Mutu suatu komoditas didefinisikan sebagai kelompok sifat atau faktor yang membedakan tingkat pemuas atau
daya terima dari komoditas tersebut bagi konsumen (Soekarto 1990 dalam Jaya dan Ramadhan 2006). Proses
kemunduran mutu produk perikanan segar diawali dengan proses perombakan oleh aktivitas enzim yang secara
alami terdapat didalamnya sehingga tahap tertentu dan disusul dengan makin berkembangnya aktivitas mikroba
pembusuk. Proses ini terjadi setelah hewan tersebut mati, yaitu terjadinya proses perubahan di dalam jaringan
(Wibowo dan Yunizal 1998 dalam Purwaningsih et al.2005). Selanjutnya, tahap-tahap perubahan yang terjadi
setelah ikan mati dapat dibagi menjadi tiga fase menurut tingkat kesegarannya, yaitu fase pre rigor,
rigor mortis dan post rigor (Jaya dan Ramadhan 2006).
Selama konversi otot terjadi proses kekakuan otot. Perkembangan proses rigor mortis terdiri dari tiga fase yaitu:
fase penundaan, fase cepat, dan fase kaku. Proses hilangnya daya regang mula-mula berlangsung secara lambat
selama beberapa jam (fase penundaan), kemudian berlangsung cepat (fase cepat) dan akhirnya berlangsung
secara konstan dengan kecepatan rendah sampai tercapainya kekakuan (rigor). Dengan demikian,
kondisi rigor mortis ditandai dengan hilangnya kelenturan, pemendekan otot dan naiknya tensi otot (Nurwantoro
dan Mulyani 2003)
Pada ikan mati, ATP akan cepat berubah menjadi ADP oleh enzim ATP-ase, kemudian berubah menjadi
AMP oleh enzim miokinase. Perubahan AMP menjadi IMP dipengaruhi oleh enzim deaminase dan dari IMP
menjadi inosin dipengaruhi oleh enzim fosfatase. IMP (asam inosinat) dikenal sebagai penyambung rasa manis
pada daging ikan (Eskin 1990 dalamNurjanah 2004). Cita rasa yang ditimbulkan oleh asam inosinat (IMP)
merupakan pengaruh kombinasi dengan asam glutamat (Okada, 1990 dalam Nurjanah 2004). Defosforilasi dari
IMP menjadi inosin relatif lambat, tetapi inosin sangat cepat berubah menjadi hipoksantin, konsentrasi
hipoksantin akan meningkat dengan menurunnya mutu kesegaran ikan (Mengitsu 1993 dalam Nurjanah 2004).
Tahap awal hipoksantin terbentuk secara autolisis, pada tahap kemunduran mutu selanjutnya aktivitas bakteri
juga berperan dalam menambah jumlah hipoksantin yang memberikan rasa pahit pada daging ikan (Clucas 1981
dan Hanna 1992 dalam Nurjanah 2004).
Umumnya mikroflora ikan segar yang baru ditangkap dari laut terdiri dari bakteri Gram-
negatif Pseudomonas, Achromobakter, Flavobacterium dan Cyptophaga. Ikan-ikan yang hidup di perairan
subtrofik biasanya mengandung 60%-70% bakteri Gram-negatif. Di samping itu, Gram positif yang biasa
ditemukan yaitu Micrococcus dan Bacillus. Banyaknya mikroflora ikan mengalami perubahan setelah
penyimpanan beberapa hari (Shewan 1962 dalam Brotonegoro et al. 1981). Mikroflora yang mengalami
penyimpanan mengalami perubahan baik kuantitas maupun kualitasnya. Komposisi dari jenis-jenis bakteri
tergantung dari banyak faktor antara lain waktu penyimpanan,suhu dan jenis contoh hasil perairan. Bakteri
mesofilik pada temperature 37 °C terdapat lebih banyak pada ikan yang langsung ditangkap. Hal ini tentunya
diakibatkan oleh adanya kontak langsung dengan dek, alat-alat penangkapan dan orang yang mengerjakan
penangkapan sehingga dari faktor-faktor tersebut mengakibatkan ikan mengalami kemunduran mutu yang lebih
cepat (Brotonegoro et al. 1981).