Anda di halaman 1dari 29

2.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum Udang Windu (Penaeus monodon)
2.1.1. Udang Windu Sebagai Salah Satu Udang Penaid
Udang windu dalam dunia perdagangan sering disebut sebagai Tiger
prawn, Black tiger shrimp dan Jumbo tiger prawn. Udang jenis ini merupakan
jenis udang yang cukup dikenal dan diminati oleh masyarakat terutama
masyarakat luar negeri seperti jepang dan amerika. Selain itu udang jenis ini juga
memiliki harga yang cukup tinggi dibandingkan dengan udang jenis lain.
2.1.2. Klasifikasi Udang Windu
Menurut Suyanto dan Mujiman (2002), udang windu dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Sub phylum : Mandibulata
Sub class : Malacstraca
Super ordo : Eucoridae
Ordo : Decapoda
Sub ordo : Nontatia
Seksi : Penaeidae
Familia : Penaedae
Sub familia : Penacinae
Genus : Penaeus
Species : Penaeus monodon Fabricus

2.1.3 Morfologi Udang Windu


Secara nyata tubuh udang dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu
kepala-dada (cephalothorax) seluruh tubuh tertutup oleh satu kelopak yang
disebut karapas. Karapas mempunyai tonjolan yang meruncing kearah depan,
yaitu rostrum (cucuk). Rostrum tampak bergerigi pada tepi-tepinya dan bagian
perut (abdomen) yang terdapat ekor dibagian belakangnya. Semua bagian badan
beserta anggota-anggotanya terdiri dari ruas-ruas (segmen). Kepala dada terdiri
dari 5 ruas mempunyai sepasang anggota badan yang memiliki fungsi sendiri.
5

Seluruh ruas tertutup oleh kulit keras tetapi tipis pada setiap sambungannya
sehingga memungkinkan udang bergerak lebih fleksibel ( Suyanto dan Takarina,
2009).
Dalam dunia internasional, udang windu dikenal dengan nama Black
Tiger, Tiger Shrimp, atau Tiger Prawn. Gambar udang windu dapat dilihat pada
Gambar 1.

Sumber : Suyanto dan Takarina, 2009

Gambar 1. Udang windu (Penaeus monodon)

2.1.4 Komposisi Kimia Udang


Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki
aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi yang tinggi, walaupun bagian yang enak
dimakan hanya 30-40% saja, tetapi rasanya lebih enak dibandingkan dengan
daging hasil perikanan lainnya (Hadiwiyoto, 1993). Komposisi kimia rata-rata
daging udang segar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Udang


6

Zat Kimia Yang Terkandung Persentase


Air 71,5-79,6
Protein 18,0-22,0
Lemak 23,0
Kalsium 0,0542
Magnesium 0,421
Posfor 0,2285
Besi 0,002185
Tembaga 0,003973
Iodium 0,000023
Sumber : Purwaningsih (1995)
2.2 Kemunduran Mutu udang
Udang yang ditangkap dan mati akan mengalami proses kemunduran mutu
(proses deteriorasi) yang mengarah pada pembusukan. Proses ini tidak dapat
dihentikan secara total, tetapi dapat diperlambat dengan pembekuan. Jadi,
diperlukan usaha-usaha pengawetan dan pengolahan untuk menghambat proses
tersebut, termasuk didalamnya adalah pengesan.
Proses kemunduran mutu udang disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal
dari badan udang itu sendiri (intern) dan faktor lingkungan (ekstern). Faktor intern
antara lain jenis, ukuran, makanan, kematangan seks, kandungan lemak dan cara
kematian. Sedangkan faktor ekstern antara lain antara lain suhu, kebersihan,
perlakuan penangan. Penurunan mutu udang ini terjadi secara autolisis, bakterial
dan fisikawi.
Kemunduran mutu udang segar sangat berhubungan dengan komposisi kimia
dan susunan tubuhnya. Sebagai produk biologis, udang termasuk bahan makanan
yang mudah busuk apabila dibandingkan dengan ikan. Susunan tubuh udang
mempunyai hubungan yang erat dengan masaa simpannya. Bagian kepala, insang
dan isi perut merupakan bagian yang sangat berpengaruh terhadap daya simpan
karena bagian ini mengandung enzim percernaan dan bakteri pembusuk
(Moeljanto, 1992).
Udang yang memiliki ukuran yang lebih kecil dan pada saat ditangkap dalam
keadaan kenyang, umumnya akan lebih cepat menurun mutunya. Proses
pembusukan tidak dapat dihentikan secara total tetapi dapat diperlambat dengan
7

pembekuan (Ilyas, 1983). Oleh karena itu, penanganan udang segar memerlukan
perhatian dan perlakuan cermat (Purwaningsih, 1995).
Proses penurunan mutu udang disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal
dari badan udang itu sendiri dan faktor lingkungan. Penurunan mutu ini terjadi
secara autolisis, bakteriologis, kimiawi dan oksidasi.
2.2.1 Penurunan Mutu Secara Autolisis
Autolisis adalah proses penguraian organ-organ tubuh ikan oleh enzim-enzim
yang terdapat dalam tubuh ikan sendiri. Proses ini biasanya terjadi setelah ikan
yang mati melewati fase rigormortis.
Murniyati dan Sunarman (2000), autolisis belum dapat disebut pembusukan
karena hasil hidrolisis protein dan lemak masih dapat dimakan oleh manusia.
Namun demikian, autolisis merubah stuktur daging sehingga kekenyalannya
menurun, daging menjadi lembek. Pemecahan protein menghasilkan substrat yang
disukai bakteri yang menyebabkan pembusukan bakteri.
Menurut Purwaningsih (1995), Suatu proses penurunan mutu yang terjadi
karena kegiatan enzim dalam tubuh udah yang tidak terkendali sehingga senyawa
kimia pada jaringan tubuh yang telah mati terurai secara kimia. Penurunan mutu
ditandai dengan rasa, warna, tekstur dan rupa yang berubah.
2.2.2 Penurunan Mutu Secara Kimia dan Enzimatis
Kemunduran mutu udang segar sangat berhubungan dengan komposisi kimia
dan susunan tubuhnya. Sebagai produk biologis, udang termasuk bahan makanan
yang mudah busuk bila dibandingkan dengan ikan. Oleh karena itu, penanganan
udang segar memerlukan perhatian dan perlakuan cermat (Purwaningsih, 1995).
Kemunduran mutu secara kimiawi merupakan hasil oksidasi asam lemak oleh
oksigen. Oksigen asam lemak ini akan menimbulkan bau tengik. Disamping itu
rupa udang dan daging berubah warnanya menjadi kecoklat-coklatan dan kusam
(Ditjen Perikanan, 1994).
Bau amoniak yang kuat adalah pertanda pembusukan (dekomposisi). Kalau
kemunduran mutu udang biasa mencapai tahap kurang baik timbul warna merah
menyolok (Ilyas, 1983).
8

Kerusakan-kerusakan yang terjadi selama proses kemunduran mutu secara


enzimatis seperti, Degradasi protein, Oksidasi lemak, Penguraian Khitin, Racun
histamin, dan Black spot.
Black spot yaitu noda atau bercak-bercak hitam pada kulit udang yang terjadi
pada berberapa jam setelah kematian. Black spot dipengaruhi oleh adanya radiasi
sinar matahri terhadap kulit udang. Biasanya terjadi pada saat panen berlangsung.
Pada umumnya, radiasi sinar ultraviolet akan mempengaruhi enzim tyrosine untuk
memproduksi melanin dalam jumlah yang besar sehingga akan timbul bercak-
bercak hitam yang mengakibatkan kulit menjadi lebih gelap, sedangkan pada
udang, proses melanosis ini berdampak lebih nyata. Bercak hitam biasanya akan
timbul setelah berberapa jam saja pada udang yang tidak dilakukan pendinginan
setelah panen. Noda ini mulai berkembang dari kepala lalu meluas ke membran
kulit penghubung sirip tubuh, punggung hi gga sirip ekor. Pada tingkat lanjut,
meluas juga ke sirip dan kaki. Adanya Black spot pada udang sangat dipengaruhi
oleh tingginya konsentrasi substrat tyrosine pada kulitchitin udang, oksigen
molikuler dan enzim tyrosinase. Enzim oksidatif tyrosine akan diubah menjadi
melanin berwarna hitam yang menutupi hampir seluruh permukaan tubuh
(Anonim, 2009)
2.2.3 Penurunan Mutu Secara Bakteriologis
Udang merupakan hasil perikanan yang mudah membusuk dan dalam waktu
kurang lebih satu jam setelah penangkapan akan segera menjadi busuk setelah
melawati masa kekakuan sehingga pendinginan atau pembekuan harus segera
dilakukan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Kesegaran udang akan dapat
dipertahankan jika disimpan dalam suhu rendah sekitar 0C serta melindungi
udang dari pengeringan oleh tiupan angin dan terik matahari (Ilyas, 1993).
Menurut Junianto (2003), selama ikan hidup bakteri yang terdapat dalam
saluran pencernaan, insang, saluran darah dan permukaan kulit tidak dapat
merusak atau menyerang bagian-bagian tubuh ikan. Hal ini disebabkan bagian-
bagian tubuh ikan tersebut mempunyai batas pencegah (barier) terhadap
penyerangan bakteri. Setelah ikan mati, kemampuan barier tadi hilang sehingga
bakteri segera masuk kedalam daging ikan melalui keempat bagian tadi.
9

Penurunan secara bakteriologis adalah suatu penurunan mutu yang terjadi


karena adanya kegiatan bakteri yang berasal dari selaput lendir dari permukaan
tubuh, insang dan saluran pencernaan. Penurunan mutu ini mengakibatkan daging
udang terurai dan menimbulkan bau busuk (Purwaningsih, 1995).
2.3 Usaha Pencegahan Kemunduran Mutu
Udang yang segar sebaiknya tidak dicampur dengan udang yang tidak
segar. Tindakan ini untuk menghindari kontaminasi bakteri dari udang yang tidak
segar. Penerapan prinsip rantai dingin (cold chain system) yaitu udang akan selalu
dijaga suhunya sekitar 0oC semenjak mulai ditangkap atau dipanen sampai ke
tangan konsumen yang bertujuan untuk menghambat proses pembusukan dengan
menurunkan temperatur maka aktivitas bakteri, enzim dan reaksi kimia dapat
diperlambat. Bila penurunan temperatur mencapai suhu 18oC atau lebih rendah
lagi atau dengan kata lain ikan dibekukan, maka proses pembusukan tersebut
hampir dapat dihentikan sama sekali.
Untuk menghindari terjadinya kemunduran mutu setelah udang dibekukan
adalah dengan membekukan udang tanpa kepala karena pada bagian ini banyak
terdapat enzim, terutama yang berhubungan dengan pencernaan dan pengemasan
yang benar (Purwaningsih, 1995).
2.4 Jenis Jenis Produk Udang Beku
Menurut Sumardika dkk (2014), jenis - jenis produk udang ada sekitar 32
jenis, namun diantaranya ada berberapa yang dapat diolah menjadi produk beku,
adapun nama produk olahannya sebagian besar menggunakan nama asing
mengingat bahwa produk ini secara umum telah beredar dipasar internasional.
Adapun jenis olahan produk udang beku sebagai berikut :
1) Whole Shrimp ( udang utuh)
Udang utuh adalah udang dalam keadaan utuh apa adanya baik dalam
keadaan hidup maupun mati dalam keadaan segar atau beku. Udang utuh segar ini
umumnya dikemas dalam bentuk semi block atau semi IQF dalam satu kemasan
biasanya dalam jumlah 2 kg (5 lbs) dan 1,8 kg (4 lbs)

2) Peeled shrimp
10

Jenis olahan udang tanpa kepala dan tanpa kulit tau kulitnya dikupas
(dihilangkan) dan jenis olahan ini terdiri dari dua macam yaitu :
1) Peeled Undeveined (PUD) udang yang dikupas kulitnya tetapi intestinanya
tidak dikeluarkan atau dihilangkan dan sering disingkat dengan PUD.
2) Peeled and deveined yaitu yang dihilangkan intestinannya dan disingkat
dengan P&D.
3) Whole Cooke Shrimp
Jenis olahan ini biasanya diperuntunkan bagi udang-udang yang berasal dari
perairan dingin. Udang jenis ini direbus dan dibekukan secara IQF, meskipun
udang jenis ini selalu dalam keadaan mentah namun langsung direbus ditempat
penjualan atau retail dan langsung bisa dimakan.
4) Cooked and Peeled Shrimp
Cara pengolahan jenis ini adalah dengan melakukan pengupasan terhadap kulit
tetapi dengan menyisakan satu segmen yang ada dibagian ekor termaksud ekor
utama untuk yang berukuran besar, sedangkan untuk udang yang berukuran kecil
semua kulitnya dikupas.
5) Value added product (VAP)
Produk VAP adalah produk udang yang telah mengalami perlakuan
tambahan, dan produk ini biasanya diolah dari bahan baku udang dengan size 21
dan 31. Produk PAV ada 2 jenis :
1. VAP belly cut (BC) yaitu produk udang beku yang dikupas dan disisakan
satu ruas dekat ekor dan kemudian dipijit dan diluruskan .
2. VAP non belly cut (NBC) yaitu produk udang beku yang dikupas tetapi
tidak dipijit dan diluruskan, hanya dibuang bagian ususnya.
2.5 Proses Pengolahan Udang Windu PUD Beku
Olahan udang Peeled Undevine (PUD) yaitu olahan yang sebagaimana
diutarakan diatas olahan PUD ini ada juga bentuk olahan yang disebut dengan
Peeled Tail On (PTO), yaitu cara pengupasan kulit udang secara keseluruhan dan
disisahkan satu segmen yaitu segmen pada terakhir yang dekat dengan ekor,dan
termaksud ekornya dibiarkan tetap utuh (Sumardika dkk, 2014)
11

Tekenik penangan dan pengolahan udang peeled undeveined (PUD)


mentah beku Berdasarkan udang kupas mentah beku SNI 01-3457.3-2006 adalah
sebagai berikut :
1. Penerimaan bahan baku
Sampai di unit pengolahan udang harus diperiksa suhu internal dan nilai
sensorinya. Udang yang mengandung bahan berbahaya,busuk dan mengandung
bahan benda asing yang tidak dapat dihilangkan melalui prosedur normal
penyortiran harus ditolak dan suhu selama pengolahan harus dipertahankan
maksimal 5C.
Udang yang sudah diperiksa nilai sensorinya harus segera dihilangkan esnya
dan dicuci menggunakan air yang memenuhi persyaratan. Air untuk pencucian
harus mengalir, tidak boleh diresirkulasi. Udang yang telah dihilangkan lapisan
esnya untuk penimbangan harus didinginkan kembali bila tidak langsung diproses,
suhu penyimpanan udang untuk menunggu proses pengolahan harus
dipertahankan antara 0-50C, tergantung lamanya penyimpanan, untuk menjaga
udang supaya tidak menjadi rusak.
2. Pencucian 1
Tujuan dari pencucian ini untuk menghilangkan kotoran yang menempel
pada udang dan bebas dari bakteri patogen. Udang dimasukan kedalam keranjang
lalu dicuci dengan air dingin yang mengalir dan dilakukan secara cepat, cermat
dan saniter untuk mempertahankan suhu produk maksimal 5oC.
3. Pemotongan Kepala dan Pengupasan Kulit
Bahan baku yang diterima diunit pengolahan apabila dalam bentuk utuh
dilakukan pemotongan kepala dan pengupasan kulit. Untuk produk tail on
pengupasan kulit hanya sampai pada batas ruas terakhir. Pengupasan dilakukan
secara hati-hati, cepat, cermat, dan saniter dengan suhu produk maksimal 5oC.
Menurut Purwaningsih (1995), tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk
membuang bagian kepala yang merupakan tempat berkumpulnya kotoran udang
sebagai sumber bakteri sehingga kontaminasi bakteri dapat ditekan.
4. Pengupasan
pengupasan dapat dilakukan dengan tangan atau dengan cara lain. Apabila
dilakukan dengan tangan harus memakai sarung tangan. Kulit dikupas mulai ari
12

ruas pertama sampai dengan ruas kelima, sedangkan ruas terakhir dan ekor
disisakan.
5. Pencucian 2
Menurut Hadiwiyoto (1993), air pencucian harus dalam keadaan dingin
bersuhu 0-60C, setiap kali pencucian air dalam bak diganti atau kedalam bak
dialirkan air bersih dan dingin secara terus menerus.
Udang yang telah dilakukan pemotongan kepala, selanjutnya dilakukan
pencucian menggunakan air bersih dengan cara mencelupkan berulang-ulang atau
dengan sistem air mengalir. Udang dimasukan kedalam keranjang lalu dicuci
dengan air dingin yang mengalir dan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter
untuk mempertahankan suhu produk maksimal 5oC..
6. Sortasi
Udang dipisahkan berdasarkan mutu, dan ukuran. Sortasi dilakukan secara
organoleptik. Sortasi dilakukan secara cepat, cermat dan saniter untuk
mempertahankan suhu produk maksimal 5oC.sortasi dilakukan sampai berberapa
tingkat untuk melakukan koreksi dan pengecekan ulang dan pembersih kotoran
yang masih ada sehingga diperoleh pengelompokkan yang sesuai. Dalam sortasi
ukuran tidakdidasarkan pada panjang atau garis tengah tubuh udang melainkan
berdasarkan pada jumlah udang dalam satu unit berat tertentu (Hadiwiyoto, 1993)
7. Penimbangan
Untuk mendapatkan berat yang sesuai dengan ukuran yang diharapkan dan
bebas dari bakteri patogen, udang dimasukan ke dalam keranjang plastik dan
kemudian ditimbang sesuai dengan berat yang ditentukan. Penimbangan
dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal.
8. Pembelahan atau Tanpa Pembelahan
Pembelahan dilakukan dibagian punggung untuk membersihkan saluran
pencernaan dan itu hanya dilakukan pada produk peeled dan butterfly sedangkan
untuk produk tanpa pembelahan langsung dilakukan proses pencucian akhir dan
dilakukan secara cepat, cermat dan saniter untuk mempertahankan suhu produk
maksimal 5oC.
13

9. Pencucian 3
Pencucian akhir atau pencucian ulang dilakukan untuk menghilangkan sisa
kotoran setelah dilakukan pengupasan atau pembelahan dan sekaligus
pembuangan benda-benda asing seperti potongan-potongan serangga, rambut dan
lain-lain.
Menurut Ilyas (1983) penanganan dengan air dingin dalam deret -10C sampai
50C dapat menahan pertumbuhan bakteri. Penggunaan bahan desinfektan atau
anti-oksidan harus selalu dikontrol konsentrasinya sehingga tujuan yang hendak
dicapai dari penambahan dari bahan baku tersebut efektif.
10. Penyusunan
Mendapatkan susunan udang yang rapi dan bebas dari bakteri patogen, udang
disusun dalam pan pembekuan satu per satu. Proses penyusunan harus dilakukan
dengan cepat, cermat dan saniter dengan suhu produk maksimal 5oC.
11. Pembekuan
Membekukan produk hingga mencapai suhu pusat maksimal -18oC secara
cepat dan tidak mengakibatkan pengeringan terhadap produk. Udang yang sudah
disusun dalam pan pembekuan ditambahkan air dingin, kemudian dibekukan
dalam alat pembeku (freezer) hingga suhu pusat mencapai maksimal -18oC dalam
waktu maksimal 4 jam.
12. Penggelasan
Melapisi udang dengan air es agar tidak mudah terjadi pengeringan pada saat
penyimpanan, udang kupas mentah beku yang telah dilepaskan dari pan pembeku
kemudian disemprot dengan air dingin. Proses penggelasan harus dilakukan
secara cepat, cermat dan saniter dengan mempertahnkan suhu pusat udang
maksimal -18oC.
Udang beku secepatnya dikeluarkan dari pan pembeku dengan cara
dicelupkan dalam air dingin (0C sampai dengan 50C) untuk tujuan penggelasan.
Adapun tujuan dari penggelasan adalah mencegah pelekatan antar bahan baku,
mencegah produk dari ketengikan akibat oksidasi, melindungi produk dari
kekeringan selama penyimpanan dan memperbaiki penampakan (Purwaningsih,
1995).
14

13. Pengepakan
Melindungi produk dari kontaminan dan kerusakan selama tranportasi dan
penyimpanan serta sesuai dengan label, kemudian dilkaukan pengepakan secara
cepat, cermat, dan saniter dengan mempertahnkan suhu pusat udang maksimal
-18oC.
14. Penggelasan (Glazing)
Udang beku secepatnya dikeluarkan dari pan pembeku dengan cara
dicelupkan dalam air dingin (0C sampai dengan 50C) untuk tujuan penggelasan.
Adapun tujuan dari penggelasan adalah mencegah pelekatan antar bahan baku,
mencegah produk dari ketengikan akibat oksidasi, melindungi produk dari
kekeringan selama penyimpanan dan memperbaiki penampakan (Purwaningsih,
1995).
Menurut Hadiwiyoto (1993), penggelasan mempunyai beberapa keuntungan
antara lain :
Mengurangi terjadinya dehidrasi selama penyimpanan beku
Mencegah oksidasi lemak ikan/udang oleh oksigen dari udara selama
penyimpanan
Memberikan kenampakan yang lebih menarik pada ikan/udang beku.
Lapisan es yang tipis akan tampak transparan dan bercahaya
15. Pengemasan
Bahan-bahan pengemas untuk produk udang kupas mentah beku harus cukup
bersih, kuat dan tahan perlakuan phisis, mempunyai permeabilitas yang rendah
terhadap uap air, gas dan bau, kedap minyak atau lemak dan dilapisi lilin.
Pembungkus (bahan pembungkus) harus terbuat dari bahan yang bersih dan
memenuhi persyaratan bagi produk, metode pengolahan dan pemasaran. Bahan
pengemas tersebut tidak boleh mencemari produk yang dikemas dan harus
disimpan ditempat khusus yang saniter dan higienis.
Produk akhir harus dikemas dengan cepat, cermat serta saniter dan hygiene.
Pengemasan dirancang sedemikian rupa sehingga kelihatan menarik,
menyenangkan, ekonomis dan cukup melindungi produk. Pengemasan yang
menggunakan kantong plastik atau wadah lain harus dilakukan dengan hati-hati
dan sempurna agar tidak terjadi suatu kerusakan. Pengemasan harus dilakukan
15

dalam kondisi yang tepat mencegah terjadinya penularan dan kontaminasi dari
luar terhadap produk akhir.
16. Penyimpanan
Penyimpanan produk harus didalam gudang beku (Cold storage) dengan suhu
maksimal -25C. Penataan produk didalam gudang diatur sedemikian rupa
sehingga memungkinkan sirkulasi udara dingin dapat merata keseluruh
permukaan produk.
Pendinginanan adalah proses pengambilan panas dari suatu bahan sehingga
suhunya akan menjadi lebih rendah dari sekelilingnya. Penggunaan suhu rendah
dapat dilakukan untuk menghambat atau mencegah reaksi reaksi kimia, reaksi
enzimatis dan pertumbuhan mikroba ( Sumandiarsa, 2012).
Secara garis besar suhu yang digunakan dalam pendinginan menjadi pokok
diantara pendinginan ini, suhu pendinginan produk perikanan biasanya berkisar
antara 0 5oc akibatnya reaksi biokimia dan perubahan akibat pertumbuhan
mikroba menjadi lambat atau menurun bahkan terhenti. Tinggi rendahnya suhu
pendinginan yang dapat dicapai sangat berpengaruh terhadap daya awetdan daya
simpan (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
2.6 Persyaratan Mutu
Pada persyaratan mutu, aspek-aspek yang perlu diuraikan mengenai
persyaratan mutu bahan baku udang windu (Panaenus Monodon ) persyaratan
mutu Produk udang PUD dan persyaratan mutu bahan penolong ( air dan es ).
2.6.1 Persyaratan Mutu Bahan Baku
Menurut SK Menteri Kelautan dan Perikanan nomor : Kep. 01/Men/2002
Persyaratan bahan baku produk perikanan adalah :
1. Udang yang diolah tidak boleh berasal dari atau ditangkap dilahan perairan
yang tercemar
2. Udang yang diolah baik utntuk keperluan konsumsi dalam negeri maupun
ekspor harus memenuhi standar mutu yang ditetapkann untuk setiap jenis
komoditas sesuai dengan komoditas yang berlaku.
Udang sebagai salah satu produk yang mudah sekali busuk ( Highly
perishable ), maka penanganan dan produksi yang baik mutalk diperlukan agar
16

pada saat dikonsumsi mutu terutama ditentukan oleh keadaan fisik, organoleptik
( rupa, warna, bau, rasa, dan tekstur ).
Adapun persyaratan mutu udang segar menurut SNI 01- 2728.1-2006 dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Persyaratan mutu udang segar
Jenis uji Satuan Persyaratan mutu
a Organoleptik : Angka (1-9) Min 7
b. Cemaran mikroba :
- ALT / gram, maks Koloni/gr Max 5 x 10 5
- Escherrcia coli APM/gr Max < 2
- Salmonella *) APM/25 gr Negative
- Vibrio cholerae *) APM/ 25 gr Negative
c. Cemaran kimia
- Kloramfenikol g/kg Max 0
- Nitrofuran g/kg Max 0
- Tetrasiklin g/kg Max 100
d. Filth - Mak 0
Sumber : BSN (2006)
Keterangan : ALT = Angka Lempeng Total
2.6.2 Persyaratan Mutu Produk Udang PUD Beku
Persyaratan mutu udang PUD mentah beku yang berdasarkan pada SNI
01-3457.1-2006 mengenai udang kupas mentah beku adalah seperti pada Tabel 3.
Tabel 3 . Persyaratan mutu dan keamanan pangan.

Jenis uji Satuan Persyaratan


a Organoleptik Angka (1-9) minimal 7
c Cemaran mikroba:
- ALT koloni/g maksimal 5,0 x 104
- Escherichia coli APM/g maksimal <2 negatif
- Salmonella APM/g negative
- Vibrio cholera APM/g negative
c Cemaran kimia:*
- Kloramfenikol g/kg maksimal 0
- Nitrofuran g/kg maksimal 0
- Tetrasiklin g/kg maksimal 100
d Fisika:
- Suhu pusat C maksimal -18
e Filth - maksimal 0
CATATAN* Bila diperlukan
Sumber : BSN (2006)
17

Hal ini dimaksudkan agar diperoleh produk akhir yang bermutu tinggi
karena hanya dengan bahan baku yang mempunyai mutu dan kesegaran paling
tinggi akan menghasilkan produk akhir yang tinggi mutunya pula.
2.7 Persyaratan Dasar Unit Pengolahan (Ditjen P2HP, 2013)
2.7.1 Persyaratan fisik
2.7.1.1. Lokasi
Bangunan Unit Pengolahan harus dibangun didaerah yang bebas dari kotoran
yang bersifat bakteriologis, biologis, fisis dan kimia seperti didaerah daerah rawa,
pembuangan sampah, perkampungan kumuh, dekat tempat tempat yang
mengalami pencemaran udara dan air, dan sumber sumber pengotoran lainnya,
sehingga tidak menimbulkan penularan dan kontaminasi terhadap produk
sehingga membahayakan konsumen. Oleh karena itu unit pengolahan ikan
mestilah di bangun dengan memperhatikan hal hal berikut :
1) Perkiraan sumber-sumber kontaminasi yang potensial
2) Kecukupan dan mutu pasokan air
3) Pembuangan air limbah
4) Kecukupan listrik
5) Ketersediaan transportasi
Dalam merancang bangunan mestilah dilihat lingkungan sekeliling lokasi
unit pengolahan tersebut, dimana lokasi unit pengolahan mestilah bebas dari
kemungkinan banjir.
2.7.1.2 Bangunan
1) Denah
Bangunan unit pengolahan dan sekitarnya harus dirancang dan ditata,
ruangan dipisahkan dengan batas yang jelas, luas tiap ruangan dan peralatan harus
cukup, sehingga aliran proses pengolahan dapat berjalan lancar, cepat dan tidak
terjadi kontaminasi silang tanpa mengakibatkan berdesaknya pekerja.
2) Lantai
Lantai untuk pekerjaan basah tampat ikan diterima, diolah, atau dikemas
dijaga kemiringan, terbuat dari bahan kedap air, tahan lama dan mudah
dibersihkan. Pertemuan antara lantai dan dinding melengkungan dan kedap air.
18

3) Dinding
Permukaan dinding bagian dalam dari ruangan yang sifatnya untuk pekerjaan
basah harus kedap air, permukaan halus, rata, serta berwarna terang. Sampai
ketinggian dua meter dari lantai harus dapat dicuci dan tahan terhadap bahan
kimia dan tidak boleh ditempatkan sesuatu yang mengganggu operasi
pembersihkan.
4) Langit-langit
Tinggi langit-langit untuk ruangan pengolahan minimum tiga meter, dicat anti
jamur. Adanya exhaust fan mencegah kondensasi di permuakaan langit-langit.
Lampu, pipa, gas, air, udara, listrik harus dibungkus dan di rekayasa agar tidak
menimbulkan kontaminsi terhadap bahan baku maupun produk akhir, akibat
kondensasi dan kebocoran.
5) Ventilasi
Harus tersedia ventilasi agar udara bersirkulasi, menghilangkan bau yang
tidak diinginkan, mencegah pengembunan dan pertumbuhan jamur, panas yang
berlebihan (perbedaan yang besar antara suhu udara dan suhu produk) dan
menghindari kontaminasi dari debu dan gas.
6) Penerangan
Semua permukaan ruangan harus mendapatkan penerangan yang cukup (20
foot candle atau 220 lux), ruangan pengawasan (50 fc atau 540 lux), dan ruangan
lain (10 fc atau 110 lux) dan lampu ditutup dengan kasa.
7) Pintu
Permukaan pintu harus tahan karat, halus rata, serta tahan air dan mudah
dibersihkan. Pintu tersebut harus dirancang sehingga dapat menutup dengan
sendirinya dan cukup lebar.
8) Selokan
Kontruksi selokan air harus baik agar air dan kotoran mengalir dengan lancar,
dilengkapi dengan alat pencegah masuknya tikus/binatang lain keruang
pengolahan dengan bak control untuk menghilangkan limbah padat.
19

2.7.1.3 Fasilitas
1) Perlengkapan Anti Serangga
Ruangan penanganan dan pengolahan harus dilengkapi dengan peralatan
pencegah masuknya serangga, tikus, burung, dan hama binatang lain serta
binatang peliharaan.
2) Ruang Istirahat
Harus tersedia ruang istirahat yang luas sesuai jumlah pekerja pabrik minimal
2 m2 untuk setiap pekerja. Ruangan tersebut dilengkapi tempat cuci tangan dan
ruang ganti pakaian serta terpisah dari ruang pengolahan.
3) Ruang Makan
Perlu ada ruang makan yang bersih dan cukup luas minimal 2 m2 untuk setiap
pekerja. Ruangan ini letaknya terpisah dari ruangan pengolahan dan ruangan
istirahat.
4) Jamban
Pabrik harus dilengkapi dengan jamban yang tidak berhubungan langsung
dengan ruang pengolahan, bertipe leher angsa, jumlah cukup dan dilengkapi
tempat cuci tangan terpisah. Jumlah jamban/ toilet dengan formula seperti pada
Tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4. Jumlah penyediaan toilet di pabrik
Jumlah Pekerja Jumlah Toilet
19 1 unit
10 24 2 unit
25 49 3 unit
50 100 5 unit
(Ditjenkan, 1997)
Tempat buang air kecil bisa menggantikan toilet, namun jumlahnya tidak
boleh dari sepertiga dari toilet total. Diatas 100 pekerja, setiap penambahan 30
pekerja membutuhkan satu toilet.
5) Tempat Cuci Tangan
Dalam unit pengolahan harus tersedia minimal satu tempat cuci tangan untuk
setiap 10 karyawan. Tempat cuci tangan dilengkapi air panas dan dingin yang
cukup, sabun, kertas tissue dan tempat sampah bertutup, serta keran air dengan
pedal kaki atau keran dorong menggunakan sikut.
20

6) Kamar Mandi
Unit pengolahan harus dilengkapi kamar mandi sistem pancuran dengan air
bersih yang cukup, minimal sebuah pancuran dengan air bersih yang cukup,
minimal sebuah pancuran untuk lima karyawan, kamar mandi wanita harus
terpisah dengan kamar mandi pria.
7) Tempat Sampah
Perlu tersedia tempat sampah bertutup dengan jumlah dan kapasitas yang
cukup untuk menampung sampah / kotoran.
8) Peralatan dan Perlengkapan
Permukaan peralatan dan perlengkapan yang berhubungan langsung dengan
proses pengolahan bahan harus halus, bebas dari lubang-lubang dan celah, tidak
menyerap air dan tidak berkarat, dan tidak menimbulkan racun. Tidak dibuat dari
kayu, logam besi (mudah berkarat), kuningan dan logam galvanisir.
9) Laboratorium
Laboratorium dalam unit pengolahan harus aktif melaksanakan monitoring
terhadap bahan baku dari awal sampai akhir, bahan pembantu dan bahan
tambahan, kebersihan peralatan dan mutu produk akhir dengan tenaga analis yang
professional dan mencukupi jumlahnya.
2.7.2 Persyaratan Operasional
2.7.2.1 Good Manufacturing Practies (GMP)
Good manufacturing Practies (GMP) atau cara produksi yang baik adalah
merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan dengan tujuan agar
produsen memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk
menghasilkan produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen
(Winanrno,2005)
Good Manufacturing Practice (GMP) juga merupakan pedoman persyaratan
dan tata cara berproduksi yang baik bagi suatu unit pengolahan ikan yang meliputi
tentang :
Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi makanan tidak boleh
merugikan atau membahayakan kesehatan dan harus memenuhi standar mutu atau
persyaratan yang ditetapkan. Bahan baku harus mendapatkan pengawasan yang
21

terus menerus, mulai saat ditangkap sampai selama proses pengolahan


berlangsung. Bahan baku tidak boleh diterima oleh unit pengolahan, jika diketahui
ada yang busuk, mengandung racun dan benda benda asing yang tidak dapat
disingkirkan (Winarno, 2005).
Penanganan dan Pengolahan
Tahap-tahap penanganan dan pengolahan harus tepat waktunya,
sebagaimana ditentukan dalam rencana produksi, guna mencegah penularan dan
kontaminasi, kemunduran mutu, dan terjadi pembusukan dan kemungkinan
terbentuk racun.
Pengolahan hasil perikanan umumnya bertujuan untuk mencegah
terjadinya kerusakan sehingga hasil perikanan dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pangan baik dalam keadaan segar maupun sebagai produk olahan. Pengolahan
dapat dihambat pertumbuhan mikroba.

Pengepakan dan Pembungkusan


Pengepakan dan pembungkusan harus dilakukan pada kondisi yang
higienis untuk menghindari kontaminasi pada hasil perikanan. Bahan pengepak
dan bahan lain yang kontak langsung dengan hasil perikanan harus memenuhi
persyaratan higiene, dan khususnya.
1) Tidak boleh mempengaruhi karakteristik organoleptik dari hasil perikanan
2) Tidak boleh menularkan bahan-bahan yang membahayakan kesehatan
manusia
3) Harus cukup kuat melindungi hasil perikanan.
Pembungkusan perlu dilakukan untuk melindungi produk, memperindah
dan memberi daya tarik kepada pembeli. Pembungkus harus kedap air untuk
melindungi produk untuk mengurangi oksidasi produk. Bahan harus dapat
menahan uap air agar dapat mencegah penguapan produk selama penyimpanan
(Murniyati dan Sunarman, 2000)
Penyimpanan
Bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong serta produk akhir harus
disimpan terpisah dalam masing-masing ruangan yang bersih, bebas serangga,
binatang pengerat dan atau binatang lain, cukup penerangan, terjamin peredaran
udara dan pada suhu yang sesuai (Winarno, 2005).
22

Bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong serta produk akhir harus
ditandai dan harus ditempatkan sedemikian rupa hingga :
1) Jelas dibedakan antara yang belum diperiksa dan yang sudah diperiksa;
2) Jelas dibedakan antara yang memenuhi persyaratan dan yang tidak
memenuhi persyaratan;
3) Bahan yang terdahulu diterima, digunakan terlebih dahulu;
4) Produk akhir yang terdahulu dibuat, diedarkan terlebih dahulu.
Bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong serta produk akhir harus
disimpan dengan sistem kartu :
1) Bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong harus disebutkan nama,
tanggal penerimaan, asal, jumlah penerimaan, tanggal pengeluaran, jumlah
pengeluaran, sisa akhir, tanggal pemeriksaan dan hasil pemeriksaan.
2) Produk akhir harus disebutkan nama, tanggal pembuatan, kode produksi,
tanggal penerimaan, jumlah penerimaan, tanggal pengeluaran, tujuan
pengeluaran, jumlah pengeluaran, sisa akhir, tanggal pemeriksaan dan
hasil pemeriksaan (Winarno, 2005).
Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan alat pencatat suhu yang
mudah dibaca, sensor suhu harus diletakkan jauh dari sumber/mesin pendingin
atau di tempat yang suhunya paling tinggi di dalam tempat penyimpanan tersebut.
Data pencatatan suhu harus tersedia untuk pemeriksaan oleh Instansi berwenang
sekurang-kurangya selama masa penyimpanan produk tersebut.
Pengangkutan dan Distribusi
Penggunaan kendaraan pengangkut hasil perikanan dengan kontruksi dan
dilengkapi peralatan sedemikian rupa, sehingga suhu dapat dijaga selama
pengangkutan. Es digunakan untuk pendinginan maka harus ada saluran
pembuangan untuk menjamin lelehan es tidak menggenangi produk. Permukaan
bagian dalam dari alat transportasi harus didesain sedemikian rupa sehingga tidak
merusak produk, di mana permukaannya harus rata, mudah dibersihkan, dan
disanitasi. Penggunaan alat pengangkut yang tidak dapat mengkontaminasi
produk hasil perikanan. Pengangkutan tidak diperbolehkan menggunakan
kendaraan atau wadah yang tidak bersih kecuali disanitasi terlebih dahulu.
Persyaratan pengangkutan hasil perikanan yang dipasarkan dalam keadaan hidup
23

harus tidak berpengaruh buruk terhadap hasil perikanan tersebut (KEP.


01/MEN/2007).
2.7.2.2 Standar Prosedur Operasional Sanitasi (SSOP)
Standar Sanitation Operation Procedur (SSOP) merupakan prosedur atau
tata cara yang digunakan oleh industri untuk membantu mencapai tujuan atau
sasaran keseluruhan yang diharapkan GMP dalam memproduksi makanan yang
bermutu tinggi aman dan tertib (Winarno, 2005).
Sanitasi dan higiene hasil perikanan adalah upaya pencegahan terhadap
kemungkinan tumbuhnya dan berkembang biaknya jasad renik pathogen dan
pembusuk pada hasil perikanan, peralatan dan bangunan yang dapat merusak
serta membahayakan manusia. Persyaratan sanitasi adalah standar kebersihan dan
kesehatan yang harus dipenuhi, termasuk standar higiene.
Standar operasi sanitasi unit pengolahan ikan meliputi 8 kunci pokok,
sebagai berikut:
1) Pasokan air dan es
Air merupakan salah satu hal yang paling fatal dalam industri pengolahan
ikan. Sumber air harus berasal dari sumber yang dapat percayakan seperti PAM,
Sumur, air laut, syarat air bersih dan dimonitoring kualitas air minimal 6 bulan 1
kali.
SSOP untuk kemanan air mencangkup petugas dan prosedur standar yang
digunakan untuk menjamin keamanan air. Didalamnya akan ditetapkan tahapan-
tahapan perlakuan untuk air yang diterapkan agar dipeoleh air dengan kualitas
tertentu (Thaheer, 2005).
2) Peralatan dan pakaian kerja
Permukaan peralatan yang kontak langsung produk terbuat dari bahan
yang tahan korosi dan tidak bereaksi dengan produk. Pakaian kerja termasuk alat-
alat seperti pisau harus dijamin kebersihannya, wadah seperti keranjang, plastik,
blong, pisau dicuci dengan air bersih dan pakaian kerja dicuci setiap hari, oleh
pihak perusahan, sepatu dicuci dengan mencelupkan dan menyikat dalam larutan
klorin, kadar 150 ppm semua peralatan/wadah disimpan ditempat bersih.
24

Prosedur pembersihan harus juga mencangkup cara (metode) pembersihan,


baik dengan penyemprotan, busa gel, detergen ionis, noninois, maupun kationik
serta konsentrasi yang digunakan (Thaheer, 2005).
3) Pencegahan kontaminasi silang
SSOP ini meliputi fasilitas cuci tangan, sanitasi tangan, serta toliet yang
digunakan. Di dalamnya tercakup prosedur,penjadwalan, petugas pembersihan
dan jenis pembersihannya yang digunakan. Disamping itu, juga mencangkup
kebijakan perusahaan tentang cuci tangn dan sanitasi tangan. Pemantauan
kebersihan karyawan dan fasilitas kebersihan dilakukan oleh supervaisor yang
ditunjuk dan didokumentasikan hasil pemantauannya (Thaheer, 2005).
4) Toilet dan tempat cuci tangan
Toilet adalah sumber pencemaran terbesar karena merupakan sumber
bakteri untuk itu toilet harus dilengkapi dengan fasilitas kebersihan seperti air,
sabun, gayung dan ada ventilasi, pintu tidak menyerap air. Jumlah toilet per
orang adalah 10-15 orang tiap toilet.
Pabrik harus dilengkapi dengan jamban yang cukup untuk karyawan
jumlah jamban yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :
1. 1 24 karyawan = 1 jamban dan petusan ( urinoir )
2. 25 50 karyawan = 2 jamban dan 2 petursan ( urinior )
3. 50 - 100 karyawan = 3 jamban dan 3 peturasan ( urinior )
5) Bahan kimia, pembersih dan saniter
Semi bahan kimia, pembersih dan saniter (lubricant/oli, minyak, pestisida
dan bahan-bahan pembersih harus sesuai dgn persyaratan) digunakan sesuai
petunjuk dan persyaratan semua bahan kimia, pembersih dan saniter diberi label
dengan jelas disimpan di tempat khusus dan terpisah.
6) Syarat label dan penyimpanan
Bahan pengemas tidak bereaksi dengan produk dan mampu melindungi
produk, mencantumkan isi, merek dagang, asal negara, perusahan produsen, berat
bersih, komposisi, masa kadaluarsa dan persyaratan penyimpanan. Ruang
penyimpanan terjaga kebersihannya penyimpanan sesuai persyaratan dan jenis
produk.
25

Bahan baku segar disimpan dalam wadah yang baik dengan menggunakan
es dengan suhu pusat 5oC atau lebih rendah dan untuk bahan baku disimpan dalam
gudang beku (cold storage) dengan suhu -20oC atau lebih rendah dengan fluktuasi
1oC secara saniter dan higienis
7) Kesehatan karyawan
Kondisi kesehatan karyawan dimonitor oleh pihak perusahaan bagi
karyawan yang menderita sakit dan diduga dapat mencemari produk dilarang
bekerja di unit proses jenis penyakit yang mungkin mengkontaminasi seperti
batuk/pilek, flu, diare, penyakit kulit, dsb
Higiene dan kesehatan karyawan ternyata berpengaruh besar pada kualitas
produk akhir. Prosedur standar bagi higiene dan kesehatan karyawan perlu
dilakukan, terutama bagi mereka yang langsung kontak dengan pengolahan
makanan. Kesehatan karyawan harus diperiksa secara periodikuntuk menjaga
bahwa seorang karyawanpun menderita penyakit yang dapat betindak sebagai
mikroba (Winarno, 2005).
8) Pengendalian pest
Hama merupakan binatang atau serangga yang tidak dikhendaki
keberadaanya sedikit atau banyak dalam makanan manusia. Hama sering kali
menyebabkan kontaminasi yang membhayakan, pada banyak kasus dapat
menyebabkan kontaminasi yang membahayakan, pada banyak kasusdapat
menyebabkan food borne illness bahkan kematian (Thaheer, 2005).
2.8 Penilaian Kelayakan dasar Unit Pengolahan (Ditjen P2HP, 2013)
Menurut Thaheer (2005), program manajemen mutu terpadu PMMT
berdasarkan konsep HACCP tidak dapat berdiri sendiri dan dilaksanakan secara
terpisah, tetapi merupakan bagian dari suatu sistemyang lebih besar dari sistem
pengawasan.
Perbedaan antara GMP dan SSOP, yaitu GMP secara umum berfokus dan
berakibat pada banyak aspek, baik aspek operasi pelaksanaan tugas yang terjadi
didalam pabriknya sendiri maupun operasi personil. SSOP merupakan prosedur
atau tata cara yang digunakan oleh industri untuk membantu mencapai tujuan atau
sasaran keseluruhan yang diharapkan GMP dalam memproduksi makanan yang
bermutu tinggi, aman dan tertib ( Winarno, 2004).
26

Proses yang dilakukan untuk memudahkan dalam melakukan pengecekan


terhadap kelayakan dasar unit pengolahan, dilakukan dengan membuat daftar
pengecekan/kuisioner, dan dari hasil pengecekan tersebut dapat ditentukan
tingkatnya (rating) menurut peraturan yang telah dikeluarkan oleh Direktorat
Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (2013). Penilaian tingkat
kelayakan dasar terdapat pada lampiran 8.
Sistem perhitungan dalam kuisioner supervisi sertifikat kelayakan
pengolahan yaitu dengan cara mengisi semua klausul yang terdapat dalam daftar.
Setiap klausul yang terdapat tanda bintang, maka itu wajib terisi dengan nilai (Y)
atau layak. Sedangkan yang lain dapat dinyatakan dengan tidak layak, tetapi harus
ada saran dan rencana tindak lanjut yang dilakukan oleh pihak perusahaan
pengolahan.
2.9 Pembekuan
2.9.1 Proses pembekuan
Pembekuan adalah sautu proses yang dilaksankan didalam alat pembeku
sehingga deret suhu peleburan maksimun dilalui dengan cepat . prose pembekuan
cepat tidak boleh dianggap selesai kecuali produk sudah mencapai suhu -18 oC
atau lebih rendah pusat termalnya, setelah stabilitas termal.
Pada prinsipnya pembekuan udang merupakan salah satu cara
memperlambat terjadinya proses penurunan mutu baik secara autolisis,
bakteriologis, atau oksidasi dengan suhu dingin.
Walaupun dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme serta
memperlambat reaksi kimia dan enzim, pembekuan bukanlah cara untuk
mensterilkan udang. Oleh karena itu, sesudah udang dibekukan dan disimpan
dalam cold storage ( ruang beku ), tidak akan lepas saja dari proses penurunan
mutu (Purwaningsih, 1995).
2.9.2 Jenis jenis Pembekuan
Alat pendingin yang digunakan dalam proses pembekuan disebut freezer. Pada
prinsipnya, alat ini akan menyerap panas dari tubuh ikan yang akan dibekukan dan
memindahkannya ke tempat lain tempat lain dengan perantaraan obat pendingin
(refrigerant).
27

Terdapat berbeapa jenis dari berberapa type alat pembekuan (Freezer) yang
tersedia. Menurut Sumardika dkk, (2014) menyebutkan terdapat berberapa metode
pembekuan yang dibedakan berdasarkan methode atau cara bagaimana dilakukan
proses pembekuan,antara lain :
1) Air Blast freezer
Air Blast freezer adalah alat pembekuan dengan cara menghembuskan udara
dingin secara terus menerus ke permukaan produk yang akan dibekukan dan
biasanya dilakukan dalam suatu ruangan yang berinsulasi.
ABF merupakan proses pembekuan dengan suhu hingga mencapai suhu 30 oC
sampai -40oC dengan kecepatan pembekuan 15 60 m / menit. Kecepatan
pembekuan tergantung pada kecepatan sirkulasi udara dingin.
2) Contact Plate Freezer
Pembeuan pada metode ini produk dibekukan dengan plat plat pembeku
yang ditempelkan pada produk. Pembekuan ini termaksud pembekuan yang baik
karena merupakan pembekuan cepat.
Semua plate freezer dilengkapi dengan sistem hidrolik untuk merapatkan
pelat pelat dengan maksud menghasilkan blok yang lebih padat (Sumandiarsa,
2012).
3) Sharp freezer
Pembekuan merupakan cara paling tua dan bisa digolongkan pada
pembekuan lambat , pembekuan dengan sharp freezer menggunakan bahan
pendingin ammonis, freon 12, atau brine dingin. Prosrs pendinginan tergantung
pada udara dingin yang disirkulasi melalui kipas angin.
4) Immersion Freezers
Type immersion freezer adalah pembekuan dengan cara pembekuan
dengan cara mencelupkan atau merendam produk yang akan dibekukan kedalam
suatu cairan atau larutan umumnya adalah larutan beku dan garam atau brine
dingin, selama beberapa waktu pembekuan.
2.9.3 Suhu pembekuan
Suhu adalah ukuran, intensitas atau kinetik atau petunjuk dari kecepatan
rata rata. Suhu pembekuan merupakan faktor yang sangat penting dalam
menentukan kecepatan pembekuan dan suhu pusat produk akhir dalam hal ini
28

kaitan dengan suhu operasi alat pembeku. Dalam proses pembekuan harus
dilaksanakan dalam alat pembeku yang tepat, sehingga deret suhu untuk mencapai
suhu maksimun dapat dilalui dengan cepat. Dalam hal berkaitan dengan waktu
pembekuan, proses pembekuan cepat tidak boleh dianggap selesai kecuali produk
sudah mencapai suhu pusat -18oC atau lebih rendah daripada suhu termalnya.
2.9.4 Waktu Pembekuan
Tubuh udang sebagian besar (60-80%) terdiri atas cairan yang terdapat di
dalam sel, jaringan dan ruangan-ruangan antar sel. Cairan itu berupa larutan
koloid yang encer yang mengandung berbagai macam garam dan protein.
Sebagian besar cairan itu (67%) berupa free water dan selebihnya (5%) berupa
bound water. Udang mulai membeku pada suhu -0,60C sampai -20C atau rata-rata
-10C (Murniyati dan Sunarman, 2000). Selama proses pembekuan sebagian besar
air itu berubah dari fase cair menjadi fase padat atau es. Awalnya yang membeku
adalah air bebas (free water), kemudian disusul oleh air terikat (bound water).
Proses pembekuan berarti pengenyahan panas dari suhu udang menurun mulai 00C
dan terus menurun melalui -200C, -300C dan atau -400C atau 500C. Pembekuan
dimulai di bagian luar dan bagian tengah membeku paling akhir (Murniyati dan
Sunarman, 2000).
Pembekuan digolongkan menjadi dua yaitu pembekuan cepat dan
pembekuan lambat. Ini didasarkan pada atas lamanya waktu yang diperlukan
untuk melewati daerah terbentuknya kristal es yang dapat berkembang mencapai
ukuran yang maksimal sampai -5oC. Kecepatan membesarnya ukuran kristal
kristal ini tidak linier denga kecepatan penurunan suhu dari 0 C samapai 5 C tetapi
perlu disadari bahwa didalam pembekuan kristal yang berukuran kecil lebih
menguntungkan daripada ukuran kristal es yang lebih besar.
2.9.5 Prinsip Pembekuan
Prinsio dasar dari pembekuan adalah mengenyahkan panas dari ikan
dengan kelajuan tinggi artinya dalam waktu yang lebih singkat, sehingga produk
tidak mengalami perubahan mutu yang berarti dalam mencapai suhu rendah
penyimpanan dan dapat mengawetkan ikan dalam waktu yang panjang selama
penyimpanan beku dan distribusi.
29

Menurut Hariadi (1994), proses pembekuan dapat menghambat atau


menyebabkan kematian sebagian besar bakteri karena :
1. Proses pembekuan mengubah cairan tubuh ikan menjadi kristal kristal es
yang bersuhu sangat rendah, dalam suhu di bawah 0 oC bakteri akan
terhenti aktivitasnya dan tidak dapat berkembang biak lagi.
2. Akibat pembekuan volume cairan sel bakterimenjadi besar dan akan
mencegah dinidng sel bakteri sehingga mematikannya.
Pembekuan cepat yang dilakukan dengan teknik pembekuan kriogenik
biasanya dilakukan yang duntuk produk mahal seperti udang, paha kodok dan
produk lainnya. Secara garis besar, perbandingan antara suhu dengan waktu selam
pembekuan dapat dilihat pada gambar 2 berikut.

Gambar 2. Tahapan proses Pembekuan


Secara singkat proses pembekuan terdiri dari berberapa tahapan yaitu :
1) Fase pertama, suhu produk diturunkan sampai titik beku (freezing
point), yaitu pemindahan sensible heat diatas titik suhu pembekuan.
Pada fase ini pembekuan kristal es akan berlangsung sangat cepat fase
ini berlangsung sekitar 1 jam
2) Fase kedua, kandungan air dalam produk berubah dari keadaan cair ke
keadaan padat sedangkan suhunya tetap. Kristal es yang telah
terbentuk pada bagian luar akan menghambat proses pembekuan tubuh
bagian dalam.
3) Fase ketiga, suhu produk diturunkan sampai titik beku yang ideal
adalah sampai suhu penyimpanan beku ( pemindahan sensible heat
30

sampai dibawah titik pembekuan ) pada fase berlangsung kurang dari 1


jam.
Penjelasan di atas dapat di jelaskan bahwa fase penahanan panas yang
merupakan titik kritis selama pembekuan sangat menentukan apakah suatu
pembekuan dikatak pembekuan cepat atau lambat.
2.9.6 Tujuan Pembekuan
Tujuan dari pembekuan adalah menerapkan metode unggul guna
mempertahnkan sifat mutu tinggi pada udang denga titik penarikan panas secara
efektif dari udang agar suhunya sampai pada suatu tingkat suhu rendah yang stabil
dan mengawet dari arti itu udang hanya mengalami perubahan mutu yang
minimun selama proses pembekuan, penyimpanan beku dan distribusi, sehingga
dapat dinikmati oleh konsumen akan nilai faktor mutunya dalam keadaan segar
atau keadaan olahan seperti yang dimiliki olahan prosuk sebelumnya. Hubungan
saling berpengaruh antara suhu, kegiatan bakteri dan mutu, dapat dilihat pada
Tabel 5 .
Tabel 5. Hubungan Saling Pengaruh antara Suhu, Kegiatan Bakteri dan
Mutu
Suhu Kegiatan bakteri Mutu ikan
Cepat menurun,daya awet
Pada deret suhu tinggi Luar biasa cepat
sangat pendek (3-10 jam)
25o 10oC

Pertumbuhan kurang Mutu menurun kurang cepat,


10oC 2oC
cepat daya awet pendek (2-5 hari)

Daya awet wajar (3-10 hari)


Sebagai produk basah,
Pertumbuhan jauh
Pada deret suhu rendah penururnan mutu minimun,
berkurang
daya awet (5-20 hari)
2oC (-1oC) Kegiatan dapat ditekan

-1oC
Ikan jadi beku, tekstur dan
Pada dert suhu rendah Tidak aktif rasa rendah, daya awet (7-30
hari)
-2oC (-10oC)

Bakteri tersisa tidak Mutu baik, daya awet sampai


-18oC lebih rendah
aktif setahun.
Sumber : Ilyas, 1993
31

2.10 Rendemen
Rendemen adalah daging yang dapat dimanfaatkan setelah dilakukan
pengolahan. Rendemen hasil olahan ditentukan oleh mutu bahan baku, jika udang
mutunya rendah akan menghasilkan rendemen yang rendah pula.
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi rendemen. Faktor kesegaran
udang sangat berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan. Bila mutu udang
baik atau mempunyai tingkat kesegaran yang tinggi maka akan menghasilkan
tingkat rendemen yang tinggi dan sebaliknya. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat
kekenyalan pada daging udang. Mutu bahan baku sangat berpengaruh terhadap
hasil akhir (Hadiwiyoto, 1993).
2.11 Produktivitas Tenaga Kerja
Menurut Hasibuan (1996) mengemukakan bahwa produktivitas merupakan
perbandingan antara output (hasil) dengan input (masukan). Jika produktivitas
naik ini hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi (waktu, bahan,
tenaga) dan sistem kerja teknik produksi dan adanya peningkatan keterampilan
dari tenaga kerjanya
Menurut Sinungan (1987) bahwa pengukuran produktivitas berarti
perbandingan yang dapat dibedakan dalam tiga jenis yang sangat berbeda, yaitu
1. Perbandinga-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan
pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukan apakah pelaksanaan
sekarang ini memuaskan, namun hanya menetengahkan apakah
meningkat atau berkurang serta tingkatannya.
2. Perbandingan antara satu unit (perorangan tugas,seksi, proses) dengan
lainnya. Pengukuran seperti ini menunjukan pencapaian secara relatif.
3. Perbandngan dengan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan inilah
yang terbaik sebab memusatkan perhatian pada sasaran / tujuan.
2.12 Limbah
Limbah perikanan merupakan buangan proses perlakuan dan pengolahan
untuk memperoleh hasil utama dan hasil sampingan. Limbah perikanan selain
seagai sumber protein yang terbuang atau belum di manfaatkan lagi juga menjadi
sumber pencemaran bagi lingkungan sekitarnya.
32

Untuk mengatasi hal ini perlu kiranya dicari dan dikembangkan cara-cara
pemanfaatan limbah perikanan ini .
Pemanfaatan limbah yang sudah bisa dikembangkan :
1. Pemanfaatan untuk makanan ternak
2. Pemanfaatan limbah untuk kosmetik
Berdasarkan Kendala yang sering dijumpai :
1. Sarana angkutan relatif sulit
2. Daerah pemasaran relatif jauh
3. Pengumpulan hasil limbah

Anda mungkin juga menyukai