OLEH
KELOMPOK 5
JURUSAN BIOLOGI
KUPANG
2019
1
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara
alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan
untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet,
penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental.
Bahan Tambahan Pangan atau aditif makanan juga diartikan sebagai bahan yang
ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu.
Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu aditif
sengaja dan aditif tidak sengaja. Aditif sengaja adalah aditif yang diberikan dengan sengaja
dengan maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita
rasa, mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa, dan lainnya.
Sedangkan aditif yang tidak sengaja adalah aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah
sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan. Bila dilihat dari asalnya, aditif dapat
berasal dari sumber alamiah (misalnya lesitin); dan dapat juga disintesis dari bahan kimia
yang mempunyai sifat serupa benar dengan bahan alamiah yang sejenis, baik dari susunan
kimia maupun sifat metabolismenya (misalnya asam askorbat). Dalam kehidupan sehari-
hari BTP sudah digunakan secara umum oleh masyarakat, termasuk dalam pembuatan
pangan jajanan. Masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan yang
beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam
pangan.
PEMBAHASAN
Antifoaming agent adalah bahan tambahan pangan yang ditambahkan pada saat
pemrosesan untuk mencegah atau mengurangi pembentukan buih. Termasuk
kelompok ini yang diizinkan oleh Pemenkers adalah kalsium arginat, asam lemak
dan monogliserida.
d. Antikempal
5
Antioksidan merupakan molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
proses oksidsi molekul lain, sehingga antioksidan sebagai bahan aditif makanan
adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat kerusakan
pangan akibat oksidasi. Contohnya asam askorbat, askorbil parmitat dan stearat.
f. Bahan pengarbonasi
Pengemulsi adalah suatu bahan yang dapat mengurangi kecepatan tegangan permukaan dan
tegangan antara dua fase yang dalam keadaan normal tidak saling melarutkan, menjadi dapat
bercampur dan selanjutnya membentuk emulsi. Suatu jenis pangan membutuhkan bahan
pengemulsi jika terdiri dari 3 komponen yaitu protein, lemak dan karbobidrat.
Fungsi dari pengemulsi, pemantap dan pengental dalam pangan adalah untuk
memantapkan emulsi dari lemak dan air sehingga produk tetap stabil, tidak meleleh, tidak
terpisah antara bagian lemak dan air serta mempunyai tekstur yang kompak. Jenis pangan
yang sering menggunakan BTP semacam ini adalah es krim, es puter, saus sardin ,jem, jeli,
sirup dan lain-lain.
Ciri-ciri pengemulsi berhubungan dengan sifat ampifilik yaitu berhubungan
dengan struktur molukelnya
bentuk molekulnya harus mempunyai gugus yang mempunyai fungsi sebagai
hidrofilik (kemampuan untuk bergabung dengan air) dan
6
sebagai lipofilik ( kemampuan untuk bergabung dengan minyak). Sifat lipofilik
merupakan sifat yang sangat dominan pada pengemulsi pangan, tetapi
keseimbangan antara hidrofilik dan lipofilik dapat bermacam-macam
tergantung pada komposisi kimianya.
Tujuan penggunaan pengemulsi diantaranya:
untuk mengurangi tegangan permukaan antara minyak dan air yang mendorong
pembentukan emulsi dan pembentukan keseimbangan fase antara minyak, air
dan pengemulsi.
untuk sedikit mengubah sifat tekstur teknologi produk pangan dengan
pembentukan senyawa kompleks dengan komponen-komponen pati dan protein
untuk memperbaiki tekstur produk pangan yang bahan utamanya lemak dengan
mengendalikan keadaan polimorf lemak.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/ Menkes / Per/IX/88 tentang bahan
tambahan pangan, penyedap rasa, aroma dan penguat rasa didefinisikan sebagai bahan
tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma.
Penyedap rasa tersebut mengandung senyawa yang disebut monosodium glutamat (MSG).
Peranan asam glutamat sangat penting, diantaranya untuk merangsang dan menghantar sinyal-
sinyal antar sel otak. penggunaan MSG dibatasi secukupnya, yang berarti tidak boleh
berlebihan.
penyedap alami
penyedap alami misalnya merica, kayu manis, jahe, cengkeh, dll), oleorisin, ekstrak
tumbuhan, dan minyak esensial, isolat penyedap, penyedap dari sari buah , ekstrak
tanaman ) .
penyedap sintetis
Bahan sintetis ( terutama ester, aldehid,dan keton dan lainya adalah dari sumber alami
misalnya bumbu penyedap . Bumbu penyedap buatan / sintetis misalnya monosodium
glutamat (MSG ) , untuk meningkatkan rasa makanan yang diberikan . Bentuk
penyedap ada 3 macam yaitu : cair, bubuk, pasta.
Jenis penyedap yang digunakan yaitu penyedap sejenis mono sodium glutamat (MSG).
Sehingga dengan penggunaan MSG kedalam masakan hasil dari makanan yang didapat akan
terasa lebih baik. Sebagaimana pendapat Azmiyawati, (2007:27) mengatakan bahwa:
“Mekanisme kerja MSG sebagai flavor intensifier yaitu dapat menyedapkan rasa daging.
Karena adanya hidrolis protein dalam mulut, dapat meningkatkan cita rasa dengan
mengurangi rasa yang tidak diinginkan seperti rasa bawang putih yang tajam, rasa sayuran
yang mentah dan rasa pahit dari sayurn.. (Cahyadi, 2009)
9
6. Penambah Nutrisi
Penambah nutrisi yaitu penambahan berupa asam amino, mineral dan vitamin baik
tunggal maupun campuran yang dapat meningkatkan nilai gizi makanan
Penambahan zat-zat gizi kedalam bahan makanan dikenal dengan istilah fortifikasi
(fortification) atau enrichment (memperkaya) . istilah lain yang sering digunakan dengan
maksud yang sama adalah supplement (penambahan), restoration (restorasi, atau pemulihan
kembali ), dan sekarang digunakan istilah baru yaitu nutrification (nutrifikasi) yang berarti
mempergizi atau dengan kata lain meningkatkan nilai gizi.
1) Dilakukan secara legal (menurut UU) untuk meningkatkan status gizi misalnya:
penambahan Iodium dalam garam indonesia
penambahan vitamin A dalam teh di India
penambahan vitamin A dalam gula pasir di Guatemala
penambahan vitamin A pada MSG di Filipina
2) Dilakukan secara komerssil/sukarela untuk meningkatkan nilai gizi bahan
pangan tersebut sehingga dapat menguntungkan konsumen misalnya:
10
Penambahan vitamin, mineral, senyawa bioaktif pada susu formula bayi
dan susu untuk anak-anak
Penambahan senyawa bioaktif pada pangan fungsional
7. Zat Pewarna
Zat pewarana makanan adalah zat yang sering digunakan untuk memberikan efek
warna pada makanan sehingga makanan terlihat lebih menarik sehingga menimbulkan
selera orang untuk mencicipinya. Menurut Winarno (1995), yang dimaksud dengan zat
pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang
berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada
makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik. Zat pewarna makanan dapat
diperoleh dari bahan alam atau dari bahan buatan.
Pewarna yang digunakan pada setiap makanan atau pun minuman diantaranya yaitu :
1. pewarna alami
Pewarna alami merupakan pewarna yang diperoleh dari bahanbahan alami baik
nabati, hewani, ataupun mineral (Ika Kurniawati, 2009:27).
Beberapa jenis pewarna alami yang sering digunakan untuk pewarna
makanan antara lain ialah :
a. Karotenoid
Karotenoid merupakan zat warna (pigmen) berwarna kuning, merah dan oranye
yang secara alami terdapat dalam tumbuhan dan hewan, seperti dalam wortel, tomat, jeruk,
algae, lobster, dan lain-lain. Karotenoid merupakan senyawa yang tidak larut dalam air dan
sedikit larut dalam minyak atau lemak. Diperkirakan lebih dari 100 juta ton. Karotenoid
diproduksi setiap tahun di alam. Senyawa ini baik untuk mewarnai margarin, keju, sop,
pudding, es krim dan mie dengan level pemakaian 1 sampai 10 ppm. Zat warna ini juga
baik untuk mewarnai sari buah dan minuman ringan (10 sampai 50 g untuk 1000 liter) dan
mempunyai keuntungan tahan reduksi oleh asam askorbat dalam sari buah dan dapat
memberikan proteksi terhadap kaleng dari korosi. Dibanding dengan zat warna sintetis,
karotenoid juga mempunyai kelebihan, yaitu memiliki aktivitas vitamin A. Akan tetapi
11
faktor harga kadang-kadang masih menjadi pertimbangan pengusaha karena harganya
relatif lebih mahal daripada zat warna sintetis.
b. . Karoten
Karoten dan likopen Karoten sendiri merupakan campuran dari beberapa senyawa
yaitu α-, β- dan 11 γ- karoten. Karoten merupakan hidrokarbon atau turunannya yang
terdiri dari beberapa unit isoprena (suatu diena). Sedangkan turunannya mengandung
oksigen disebut xantofil. β-karoten banyak terkandung dalam wortel dan lada, kadang-
kadang bebas dan kadang-kadang bercampur dengan α- dan γ-karoten. Tidak semua
karoten benar-benar simetrik, misalnya α- dan γ-karoten mempunyai cincin terminal yang
tidak sama.
c. Antosianin
Zat warna (pigmen) ini larut dalam air dan warnanya oranye, merah dan biru.
Secara alami terdapat dalam anggur, stawberry, rasberry, apel, bunga ros, dan tumbuhan
lainnya. Biasanya buah-buahan dan sayuran warnanya tidak hanya ditimbulkan oleh satu
macam pigmen antosianin saja, tetapi kadang-kadang sampai 15 macam pigmen seperti
pelargonidin, sianidin, peonidin dan lain-lain yang tergolong glikosida-glikosida
antosianidin.
Antosianin banyak menarik perhatian untuk dipakai sebagai pengganti zat warna
sintesis amaranth (FD & C Red No. 2) yang dilarang di Amerika Serikat dan beberapa
negara lainnya. Pada suasana asam antosianin sama dengan warna amaranth, tetapi jika pH
bahan di atas 4 warna dapat cepat berubah. Antosianin juga tidak tahan terhadap asam
askorbat, metal-metal dan cahaya. Tetapi untuk sirop, nektar dan esen buah-buahan,
penambahan garam alumunium sampai 200 ppm dapat membantu menstabilkan warnanya.
d. Kurkumin
Kurkumin merupakan zat warna alami yang diperoleh dari tanaman kunyit
(Zingeberaceae). Zat warna ini dapat dipakai dalam minuman tidak beralkohol, seperti sari
buah. Akan tetapi zat warna ini masih kalah oleh zat warna sintesis dalam hal warnanya.
2. Pewarna sintesis
Pewarna sintetis merupakan zat warna yang dibuat melalui perlakuan pemberian
asam sulfat atau asam nitrat yang sering terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain
yang bersifat racun (Cahyadi, 1996). Ada 3 macam pewarna sintetis yaitu :
12
a. FD & C Dyes
Dyes adalah zat warna yang larut air dan diperjual belikan dalam bentuk serbuk,
granula, cairan, campuran warna, pasta dan dispersi. Dyes tidak dapar larut hampir dalam
semua jenis pelarut-pelarut organik. Jika akan dipakai dalam makanan yang tidak
mengandung air, zat warna ini dapat dilarutkan dalam gliserin atau propilen glikol. Zat
warna ini stabil untuk berbagai macam penggunaan dalam makanan. Dalam bentuk kering
tidak terlihat adanya kerusakan. Akan tetapi ketidakstabilan zat warna ini terjadi jika dalam
makanan tersebut terkandung bahan-bahan pereduksi atau makanan tersebut berprotein dan
diproses dalam retort pada suhu tinggi.
b. FD & C Lakes
Pewarna-pewarna ini dibuat dengan jalan melapisi alumunium hidrat dengan FD &
C Dye. Konsentrasi pewarnanya bervariasi antara 10-40%. Penggunaannya terutama untuk
sistem dispersi berminyak atau produk-produk yang kadar airnya terlalu rendah untuk
dapat melarutkan dye, misalnya tablet, tablet yang diberi coating/pelapisan, icing, pelapis
fondant, pelapis-pelapis berminyak, campuran adonan cake dan donut, permen, permen
karet, dan lain-lain. Lakes pada umumnya bersifat lebih stabil daripada dye. Sampai saat ini
FDA belum menetapkan peraturan-peraturan pemakaian lakes untuk makanan; semua
pewarna lakes masih termasuk daftar provesional (belum disetujui untuk dimasukkan ke
dalam daftar permanen pewarna-pewarna untuk makanan) terkecuali FD & C Red No. 40
Lakes.
Lakes adalah pigmen yang dibuat melalui proses pengendapan dan absorbsi dye
pada bahan dasar (substrat) yang tidak larut dalam air, yaitu alumina. Lakes tidak larut
dalam air, alkohol dan minyak. Pemakaiannya dapat dengan mendispersikan zat warna
tersebut dalam serbuk makanan dan pewarnaan akan terjadi, seperti halnya mencampurkan
pigmen ke dalam cat.
Penggunaan warna pangan yang aman telah diatur melalui peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 13 772/Menkes/Per/IX/88, yang mengatur mengenai pewarna yang
dilarang digunakan dalam pangan, pewarna yang diizinkan serta batas penggunaannya,
termasuk penggunaan bahan pewarna alami. Akan tetapi masih banyak produsen pangan,
13
terutama pengusaha kecil yang menggunakan bahan-bahan pewarna yang dilarang dan
berbahaya bagi kesehatan, misalnya pewarna untuk tekstil atau cat. Hal ini disebabkan
pewarna tekstil atau cat umumnya mempunyai warna lebih cerah, lebih stabil selama
penyimpanan serta harganya lebih murah dan produsen pangan belum mengetahui dan
menyadari bahaya dari pewarna-pewarna tersebut. Alternatif lain untuk menggantikan
penggunaan pewarna sintesis adalah dengan menggunakan pewarna alami seperti ekstrak
daun pandan atau daun suji, kunyit dan ekstrak buah-buahan yang pada umumnya lebih
aman. Penggunaan bahan pewarna alami juga ada batasnya sesuai dengan peraturan yang
telah ditetapkan.
zat pewarna kuning yang dipergunakan secara luas dalam berbagai makanan olahan
telah diketahui dapat menginduksi reaksi alergi , terutama bagi orang yang alergi
terhadap aspirin ( Juhlin , 1980 )
14
C. Bahaya bahan tambahan pangan bagi kehidupan
Bahan berbahaya adalah bahan kimia baik dalam bentuk tunggal maupun campuran
yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak
langsung yang mempunyai sifat racun, karsiogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan
iritasi (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 472/Menkes/Per/V/1996 tentang Pengamanan
Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan).
a) Rhodamin B
15
b) Metanil yellow
Beberapa pewarna terlarang dan berbahaya yang sering ditemukan pada pangan,
terutama pangan jajanan, adalah Metanil Yellow (kuning metanil) yang berwarna kuning,
dan Rhodamin B yang berwarna merah. Bahan pewarna kuning dan merah tersebut sering
digunakan dalam berbagai macam pangan seperti sirup, kue-kue, agar, tahu, pisang, tahu
goreng, dan lain-lain. Kedua pewarna ini telah dibuktikan menyebabkan kanker yang
gejalanya tidak dapat terlihat langsung setelah mengkonsumsi. Oleh karena itu dilarang
digunakan dalam pangan walaupun jumlahnya sedikit.
c) Formalin
Formalin merupakan larutan yang tidak berwarna dan berbau sangat menusuk.
Didalam Formalin terkandung sekitar 37% Formaldehide dalam air. Biasanya ditambahkan
methanol hingga 15 % sebagai stabilisator. Dipasaran Formalin dapat diperoleh dalam
bentuk yang sudah diencerkan denga kadar Formaldehide 10 – 30%. Penggunaan Formalin
pada makanan merupakan suatu pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Kesehatan
No.722/Menkes/Per/IX/1988 dan perubahannya No.1169/Menkes/Per/X/1999.
Efek buruk formalin bagi kesehatan sebagai berikut:
efek jangka pendek, yaitu bersin, radang tenggorkan, sakit dada yg berlebihan,
lelah, jantung berdebar, sakit kepala, mual, diare, dan muntah. Sedangkan
16
efek jangka panjang, yaitu terjadi gangguan haid, kemandulan pada wanita, kanker
pada hidung, rongga mulut, tenggorokan, paru dan otak.
d) Boraks
Kegunaan Boraks (barie acid borax Z) biasanya digunakan dalam industry gelas,
pelican porselin, alat pembersih, dan anti septic. Boraks juga digunakan sebagai zat
antiseptic, obat pencuci mata ( barie acid 30%), salep (boorsalp) untuk menyembuhkan
penyakit kulit, salep untuk mengobati bibir (borak gliserin), dan pembasmi semut (barie
acid boraks). Bila konsumen mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks, tidak
serta merta berakibat buruk terhadap kesehatan. Tetapi boraks yang sedikit tersebut diserap
dalam tubuh konsumen secara kumulatif.
17
Menurut George dalam Winarno,2004 disamping melalui saluran pencernaan,
boraks dapat diserap melalui kulit. Dan menurut Valdes-Dapena dalam Winarno (2004)
boraks yang terlanjur terserap kedalam tubuh dalam jumlah yang kecil dikeluarkan melalui
air kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui keringat. Boraks yang terserap dalam
tubuh, akan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak atau testis (buah zakar). Boraks jika
dikonsumsi dalam jumlah banyak dapat menyebabkan gejala pusing, muntah, demam,
mencret, penurunan tekanan darah, kejang perut, kerusakan ginjal, anuria (tidak
terbentuknya urin), hilangnya nafsu makan, gangguan otak, gangguan hati, depresi, kanker,
koma bahkan kematian. Efek negative apabila terdapat pada makanan, dalam jangka waktu
yang lama akan terjadi akumulasi padaotak, hati dan ginjal.
e) Asam Salsilat
Asam salsilat sering disebut aspirin. Pada aspirin ini adalah analgetik dan anti-
inflamasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa aspirin dapat mengurangi jumlah asam folat
dalam darah, meskipun kepastian perubahan belum terbukti. Asam salsilat dilarang
digunakan sebagai bahan pengawet makanan di Indonesia. Pasalnya, asam salsilat memiliki
iritasi kuat ketika terhirup atau tertelan. Bahkan ketika ditambah air, asam salsilat tetap
memberikan gangguan kesehatan pada tubuh karena dapat menyebabkan nyeri , mual dan
muntah jika tertelan.
f) Kalium klorat
Kalium klorat (KCLO3) salah satu fungsinya sebagai pemutih, sehingga sering
dimasukkan dalam obat kumur pemutih dan pasta gigi. Sejak tahun 1988, pemerintah
Indonesia sudah melarang penggunaan kalium klorat sebagai bahan tambahan makanan
arena senyawa ini dapat merusak tubuh bahkan berakibat kematian. Jika terpapar dalam
jangka waktu lama dapat menyebabkan kelainan dalam darah (methemoglobinemia),,
kerusakan hati dan ginjal, iritasi pada kulit, mata, dan saluran pernapasan. Bila dimakan
bersamaan dengan produk pangan, kalium klorat dapat menyebabkan iritasi pada saluran
pencernaan, gejalanya mual, muntah dan diare.
18
g) Dietilpirokarbonat (DEP)
i). Dulsin
Dulsin adalah pemanis sintetik yang memiliki rasa manis kira-kira 250 kali dari
sukrosa atau gula tebu, yang tidak ditemukan pada produk-produk pemanis alami lainnya.
Dulsin telah diusulkan untuk digunakan sebagai pemanis tiruan. Dulsin ditarik total dari
peredaran pada tahun 1954 setelah dilakukan pengetesan dulsin pada hewan dan
menampakan sifat karsinogenik yang dapat memicu munculnya kanker.
19
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A. 1995. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara Sumber Widya, Jakarta.
Baliwati, dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Cahyadi,W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara,
Jakarta.
Cahyadi., W. 2009 . Analisi dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Makanan. Jakarta.
Bumi Aksara
Depkes RI, 1990 SK Dirjen POM 00386/C/SK/II/90. Tentang Perubahan Lampiran
Peraturan Menteri Kesehatan No.239/Menkes/Per/V/85RI Jakarta. Depkes.
Depkes RI, 1988. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88,
Tentang Bahan Tambahan Pangan Depkes RI Jakarta.
Hardiansyah,dkk. 2001. Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan. Departemen
Pendidikan Nasional, Jakarta.
Ika Kurniati Y. 2009. Mengenal Zat Adiktif makanan. Jakarta : Sinar Cemerlang
Khomsan, Ali, 2002, Pangan dan Gizi untuk Kesehatan, Jakarta PT. Raja Grafindo
Persada.
Moehji, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bhratara, Jakarta.
Seto, S. 2001. Pangan dan Gizi; Ilmu, Teknologi, Industri Dan Perdagangan. Institusi
Pertanian Bogor, Bandung.
Winarno. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
20