Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Potensi perikanan laut yang memiliki prospek yang baik adalah komoditas
udang. Udang dapat menghasilkan salah satu produk perikanan yang istimewa
dengan memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi yang tinggi. Selain itu,
daging udang banyak mengandung asam amino esensial yang penting bagi
tubuh manusia, diantaranya adalah lisin, histidin, arginin, tirosin, triptofan, dan
sistein (Purwaningsih, 1995).

Dalam proses pengolahan udang terdapat beberapa metode yang


diperlukan untuk membuat produk udang tetap segar dan terjaga mutunya
hingga sampai kemeja konsumen, proses tersebut dapat berbentuk pembekuan
atau pengolahan lebih lanjut seperti produk Value Added. dalam proses
pengolahan udang dengan produk menjadi udang beku terdapat proses
pengolahan “soaking” dengan melakukan penambahan bahan tambahan yang
ditambahakan pada udang untuk membuat produk menjadi lebih menarik dari
segi kenampakan dan meminimalisir terjadinya Driploss. Proses soaking atau
disebut juga proses perendaman ini juga memiliki fungsi sebagai pengenyal,
pengemulsi dan dapat memperbaiki tekstur pada udang serta mengakibatkan
udang yang diberi bahan tambahan membuat tekstur lebih kompak.

Menurut Nugraha, 2014 STPP dapat menambah citarasa, memperbaiki


tekstur, mencegah terjadinya rancidity (ketengikan), dan meningkatkan kualitas
produk akhir dengan mengikat zat nutrisi yang terlarut dalam larutan garam
seperti protein, vitamin, dan mineral. Hal ini sesuai pernyataan yang diperoleh
dari Thomas (1997) bahwa STPP dapat menyerap, mengikat, dan menahan air,
meningkatkan water holding capacity (WHC), dan keempukan.
1.2 Tujuan :
1. Mengetahui tingkat formulasi yang tepat terhadap pemakaian STPP baik
phosphate maupun non phosphate dan penambahan garam (NaCl).
2. Pengaruh penambahan STPP dengan formulasi terpilih terhadap kadar
nutrisi dalam udang.
3. Melakukan analisa finansial untuk mengetahui tingkat keuntungan yang
maksimal.

1.3 Batasan masalah:


1. Penimbangan bobot sebelum dan sesudah penambahan STPP,
phosphate atau non phosphate dengan perbandingan 2%, 3%, 4% dalam
waktu 1,2,4 jam dan NaCl 0,5 %, 1%, 2%.
2. Perhitungan kadar air, phosphate (P2O5) Dari hasil produk terpilih
3. B/C, R/C,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP)


BTP menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88
dijelaskan bahwa Bahan Tambahan Pangan Merupakan bahan yang biasanya
tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan bahan khas
pangan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam pangan untuk maksud teknologi pada pembuatan,
pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan
atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan suatu komponen atau
mempengaruhi sifat khas pangan tersebut.
Bedasarkan Peraturan menteri Kesehatan No 33 Tahun 2012 pasal 3
bahan tambahan pangan digolongkan menjadi 27 golongan, yaitu :

1. Antibuih (Antifoaming agent);


2. Antikempal (Anticaking agent);
3. Antioksidan (Antioxidant);
4. Bahan pengarbonasi (Carbonating agent);
5. Garam pengemulsi (Emulsifying salt);
6. Gas untuk kemasan (Packaging gas);
7. Humektan (Humectant);
8. Pelapis (Glazing agent);
9. Pemanis (Sweetener);
10. Pembawa (Carrier);
11. Pembentuk gel (Gelling agent);
12. Pembuih (Foaming agent);
13. Pengatur keasaman (Acidity regulator);
14. Pengawet (Preservative);
15. Pengembang (Raising agent);
16. Pengemulsi (Emulsifier);
17. Pengental (Thickener);
18. Pengeras (Firming agent);
19. Penguat rasa (Flavor enhancer);
20. Peningkat volume(Bulking agent);
21. Penstabil (Stabilizer);
22. Peretensi warna (Color retention agent);
23. Perisa (Flavouring);
24. Perlakuan tepung (Flour treatment agent);
25. Pewarna (Color);
26. Propelan (Propellant);
27. Sekuestran (Sequestrant).
Penggunaan bahan tambahan pangan harus berada di bawah ambang  batas
yang sudah ditentukan. Bahan tambahan pangan terdiri dari 2 jenis, yaitu GRAS
(Generally Recognized as Safe) dan ADI (Acceptable Daily Intake / batas
penggunaan harian). GRAS bersifat aman dan tidak toksik, misalnya adalah
glukosa. Sedangkan ADI dapat bersifat toksik apabila penggunaan di atas
ambang batas ( Ratnawati Fadilah, 2017).

DAFTAR PUSTAKA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NO.722/MENKES/PER/IX/88
TENTANG BAHAN TAMBAHAN PANGAN.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN NO 33 TAHUN 2012 PASAL 3
GOLONGAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN.
Ratnawati Fadilah. 2017. Bahan Tambahan Makanan. UNIVERSITAS NEGERI
MAKASAR. MAKASAR.

Anda mungkin juga menyukai