Anda di halaman 1dari 31

KAJIAN MATERI ASAM LEMAK

Combining metabolic engineering and process optimization to


improve production and secretion of fatty acids
Rodrigo Ledesma-Amaro, Remi Dulermo, Xochitl Niehus, Jean-Marc Nicaud

Oleh Kelompok : Olive Oil


Anggota :
Sylvia Yusri 1506695480
Aenul Mukaromah 1606842966
Aji Satria Nugraha 1606842991
Gina Aswari Intan Pertiwi 1606843142
Khalil Gibran 1606843193
Widya Pangestika 1606843382

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK KIMIA


DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA, FT UI
DEPOK - 2017
2

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 3
1.1.Latar Belakang .................................................................................................... 3
1.2.Tujuan Pembahasan ........................................................................................... 5
BAB II SOAL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 6
2.1. Soal 1 : Apa yang anda ketahui tentang pengertian, jenis-jenis, dan sifat-
sifat dari Asam Lemak? ..................................................................................... 6
2.1.1.Pengertian Asam Lemak .............................................................................. 6
2.1.2.Jenis-jenis Asam Lemak .............................................................................. 6
2.1.3.Sifat-sifat Asam Lemak ............................................................................... 8
2.2. Soal 2 : Jelaskan pula sumber dan pemanfaatan dari Asam Lemak. ........... 9
2.3. Soal 3 : Faktor apa sajakah yang menentukan kandungan dan kualitas
Asam Lemak dari sumber hayati?................................................................. 10
2.4. Soal 4 : Bagaimana proses pembuatan Asam Lemak baik secara hayati
maupun secara komersil di industri? .............................................................. 10
2.4.1.Proses Pembuatan Asam Lemak Secara Hayati......................................... 10
2.4.2.Proses Pembuatan Asam Lemak Secara Komersil di Industri ................... 11
2.5. Soal 5 : Parameter proses penting apa sajakah yang perlu diperhatikan
dalam proses pembuatan Asam Lemak tersebut? ......................................... 14
2.6. Soal 6 : Bagaimana perkembangan pemanfaatan Asam Lemak saat ini di
dunia dan di Indonesia? ................................................................................... 15
2.6.1. Perkembangan pemanfaatan Asam Lemak di Dunia ................................ 15
2.6.2. Perkembangan pemanfaatan Asam Lemak di Indonesia .......................... 15
2.7. Soal 7 : Metode atau teknologi apa yang sedang dikembangkan untuk
meningkatkan perolehan Asam Lemak? ........................................................ 16
2.7.1. Strategi I .................................................................................................... 18
2.7.2. Stategi II .................................................................................................... 22
BAB III KESIMPULAN.................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 30
3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pemanfaatan asam lemak telah menyebar luas di seluruh dunia. Asam lemak
biasanya digunakan pada sejumlah end-use industri. Pertumbuhan ekonomi dari industri ini
sering menjadi sebuah indikator yang baik untuk menunjukkan kondisi ekonomi dalam
suatu negara.
Pada tahun 2014, Asia merupakan daerah penghasil asam lemak terbesar di dunia,
yaitu sebanyak 49% dari total produksi asam lemak dari seluruh negara. Apabila produk
asam lemak negara Malaysia, Cina, Indonesia, dan India digabungkan, maka total
produksinya dapat mencapai 91% dari seluruh produsi asam lemak yang ada di Asia (IHS
Markit, 2015). Oleh karena itu, merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri
bahwa Indonesia pun juga sangat berkembang di bidang ini.
Asam lemak dapat ditemukan pada berbagai minyak nabati maupun hewani.
Sumber minyak hewani dapat berasal dari ikan, daging sapi, jeroan, dan lain lain, sementara
sumber minyak nabati yang terbesar berasal dari minyak tumbuhan berbiji, seperti: biji
kedelai, bunga matahari, dan kapas. Sumber minyak nabati yang lain dapat berasal dari
kelapa sawit. Indonesia merupakan negara yang terkenal akan produksi minyak kelapa
sawitnya.
Komposisi asam lemak berbeda-beda pada setiap sumber. Minyak kelapa sawit,
gemuk, dan minyak babi memiliki asam lemak jenuh yang panjang (seperti : asam palmitat
dan asam stearat) dan asam oleat monounsaturated, sementara minyak dari biji kedelai
merupakan sumber dari asam linoleat dan minyak canola dan bunga matahari merupakan
sumber dari asam oleat (Cermak et al., 2012).
Apabila asam lemak diolah dengan berbagai proses yang berbeda, maka asam
lemak ini dapat menghasilkan berbagai produk turunan yang berbeda pula. Berbagai
produk akhir turunan asam lemak, antara lain: sabun, detergen, kosmetik, dan lain-lain.
Asam lemak itu sendiri dapat dibuat melalui proses hidrolisis molekul trigliserida
dari lemak dan minyak dalam air untuk menghasilkan gliserin, sebesar 10% dan campuran
dari asam lemak. Treatment dapat dilakukan dengan menggunakan proses Twitchell atau
proes Colgate-emery. Namun, diketahui bahwa asam lemak yang dihasilkan dari proses
4

Colgate-Emery menghasilkan warna yang lebih terang apabila dibandingkan dengan proses
Twitchell (Cermak et al., 2012).
Berbagai teknologi telah dikembangkan untuk meningkatkan produksi asam lemak,
salah satu teknologi yang sedang berkembang di bidang ini adalah metabolism engineering.
Mikroorganisme yang dapat mengakumulasi lipid lebih dari 20% dari biomassanya sebagai
trigliserisa (TAG) dikenal dengan nama mikroorganisme oleaginous (Nicaud, 2012).
Salah satu ragi oleaginous yang memiliki susunan metabolisme dan genom yang
tepat untuk dapat diteliti lebih lanjut adalah Yarrowia lipolytica, namun strain ini memiliki
kelemahan yaitu hanya bisa mengakumulasi 40% lipid dari massa sel keringnya dan strain
ini tidak mampu mengkonsumsi biomassa lignoselulosa dan pati. Di balik kelemahannya
tersebut, Yarrowia lipolytica memiliki kemampuan untuk mendegradasi protein dan lipid.
Hal ini bisa dilihat dari produksi lipolitik dan proteolitik ekstraseluler yang dihasilkannya
(Nicaud, 2012).
Strain Yarrowia lipolytica biasanya terdapat dalam produk olahan susu, seperti:
keju, yogurt, dan sausages. Strain ini juga banyak terdapat dalam media yang kaya akan
lipid (seperti: saluran pembuangan dan media lain yang telah terkontaminasi minyak) dan
media yang memiliki kadar garam yang tinggi (seperti: air laut) (Nicaud, 2012).
Terdapat dua strategi yang dikembangkan oleh Ledesma-Amaro, et al. (2016) untuk
meningkatkan produksi asam lemak pada Yarrowia lipolytica. Strategi pertama adalah dengan
meningkatkan sekresi asam lemak dengan cara mengarahkan fluks yang melalui lipid netral.
Strategi ini tentunya mampu meningkatkan produksi total lipid dan dapat mengalahkan produksi
lipid ekstraseluler dari versi tanpa rekayasa (WT). Lebih lanjut lagi terdapat beberapa
pengembangan setelah merekayasa strain Yarrowia lipolytica, salah satunya adalah dengan
menambahkan 15% dodekana sebagai lapisan organik (in situ). Hal ini tentunya dapat lebih
meningkatkan sekresi asam lemak (Ledesma-Amaro et al., 2016).
Strategi lain yang dikembangkan oleh Ledesma-Amaro, et al. (2016) adalah Strategi II.
Strategi ini dilakukan dengan merekayasa genetika untuk meningkatkan titer dan sekresi
asam lemak. Lebih jauh lagi, peningkatan produksi dan ekstraksi lipid dilakukan melalui
pemisahan asam lemak secara in situ. Pemisahan FFA dengan pelarut organik terbukti
dapat menghasilkan asam lemak dengan jumlah yang cukup baik, yaitu sebesar 84,35,5%
dengan menggunakan dekana dan 89,22,0% dengan menggunakan dodekana.
5

1.2. Tujuan Pembahasan

Tujuan dari pembahasan makalah ini, antara lain:


1. Mengetahui pengertian, jenis-jenis, dan sifat-sifat dari asam lemak
2. Mengetahui sumber dan pemanfaatan dari asam lemak
3. Mengetahui faktor-faktor yang menentukan kandungan dan kualitas asam lemak dari
sumber hayati
4. Mengetahui proses pembuatan asam lemak baik secara hayati maupun secara komersil
di industri
5. Mengetahui parameter yang perlu diperhatikan dalam proses pembuatan asam lemak
6. Mengetahui perkembangan pemanfaatan asam lemak saat ini di dunia dan di Indonesia
7. Mengetahui lebih jelas tentang teknologi yang sedang dikembangkan untuk
meningkatkan perolehan asam lemak.
6

BAB II

SOAL DAN PEMBAHASAN

2.1. Soal 1 : Apa yang anda ketahui tentang pengertian, jenis-jenis, dan sifat-sifat dari
Asam Lemak?

2.1.1. Pengertian Asam Lemak

Asam lemak adalah asam organik yang terdapat sebagai ester trigliserida atau
lemak, baik yang berasal dari hewan maupun tumbuhan. Asam lemak adalah asam
karboksilat yang mempunyai rantai C panjang. Asam lemak atau asil lemak ialah istilah
umum yang digunakan untuk menjabarkan bermacam-ragam molekul-molekul yang
disintesis dari polimerisasi asetil-KoA dengan gugus malonil-KoA atau metilmalonil-KoA
di dalam sebuah proses yang disebut sintesis asam lemak. Asam lemak terdiri dari rantai
hidrokarbon yang berakhiran dengan gugus asam karboksilat; penyusunan ini memberikan
molekul ujung yang polar dan hidrofilik, dan ujung yang nonpolar dan hidrofobik yang
tidak larut di dalam air.

2.1.2. Jenis-jenis Asam Lemak

Asam lemak bebas (ALB) adalah suatu asam yang dibebaskan pada proses
hidrolisis lemak oleh enzim. Proses hidrolisis dikatalisis oleh enzim lipase yang juga
terdapat dalam buah, tetapi berada diluar sel yang mengandung minyak. Jika dinding sel
pecah atau rusak karena proses pembusukan atau karena pelukaan mekanik, tergores atau
memar karena benturan, enzim akan bersinggungan dengan minyak dan reaksi hidrolisis
akan berlangsung dengan cepat sehingga membentuk gliserol dan asam lemak bebas.

Berdasarkan jenis ikatannya, terdapat dua jenis asam lemak, antara lain:

1. Asam lemak jenuh

Asam lemak jenuh merupakan asam karboksilat rantai panjang dengan panjang
rantai 12 hingga 24 dan tidak berikatan rangkap. Asam lemak jenuh hanya memiliki ikatan
tunggal, sehingga masing-masing atom karbon dalam rantai mengikat dua atom hidrogen
kecuali karbon omega yang memiliki tiga atom hidrogen pada ujungnya (Salirawati, 2007).
Contoh dari asam lemak jenuh dapat dilihat pada Tabel 2.1.
7

Tabel 2.1. Contoh Asam Lemak Jenuh

Nama Asam Lemak Jenuh Rumus Struktur Sumber Asam Lemak


Asam kaprilat CH3(CH2)6COOH Mentega
Asam kaprat CH3(CH2)8COOH Mentega
Asam laurat CH3(CH2)10COOH Minyak kelapa, kayu manis
Asam miristat CH3(CH2)12COOH Pala, biji kelapa sawit, minyak
kelapa
Tabel 2.1. Contoh Asam Lemak Jenuh (lanjutan)

Nama Asam Lemak Jenuh Rumus Struktur Sumber Asam Lemak


Asam palmitat CH3(CH2)14COOH Semua lemak hewan &
tumbuhan
Asam stearat CH3(CH2)16COOH Semua lemak hewan &
tumbuhan
Asam arakhidrat CH3(CH2)18COOH Minyak kacang tanah
Asam bahenat CH3(CH2)20COOH Biji-bijian

2. Asam lemak tak jenuh

Asam lemak tak jenuh merupakan asam karboksilat rantai panjang yang memiliki
satu atau lebih ikatan rangkap antar dua karbon. Dua atom karbon yang terikat pada atom-
atom karbon yang berikatan satu sama lain mempunyai konfigurasi cis-trans.

Asam lemak tak jenuh konfigurasi Cis

Konfigurasi cis berati atom hidrogen berada dalam sisi yang sama pada atom
karbon ikatan rangkap. Kekakuan ikatan rangkap membekukan konformasinya.
Konfigurasi cis menyebabkan bengkoknya rantai dan mencegah bebasnya asam
lemak untuk berkonformasi. Ikatan rangkap konfigurasi cis mempunyai fleksibilitas
yang rendah. Asam lemak tak jenuh yang memiliki ikatan konfigurasi cis disebut
dengan lemak cis.

Asam lemak tak jenuh konfigurasi Trans

Konfigurasi trans berarti atom hidrogen berada dalam sisi yang


bersebrangan pada atom karbon berikatan rangkap. Asam lemak tak jenuh dengan
8

konfigurasi trans tidak terlalu bengkok, dan bentuknya hampir sama dengan asam
lemak jenuh. Asam lemak dengan konfugurasi trans tersebut disebut lemak trans.
Pada asam lemak tak jenuh alami, masing-masing ikatan rangkap
mempunyai tiga n atom karbon setelahnya, untuk beberapa n, semuanya berikatan
rangkap cis. Sebagian besar asam lemak yang memiliki konfigurasi trans (lemak
trans) tidak terdapat di alam. Contoh dari asam lemak jenuh dapat dilihat pada Tabel
2.2.
Tabel 2.2. Contoh Asam Lemak Tak Jenuh

Nama asam lemak tak Rumus struktur


jenuh
Asam miristoleat CH3(CH2)3CH=CH(CH2)7COOH
Asam palmitoleat CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7COOH
Asam sapienat CH3(CH2)8CH=CH(CH2)4COOH
Asam oleat CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH
Asam elaidat CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH
Asam vaksenat CH3(CH2)5CH=CH(CH2)9COOH
Asam linoleat CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOH
Asam linoelaidat CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOH
Asam linoleat CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOH

2.1.3. Sifat-sifat Asam Lemak

Asam lemak merupakan asam lemah, dan dalam air terdisosiasi sebagian.
Umumnya berfase cair atau padat pada suhu ruang (27 C). Semakin panjang rantai C
penyusunnya, semakin mudah membeku dan juga semakin sukar larut. Asam lemak jenuh
bersifat lebih stabil (tidak mudah bereaksi) daripada asam lemak tak jenuh. Ikatan ganda
pada asam lemak tidak jenuh mudah bereaksi dengan oksigen (mudah teroksidasi). Karena
itu, dikenal istilah bilangan oksidasi bagi asam lemak.
Sifat asam lemak ditentukan oleh rantai hidrokarbonnya. Lemak pada hewan pada
umumnya berupa zat padat pada suhu ruangan, sedangkan lemak yang berasal dari
tumbuhan berupa zat cair. Lemak yang mempunyai titik lebur tinggi mengandung asam
lemak tidak jenuh, sedangkan lemak cair atau yang biasa disebut minyak mengandung asam
lemak tidak jenuh. Sebagai contoh tristearin, yaitu ester gliserol dengan tiga molekul asam
9

oleat, mempunyai titik lebur 71 derajat celcius, sedangkan triolein yaitu ester gliserol
dengan tiga molekul asam oleat, mempunyai titik lebur -17 derajat celcius. Lemak hewan
dan tumbuhan mempunyai susunan asam lemak yang berbeda-beda. Asam lemak berantai
jenuh yang mengandung 1 sampai 8 atom berupa cairan sedangkan lebih dari 8 atom karbon
berupa padatan. Asam stearat mempunyai titik cair 70 derajat celcius tetapi dengan adanya
satu saja ikatan tak januh seperti pada asam oleat, titik cairnya menurun sampai 14 derajat
celcius. Dengan tambahan beberapa ikatan rangkap, titik cair bisa lebih rendah lagi
(Poedjiadi, 1994).
Keberadaan ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh menjadikannya memiliki dua
bentuk: cis dan trans. Semua asam lemak nabati alami hanya memiliki bentuk cis
(dilambangkan dengan "Z"). Asam lemak bentuk trans (trans fatty acid, dilambangkan
dengan "E") hanya diproduksi oleh sisa metabolisme hewan atau dibuat secara sintetis.
Akibat polarisasi atom H, asam lemak cis memiliki rantai yang melengkung. Asam lemak
trans karena atom H-nya berseberangan tidak mengalami efek polarisasi yang kuat dan
rantainya tetap relatif lurus. Ketengikan (rancidity) terjadi karena asam lemak pada suhu
ruang dirombak akibat hidrolisis atau oksidasi menjadi hidrokarbon, alkanal, atau keton,
serta sedikit epoksi dan alkohol (alkanol). Bau yang kurang sedap muncul akibat campuran
dari berbagai produk ini.
Asam lemak pada umumnya bersifat semakin reaktif terhadap oksigen dengan
bertambahnya jumlah ikatan rangkap pada rantai molekul. Sebagai contoh asam linoleat
akan teroksidasi lebih mudah dari pada asam oleat pada kondisi yang sama. Di samping itu
variasi stabilitas lemak terhadap proses oksidasi dipengaruhi oleh perbedaan sumber lemak.

2.2. Soal 2 : Jelaskan pula sumber dan pemanfaatan dari Asam Lemak.

Terdapat dua jenis sumber asam lemak yaitu yang berasal dari hewan dan juga
berasal dari tumbuhan (nabati). Contoh asal lemak yang berasal dari tumbuhan yaitu kelapa
sawit, kelapa, jagung, kedelai, biji jarak dan biji bunga matahari. Tidak hanya berasal dari
makhluk hidup, asam lemak sintetik juga dapat diperoleh dari industri petrochemical.
Pemanfaatan asam lemak memegang peranan penting dalam industri oleokimia.
Konsumsi asam lemak untuk berbagai industri digunakan pada industri ban, sepatu, PVC,
kosmetika, softener, fatty alcohol, sabun, obat-obatan dan lain sebagainya. Skema
pemanfaatan asam lemak ditunjukkan pada Gambar 2.1.
10

Gambar 2.1. Skema Pemanfaatan Asam Lemak

2.3. Soal 3 : Faktor apa sajakah yang menentukan kandungan dan kualitas Asam
Lemak dari sumber hayati?

Kandungan dan kualitas asam lemak ditentukkan oleh faktor tertentu. Untuk asam
lemak yang bersumber dari hewan, kandungan dan kualitas asam lemak dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti jenis pakan ternak, kualitas pakan ternak, kuantitas pakan ternak,
kebersihan ternak, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk asam lemak yang bersumber dari
tumbuhan (nabati), kualitas asam lemak dapat dipengaruhi faktor seperti, kondisi tanah,
keadaan tanah, penggunaan pupuk, kualitas air, curah hujan, kualitas tanah, dan lain
sebagainya.

2.4.Soal 4 : Bagaimana proses pembuatan Asam Lemak baik secara hayati maupun
secara komersil di industri?

2.4.1. Proses Pembuatan Asam Lemak Secara Hayati

Proses pembuatan asam lemak yang terjadi secara alamiah yang biasa terjadi pada
tumbuhan atau hewan. Proses biokimia sintesis asam lemak pada hewan dan tumbuhan
relatif sama. Hanya yang berbeda pada tumbuhan dimana mampu membuat sendiri
kebutuhan asam lemaknya, tetapi tidak semua hewan yang mampu untuk melakukan hal
11

tersebut. Asam lemak yang harus dipasok dari luar ini dikenal sebagai asam lemak esensial
karena tidak memiliki enzim untuk menghasilkannya. Biosintesis asam lemak alami
merupakan cabang dari daur Calvin, yang memproduksi glukosa dan asetil-KoA.
Proses berikut ini terjadi pada daun hijau tumbuh- tumbuhan dan memiliki sejumlah
variasi. Kompleks-enzim asilsintase III (KAS-III) memadukan malonil-ACP (3C) dan
asetil-KoA (2C) menjadi butiril-ACP (4C) melalui empat tahap (kondensasi, reduksi,
dehidrasi, reduksi) yang masing-masing memiliki enzim tersendiri.

Contoh proses pembuatan asam lemak secara hayati :


Sintesis asam lemak (palmitat, C16)
Dimulai dari pembentukan Malonil KoA dari Asetil KoA dan bikarbonat, reaksi ini
memerlukan satu ATP per reaksi. Lalu tahap selanjutnya adalah sebagai berikut :
1. Kondensasi : Asetil KoA akan ditambahkan lagi untuk berkondensasi dengan malonil KoA,
membentuk asetoasetil-ACP dan menghasilkan CO2, reaksi ini dikatalis oleh enzim
ketoasil-ACP sintase.
2. Reduksi : Gugus karbonil. Asetoasetil-ACP yang terbentuk kemudian akan mengalami
reduksi oleh NADPH membentuk -hidroksibutiril-ACP, reaksi ini dikatalis oleh enzim
ketoasil-ACP reduktase.
3. Dehidrasi : Air akan dikeluarkan dari -hidroksibutiril-ACP, membentuk ikatan rangkap,
trans 2-butenoil-ACP, reaksi ini dikatalis oleh -hidroksiasil-ACP dehidratase
4. Reduksi : ikatan rangkap. Terakhir, ikatan rangkap pada 2-butenoil-ACP akan direduksi
NADPH menjadi butiril ACP, dengan enzim enoil-ACP reduktase. Ini merupakan produk
berkarbon 4.

Reaksi ini akan berlangsung terus menerus dengan penambahan malonyl KoA ke
produk hasil reaksi tersebut, membuat satu siklus reaksi akan menghasilkan 2 karbon
tambahan, hingga terbentuk 16 karbon, palmitat, reaksi baru akan berhenti dan produk
dikeluarkan.

2.4.2. Proses Pembuatan Asam Lemak Secara Komersil di Industri


Proses pembuatan asam lemak yang dilakukan di industri-industri asam lemak yang
dilakukan dengan menggunakan alat-alat dan metode tertentu yang bertujuan untuk
kepentingan komersil. Beberapa teknik dalam proses pembuatan asam lemak di industri
12

Twitchell Splitting

Gambar 2.2. Proses Twitchell Splitting


Splitting dilakukan pada tangki terbuat dari logam monel yang dioperasikan
secara batch dengan kondisi operasi pada suhu 100-105 dan tekanan atmosferik.
Minyak dilarutkan dengan air (30-35%) dan katalis H2SO4 (2-4%) pada suhu 60oC.
Setelah 1 jam, steam hingga mencapai suhu 93oC. Setelah itu mineral asam
dihilangkan dan menambahkan 0.5% katalis H2SO4, 0.75-1.25% Twitchell catalyst
dan 25-50% air. Twitchell catalyst yang digunakan adalah benzenestearosulfonic
acid, Hidrolisis ini dilakukan dengan menggunakan steam selama 20-48 jam.
Autoclave Batch Splitting

Gambar 2.3 Proses Autoclave Batch Splitting


13

Metode ini merupakan yang paling banyak digunakan dalam industri pembuatan
asam lemak. Teknik ini bisa dilakukan tanpa menggunakan katalis di dalam reaktor
autoclave yang terbuat dari stainless-steel. Reaktor ini bersifat kontinyu dan dilakukan
pada suhu 150-175oC jika menggunakan katalis. Minyak, air (30-60%) dan katalis (1-2%)
dicampurkan dan steam hingga mencapai suhu 150-175oC selama 5-10 jam. Jika tidak
menggunakan katalis, suhu mencapai 230oC selama 2-3 jam. Setelah itu, dilakukan
pemisahan asam lemak dengan glyserol. Asam lemak yang telah disintesis dicuci dengan
asam dan didapatkan asam lemak murni dan tak murni. Jika dalam proses tidak
menggunakan katalis, konversi mencapai 95-98%

Continuous Splitting

Gambar 2.4.2 Continuous Splitting

Metode ini terbilang baru dan mempunyai banyak resiko dalam pengoperasiannya.
Reaktor yang digunakan terbuat dari stainless-steel dan bersifat kontinyu pada suhu 240-
250 selama 1-2 jam. Hasil yang diperoleh pada teknik ini mempunyai nilai konversi
mencapai 97-99%. Metode ini tidak menggunaka katalis dalam proses nya. Tetapi jika
menggunakan katalis, maka produk harus dimurnikan.
14

2.5. Soal 5 : Parameter proses penting apa sajakah yang perlu diperhatikan dalam
proses pembuatan Asam Lemak tersebut?
Parameter-parameter yang harus diperhatikan dalam proses pembuatan asam
lemak :
a. Secara hayati
Media tumbuh
Semakin banyak glukosa maka akan semakin baik bagi pertumbuhan
mikroorganisme penghasil asam lemak.
Tingkat kematangan buah (contoh : pembuatan minyak kelapa sawit di industri)
Kandungan minyak pada buah tergantung kepada kematangan buah, dimana
kandungan minyak pada buah akan maksimum jika buah sudah benar-benar
matang, dan kandungan minyaknya akan sedikit jika buah belum matang.
Varian spesies
Berbagai jenis strain menghasilkan asam lemak dengan jumlah kandungan yang
berbeda. Strain terekayasa yang mampu menghasilkan sekresi asam lemak terbaik
adalah strain yang menghambat pembentukan asetil CoA, penghambat aktivasi,
mengandung TGL 4 berlebih, DGA 2 berlebih, Kl TGL 3 berlebih.
Penambahan organic layer
Penambahan fasa organik berupa alkana (dekana dan dodekana 10%) dapat
mendorong strain/Y.lipolytica mensekresikan asam lemak lebih besar
dibandingakan dengan tidak menambahkan fasa organik. Terutama jika strain
dikultivasikan dalam bioreaktor
b. Secara Industri
Suhu dan waktu
Semakin tinggi suhu dan waktu reaksi hidrolisis, maka niai konversinya juga
semakin tinggi.
Tingkat kematangan buah (contoh : pembuatan minyak kelapa sawit di industri)
Kandungan minyak pada buah tergantung kepada kematangan buah, dimana
kandungan minyak pada buah akan maksimum jika buah sudah benar-benar
matang, dan kandungan minyaknya akan sedikit jika buah belum matang.
Bahan reaktor
Bahan lapisan reaktor yang terbuat dari bahan logam yang tidak mudah terokdisasi
lebih banyak digunakan dalam proses.
15

2.6. Soal 6 : Bagaimana perkembangan pemanfaatan Asam Lemak saat ini di dunia
dan di Indonesia?

2.6.1. Perkembangan pemanfaatan Asam Lemak di Dunia

Asia merupakan wilayah yang memproduksi asam lemak terbesar di dunia.


Malaysia, China, Indonesia, dan India memproduksi total asam lemak 91% dari produksi
asam lemak Asia. Indonesia dan Malaysia merupakan pemimpin pemroduksi minyak
kelapa sawit di Dunia dan memiliki keuntungan tersedianya bahan baku yang melimpah.
Pemanfaatan asam lemak dunia pada berbagai industry seperti industri peralatan
rumah tangga, karet, plastik dan detergent.
Konsumsi asam lemak dunia pada tahun 2014 dapat dilihat pada skema gambar di
bawah ini:

Gambar 2.6.1. Konsumsi asam lemak alami Dunia


(Sumber: IHS Markit., 2015)

Pemanfaatan utama asam lemak di Asia adalah produksi sabun, sedangkan Amerika Utara
pemanfaatannya lebih ke peralatan rumah tangga, karet, automotive dan konstruksi.

2.6.2. Perkembangan pemanfaatan Asam Lemak di Indonesia

Fokus persebaran industri oleokimia Indonesia didominasi di Sumatera Utara. Total


kapasitas industri oleokimia di Indonesia mencapai 1,599 juta ton per tahun. Terdapat 9
pemain besar di antaranya PT Musim Mas dengan kapasitas 450 ribu ton per tahun, PT
Ecogreen 419 ribu ton per tahun, PT Wilmar Nabati Indonesia 132 ribu ton per tahun
16

Pada Januari 2017 diberitakan dalam Industri.co id, bahwa Investor Jepang yang
bergerak di bidang hilirisasi kelapa sawit menyatakan siap berinvestasi 90 juta dolar AS
(Rp1,2 triliun) untuk membangun pabrik "fatty acid" (asam lemak) di Dumai, Riau.

Pemanfaatan yang paling dominan di Indonesia adalah untuk industri sabun,


kosmetik, mknyak goreng.

Gambar 2.6. Perkembangan berbagai produk dari Minyak kelapa sawit


(Sumber: Commercial Global Data Research., 2016)

2.7.Soal 7 : Metode atau teknologi apa yang sedang dikembangkan untuk


meningkatkan perolehan Asam Lemak?

Teknologi yang dibahas pada jurnal referensi adalah bagaimana teknik untuk
mendapatkan asam lemak dengan memanfaatkan metabolisme asam lemak pada makhluk
hidup dalam hal ini mikroorganisme Yarrowia lipolytica. Strain ini dipilih karena
merupakan alternatif yang menjanjikan sebagai pengganti sumber daya fosil untuk
produksi bahan kimia dan bahan bakar.
17

Selain itu, dengan menggunakan mekanisme dalam metabolisme Yarrowia


lipolytica kita dapat menyelesaikan dua masalah utama dalam memproduksi bio oil jenis
microbial oils, yaitu:
1. Penghilangan keterbatasan sterik pada intraseluler, dan
2. Persentase recovery produk yang tinggi

Sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan-permasalahan ini, telah dilakukan


sebuah penelitian oleh Ledesma-Amaro, et al. (2016) mengenai metabolism engineering.
Penelitian ini melibatkan dua strategi penting untuk merekayasa strain Yarrowia lipolytica.

Sebelum membahas kedua strategi penting tersebut, ada baiknya membahas strain
Wild Type secara singkat, dimana strain ini berfungsi sebagai kontrol atau standar
perbandingan strategi-strategi lainnya.

Dalam sel mikroba terdapat kontrol yang ketat antara asam lemak bebas dengan
Fatty acyl-CoA. Aktivasi asam lemak bebas dengan CoA dilakukan oleh FAA1 hal ini
bertujuan untuk menghindari toksisitas yang berhubungan dengan asam lemak bebas.

Dalam pengerjaannya, dibuat 3 macam strains

Strain Wild type sebagai kontrol


Strain deleted FAA1,faa1
Strain kombinasi faa1 dengan deleted MFE1, mfe1 menjadi strain faa1 mfe1
Penghilangan FAA1 dimaksudkan untuk menyeimbangkan pool FFA-Acyl CoA
terhadap produksi asam lemak bebas. Komposisi media dan perbandingan Karbon/
Nitrogen sangat berpengaruh pada produksi lipid. sehingga strain faa1 dan strain faa1
mfe1 diuji dengan menggunakan strains Wild Type sebagai kontrol pada media berbeda,
yaitu :
YPD ( rich media )
YNB (minimal media dengan perbandingan C/N yang berbeda)
YNB (C/N= 2), YNB30 (C/N= 30), dan YNB60 (C/N= 60)
Dengan pengujian sebagai berikut:
Analisis kuantitatif gula dan asam menggunakan HPLC
Analisis kuantitatif lipid menggunakan Gas Chromatography
Penentuan kelas lipid menggunakan HPLC
Uji mikroskopik menggunakan Nomarski microscopy
18

Gambar 2.7 Hasil Percobaan untuk Wild Type


(Sumber: Ledesma-Amaro et al., 2016)

Hasilnya dapat disimpulkan bahwa jumlah asam lemak bebas banyak ditemukan
pada media YNB60 (Gambar 2.8 a ). Profil asam lemak dari lipid tersekresi ini terlihat
berbeda. Mutan faa1 menunjukkan jumlah asam lemak jenuh yang lebih tinggi pada fraksi
16: 0. Sedangkan profil normal ditemukan pada mutan kombinasi faa1mfe1(Gambar
2.8b ). Dari hasil analisis produksi FFA terhadap waktu ditemukan sekresi asam lemak
tinggi terjadi pada stasioner akhir (Gambar 2.8c ) yaitu mencapai produksi maksimum 1,1
g/L setelah 6 hari. Kekeruhan yang terlihat pada (Gambar 2.8d ) menunujukan adanya asam
lemak bebas. Sedangkan agregasi lipid ditemukan dengan mikroskop Nomarski (Gambar
2.8e ). Dimana pada gambar I merupakan kultur broth dengan sel sebelum sentrifugasi, dan
gambar II merupakan supernatant setelah sentrifugasi dimana hanya lipid yang ditemukan.
2.7.1. Strategi I
Strategi I dilakukan dengan meningkatkan sekresi asam lemak dengan cara
mengarahkan fluks yang melalui lipid netral (TAG dan SE).

Terdapat beberapa istilah yang digunakan pada strategi I, antara lain:

PL: Phospholipid
TAG: Triacylglycerol atau lemak pada umumnya
SE: Steryl esters
FFA: Free faty acid
19

Sedangkan DGA,TGL,FFA1 adalah nama-nama enzim yang akan diuraikan pada


penjelasan lebih lanjut.

Dua tujuan yang ingin diperoleh dari strategi I, antara lain:

Optimasi Kennedy pathway dalam menghasilkan lemak (TAG) dengan enzim DGA2
berlebih.
Peningkatan sekresi FFA dengan bantuan enzim TGLs berlebih , dengan kondisi FFA
tidak dapat diaktivasi oleh FAA1 (oleh faa1) ataupun tidak didegradasi/masuk ke
dalam jalur beta-oksidasi (mfe1).

2.7.1.1. Media dan Analisis yang Digunakan

Media yang digunakan untuk mendukung keberhasilan strategi I ini adalah YPD
rich media. Media ini mengandung 2% glukosa, 2% peptone, dan 1% ekstrak ragi,
sedangkan media yang digunakan untuk meningkatkan lipogenesis adalah YNB60 yang
mengandung 6% glukosa.

Adapun beberapa analisis yang dilakukan pada strategi ini, antara lain:

Analisis kuantitatif gula dan asam menggunakan HPLC


Analisis kuantitatif lipid menggunakan GC
Penentuan kelas lipid menggunakan HPLC dengan kolom yang dielusi oleh larutan
A (acetonitrile:methanol:THF:asam asetat = 500:375:125:4) dan larutan B
(methanol:air:asam asetat = 750:250:4)
Uji mikroskopik menggunakan fluorescene microscopy

2.7.1.2. Hasil Rekayasa Strain Yarrowia lipolytica

Pada strategi ini strain Yarrowia lipolytica W29 direkayasa menjadi 9 strain.
Adapun jenis-jenis strain tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Hasil rekayasa strain Yarrowia lipolytica W29

No Strain
1 WT
2 faa1 mfe1
3 mfe1 DGA2
4 faa1 mfe1 DGA2
5 faa1 mfe1 DGA2 TGL4
20

6 faa1 mfe1 DGA2 ScTGL3


7 faa1 mfe1 DGA2 KlTGL3
8 faa1 mfe1 DGA2 TGL4 ScTGL3

9 faa1 mfe1 DGA2 TGL4 KlTGL3

(Sumber : Ledesma-Amaro et al., 2016)

2.7.1.3. Hasil dan Pembahasan dari Strategi I

Yarrowia lipolytica diketahui mampu mengakumulasikan lemak (dalam bentuk


TAG) dalam jumlah besar dari sumber lipid (biasanya PL). Hal ini mengindikasikan adanya
aliran/fluks yang tinggi dalam Kennedy pathway (Gambar 2.8), sehingga TAG yang
dihasilkan menjadi jauh lebih besar dari metabolism asam lemak biasanya. TGLs
(ragi/enzim lipase intraseluler) yang ditambahkan dapat membuat asam lemak bebas (FFA)
terlepas dari fosfolipid atau badan lemak.

Gambar 2.8. Metabolisme asam lemak dan strategi pelapasan FFA


(Sumber: Ledesma-Amaro et al., 2016)

Kehadiran diacylglycerol acyltransferase (DGA2) dapat mengarahkan


pembentukan badan lemak. DGA2 berlebih dikontrol oleh pTEF dan menunjukkan
peningkatan hasil lipid intraseluler tetapi jumlah FFA yang disekresikan masih sama
(belum meningkat seperti yang duharapkan. Hasil ini menyiratkan saturasi aktivitas dari
lipase intraseluler. Sebagai konsekuensi, peneliti membuat TGL4 menjadi berlebih. TGL4
adalah lipase intraseluler aktif dalam Yarrowia lipolytica. Hasilnya sekresi FFA meningkat
walaupun sedikit seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9a.
21

Gambar 2.9. Hasil percobaan dari Strategi I


(Sumber: Ledesma-Amaro et al., 2016)

Berbeda dengan lipase intraseluler yang lain, TGL4 dapat berfungsi pada saat fase
stasioner akhir sehingga membutuhkan TGL3 untuk aktivasinya. Sehingga TGL3 pun
dibuat berlebih dengan menambahkan scTGL3 dari S. cereviseae dan klTGL3 dari K.lactis.
Peningkatan asam lemak ekstraseluler berhubungan (berbanding terbalik) dengan
reduksi terhadap fraksi intraseluler (Gambar 2. 9a dan 2. 9b). Strain rekayasa faa1 mfe1
DGA2 TGL4 KlTGL3 menunjukkan performa terbaik dari 8 strain lain yang ada dan
menghasilkan sekresi mencapai 2,8 g/L FFA (Gambar 2. 9b).
Pada Gambar 2. 9g bagian kanan dapat dilihat hasil pencitraan mikroskop dari strain
rekayasa tersebut. Sementara itu pada Gambar 2. 9c, 2. 9d, dan 2. 9e, dapat dilihat padatan
dari strain yang telah termodifikasi. Pada Gambar 2. 9c dapat dilihat supernatant dari strain-
strain pada saat 6 hari tumbuh dalam medium YNB60. Gambar 2. 10d dan 2. 9e
menunjukkan bagian padatan dari strain tersebut. Hasil yang ditunjukkan pada gambar 2.
9f adalah persentase asam lemak yang berhasil diproduksi, dengan kadar terbesar dimiliki
oleh C16 dan C18.
Strain yang digunakan dalam Strategi I terbukti dapat mengakumulasikan lipid
intraseluler secara paralel sehingga memungkinkan untuk memproduksi total lipid yang
lebih tinggi dengan Strategy II. Strain ini juga dapat memproduksi 474 kali leboh besar
(>10g/L) lipid ekstraseluler daripada WT dan berhasil mengalahkan produksi maksimum
dari lipid sebesar 120% DCW. fStrain ini dapat dijadikan sebagai langkah awal untuk
modifikasi lebih lanjut misalnya dalam pengembangan lipogenesis. Perbaikan yang masih
22

perlu dilakukan selanjutnya ialah untuk menghasilkan lonjakan sekresi FFA dan juga
pemanenannya.

2.7.1.4. Improvement yang dilakukan pada Strategi I

Strain rekayasa faa1 mfe1 DGA2 TGL4 KlTGL3 dipilih karena terbukti
merupakan produsen asam lemak terbaik. Kemudian, strain ini dipelajari lebih lanjut untuk
digunakan dalam bioreaktor 5 L. Strain tersebut bersama strain tanpa rekayasa (WT)
ditumbuhkan dalam media YNB120 (120 g/L glukosa). Strain rekayasa menghasilkan
sekresi mencapai 4,3 g/L asam lemak dengan konversi glukosa menjadi lipid sebesar 0,14
g/g atau 92,4% DCW. Tetapi jika strain rekayasa tersebut ditambahkan 15% dodekana
sebagai lapisan organik (in situ), maka sekresi asam lemak melonjak menjadi 10,4 g/L
dengan yield 0,2 g/g dan total lipid yang diproduksi sebesar 120,4% DCW (Gambar 2.10b).

Gambar 2.10. Produksi asam emak ekstraseluler dengan bioreactor


(Sumber: Ledesma-Amaro et al., 2016)

2.7.2. Stategi II

Strategi 2 dilakukan dengan merekayasa genetika untuk meningkatkan titer dan


sekresi asam lemak.

2.7.2.1. Metode dan Bahan


23

a) Komposisi strain dan media

Strain Y. Lipolytica yang digunakan pada penelitian ini merupakan derivatif dari
tipe wild-type. Media YDP yang digunakan terdiri dari 2% glukosa, 2% pepton, dan 1%
ekstrak ragi. Komposisi medium terbagi atas 3 tipe yaitu YNB, YNB30 dan YNB60 yang
masing-masing terdiri dari 2,3,dan 6% glukosa untuk meningkatkan reaksi lipogenesis (%
wt/vol., Merck, Fontenay-sous-Bois Cedex, France), 0,17% (% wt/vol) ragi berbasis
nitrogen (YNBww), 0,15% (wt/vol) NH4Cl dan larutan buffer fosfat pH 6,8 dengan
konsentrasi 50 mM. Larutan alkalin yang ditambahkan pada broth sekitar 10 hingga 15%
dari volum total, namun tidak dihitung sebagai faktor pengenceran dari media karena
kelarutannya yang sangat rendah pada fase tersebut (Ledesma-Amaro et. al., 2016).

b) Cloning dan strain engineering

Heterologous gene atau gen yang memiliki sifat berbeda dengan sifat asli yang
terdapat pada strain disintesis dengan menggunakan optimisasi kodon pada Y. Lipolytica.
Ekspresi gen kemudian dikloning dengan kontrol promotor TEF. Daftar heterologous gene
yang digunakan ditampilkan pada Tabel 2.4. Endogeneos gene, promotor dan terminator
pada proses ini dikloning dengan menggunakan PCR sehingga membentuk overexpression
atau deletion pada ekspresi gen (Dulermo et al.,2015;Ledesma-Amaro et al.,2015).

Tabel 2.4. Daftar tipe heterologous gene pada masing tipe engineered strain

(Sumber: Ledesma-Amaro et. al., 2016)

c) Pengukuran kadar glukosa dan asam

Kadar glukosa dan asam sitrat dilakukan dengan menggunakan HPLC (Ultimate
3000, Dionex-Thermo Fisher Scientific UK) menggunakan kolom Aminex HPX 87 H pada
panjang gelombang 210 nm dengan detektor RI. Fasa gerak yang digunakan adalah H2SO4
0,01 N pada temperatur ruang dengan laju alir 0,6 mL/menit. Sampel sebelumnya disaring
24

menggunakan kertas saring dengan ukuran pori 0.45um. Analisa kuantitatif dilakukan
dengan membandingkan pengukuran sample dengan standard (Ledesma-Amaro et. al.,
2016).

d) Ektraksi dan analisa kuantitatif lipid

Lipid dari hasil lipolisis 10-30 mg sel atau dari supernatan hasil lipolisis dikonversi
menjadi bentuk metil ester menggunakan freeze-dried cell (Browse et.,al,1986). Sample ini
kemudian dianalisis dengan menggunakan gas chromatography (GC). Analis
menggunakan GC Varian 3900 dengan detektor flame ionization dan kolom Varian
FactorFour vf-23 ms. Larutan standar asam lemak yang digunakan adalah FAME32
(supelco). Analisa kuantitatif dilakukan dengan metode internal standard yaitu
penambahan 50ug C17:0 dan atu C12:0 (sigma).

e) Penentuan jenis lipid

Penentuan tipe lipid dilakukan dengan menggunakan HPLC (Ultimate 3000


Corona, Dionex-Thermo Fisher Scientific, UK) dengan kolom C8 (Thermo Scientific) dan
detektor Charged Aerosil Detector (CAD). Fasa gerak yang digunakan adalah campuran
larutan A(acetonitrile:metanol:THF:asam asetat 500:375:125:4) dengan laju alir 0,8
ml/menit dan larutan B(metanol:air:asam asetat 750:250:4) dengan laju alir 0,8 ml/menit.
Komposisi larutan B ditingkatkan dari 0 hingga 100 % dalam waktu 70 menit dan
dipertahankan pada 10 menit terakhir. Analisa kuantitatif dilakukan dengan
menginjeksikan fraksi kloroform dari ekstrasi Folch (Ledesma-Amaro et. al., 2016).

f) Analisis Menggunakan Mikroskop Flourescence

Jaringan lipid dan extracellular lipid diamati di mikroskop dengan penambahan


BodiPy Lipid Probe (2,5 mg/ml dalam etanol) dan inkubasi selama 10 menit pada
temperatur ruang. Mikroskop yang digunakan adalah Zeiss Axio Imager M2 dengan 100x
objective dan Zeiss filter 45 dan 46 (Ledesma-Amaro et. al., 2016).

g) Bioreaktor fermentasi

Inokulum disiapkan menggunakan medium YPD selama 3 hari. Volume akan


meningkat hingga 2 kali lipat sehingga volume total menjadi 200 mL. Inokulum biomassa
dicuci dari residu medium YPD sebelum ditambahkan ke bioreaktor. Kondisi bioreaktor
adalah 800 rpm, 1 vvm dan pH 5,5. Setelah 3 hari agitasi, kecepatan pengadukan dikurangi
25

menjadi 400 rpm untuk membatasi terbentuknya asam asetat. Medium YNB120 terdiri dari
(g/L) :120 glukosa, 3,4 YNB w/o asam amino, 3 NH4CL dalam buffer fosfat pH 6,5 dengan
konsentrasi 50 mM.
Penambahan dodekana meningkatkan volume total sebesar 15%. Selanjutnya, 1 mL
sampel disentrifugasi untuk memisahkan padatan dan supernatan. Supernatan selanjutnya
dianalisa dengan menggunakan HPLC untuk mengetahui jumlah gula dan asam
organik.Sedangkan padatannya dicuci dan digunakan untuk menentukan dry cell weight
(DCW) dan analisa kuantitatif lipid melalui metode gravimetri (Blazeck et al.,2014). 1 mL
sampel lainnya juga disentrifugasi, dan supernatan nya digunakan untuk analisa lipofilisasi
dan kadar exytacellular lipid. Dodekana yang digunakan selama proses ini dipisahkan dari
supernatan dan sel.

2.7.2.2. Hasil dan Pembahasan Strategi II

Sebelum dilakukan pembahasan strategi II, maka terlebih dahulu akan dipaparkan
metabolisme lemak pada Yarrowia lipolytica. Metabolisme lipid pada strain ini ditampilkan
pada Gambar 2.9. Pada tahap awal, kompleks fatty acid synthesis tipe-1 (FAS1)
menghasilkan Acyl-CoA. NADPH yang dibutuhkan pada fatty acid synthesis didapatkan
dari siklus oksidasi penthose phosphate (Wasylenko et al., 2015).
Fatty acid yang teraktivasi dalam bentuk Acyl-CoA dapat memasuki siklus
Kennedy untuk disimpan sebagai lipid netral dalam bentuk triacylglycerol (TAG) dan steryl
esters (SE). Acyl-coA diiubah menjadi TAG dan SE melalui pathway DGA1 dan DGA2
(Athenstaedt et al.,2006). Kemudian, asam lemak bebas atau free fatty acid (FFA) dapat
dihasilkan dari TAG dan SE melalui intracellular lipase yaitu TGL3 dan TGL4 (Dulermo
et al., 2013). FFA ini kemudian akan dapat melewati beberapa jalur. Jalur pertama, FFA
dapat teraktivasi kembali menjadi Acyl-CoA melalui FAA1. Acyl-CoA dan FAA yang
tidak teraktivasi memasuki peroksisom dan didegradasi oleh gen beta-oksidasi (Dulermo
dan Nicaud, 2011). Sedangkan pada jalur kedua, FFA yang tidak teraktivasi akan
disekresikan keluar sel.
Pada strategi II ini akan dilakukan rekayasa genetika pada Yarrowia lipolytica
dengan tujuan sebagai berikut:

1. Menghilangkan reaksi pembentukan lipid netral berupa TAG dan SE dengan


melakukan deletion pada gen LRO1, DGA, DGA2 dan ARE1.
26

2. Meningkatkan produksi FAA dengan cara melakukan overexpression dan relokasi


heterologous acyl-Coa thioesterses melalui mekanisme FAS tipe 2 dan deletion pada
gen FAA1 (aktifasi FAA) dan MFE1 (degradasi FAA). Reaksi ini menghasilkan FAA
yang bisa langsung disekresi ke sitoplasma (Rottig dan Steinbuchel,2013).

Metabolisme dari hasil rekayasa genetika Yarrowia lipolytica dengan strategi II


ditampilkan pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11. Metabolisme Yarrowia lipolytica berdasarkan strategi II


(Sumber: Ledesma-Amaro et. al., 2016)
Hasil dari rekayasa genetik yang dilakukan pada Yarrowia lipolytica ditampilkan pada
Gambar 2.12.

Keterangan:
faa1 : Deletion of FAA1
mfe1 : Deletion of MFE1
27

DGA2 : Overexpression of DGA2


Q4 : Deletion of DGA1, DGA2, ARE1, LRO1
THIOs : Overexpression of thioestherases
Gambar 2.12. Hasil analisa kuantitatif FFA dari YNB60 selama 6 hari berdasarkan
Strategi II (Sumber: Ledesma-Amaro et. al., 2016)
Berdasarkan data pada Gambar 2.12, deletion of Q4 (DGA1, DGA2, ARE1, LRO1)
dan FAA1 serta MFE1 menghasilkan FAA intracellular hingga 730 mg/L. Perlakuan Q4
akan menghambat terbentuknya TGA dan SE, sedangkan perlakuan faa1 dan mfe1 akan
menghambat terjadinya aktivasi FAA menjadi Acetyl-CoA dan degradasi FAA pada beta-
oxidation.
Pengaruh berbagai jenis enzim thioestherase dilakukan dengan variasi tipe enzim
seperti pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Variasi tipe enzim thioestherase

Tipe enzim Thios Kode


YALI0B05302 m1
YALI0C15230 m2
YALI0C22121 m3
YALI0E18876 c1
YALI0E21472 c2
Rattus norvegicusTEII Rn
Mus musculus ACOT5 Mm

Deletion of Q4 (DGA1, DGA2, ARE1, LRO1), FAA1, MFE1 dan overexpression


dari Thios menunjukkan kadar extracellular FAA yang lebih tinggi daripada intracellular
FAA. Hal ini sesuai dengan prediksi di awal dimana terjadinya akumulasi acetyl-CoA yang
merupakan substrat dari enzin thioestherase. Acetyl-Coa pada jalur ini akan dikonversi
menjadi FAA dan disekresikan ke sitoplasma. Sedangkan, perlakuan tanpa Q4
menunjukkan kadar intracellular FAA yang lebih tinggi dari extracellular FAA. Hal ini
terjadi karena kemungkinan terbentuknya TAG dan SE yang menghasilkan FAA di dalam
sel. FAA melalui jalur ini tidak langsung disekresikan ke sitoplasma. Aktivitas enzim
thioesterasi yang paling tinggi ditunjukkan oleh tipe Rn. Hal ini disebabkan oleh interaksi
langsung antara enzin tersebut dengan fatty acid synthesis (FAS) (Slabas et al., 1983).
28

2.7.2.3. Pemisahan asam lemak secara in situ untuk peningkatan produksi dan ekstraksi
lipid

Konsentrasi FAA sangat dihindari karena bersifat beracun. Oleh sebab itu, proses
produksi dan ekstraksi berjalan secara paralel. Pemisahan FFA dengan pelarut organik
menunjukkan hasil yang cukup baik yaitu 84,35,5% dengan menggunakan dekana dan
89,22,0% dengan menggunakan dodekana.
29

BAB III

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dalam penulisan makalah ini, antara lain:

1. Asam lemak adalah asam organik yang terdapat sebagai ester trigliserida atau lemak,
baik yang berasal dari hewan maupun tumbuhan. Asam lemak adalah asam karboksilat
yang mempunyai rantai C panjang.
2. Asam lemak bebas (ALB) adalah suatu asam yang dibebaskan pada proses hidrolisis
lemak oleh enzim. Berdasakan jenis ikatannya, terdapat dua jenis asam lemak, antara
lain: asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh.
3. Asam lemak merupakan asam lemah, dan dalam air terdisosiasi sebagian. Sifat asam
lemak ditentukan oleh rantai hidrokarbonnya. Lemak pada hewan pada umumnya
berupa zat padat pada suhu ruangan, sedangkan lemak yang berasal dari tumbuhan
berupa zat cair.
4. Proses pembuatan asam lemak dapat dilakukan dengan Twitchell Splitting, Autoclave
Batch Splitting, dan Continuous Splitting.
5. Beberapa parameter yang perlu diperhatikan dalam proses pembuatan asam lemak,
antara lain: secara hayati diantaranya adalah media tumbuh, Tingkat kematangan buah,
varian spesis, Penambahan organic layer, sedangkan secara industri adalah suhu, waktu
dan bahan reaktor.
6. Asam lemak telah dimanfaatkan dalam berbagai industri, wilayah Asia cenderung
memanfaatkannya untuk produksi sabun, sedangkan Amerika Utara cenderung pada
bidang industry peralatan rumah tangga, otomotif, konstruksi dan karet
7. Salah satu teknologi yang sedang dikembangkan untuk meningkatkan produksi asam
lemak adalah dengan metabolism engineering. Teknologi ini dilakukan dengan
merekayasa strain Yarrowia lipolytica melalui dua jenis strategi. Kedua strategi ini
terbukti mampu meningkatkan sekresi asam lemak dalam Yarrowia lipolytica.
30

DAFTAR PUSTAKA

Barus, H. 2017. Investor Jepang Investasi Rp 12.T Bangun Pabrik Asam Lemak. Sumber:
http://www.industry.co.id/read/3466/investor-jepang-investasi-rp12-t-bangun-
pabrik-asam-lemak di akses pada tanggal 5 oktober 2017.
Browse, J., McCourt, P.J., Somerville, C. R., 1986. Fatty acid composition of leaf
lipidsdetermined after combined digestion and fatty acid methyl ester formation
from fresh tissue. Anal. Biochem. 152, 141145.
Cermak, S. C., Evangelista, R. L., and Kenar, J. A. 2012. Distillation of Natural Fatty Acids
and Their Chemical Derivatives. USA : Intech.
Commercial Global Data Research (CDR) . 2016. Penawaran Buku Studi Tentang
Kondisi Pasar & Prospek Industri Minyak Sawit Dan Turunannya Di Indonesia.
Sumber: http://commercialglobaldataresearch.blogspot.co.id/2016/01/penawaran
buku-studi-tentang-kondisi.html di akses pada tanggal 4 Oktober 2017
Dulermo, T., Treton, B., Beopoulos, A., Kabran Gnankon, A.P., Haddouche, R., Nicaud,
J.M., 2013. Characterization of the two intracellular lipases of Y. lipolytica en-
coded by TGL3 and TGL4 genes: new insights into the role of intracellular li-
pases and lipid body organisation. Biochim. Biophys. acta 1831, 14861495.
Dulermo, R., Gamboa-Melendez, H., Ledesma-Amaro, R., Thevenieau, F., Nicaud, J.M.,
2015. Unraveling fatty acid transport and activation mechanisms in Yarrowia
lipolytica. Biochim. Biophys. Acta.
IHS Markit. 2015. Chemical Economics Handbook : Natural Fatty Acids. Sumber:
https://www.ihs.com/products/natural-fatty-acids-chemical-economics-
handbook.html, diakses pada tanggal 04 Oktober 2017.
Indra,B. Metabolism Lipid Asam Lemak . Sumber :
http://bimmedicalscience.blogspot.co.id/2016/01/metabolisme-lipid-asam-lemak-
dan.html diakses pada tanggal 5 Oktober 2017.
Ledesma-Amaro, R., 2015. Microbial oils: a customizable feedstock through metabolic
engineering. Eur. J. Lipid Sci. Technol. 117, p. 141144.
Nicaud, J. M. 2012. Yarrowia lipolytica. Yeast 29, p. 409-418. Sumber:
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/yea.2921/pdf, diakses pada tanggal 04
Oktober 2017.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar biokimia. Edisi kedua. Bandung: UI-PRESS.

Rottig, A., Steinbuchel, A., 2013. Acyltransferases in bacteria. Microbiol. Mol. Biol.Rev.
77, p. 277321.
Salirawati. 2007. Belajar Kimia Menarik. Jakarta: Grasindo.
31

Slabas, A.R., Ormesher, J., Roberts, P.A., Sidebottom, C.M., Tombs, M.P., Jeffcoat, R.,
James, A.T., 1983. The interaction of mammalian medium-chain hydrolase with
yeast fatty acid synthetase. Eur. J. Biochem./FEBS 134, p. 2732.
Wasylenko, T.M., Ahn, W.S., Stephanopoulos, G., 2015. The oxidative pentose phosphate
pathway is the primary source of NADPH for lipid overproduction from glucose
in Yarrowia lipolytica. Metab. Eng.
Williams, Lippincott dan Wilkins. 2014. Illustrated Biochemistry ed. 6th. Philadelpia :
Wolters Kluwer Health

Anda mungkin juga menyukai