Anda di halaman 1dari 16

I.

Tujuan

Untuk menguji kadar natrium metabisulfit dalam sampel gula merah.


II.
a.

Dasar Teori

Definisi Bahan Tambahan Pangan


Pengertian bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang
biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan
komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang
dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada
pembuatan, pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan
penyimpanan .
Peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan
gizi pangan pada bab 1 pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan
tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan kedalam makanan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk pangan.
Menurut FAO dalam Furia (1968), bahan tambahan pangan adalah
senyawa yang sengaja ditambahkan kedalam makanan dengan jumlah dan ukuran
tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau
penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa,
dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan
bahan (ingredient) utama. Menurut Codex, bahan tambahan pangan adalah bahan
yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan, yang dicampurkan secara sengaja
pada proses pengolahan makanan. Bahan ini ada yang memiliki nilai gizi dan ada
yang tidak .
Pemakaian Bahan Tambahan Pangan di Indonesia diatur oleh Departemen
Kesehatan. Sementara, pengawasannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Pengawasa Obat dan Makanan .

b.

Jenis Bahan Tambahan Pangan


Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan
atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan
lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada

umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu
sebagai berikut:
1.

Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan,


dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat
mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan, sebagai contoh
pengawet, pewarna dan pengeras.

2.

Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak
mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik
dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi,
pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau
kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan
mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa kedalam makanan yang
akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah
residu

pestisida

(termasuk

insektisida, herbisida,

fungisida, dan rodentisida), antibiotik, dan hidrokarbon aromatic polisiklis.


c.

Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila :


1.

Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan


dalam pengolahan;

2.

Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah


atau yang tidak memenuhi persyaratan;

3.

Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan


dengan cara produksi yang baik untuk pangan;

4.

Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.


Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis dibawah

ambang batas yang telah ditentukan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally
Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula
(glukosa). Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI(Acceptable Daily Intake), jenis ini
selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga/
melindungi kesehatan konsumen.
Di Indonesia telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan
yang diizinkan ditambahkan dan yang dilarang (disebut Bahan Tambahan Kimia)

oleh Depertemen Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 1168/MenKes/Per/X/1999.
d.

Fungsi Bahan Tambahan Pangan


Beberapa Bahan Tambahan yang diizinkan digunakan dalam makanan
menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 diantaranya sebagai berikut:
1.

Antioksidan (Antioxidant)

2.

Antikempal (Anticaking Agent)

3.

Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)

4.

Pemanis Buatan (Artificial Sweeterner)

5.

Pemutih dan Pematang Telur (Flour Treatment Agent)

6.

Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickener)

7.

Pengawet (Preservative)

8.

Pengeras (Firming Agent)

9.

Pewarna (Colour)

10.

Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa (Flavour, Flavour Enhancer)

11.

Sekuestran (Sequestrant)
Beberapa bahan Tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan,

menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 diantaranya sebagai berikut:


1.

Natrium Tetraborat (Boraks)

2.

Formalin (Formaldehyd)

3.

Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils)

4.

Kloramfenikol (Chlorampenicol)

5.

Kalium Klorat (Pottasium Chlorate)

6.

Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate)

7.

Nitrofuranzon (Nitrofuranzone)

8.

P-Phenetilkarbamida (p-Phenethycarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)

9.

Salisilat dan garamnya (Salilicylic Acid and its salt)


Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722 / Menkes /

Per / IX / 1988, selain bahan tambahan diatas masih ada bahan tambahan kimia
yang dilarang seperti rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna
kuning), dulsin (pemanis sintesis), dan kalsium bromat (pengeras).

e.

Deskripsi Bahan Pengawet Natrium Metabisulfit


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan tambahan makanan, dimana Bahan
tambahan makanan yang berupa bahan pengawet (BTP Pengawet) merupakan
bahan tambahan makanan yang dapat mencegah, menghambat fermentasi,
pengasaman maupun penguraian dan juga kerusakan pangan lainnya yang
diakibatkan oleh aktifitas mikroorganisme.
Proses pengawetan merupakan upaya untuk menghambat kerusakan
pangan dari kerusakan yang disebabkan oleh mikroba pembusuk yang
memproduksi racun atau toksik yang bisa membahayakan konsumen. Bahan
pengawet Natrium Metabisulfit merupakan salah satu jenis bahan pengawet yang
diperbolehkan untuk ditambahkan ke dalam makanan sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988. Kondisi lingkungan
Indonesia yang beriklim tropis dan kelembaban udara yang tinggi memungkinkan
pertumbuhan mikroba perusak makanan, sehingga diijinkan menggunakan bahan
pengawet untuk penambahan ke dalam makanan.
Natrium metabisulfit atau natrium pyrosulfit (Sodium metabisulfit)
merupakan senyawa anorganik yang mempunyai rumus kimia Na 2S2O5 dan
digunakan sebagai bahan pengawet. Natrium metabisufit juga disebut sebagai
dinatrium atau metabisulfit.2 Senyawa ini memiliki penampakan kristal atau
bubuk dan memiliki berat molekul 190,12. 3

Natrium metabisulfit mempunyai sifat kimia diantaranya adalah 2:


1. Penampilan dari natrium metabisulfit berupa bubuk putih.

2. Bau yang timbul dari saat natrium metabisulfit bereaksi adalah bau samar
yang berasal dari SO2.
3. Kepadatan natrium metabisulfit sekitar 1,48 g/cm3. Padatan natrium
metabisulfit yang dilarutkan sebanyak 20 % akan tampak berwarna kuning
pucat sampai jernih.
4. Titik lebur natrium metabisulfit yaitu > 170oC (dimulai dari 1500C)
5. Kelarutan natrium metabisulfit dalam air yaitu 54 g/100 ml (20 oC)dan 81,7
g/100ml (1000C)
6. Natrium metabisulfit sangat larut dalam gliserol dan larut dalam etanol.
Natrium metabisulfit disimpan di tempat sejuk, dalam wadah tertutup dan
di area yang mempunyai ventilasi baik, karena natrium metabisulfit termasuk
senyawa yang sensitif terhadap kelembaban tinggi.
f.

Penggunaan Natrium Metabisulfit dalam bahan pangan


Natrium Metabisulfit dipergunakan sebagai bahan pengawet dan
antioksidan dalam makanan. Natrium metabisulfit dikenal dengan istilah E223.
Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang tidak
terdisosiasi dan biasanya terbentuk pada tingkat keasaman (pH) < 3. Dalam proses
pengolahan bahan pangan, natrium metabisulfit ditambahkan pada bahan pangan
untuk mencegah proses pencoklatan (browning) yang enzimatis pada buah
sebelum diolah, menghilangkan bau dan rasa getir pada ubi kayu, selain itu untuk
mempertahankan warna agar tetap menarik.
Pemakaian Natrium metabisulfit pada bahan pangan dapat dilakukan
dengan melarutkannya bersama dengan bahan pangan atau dapat juga dengan
diasapkan. Dengan diasapkan, natrium metabisulfit akan mengalirkan gas SO2 ke
dalam bahan sebelum melaului proses pengeringan. Proses pengasapan dapat
dilakukan selama menit.

g.

Risiko Penggunaan natrium metabisulfit terhadap kesehatan konsumen


Natrium metabisulfit tidak dilarang dalam penggunaannya sebagai bahan
tambahan pangan, namun penggunaannya harus sesuai dengan takaran yang
sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI.

Penggunaan Natrium metabisulfit akan sangat berisiko bagi kesehatan


konsumen yang mempunyai sensitifitas sulfit. Sulfit reaksi disebabkan oleh
karena mengonsumsi makanan yang mengandung sulfit dan terkadang menghirup
sulfur dioksida yang dihasilkan oleh sulfit dan kemungkinan reaksi tergantung
pada tingkat sulfit misalnya natrium metabisulfit, jenis makanan dan sensitivitas
seseorang, umumnya memilki gejala terhadap natrium metabisulfit.
Gejala ringan yang mungkin timbul adalah sakit kepala, anafilaksis (reaksi
yang berpotensi mengancam nyawa yang dapat terjadi dalam hitungan detik atau
menit paparan), iritasi pernapasan, sedangkan gejala yang parah dapat berupa
penyempitan saluran pernapasan. Orang yang memliki sensitifitas terhadap sulfit,
apabila mengonsumsi makanan yang telah ditambahkan natrium metabisulfit,
maka akan gejala-gejala akan timbul setelah 15 30 menit setelah konsumsi. Pada
sebuah penelitian tahun 1995 dalam Jurnal of American College of Nutition
menyatakan bahwa reaksi sulfit umumnya terjadi pada orang yang mempunyai
asma. Para pekerja juga berisiko terkena iritasi kulit melalui kontak dengan bahan
kimia terkonsentrasi. Selain itu terdapat beberapa gejala dari reaksi alergi terhadap
natrium metabisulfit diantaranya munculnya ruam kulit disekitar mulut dan leher
serta pembengkakan wajah, kedua tangan dan kaki, gatal-gatal, kesemutan di leher
dan anggota badan
h.

Regulasi penggunaan natrium metabisulfit


Setiap jenis bahan pangan yang ditambah dengan natrium metabisulfit
memilki regulasi penggunaan yang berbeda-beda disesuaikan dengan jenis bahan
pangan tersebut. Penggunaan natrium metabisulfit pada bahan pangan sekitar 2
g/kg bahan pangan. Dosis penggunaan natrium metabisulfit yang diizinkan adalah
0,1-0,6% atau 1- 6 g/liter larutan perandam. Ketika proses pengeringan
berlangsung, kelebihan natrium metabisulfit akan hilang. Berdasarkan peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia,untuk asupan harian natrium metabisulfit
yaitu 0,7 mg per kg berat badan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No :722/MENKES/PER/88
Tentang Bahan Tambahan Makanan adalah sebagai berikut: Untuk makanan yang
diizinkan mengandung lebih dari satu macam antioksidan, maka hasil bagi

masing-masing bahan dengan batas maksimum penggunaannya jika dijumlahkan


tidak boleh lebih dari satu.Untuk makanan yang diizinkan mengandung lebih dari
satu macam pengawet, maka hasil bagi masingmasing bahan dengan batas
maksimum penggunaannya jika dijumlahkan tidak boleh lebih dari satu. Pada
bahan tambahan makanan golongan pengawet, batas maksimum penggunaan sulfit
sebagai SO2. Batas menggunakan secukupnya adalah penggunaan yang sesuai
dengan cara produksi yang baik, yang maksudnya jumlah yang ditambahkan pada
makanan tidak melebihi jumlah wajar yang diperlukan sesuai tujuan penggunaan
bahan tambahan makanan tersebut.
Berikut ini, aturan penambahan natrium metabisulfit untuk asupan pada
anak-anak :
1.

Penambahan natrium metabisulfit dalam sosis sekitar 8 mg dalam sosis

2.

tipis.
Penambahan natrium metabisulfit dalam buah kering sekitar 16 mg dalam

3.
4.

satu aprikot kering.


Pada minuman sekitar 5 mg natrium metabisulfit dalam satu gelas
Pada chip panas sekitar 1 mg natrium metabisulfit dalam cangkir chip
panas.
FDA memperingatkan bahwa seseorang yang memiliki sesitivitas sulfit,

sebelum makan produk makanan olahan harus memperhatikan hal-hal


diantaranya :
1. Jika produk makanan yang dikemas, sebelum mengonsumsi makanan
tersebut harus membaca label terlebih dahulu.
2. Jika makanan yang tidak dikemas, sosis atau daging lainnya, diperiksa
terlebih dahulu.
3. Selalu membawa obat asma ketika makan di luar.
III.

Alat dan Bahan


Alat

Bahan

Gelas Kimia

Sampel gula merah

Buret

Aquadest

Klem dan statif

Larutan iodium

Erlenmeyer

Amilum

Hot plate

HCl encer

Seperangkat alat destilasi

Natrium Tiosulfat

Batang pengaduk
Corong
IV.

Prosedur

timbang sampel sebanyak 15


gram

masukkan kedalam labu alas


bulat dan tambahkan air
sampai larut

lalu tambahkan HCl encer


sampai pH 2-3

susun alat destilasi lalu


panaskan sampel yang berada
didalam labu alas bulat

disisi lain tambahkan larutan


iodium 25 ml dan amilum pada
labu erlenmeyer hingga warna
menjadi biru

panaskan alat destilasi dan


biarkan SO2 habis bereaksi
dengan iodium

setelah semuanya bereaksi,


titrasi dengan menggunakan
larutan natrium tiosulfat
hingga berwarna bening

catat volume natrium tiosulfat


yang bereaksi

V.

Hasil Pengamatan dan Perhitungan


1. Standarisasi Larutan I2
Volume I2(mL)
10
10
Rata-Rata

Volume Na2S2O3 (mL)


10,1
10,2
10,15 mL

V1.N1 = V2.N2
10.X = 10,15 . 0,11
10X = 1,1165
X
= 1,1165 / 10
X
= 0,11 N
2. Standarisasi Natrium Tiosulfat
Berat kalium dikromat
50 mg

Volume Na2S2O3(mL)
9,4

50 mg

9,5

Rata-Rata

9,45 ml

Perhitungan
N Na2S2O3

mg K 2Cr 2 O 7
V Na2 S 2O 3 BE Na 2 S 2 O3

50 mg
9,45 ml 49

50 mg
463,05 ml

N Na2S2O3 = 0,11 N
3. Titrasi Sampel
Volume sampel (mL)
200

Volume Na2S2O3(mL)
15,5

200

15,7

Rata-Rata

15,6 ml

a. Volum I2 yang bereaksi denganNa2S2O3


V I2 . N I2

= V Na2S2O3 . N Na2S2O3

X . 0,11N = 15,6 mL . 0,11N


X = 1,56 /0,11

X = 15,6 mL
b. Volum I2 yang bereaksi dengan Analit
V I2 berlebih V I2 bereaksi dengan Na2S2O3
25 mL 15,6 mL = 9,4 mL
c. Normalitas Analit
V sampel . N sampel = V I2 . N I2
200 mL . X = 9,4 mL . 0,11N
X = 1,034/200
X = 0,00517 N
d. Massa Analit
Gram (SO2)

= N . BE . V
= 0,00517 N x 32 x0,2 L
= 0,033088 g

Gram (Na2S2O5 )

BM Na 2 S 2 O5
BM SO 2

190
32

X gram SO2

X 0,033088 gram = 0,19646 gram

e. Kadar Na2S2O5
Kadar %

VI.

Pembahasan

massa analit ( gram)


massa sampel (gram)

0,19646 gram
15,0259 gram

X 100%

X 100% = 1,3071 %

Kualitas gula merah di Indonesia dapat dikatakan masih rendah


dikarenakan pengolahannya masih tradisional dimana proses penguapan nira
belum disertai dengan pengontrolan suhu bahan. Pengontrolan suhu yang kurang
baik dapat menyebabkan terjadinya karamelisasi dan kualitas produk akhir tidak
terjaga dengan baik.
Adapun dalam gula merah sering ditemukan pengawet seperti natrium
metabisulfit yang sengaja ditambahkan agar umur dari gula merah ini menjadi
tahan lama. Karena pada gula merah sangat rentan sekali kerusakan akibat jamur.
Sementara pada pembuatan gula merah secara tradisional, masyarakat pada
umumnya belum mengetahui dan menyadari bahwa ada batasan jumlah yang
ditambahkan pada gula merah., dan SNI masih memperbolehkan batas maksimal
dari penambahan natrium metabisulfit sebesar 0,004%. Dan jika melebihi batas
tentu saja akan mengakibatkan gangguan fungsi organ.
Pada analisis kuantitatif bahan tambahan pangan dilakukan penetapan
kadar natirum metabisulfit yang berada pada gula merah dengan nomor sampel
15. Pemakaian Natrium metabisulfit pada bahan pangan dapat dilakukan dengan
melarutkannya bersama dengan bahan pangan atau dapat juga dengan diasapkan.
Dengan diasapkan, natrium metabisulfit akan mengalirkan gas SO2 ke dalam
bahan sebelum melaului proses pengeringan. Proses pengasapan dapat dilakukan
selama menit.

Natirum metabisulfit merupakan garam dari basa kuat dan asam kuat.
Dalam bentuk garam ini beralasan terhadap tinggi nya kelarutan didalam air.
Kelarutan dalam air ini mencapai 1 bagian dalam 3, bagian air pada suhu 200 C.
Dari sturktur diatas maka natrium metabisulfit dapat dianalasis
menggunakan titrasi iodimetri. Prinsip dari penetapan natrium metabisulfit ini

adalah hidrolisis Na metabisulfit menjadi bentuk asam nya dan kemudian sulfit
akan menguap. Sulfit ini bersifat reduktor dan kemudian di tambahkan I 2 sebagai
oksidator dan kelebihan I2 ini di titrasi menggunakan natrium tiosulfat
menggunakan indicator amilum.
Pada tahapan preparasi sampel maka dilakukan penimbangan gula merah
sebanyak 15,0259 gram kemudian dihirolisis menggunakan HCl encer hingga pH
2-3. Apabila Natrium Metabisulfit direaksikan dengan air, natrium metabisulfit
akan melepaskan sulfur dioksida (SO 2). Gas tersebut mempunyai bau yang
merangsang. Selain itu, Natrium metabisulfit akan melepaskan sulfur dioksida
ketika kontak dengan asam kuat, reaksi kimianya yaitu sebagai berikut:
Na2S2O5 + 2HCl 2NaCl + H2O + 2SO2
Sampel dilarutkan dengan aquadest hingga terlarut sempurna. Selanjutnya
dilakukan destilasi terhadap sulfit hingga sulfit dipeoleh dan ditampung pada
erlenmayer yang berisi I2 berlebih dan amilum sebagai indicator. Ketika natrium
metabisulfit dipanaskan, natrium metabisulfit akan melepaskan sulfur dioksida,
dan meninggalkan oksida natrium, reaksinya yaitu sebagai berikut:
Na2S2O5 Na2O + 2SO2
Jika kadar sulfit masih terdestilasi maka warna larutan akan bening,
namun destilasi berhenti setelah sulfit habis artinya bahwa larutan pada
erlenmayer sebagai penampung berwarna biru. Warna biru dihasilkan dari
kompleks antara I2 dan juga amilum.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
SO2 + I2

SO3 + I-

Setelah didapatkan sulfit dari gula merah, maka dilakukan titrasi dengan
menggunakan Natrium tiosulfat yang telah dibakukan. Natrium tiosulfat hasil
pembakuan adalah sebesar 0,11 N. Pembakuan natrium tioslfat dilakukan dengan
Kalium bikromat. Sementara pembakuan I2 menggunakan Natrium tiosulfat. Hasil
dari standarisasi I2 didapatkan sebesar 0,11 N.

Pada penetapan sampel dilakukan diperoleh bahwa konsentrasi analit adalah


sebesar 0,00517 N kadar natrium metabisulfit adalah sebesar 1,3071 %.
Hasil ini melebihi standar/batas yang ditetapkan berdasarkan SNI yaitu
0,004%. Artinya bahwa seharusnya sampel ini tidak release dipasaran karena
dapat memberikan resiko bagi konsumen.
Adapun dampak yang diakibatkan karena konsumsi natrium metabisulfit
berlebih adalah sebagai berikut :
Natrium metabisulfit tidak dilarang dalam penggunaannya sebagai bahan
tambahan pangan, namun penggunaannya harus sesuai dengan takaran yang
sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI.
Penggunaan Natrium metabisulfit akan sangat berisiko bagi kesehatan
konsumen yang mempunyai sensitifitas sulfit. Sulfit reaksi disebabkan oleh
karena mengonsumsi makanan yang mengandung sulfit dan terkadang menghirup
sulfur dioksida yang dihasilkan oleh sulfit dan kemungkinan reaksi tergantung
pada tingkat sulfit misalnya natrium metabisulfit, jenis makanan dan sensitivitas
seseorang, umumnya memilki gejala terhadap natrium metabisulfit. 12
Gejala ringan yang mungkin timbul adalah sakit kepala, anafilaksis (reaksi
yang berpotensi mengancam nyawa yang dapat terjadi dalam hitungan detik atau
menit paparan), iritasi pernapasan, sedangkan gejala yang parah dapat berupa
penyempitan saluran pernapasan. Orang yang memliki sensitifitas terhadap sulfit,
apabila mengonsumsi makanan yang telah ditambahkan natrium metabisulfit,
maka akan gejala-gejala akan timbul setelah 15 30 menit setelah konsumsi.
VII.

Kesimpulan
Berdasarkan penetapan kadar natrium metabisulfit didapatkan bahwa pada

sampel gula merah nomor memiliki kadar natrium metabisulfit sebesar 1,3071 %.
Hal ini berarti bahwa sampel ini tidak boleh realese karena beresiko terhadap
gangguan kesehatan.
VIII. Daftar Pustaka
Anonim.2015.Natrium Metabisulfit.(Online).Tersedia :
https://id.wikipedia.org/wiki/Natrium_metabisulfit

Dyanti (2002).Studi Komparatif Gula Merah Kelapa dan Gula Merah Aren.
Skripsi. Jurusan
Naning.2012.Bahan
Tambahan
Pangan
Natrium
(Online).Tersedia:
septiyani.blogspot.co.id/2012/06/ilmuteknologipanganbahantambahan.html

Metabisulfit.
http://naning-

Standar Nasional Indonesia (2000). Gula Merah (SNI 01-6237-1995). Pusat


Standarisasi Industri. Departemen Perindustrian, Jakarta.
Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan
dan Pertanian. Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor,Bogor

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KIMIA BAHAN MAKANAN


PENETAPAN KADAR NATRIUM METABISULFIT PADA SAMPEL
GULA MERAH DENGAN METODE IODIMETRI

Disusun oleh Kelompok 3


Dita Meilawati
Mohamad Rizkie Rienaldi
Rizky Ramdhani

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA


PROGRAM STUDI S-1 FARMASI
TASIKMALAYA
2015

Anda mungkin juga menyukai