Anda di halaman 1dari 4

RESUME PROSES PEMBUSUKAN IKAN DAN PROSES TERJADINYA HISTAMIN

SERTA PERANAN SUHU DI DALAM

MENCEGAH TERJADINYA HISTAMIN

Oleh :

WA ODE RIDA ANISA

NRP . 54183212336

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

JURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

SEKOLAH TINGGI PERIKANAN

JAKARTA

2019
 Proses terjadinya pembusukan pada ikan

Ikan adalah suatu bahan makanan yang sangat mudah membusuk (perishable food)
sesaat setelah tertangkap, ikan akan segera mati, dan akan mengalami perubahan-
perubahan/kerusakan-kerusakan yang mengakibatkan pembusukan.

Istilah pembusukan meliputi 2 (dua) macam perubahan yang terjadi pada ikan, yaitu:
1. Hilangnya secara perlahan-lahan ciri – ciri / karakter ikan segar  yang  diinginkan
2. Timbulnya bau-bau yang tidak diinginkan dan rupa menjadi jelek / tidak menarik 
Secara umum kerusakan / kerusakan ikan dapat digolongkan menjadi:
1. Kerusakan – kerusakan biologis; disebabkan oleh bakteri, jamur, ragi dan serangga.
2. Kerusakan – kerusakan Enzymatis; disebabkan oleh adanya reaksi kimia (oksigen),
misalnya ketengikan (rancidity) yang diakibatkan oleh oksidasi lemak.
3. Kerusakan – kerusakan physis; disebabkan oleh kecerobohan dalam handling /
processing, misalnya luka-luka memar, patah, kering, dan sebagainya.
Diantara kerusakan-kerusakan tersebut, penyebab utama pembusukan ikan, adalah enzym
dan bakteri
 Enzym : Suatu substansi organic yang terdapat di dalam tubuh ikan yaitu didalam
daging ikan dan isi perut, terutama pada alat-alat pencernaan. Pada waktu ikan
masih hidup enzym berfungsi sebagai katalis-biologi yang membantu proses
pencernaan makanan. Setelah ikan mati, enzym tersebut akan berbuat sebaliknya
yaitu daging ikan yang dicerna.
 Bakteri : Merupakan jasad renik (mikroba) yang hanya dapat dilihat dengan
mokroskope. Pada ikan hidup, bakteri terdapat pada bagian kulit (lendir), insang dan
pada makanan didalam perutnya. Selama ikan masih hidup, bakteri tidak
berpengaruh buruk terhadap ikaan. Setelah ikan mati, maka bakteri segera
meningkatkan aktivitasnya untuk perkembangan dan menyerang tubuh ikan.

Mengapa ikan mudah diserang oleh bakteri? Alasannya adalah sebagai berikut :
1. Ikan segar mengandung lebih banyak cairan dan sedikit lemak, jika dibanding
dengan jenis daging lainnya. Akibatnya bakteri lebih mudah berkembang biak.
2. Struktur daging ikan tidak begitu sempurna susunannya, dibandingkan jenis daging
lainnya. Kondisi ini memudahkan terjadinya penguraian bakteri.
3. Sesudah terjadi peristiwa rigor, ikan segar mudah bersifat alkaline/basa. Kondisi Ini
memberikan lingkungan yang sesuai bagi bakteri untuk berkembang biak.

Tahap - Tahap Pembusukan Ikan yaitu :

1. Hyperaemia : Terlepasnya lendir dari kelenjar-kelenjarnya di dalam kulit,


membentuk lapisan bening yang tebal disekeliling tubuh ikan.
2. Rigor mortis : Mengejangnya tubuh ikan setelah mati (rigor = kaku; mortis = mati;
rigor mortis = keadaan kaku setelah mati). Hal ini disebabkan karena otot-otot yang
berkontraksi akibat reaksi-reaksi kimia yang dipengaruhi oleh enzym.
3. Autolysis : Melemasnya kembali tubuh ikan setelah mengalami  rigor. Daging
menjadi lembek karena kegiatan enzym meningkat. Penguraian daging ikan oleh
enzym menghasilkan bahan yang merupakan media yang baik bagi pertumbuhan
bakteri. Bakteri sudah mulai merusak ikan dengan mengurangi protein daging.
4. Bacterial Decomposition : Pada tahapan ini bakteri telah terdapat dalam jumlah
yang sangat banyak akibat perkembanganbiakan yang sangat banyak terjadi pada
fase-fase sebelumnya. Aksi bakteri itu dimulai pada   saat   haqmpir bersamaan
dengan tahap antolysis, kemudian berjalan sejajar. Bakteri merusak ikan lebih parah
dari kerusakan   yang diakibatkan  oleh  enzym.
Penyebab faktor pembusukan
Pembusukan dan kesegaran adalah dua kualitas yang harus didefinisikan secara
jelas. Sebuah produk segar didefinisikan sebagai bahan yang mempunyai karakter  aslinya
tetap tidak berubah. Pembusukan karena itu adalah indikasi perubahan pasca panen.
Perubahan ini dapat dinilai sebagai perubahan dari kesegaran mutlak dari mulai batas yang
dapat diterima sampai  yang tidak dapat diterima. Pembusukan biasanya disertai dengan
perubahan karakteristik fisik. Perubahan warna, aroma, tekstur, warna mata, warna insang
dan kelembutan otot adalah beberapa karakteristik yang diamati pada ikan setelah
mengalami kematian. Pembusukan disebabkan oleh aksi enzim, bakteri dan bahan kimia
yang hadir dalam ikan. Selain itu, faktor-faktor berikut memberikan kontribusi terhadap
pembusukan ikan yaitu :
 Tinggi kadar air
 Tinggi isi lemak
 Tinggi kadar protein
 Lemahnya jaringan otot
 Temperatur
 Higienis penanganan

 Proses terjadinya Histamin pada ikan scombride


Histamin merupakan senyawa turunan dari asam amino histidin yang banyak
terdapat pada ikan terutama pada ikan scombride. Asam amino ini merupakan salah satu
dari sepuluh asam amino esensial yang dibutuhkan oleh anak-anak dan bayi tetapi bukan
asam amino esensial bagi orang dewasa. Di dalam tubuh kita, histamin memiliki
efek psikoaktif dan vasoaktif. Efek  psikoaktif menyerang sistem saraf transmiter manusia,
sedangkan efek vasoaktif-nya menyerang sistem vaskular. Pada orang-orang yang peka,
histamin dapat menyebabkan migren dan meningkatkan tekanan darah.

 Pembentukan Histamin pada ikan scombridae


Asam amino yang menjadi bahan baku pembentukan histamin adalah histidin, suatu
asam amino esensial. asam amino merupakan komponen dasar dari protein. Pada awal
proses pembusukan, protein pada makanan terurai menjadi asam-asam amino
penyusunnya. Jika histidin terdapat pada struktur tersebut, histidin ini bisa berubah menjadi
histamin melalui reaksi dekarboksilasi. Pada ikan, reaksi pembentukan histamin ini bisa
terjadi pada suhu yang memadai dan dibantu dengan enzim dekarboksilasi histidin.
Histidin dalam bentuk bebas maupun sebagai penyusun protein banyak terdapat
pada beberapa ikan, misalnya ikan tuna dan tongkol. Sedangkan enzim yang men-
dekarboksilasi histidin dihasilkan oleh beberapa bakteri yang juga berperan dalam
fermentasi atau pembusukan. Selain ikan, histamin bisa pula terbentuk di makanan lain
seperti daging, keju, maupun makanan fermentasi lainnya.

Pasca penangkapan, penyimpanan ikan di suhu “hangat” memicu pertumbuhan


bakteri penghasil enzim dekarboksilasi histidin sehingga histamin pun terbentuk. Bakteri
memang dapat dihambat pertumbuhannya dengan suhu penyimpanan terkontrol. Akan
tetapi, histamin tahan panas sehingga proses pemasakan tidak akan menghilangkan
histamin yang sudah terbentuk. Histamin juga tidak menimbulkan perubahan warna, bau,
maupun rasa sehingga ikan yang berhistamin sulit dibedakan dari ikan lainnya. Di Amerika,
secara resmi ditetapkan bahwa kandungan histamin pada ikan ataupun hewan laut yang
digunakan sebagai bahan makanan tidak boleh melebihi 50mg/kg. Memang, makanan tinggi
histamin tidak layak makan karena efeknya cukup mengganggu kesehatan.
 Histamin sebagai racun
Keracunan histamin ini merupakan contoh umum pseudoallergic food poisoning alias
keracunan makanan mirip alergi, sebab gejala yang timbul menyerupai gejala alergi. Selain
itu, senyawa utama yang menjadi racun sama dengan senyawa yang berperan pada reaksi
alergi. Keracunan histamin juga pernah dikenal sebagai keracunan skombrotoksin
(scombrotoxin / scombroid food poisoning) karena umumnya ditemukan dari ikan dengan
famili Scombroidae. 
Seperti yang sudah disebutkan, gejala atau efek yang timbul dari keracunan histamin
serupa dengan reaksi alergi. Efek keracunan histamin ini, mulai dari gatal hingga sesak
napas, bisa timbul dalam waktu kurang dari satu. Untuk penanganan keracunan histamin
yang sudah terjadi, obat yang diberikan umumnya minimal berupa antihistamin,
sebagaimana yang dipakai untuk menangani reaksi alergi. Walaupun relatif jarang, jika
histamin yang dikonsumsi terlalu banyak atau kasusnya tidak segera ditangani, efek
keracunan histamin bisa membahayakan nyawa. Salah satu kasus fatal yang pernah terdata
di Indonesia adalah kematian dua turis asing akibat memakan hidangan hasil laut di Bali
pada tahun 2014.
 Peranan suhu dalam mencegah pembentukan histamin pada ikan
Suhu yang paling baik untuk pertumbuhan mikroba disebut suhu optimum
pertumbuhan, sedang suhu terbaik untuk kecepatan reaksi enzim disebut suhu
aktivitas optimum. Untuk Proteus morganii  suhu optimum aktivitas enzimnya adalah
37OC, sedang suhu optimum pertumbuhan adalah semakin tinggi suhu biasanya
semakin cepat reaksi enzimnya, tetapi juga cepat koagulasi dan enzim menjadi inaktif.
Enzim dekarboksilase yang dihasilkan oleh mikroba biasanya sangat peka terhadap
suhu yang lebih tinggi dari suhu kamar.  Enzim karboksilase dari Clostridium
perfringens  kehilangan 25% keaktifannya dalam waktu 10 menit pada suhu 38 OC. 
Sebagian kegiatan enzim banyak terjadi sebelum tahap precook, selama precook
meningkat.
Bila ikan telah dibiarkan pada suhu 70 OF (42 OC) selama 29 jam maka
kadar histaminnya akan mencapai 10 mg/100 gram. Bila dibiarkan 14 jam pada
suhu90 OF (54 OC) atau selama 10 jam 100 OF (60 OC) kadar histaminnya juga akan
mencapai 10 mg/100 gram. Meskipun kadar histamin tidak selalu sama pada setiap
bagian badan , namun produksi kadar histamin tersebut menggambarkan indikasi
umum. Biasanya bagian depan ikan lebih tinggi kandungan histaminnya dibanding
bagian belakang.
Bila ikan sudah mulai membusuk, kandungan histamin rata-rata masih kurang dari
3 mg/100 gram, tetapi kadar histamin bagian depan (belakang kepala ikan) sudah
mencapai 1,14 kali lebih besar dari nilai rata-ratanya. Sedang ikan dengan tingkat
kebusukan sedang biasanya rata-rata histaminnya telah lebih dari 10 mg/100 gram,
sedang bagian depan telah mencapai 1,98 kali lebih besar.  Cara prediksi tersebut
diperoleh berdasarkan berbagai asumsi yang dianggap mewakili, jadi ada kelemahan-
kelemahan yaitu monograph tersebut dibuat dari data-data ikan kecil (4 – 5 pounds)
dari satu jenis ikan, dan tiap ikan diinkubasi pada suhu yang tetap. Dari monograph
tersebut jelas hubungannya antara suhu dan kebusukan (histamin), semakin tinggi
suhu semakin cepat produksi histamin.  Semakin rendah suhu semakin awet dan
semakin rendah histamin.

Anda mungkin juga menyukai