Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Teknologi Produksi Hasil Perikanan

01 (2011) 01-09 PENGARUH PENAMBAHAN BIJI PICUNG (Pangium edule Reinw) SEBAGAI PENGAWET ALAMI IKAN KEMBUNG BANJAR (Rastrelliger Brachysoma) SEGAR SELAMA PENYIMPANAN SUHU RUANG Oleh : Epul Saepullah 4443 080930 Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa ABSTRAK Penelitian ini di laksanakan pada hari Senin,tanggal 13 - 24 Juni 2011 di laboratorium pengolahan hasil perikanan, lantai 3 gedung Laboratorium Fak Pertanian, Jurusan Perikanan, Universitas Sultan Agung Tirtayasa. Penelitian ini tertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan biji picung (Pangium edule Reinw) sebagai pengawet alami ikan kembung banjar (Rastrelliger Brachysoma) segar selama penyimpanan suhu ruang,di tinjau dari segi uji organoleptik. Metode yang di lakukan di penelitian ini Metoda penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen,yaitu dengan enam perlakuan dan akan di amati perubahan pada mata ,daging dan konsistensi daging ikan selama penyimpanan suhu ruang, variatif konsentrasi biji Picung (Pangium edule Reinw) yang di gunakan terhadap Ikan Kembung Banjar (Rastrelliger Brachysoma) adalah 0%,1%,1,5%,2%,2,5% dan 3% dari berat sampel. Hasil penelitian menunjukan bahwa parameter pertama yaitu mata ikan dilihat tingkat kesegaran ikan banjar yang diberikan penambahan biji picung yang paling baik, terdapat pada penambahan biji picung sebesar 2,5% dari total bobot ikan (A5),pada parameter daging ikan penambahan 1.5 % biji picung dari bobot ikan (A3)merupakan yang paling baik pada tekstur ikan dan pada parameter terakhir yaitu parameter konsistensi terdapat pada perlakuan A2 dengan penambahan biji picung sebesar 1% dari bobot ikan. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu pemberian biji picung dapat mengawetkan ikan Kembung Banjar (Rastrelliger Brachysoma) lebih baik pada suhu ruang jika di banding dengan ikan yang tidak di beri biji picung. Kata Kunci : Biji Picung, Organoleptik, Ikan Kembung Banjar, Pengawetan Ikan PENDAHULUAN Bahan makanan sumber protein hewani daging dan ikan merupakan bahan makanan yang mudah mengalami kerusakan (highly perishable).Oleh karena itu perlu upaya untuk mengawetkan bahan makanan tersebut sehingga dapat diterima konsumen dalam keadaan yang masih layak dikonsumsi. Untuk media pengawetan metode pengawetan yang dianggap paling handal adalah dengan cara penggunaan suhu rendah, baik dengan metode teknik refrigerasi ataupun dengan penggunaan es. Dalam penerapan teknik refrigerasi inipun juga mengalami kendala, yaitu masih minimnya sarana refrigerator yang tersedia di
Perikanan Untirta 08 1

Jurnal Teknologi Produksi Hasil Perikanan

01 (2011) 01-09 daerah kita, terutama untuk hasil tangkapan dalam skala besar. Usaha pengawetan yang bisa dilakukan sebenarnya cukup beragam mulai penggunaan pendingin sampai dengan radiasi, tetapi hasil dari beberapa temuan di lapang. Selain itu formalin banyak digunakan untuk mengawetkan daging dan ikan. Pemakaian formalin didalam makanan sangat tidak dianjurkan karena didalam formalin terkandung zat formaldehid yang didalam tubuh bersifat racun. Kandungan formalin yang tinggi didalam tubuh akan menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik dan bersifat mutagen serta orang yang mengkonsumsinya akan muntah, diare dan kencing bercampur darah dan apabila terhirup akan merangsang terjadinya iritasi hidung, tenggorokan dan mata (Winarno, 2004). Mengingat akan bahaya penggunaan formalin tersebut diatas maka perlu usaha untuk menemukan bahan pengawet dari bahan yang alami. Bahan pengawet alami yang telah ditemukan diantaranya adalah chitosan dan asap cair. Akan tetapi dewasa ini kedua jenis pengawet tersebut harganya relative mahal sehingga perlu usaha untuk menemukan bahan pengawet alami lain yang lebih murah dan mudah pengaplikasiannya. Sedangkan metode pengasapan tradisional yang biasa diterapkan oleh masyarakat mempunyai kekurangan yaitu terbentuknya nitrosamin, merupakan zat yang bersifat karsinogenik. Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa rempah-rempah dan bumbu asli Indonesia ternyata banyak mengandung zat aktif anti mikroba yang berpotensi untuk dijadikan sebagai pengawet alami. Diantaranya adalah kluwak/picung. Senyawa flavonoid (asam sianida, asam hidrokarpat, asam khaulmograt, asam glorat) pada kluwak terbukti mampu memperpanjang masa simpan ikan selama 6 hari (Widyasari, 2005). Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka perlu penelitian yang mempelajari efek pengawet alami sebagai alternatif pengganti formalin terhadap sifat fisik, daya terima dan daya simpan bahan makanan hewani (daging dan ikan) sehingga dapat diketahui bahan alami yang paling baik digunakan untuk proses pengawetan daging dan ikan serta disukai konsumen. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah picung dapat berpengaruh terhadap sifat organoleptik meliputi sifat fisik dan daya terima pada daging dan ikan? 2. Apakah terdapat efek penggunaan pengawet alami kluwak terhadap masa simpan daging dan ikan? Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui efek penggunaan pengawet alami kluwak/picung terhadap sifat organoleptik meliputi sifat fisik dan daya terima serta masa simpan daging dan ikan. Sedangkan tujuan khususnya adalah 1. Mendeskripsikan dan menganalisis efek penggunaan pengawet alami kluwak kluwak/picung terhadap sifat fisik daging dan ikan meliputi kesegaran dan tekstur. 2. Mendeskripsikan dan menganalisis efek penggunaan pengawet alami 3. kluwak/picung terhadap daya terima daging dan ikan meliputi aroma, warna, rasa dan tekstur. Manfaat dalam penelitian ini adalah peroleh formula pengawet alami yang bisa digunakan untuk mengawetkan daging dan ikan segar, meningkatkan nilai guna rempahrempah khususnya kluwak/picung sebagai bahan pengawet pada daging dan ikan segar, diperoleh pengawet untuk daging dan ikan segar yang aman terhadap kesehatan manusia dan menjadi acuan untuk penelitian sejenis, sehingga bisa dikembangkan mengenai efek pengawetnya.
Perikanan Untirta 08 2

Jurnal Teknologi Produksi Hasil Perikanan

01 (2011) 01-09 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian pengaruh penambahan biji Picung (Pangium edule Reinw) sebagai pengawet alami Ikan Kembung Banjar (Rastrelliger Brachysoma) segar selama penyimpanan suhu ruang di laksanakan pada hari Senin,tanggal 13 - 24 juni 2011 di laboratorium pengolahan hasil perikanan,lantai 3 gedung Laboratorium Fak Pertanian, Jurusan Perikanan, Universitas Sultan Agung Tirtayasa. Material Penelitian Bahan dasar yang di gunakan dalam penelitian ini adalah Ikan Kembung Banjar (Rastrelliger Brachysoma) segar dengan berat sekitar 216 gr, garam (2 % dari berat ikan ) dan Biji Picung (Pangium edule Reinw). Alat Penelitian Alat yang di gunakan dalam persiapan penelitian ini adalah timbangan analitik.alat pemecah biji picung (palu), pisau (alat pencacah), alat penghalus biji picung (cobek),baskom/ember (tempat menyimpan ikan) Metode Penelitian Metoda penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen,yaitu dengan pemberian biji Picung pada Ikan Kembung Banjar (Rastrelliger Brachysoma) dengan enam perlakuan dan akan di amati perubahan pada mata ,daging dan konsistensi daging ikan selama penyimpanan suhu ruang. Penelitian ini dilakukan dengan variatif konsentrasi biji Picung (Pangium edule Reinw) yang paling baik sebagai pengawet alami terhadap Ikan Kembung Banjar (Rastrelliger Brachysoma) berdasarka uji organoleptik yang di lakukan pada ikan yang di simpan pada suhu ruang selama enam hari. Pada penelitian ini variatif konsentrasi biji Picung (Pangium edule Reinw) yang di gunakan terhadap Ikan Kembung Banjar (Rastrelliger Brachysoma) adalah 0%,1%,1,5%,2%,2,5% dan 3% dari berat sampel. HASIL ANALISA ORGANOLEPTIK Pengujian organoleptik terhadap ikan Banjar (Rastrelliger brachysoma) yang diawetkan dengan biji picung, dilakukan dengan uji organoleptik kesegaran ikan. Pegujian dilakukan dengan 25 panelis dengan kategori penilaian 1-9. 1. MATA Mata dapat digunakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesegaran ikan. Ciri fisik ikan yang masih segar yaitu memiliki kornea yang jernih, cembung dan cerah. Sedangkan mata ikan yang telah mengalami pembusukan yaitu memiliki kornea keruh dan cekung kedalam.

Perikanan Untirta 08

Jurnal Teknologi Produksi Hasil Perikanan

01 (2011) 01-09 Tabel 1. Nilai rata-rata organoleptik pada mata ikan Kembung Banjar (Rastrelliger brachysoma) Perlakuan A1 A2 A3 A4 A5 A6 0 7.66 6.86 8.26 8.06 7.33 7.6 Lama Penyimpanan 1 2 3 4 5.73 3.6 1 1 5.53 4.13 3.33 2.2 5.86 4 2.6 2.26 5.66 4.73 2.2 1 5.8 4.13 4.06 2 4.73 4.33 3.8 1.46 5 1 1 1 1 1 1

Berdasarkan pada tabel diatas, dapat dilihat tingkat kesegaran ikan banjar yang diberikan penambahan biji picung yang paling baik, terdapat pada penambahan biji picung sebesar 2,5% dari total bobot ikan (A5). Ditinjau dari uji organoleptik yang masih dapat diterima pada hari ketiga dan keempat. Hal ini menunjukan bahwa ikan yang diberikan biji picung masih dalam keadaan segar, dengan kondisi mata kornea tidak terlalu keruh. Pada penambahan biji picung dengan konsentrasi sebesar 3% (A6) pada hari pertama sudah mengalami penurunan kesegaran yang drastis yaitu nilai 4-5. Hal ini bisa disebabkan karena pada saat penyimpanan tidak dilakukan secara baik, sehingga menimbulkan aktifitas bakteri dan mikroba. Seharusnya pemberian biji picung dengan konsentrasi tinggi dapat meningkatkan kesegaran mutu ikan. Ditinjau dari uji organoleptik, ikan Banjar dengan konsentrasi 3% yang sudah tidak dapat diterima semenjak hari pertama sampai hari ke lima, yang ditunjukkam dengan kornea mata yang mulai keruh dan agak cekung. Pada perlakuan A2 dan A3 dengan konsentrasi pemberian picung sebesar (1%-1,5%) tidak dapat mempertahankan tingkat kesegaran ikan dengan optimal, dan mulai mengalami pembusukan pada hari ke pertama secara bertahap sampai pada hari ke lima. Pemberian konsentrasi picung yang rendah belum mampu mempertahankan mutu ikan Banjar. Hal ini ditunjukkan dengan kornea mata yang cekung dan mulai keruh. Pada pemberian biji picung sebesar 2% (A4) seharusnya mampu mempertahankan kesegaran mutu ikan sampai dengan 6 hari, namun berdasarkan tabel diatas sudah mengalami kemunduran mutu pada hari pertama yaitu dengan nilai 5. Hal ini dapat disebabkan karena penyimpanan yang tidak baik, sehingga pada saat pengamatan ditemukan larva lalat. Pada uji organoleptik ditunjukkan dengan kondisi mata yang cekung, keruh, bahkan pada hari ke dua sampai ke lima kornea mata sudah hampir tenggelam. Pada ikan Banjar yang tidak diberi penambahan biji picung atau kontrol (A1) sudah mengalami pembusukan pada hari ketiga, hal ini menunjukan bahwa picung cukup efektif untuk pengawetan ikan. Pada hari ke tiga sampai hari kelima rata-rata nilai organoleptik ikan berkisar antara 3 sampai 1, hal ini menunjukan ikan yang diawetkan tidak segar (mengalami kemunduran mutu) dengan keadaan bola mata cekung, pupil berwarna putih susu, kornea keruh. Hal ini dikarenakan ikan tersebut tidak diberi bahan tambahan picung yang dapat memperlambat proses kemunduran mutu ikan. Selain itu cepatnya pembusukan ikan saat pengamatan dikarenakan bahan baku yang digunakan untuk pengamatan kurang segar sehingga dapat mempercepat proses kemunduran mutunya. Hal ini dapat dilihat pada grafik 1.
4

Perikanan Untirta 08

Jurnal Teknologi Produksi Hasil Perikanan

01 (2011) 01-09

Grafik 1. Nilai rata-rata organoleptik mata ikan Kembung Banjar (Rastrelliger brachysoma) dengan berbagai macam perlakuan (%) 2. DAGING Daging juga dapat digunakan sebagai parameter untuk menentukan tingkat kesegaran ikan. Pada uji organoleptik daging ikan yang segar yang telah disayat, masih dalam keadaan cemerlang sedangkan ikan yang telah mengalami pembusukan sayatan daging berwarna kusam. Tabel.2 Nilai rata-rata organoleptik daging ikan Kembung Banjar (Rastrelliger brachysoma) Waktu penyimpanan (hari) Perlakuan 0 1 2 3 4 5 A1 8 4.73 4.26 1 1 1 A2 7.73 5.93 4.66 3.2 2.13 1 A3 7.73 6.33 5.13 2.86 2.2 1 A4 8.06 6.46 5.26 2.46 1 1 A5 7.53 5.86 5 3.93 1.93 1 A6 7.73 5.33 4.6 3.53 1.53 1 Berdasarkan pada tabel. 2 diatas diperoleh tingkat kesegaran ikan dengan penambahan biji picung pada tekstur yang paling baik, terdapat pada pemberian biji picung sebesar 1,5% dari bobot ikan (A3). Ditinjau dari uji organoleptik kesegaran ikan masih dapat diterima panelis sampai hari kedua dengan kisaran antara 5-4 dengan kondisi tekstur sudah Namun pada hari ke-3 sampai hari ke-5 keadaan ikan sudah tidak segar, karena nilai organoleptik ikan berkisar antara 1-3, yang menunjukan bahwa ikan sudah tidak segar dengan Sayatan daging tidak cemerlang, pemerahan sepanjang tulang. Dan pada hari ke -5 ikan sudah mengalami pembusukan. Pada ikan yang tidak dilakukan penambahan biji picung (kontrol) sudah mengalami pembusukan pada hari ke 3, hal ini menunjukan bahwa picung cukup efektif untuk pengawetan ikan.

Perikanan Untirta 08

Jurnal Teknologi Produksi Hasil Perikanan

01 (2011) 01-09 Pada perlakuan A4 (penambahan biji picung 2%) pada hari ke tiga sudah mengalami pembusukan, hal ini dilihat dengan keadaan sayatan daging ikan yang berwarna kusam serta terdapat investasi lalat pada daging ikan. Biasanya pemberian biji picung dengan konsentrasi sekitar 2% mampu mengawetkan kesegaran ikan selama 6 hari. Pembusukan yang terjadi pada penelitian ini bias saja karena penanganan yang tidak baik pada saat penyimpanan. Sehingga terjadi pembusukan akibat aktivitas mikroba.

Grafik 2. Nilai rata-rata organoleptik daging ikan Kembung Banjar (Rastrelliger brachysoma dengan berbagai macam perlakuan (%) 3. KONSISTENSI Konsistensi adalah tingkat kelenturan dan kekenyalan yang menunjukan kondisi perut dan sayatan daging ikan yang sering dijadikan parameter kesegaran ikan. Tabel.3 Nilai rata-rata organoleptik konsistensi ikan Kembung Banjar (Rastrelliger Brachysoma) Perlakuan A1 A2 A3 A4 A5 A6 Lama Penyimpanan (Hari) 0 7.06 7.26 6.8 7.73 6.8 7.66 1 5.13 6.73 6.46 6.26 6.8 6.6 2 4.26 5.6 5.33 5.6 5.2 5.2 3 1 3.93 3.13 2.66 4.6 3.93 4 1 2.26 2.06 1 1.8 1.6 5 1 1 1 1 1 1

Berdasarkan tabel.2 tingkat kesegaran ikan yang diawetkan dengan biji picung yang paling baik untuk parameter konsistensi terdapat pada perlakuan A2 dengan penambahan biji picung sebesar 1% dari bobot ikan. Di tinjau dari uji oraganoleptik yang dapat diterima panelis sampai hari kedua. Hal ini menunjukan bahwa ikan masih dalam keadaan sedikit masih segar. Namun pada hari ketiga sampai hari kelima, keadaan ikan sudah mengalami pembusukan, dengan konsistensi lunak, bekas jari terlihat apabila lama ditekan, mudah
Perikanan Untirta 08 6

Jurnal Teknologi Produksi Hasil Perikanan

01 (2011) 01-09 menyobek daging dari tulang belakang. Pada perlakuan A1 dengan tidak penambahan biji picung (kontrol) sudah mengalami pembusukan pada hari ke 3, hal ini menunjukan bahwa biji picung cukup efektif untuk pengawetan ikan. Pada perlakuan A4 (pemberian biji picung sebesar 2% dari bobot ikan) masih dapat diterima panelis sampai hari kedua, namun pada hari ketiga sampai hari ke lima telah mengalami pembusukan, dengan kondisi daging lunak, bekas jari terlihat apabila ditekan dengan jari, mudah menyobek daging dari tulang belakang, warna daging kusam, serta terdapat larva lalat.

Grafik.3 Nilai rata-rata organoleptik konsistensi ikan Kembung Banjar (Rastrelliger brachysoma) dengan berbagai macam perlakuan (%) KESIMPULAN a. Penambahan biji picung sebesar 2,5% dari total bobot ikan (A5) sangat baik pada kesegaran mata, ditinjau dari uji organoleptik yang masih dapat diterima pada hari ketiga dan keempat. Hal ini menunjukan bahwa ikan yang diberikan biji picung masih dalam keadaan segar, dengan kondisi mata kornea tidak terlalu keruh. b. Namun uji organoleptik pada daging dan konsistensi daging yang paling baik terdapat pada pemberian biji picung dengan konsentrasi pemberian 1% - 1,5%. c. Biji picung memang efektif untuk mempertahankan kesegaran mutu ikan. Semakin besar pemberian konsentrasi biji picung, semakin rendah pula laju kemunduran mutu ikan. Namun pada praktikum kali ini pemberian biji picung 2% lebih cepat mengalami pembusukan, hal ini disebabkan karena penyimpanan yang kurang baik.

Perikanan Untirta 08

Jurnal Teknologi Produksi Hasil Perikanan

01 (2011) 01-09 DAFTAR PUSTAKA Widyasari, H.E. 2005. Teknologi Pengawetan Ikan Nila Segar denganMenggunakan Bahan Alami Biju Picung (Pangium edule Reinw). Iadibimbing Prof Dr Jhon Haluan dari Departemen PemanfaatanSumberdaya Perikanan (PSP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan(FPIK) IPB)dan Dr Endang Sri Heruwati, dari Badan Riset danKelautan Perikanan. Winarno, F.G. 1996. Pengantar teknologi pangan . Penerbit.Jakarta Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Kanisius. Jakarta Anonim, 2011. Pengawet Alami Pengganti Formalin Sudah Ada Sejak Dulu.www.gizi.net. 27 Juni 2011. Depkes-RI, 2011. www.gizi.net. 27 Juni 20 LAMPIRAN Tabel.1 Data organoleptik mata ikan Kembung Banjar (Rastrelliger brachysoma)
Perlakuan Panelis 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 7 8 6 7 8 6 8 9 8 8 8 8 6 9 9 A1 (P.651) 1 7 5 6 6 6 5 7 6 6 5 7 4 4 7 5 2 5 3 6 4 4 4 4 1 5 3 2 4 1 4 4 3 4 5 0 8 7 4 7 6 6 8 7 8 7 7 8 5 7 8 1 6 6 7 5 2 7 6 4 7 6 8 4 4 6 5 A2 (P.633) 2 5 4 5 5 1 5 4 2 6 5 6 3 3 4 4 3 5 2 2 2 3 4 3 1 5 4 5 4 2 4 4 4 4 3 2 3 1 4 3 2 2 2 1 2 1 1 2 5 0 9 8 9 9 9 7 7 9 8 8 9 8 8 8 8 1 7 6 7 7 3 6 6 3 7 8 7 4 4 7 6 A3 (P.624) 2 5 3 5 5 5 5 5 1 5 4 3 3 3 4 4 3 4 1 2 1 1 3 1 4 7 4 2 3 1 2 3 4 4 3 2 3 1 3 1 3 1 3 3 1 2 2 2 5 0 8 7 8 8 8 6 9 8 8 8 9 8 8 9 9 1 6 6 5 5 6 6 7 5 7 6 6 4 4 6 6 A4 (P.671) 2 6 4 5 5 1 5 5 7 7 6 7 3 2 5 3 3 4 1 2 1 1 1 2 1 5 2 2 3 2 3 3 4 5 0 8 7 6 7 8 8 8 6 8 8 7 7 6 8 8 1 6 7 7 5 1 6 7 6 7 7 8 4 5 6 5 A5 (P.615) 2 5 4 5 5 1 5 5 1 7 5 7 2 2 4 4 3 5 2 4 4 3 5 3 2 6 3 6 6 4 4 4 4 4 1 2 2 3 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 5 0 8 8 8 7 7 6 8 8 8 6 9 8 6 9 8 1 6 6 5 6 1 5 5 2 7 7 5 4 1 6 5 A6 (P.642) 2 5 4 5 5 1 5 4 4 7 5 6 3 2 5 4 3 6 5 3 3 5 5 2 2 5 2 5 4 3 3 4 4 3 1 2 1 2 1 2 1 1 2 1 1 1 2 1 5 -

FK = (2055)2 = 7820,41 540 JK Contoh = 1152+1312++152 7820,41 15 =10801 - 7820,41 = 2980,59 JK Panelis = 1652+1312+..+1392 - 7820,41 36 8

Perikanan Untirta 08

Jurnal Teknologi Produksi Hasil Perikanan

01 (2011) 01-09
= 7966,19 7820,41 = 145,78 JK Total = 72+72+52+12 - 7820,41 = 11441 7820,41 = 3620,59 Sumber Keragaman Contoh Panelis Galat Total db Tabel 2. Analisis Sidik Ragam JK KT F Hitung F table 5% 1,45 1% 168

35 14 490 539

2980,59 145,78 494,22 3620,59

85,15 10,41 1,00

8,17

F hit > F tab 1% berpengaruh sangat nyata Uji lanjut: Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) = t (0,05/2;V2) 2.KTG r = 1,984 2.(1,00) 15 =1,984 .(0,09) = 0,17 Tabel Uji lanjut BNT

Grafik. 2 Nilai rata-rata organoleptik mata ikan Kembung Banjar (Rastrelliger brachysoma) dengan berbagai macam perlakuan (%)

Gambar 1 ikan Kembung Banjar (Rastrelliger brachysoma)

Perikanan Untirta 08

Anda mungkin juga menyukai