal 10
Kadar protein % Fraksi Massa Maksimal 15

18
Kadar karbohidrat % Fraksi Massa Maksimal 2
Sumber : BSN, 2009.
Adapun diagram pengolahan pembuatan terasi yang dilakukan di UMKKM desa
Jor Jerowaru dapat dilihat pada (Gb. 6) sebagai berikut :

19
Udang rebon

Penyortiran

Pencucian dengan air laut

Penjemuran menggunakan sinar


matahari selama 10 jam

Penyortiran

Pengayakan

Pencampuran dengan larutan garam

Fermentasi selama 15 menit hingga 12 jam

Penggilingan

Pelet

Pengeringan dengan Pencetakan


sinar matahari
Pengeringan dengan
Terasi pelet sinar matahari

Pengovenan selama 1 jam

Terasi batang

20
Udang rebon Air dan garam

Penyortiran Pemasakan

Larutan garam

Pencucian

Penjemuran dengan sinar matahari

Pengeringan dengan oven

Penggilingan

Tepung

Pengayakan

Terasi bubuk

Gambar 6. Diagram Alir Proses Pembuatan Terasi Batang, Pelet dan Bubuk di
UMKM desa Jor, Jerowaru.

Gambar 8. Terasi Batang dan Pelet


Gambar 7. Terasi Bubuk Sumber : Dokumentasi Pribadi (2017)
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2017)

21
2.3.4 Kerupuk Udang Rebon
Kerupuk merupakan produk olahan pangan yang biasanya digunakan
sebagai makanan selingan atau tambahan. Kerupuk merupakan jenis makanan
yang banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak
hingga orang tua. Kerupuk mempunyai beraneka ragam rasa seperti gurih,
memiliki bentuk bermacam-macam seperti bentuk bulat, kotak dan ada yang yang
berbentuk bunga-bunga. Kerupuk juga memiliki tekstur yang renyah sehingga
banyak orang yang menyukainya. Kerupuk memiliki warna yang bervariasi
seperti warna putih, kuning, maupun coklat dan juga memiliki rasa yang
bermacam-macam tergantung dari bahan tambahan kerupuk. Bahan tambahan
kerupuk bisa berasal dari ikan maupun udang tergantung dari keadaan daerah
penghasil kerupuk. Pada pembuatan kerupuk udang digunakan bahan yaitu udang
segar ataupun udang kering. Salah satu jenis dari udang kering adalah udang
rebon yang berukuran kecil, biasanya hidupnya berkelompok dalam jumlah yang
sangat banyak. Udang rebon kering banyak mengandung sumber protein hewani
yang sangat baik, 100 g udang rebon segar mengandung protein 16,2 g. Udang
rebon juga kaya akan kalsium dan fosfor, 100 gr udang rebon mengandung 757
mg kalsium (Anonymous, 2012 dalam Setiyorini, 2013). Adapaun proses
pembuatan kerupuk udang rebon dapat dilihat pada (Gb. 9) sebagai berikut :

22
Gula pasir dan 10 siung bawang
Tepung tapioka Udang rebon
penyedap rasa putih

Pembersihan Penghalusan

Pencucian

Penirisan

Penggilingan

Penuangan kedalam
wadah

Pencampuran

Pengadukan

Adonan

23
Adonan

Pengulenan hingga kalis

Pembungkusan dengan daun pisang

Pengukusan selama 3 jam

Pengirisan

Penjemuran

Penggorengan hingga kerupuk


mengembang dan renyah

Kerupuk udang rebon

Gambar 9. Diagram Alir Proses Pembuatan Kerupuk Udang Rebon

Gambar 10 . Kerupuk Udang Rebon


Sumber : Google (2017)
2.3.5 Peyek Udang Rebon
Rempeyek adalah hidangan mirip kerupuk yang bercita rasa gurih, yang
cocok sebagai pelengkap makanan atau sebagai cemilan. Rempeyek berbahan

24
dasar tapioka, tepung beras dan diberi bumbu tambahan. Rempeyek lebih menarik
apabila diberi taburan isi di dalamnya. Selama ini taburan rempeyek yang umum
di masyarakat adalah dengan kacang tanah, kacang hijau dan ikan teri. Namun
seiring dengan perkembangan waktu telah banyak variasi rempeyek, salah satunya
dengan menggunakan udang rebon. Adapun proses pembuatan rempeyek/ peyek
rebon dapat dilihat pada (Gb. 11) sebagai berikut :

Tepung beras Udang Kunyit, bawang putih,


dan tapioka rebon ketumbar, kemiri, gula,garam

Pembersihan Penggilingan
halus

Pencampuran

Adonan

Penggorengan

Renpeyek
Udang rebon

Gambar 11. Diagram Proses Pembuatan Rempeyek Udang Rebon

Gambar 12. Peyek Udang Rebon


Sumber : Google (2017)

25
2.3.6 Nugget
Nugget merupakan salah satu jenis produk olahan pangan yang cepat saji
(fast food) yang sampai saat ini masih menjadi makanan favorit khhususnya bagi
sebagian besar anak-anak dan remaja baik di wilayah perkotaan maupun
perdesaan. Nugget yang paling populer adalah nugget ayam (chiken nugget),
tetapi ada juga nugget yang terbuat dari bahan utama berupa udang dan ikan
sehingga disebut nugget udang (shrimp nugget) dan nugget ikan (fish nugget).
Harga nugget biasanya cukup mahal dibanding makanan lainnya yang sejenis
karena bahan dasarnya yang juga relatif mahal. Oleh karena itu, dengan adanya
bahan dasar udang rebon yang melimpah dengan harga yang jauh lebih murah dan
tidak kalah kandungan gizinya, maka cukup beralasan untuk memilih pembuatan
olahan nugget udang rebon. (Demeslati dkk, 2013). Adapun proses pembuatan
nugget udang rebon dapat dilihat pada (Gb. 13) sebagai berikut :

26
Tepung Udang Tepung
Bawang merah, Batter
Terigu Rebon (tepung terigu, maizena, Panir
bawang putih,
gula, garam, baking powder, lada dan
MSG, air es dan air es)
minyak sayur

Penggilingan
halus

Penyortiran

Pencampuran

Pembentukan adonan
dengan ukuran 4x3x1 cm

Pencelupan
Adonan

Pembekuan pada suhu -35oC

Pengemasan dalam kemasan


vakum

Penyimpanan di gudang beku


Pada suhu -20oC

Penggorengan nugget pada suhu 180oC


hingga warna coklat kemerahan

Nugget

Gambar 13. Diagram Alir Proses Pembuatan Nugget Udang Rebon

27
Gambar 14. Nugget Udang Rebon
Sumber : Google (2017)
2.3.7 Otak-Otak
Peningkatan konsumsi ikan masyarakat akan diikuti dengan produktifitas
kelautan dan perikanan Indonesia sehingga membantu mengembangkan jaringan
usaha mikro, makro dan menengah. Ketersediaan pasokan secara kontinu dapat
mendukung peningkatan konsumsi ikan. Konsumsi ikan nasional memiliki
kecenderungan naik setiap tahunnya. Tercatat pada tahun 2010 mencapai 30,48
kg/kapita/tahun, tahun 2011 sebesar 31,64 kg/kapita/tahun, sedangkan pada 2012
ditargetkan sebesar 33,14 kg/kapita/tahun, kemudian pada tahun 2013 sebesar
35,14 ka/kapita/tahun. Laju konsumsi ikan yang naik secara signifikan tersebut
berdampak positif terhadap upaya peningkatan produksi sektor perikanan (KKP,
2012 dalam Karim., dkk, 2013).
Untuk meningkatkan konsumsi ikan perlu diciptakan berbagai produk
olahan yang siap saji dengan harga yang terjangkau. Untuk itu perlu dilakukan
diversifikasi, baik berupa produk akhir maupun penggunaan bahan baku. Salah
satu contoh produk olahan tradisional adalah otak-otak. Otak-otak merupakan
modifikasi produk olahan antara bakso dan kamaboko, yang terbuat dari ikan
berdaging putih dengan penambahan tepung, santan, putih telur dan bumbunya,
yang dibungkus memanjang dengan daun kemudian dimasak sesuai dengan selera
bisa dikukus, dipanggang dan digoreng. Seiring dengan perkembangan zaman,
otak-otak tidak hanya dibuat dengan menggunakan ikan tetapi dapat dikreasikan
dengan menggantikan daging ikan dengan bahan baku lain seperti udang rebon.
Pembuatan otak-otak tidak jauh berbeda dengan pembuatan makanan yang

28
berbahan dasar surimi seperti bakso, nugget, sosis, empek-empek dan lain-lain
(Karim., dkk, 2013). Adapun pembuatan otak-otak dapat dilihat pada (Gb. 15)
sebagai berikut :

Tepung terigu Udang rebon bawang putih, bawang


kering merah, garam, gula, cabe
rawit, air dan penyedap
rasa

Penggilingan
halus

Pencampuran

Pengadukan

Penambahan daun bawang

Pembungkusan dengan daun


pisang

Pengukusan

Otak-otak

Gambar 15. Diagram Proses Pembuatan Otak-Otak udang Rebon

Gambar 16. Otak-Otak Udang Rebon


Sumber : Google (2017)

29
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut :


1. Perikanan merupakan salah satu usaha manusia untuk mencapai kesejahteraan
dengan cara mengelola atau memanfaatkan sumberdaya ikan dan biota lainnya
yang bernilai ekonomis.
2. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya
dimana dari 65 ton hasil perikanan pertahun nya sebanyak 66,2% berasal dari
laut.
3. Hasil perikanan sebanyak 65 ton per tahun tersebut dimanfaatkan sebagai
makanan dalam bentuk segar (56,16%), olahan tradisional (26,31%) dan olahan
modern sebesar 17,53%. Dari jumlah total olahan tradisional, sebanyak 68,73
% diolah dalam bentuk ikan asin, sedangkan sisanya didistribusikan dalam
bentuk produk pindang, fermentasi serta bentuk olahan lainnya hasilnya produk
yang dihasilkan tersebut sebagian besar mempunyai nilai dan tingkat mutu
yang rendah.
4. Salah satu komditi perikanan adalah udang rebon dimana udang ini memiliki
nilai ekonomis yang rendah karena umumnya dikonsumsi dalam bentuk udang
rebon kering.
5. Penganekaragaman pangan atau diversifikasi pangan merupakan salah satu
usaha dalam meningkatkan konsumsi ikan masyarakat, diversifikasi bertujuan
untuk memenuhi selera konsumen yang beragam dan terus berkembang
sehingga selalu ada alternatif dan penyegaran menu, dengan demikian
kejenuhan pasar dapat teratasi.
6. Bentuk diversivikasi terdiri dari diversifikasi horizontal dan vertikal.
Diversifikasi horizontal ini dilakukan dengan memanfaatkan berbagai jenis
ikan terutama jenis ikan yang kurang ekonomis menjadi berbagai macam
produk olahan yang lebih bermanfaat. Sedangkan diversifikasi vertikal
bertujuan untuk menghindarkan ketergantungan pada satu atau dua jenis

30
komoditas pangan saja dan meningkatkan nilai ekonomis ikan sehingga
digemari oleh masyarakat.
7. Berbagai bentuk olahan pangan sebagai bentuk pengembangan atau
penganekaragaman pada udang rebon terdiiri dari bentuk olahan udang rebon
kering, peyek rebon, nugget rebon, otak-otak rebon, terasi dan produk
fermentasi seperti masin.

31
DAFTAR PUSTAKA

32

Anda mungkin juga menyukai