Anda di halaman 1dari 98

PETUNJUK 1

PRAKTIKUM

DIVERSIFIKASI DAN PENGEMBANGAN


PRODUK PERAIRAN DAN TEKNOLOGI
PEMANFAATAN HASIL SAMPING DAN
LIMBAH HASIL PERIKANAN

Dosen:
Dr. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc
Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si
Wahyu Ramadhan, S.Pi, M.Si

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
1

KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabil’alamin….
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat,
nikmat yang tak terhingga serta kemudahan bagi kami tim penyusun modul
ini. Tak lupa shalawat dan salam untuk junjungan kita Rasulullah SAW
beserta keluarga dan para sahabat yang telah membawa kita menuju era yang
penuh ilmu dan teknologi seperti saat ini. Modul ini disusun sebagai acuan
dan sarana penunjang dalam pelaksanaan praktikum mata kuliah
Diversifikasi dan Pengembangan Produk Hasil Perairan (THP 333)
dan Teknologi Pemanfaatan Hasil Samping dan Limbah (THP 334)
kurikulum Mayor-Minor tahun pelajaran 2012/2013 semester genap.
Modul ini mendeskripsikan berbagai prinsip pengolahan serta
diversifikasi produk hasil perikanan/perairan baik dari bahan baku yang
bernilai ekonomis tinggi maupun hasil samping pengolahan. Pada modul ini
digambarkan pula teknik atau metode-metode yang dapat digunakan dalam
pengolahan hasil perairan untuk menghasilkan produk yang berdaya saing
tinggi seperti fish jelly products (kamaboko, aneka fish cake, bakso ikan, burger
ikan), produk berlapis (coated/breaded), produk ekstrusi, produk emulsi,
produk-produk pangan berbasis rumput laut dan lain-lain.
Penyusun menyadari modul ini masih memiliki berbagai kekurangan
sehingga diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai
acuan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata, semoga modul
ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan. Amin ya Rabbal’alamin.
Wassalam
Dr.Ir. Wini Trilaksani, M.Sc.
Bambang Riyanto, S.Pi. M.Si
Wahyu Ramadhan, S.Pi, M.Si.
Tim Asistensi THP 333 dan THP th 2014 dan 2015
2

Daftar Isi

Kata Pengantar1
Diversifikasi dan Pengembangan Produk Hasil Perairan
Surimi dan Kamaboko 4
Breaded Seafood Product 14
Burger Ikan 23
Sausage (Sosis) 28
Cumi-cumi kertas 34
Fortifikasi Tepung Tulang Ikan pada Proses Pembuatan Biskuit 37
Tsukuda-ni Kekerangan 41
Produk Ekstrusi (Fish Snack) 45
Bakso Ikan51
Nori Imitasi 55
Soup Cream Instant 59
Marshmallow 65
Jelly drink 76
Puding Rumput Laut 79
Selai Buah-Rumput Laut 82
3

MODUL PRAKTIKUM

DIVERSIFIKASI DAN PENGEMBANGAN


PRODUK HASIL PERAIRAN

Dosen :
Wini Trilaksani
Bambang Riyanto
Wahyu Ramadhan

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
4

SURIMI DAN KAMABOKO

1. Pendahuluan
Protein ikan mengandung semua jenis asam amino esensial.
Kandungan asam amino dalam daging ikan bervariasi tergantung jenis
ikannya. Pada umumnya kandungan asam amino dalam daging ikan kaya
akan lysin tetapi kandungan triptofannya kurang. Mutu biologis terutama
nilai cerna seafood ditentukan oleh mutu proteinnya yang seimbang dan
mudah dicerna karena jumlah jaringan ikat yang relatif lebih sedikit
dibandingkan dengan jaringan hewan lainnya.
Berdasarkan sifat kelarutannya, protein ikan dibagi tiga kelas yaitu
protein larut air, protein larut garam, dan fraksi protein tidak larut. Protein
yang tidak larut umumnya berupa jaringan ikat. Protein ini bersifat tidak
larut walaupun pada cairan dengan kekuatan ion tinggi (Watabe 1990).
Berikut ini pengelompokkan protein daging ikan secara lebih terperinci
menjadi 3 (tiga) grup:

1. Protein struktural (actin, myosin, tropomyosin dan actomyosin) menyumbang


sekitar 70-80 % dari total kandungan protein (dibandingkan dengan
protein pada mamalia darat sekitar 40 %). Protein ini larut dalam larutan
garam netral dengan high ionic strength (0.5 M).

2. Protein Sarcoplasma (myoalbumin, globulin dan enzim) yang dapat larut


dalam larutan garam netral dengan ionic strength (<0.15 M). Fraksi ini
berkisar 25-30 % dari total protein.

3. Protein jaringan ikat (collagen), yang menyumbang sekitar 3-5 % dari total
protein pada teleostei dan sekitar 10 % dalam elasmobranchii
(bandingkan dengan 17 % di mamalia).
5

Protein structural/myofibril dapat diisolasi menjadi produk surimi.


Terminologi surimi (sir-ree-mee) berasal dari Jepang untuk nama suatu
produk berbahan baku daging ikan yang dipisahkan dari kulit dan tulangnya
(dressed and deboned), dilumatkan (minced), dicuci (washed) beberapa kali
(biasanya tiga kali) dengan air atau air garam, dihilangkan sebagian airnya
(dewatered/drained/strained/pressed), sehingga dikenal sebagai protein
konsentrat basah (wet concentrate protein) dari daging ikan (Okada 1992).
Surimi merupakan produk setengah jadi (intermediate product) yang digunakan
sebagai bahan baku dalam pembuatan gel ikan (fish jelly) atau terkenal dengan
nama “kamaboko” dan vallue added product lainnya seperti breaded/friterred
product. Beberapa produk yang dapat dibuat dengan bahan dasar surimi
(aneka kamaboko), diantaranya chikuwa, naruto, hampen, satsumage dan fish ball
(Tanikawa 1985). Semua produk itu merupakan kue ikan bersifat elastis,
terbuat dari daging putih ikan yang digiling dengan penambahan zat
pembantu seperti pati, gula, garam, dan zat penambah citarasa.
Tujuan dari pencucian berulang-ulang dalam pembuatan surimi
adalah agar sebagian besar bau, darah, pigmen, dan lemak hilang. Surimi
dapat langsung digunakan sebagai bahan baku untuk produk turunannya
(dikenal sebagai surimi mentah atau na-na surimi) atau bila akan dibekukan
ditambah cryoprotectant untuk mencegah terjadinya denaturasi protein.
Biasanya surimi dibekukan cepat dalam bentuk blok dan berdasarkan
kandungan garamnya dibedakan menjadi mu-en surimi (surimi tanpa
garam) dan ka-en surimi (surimi dengan garam). Istilah surimi sudah
mendunia seiring dengan semakin populernya produk-produk turunan dari
bahan ini. Surimi juga dijelaskan oleh beberapa peneliti sebagai highly
functional protein yang dapat membentuk gel empat kali lebih kuat dan dua kali
lebih kohesif dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh kebanyakan daging,
serta di dalam air dapat mengembang 14 kali dari beratnya. Surimi
6

mempunyai flavor netral, hampir tidak berwarna dan mempunyai


kemampuan membawa komponen-komponen lain yang memberikan
variasi efek tekstur, warna dan sensori di antara matriks-matriksnya (Martin
dalam Flick, Martin 1992).

Gambar 1. Surimi

Secara teknis semua jenis ikan baik yang berasal dari hasil tangkapan
laut maupun hasil budidaya air tawar dapat digunakan untuk pembuatan
surimi, sehingga hampir menghilangkan istilah ”underutilized species”. Kriteria
paling penting untuk menentukan kualitas surimi adalah kekuatan gel (ashi).
Kekuatan gel surimi ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: jenis
ikan, umur, tingkat kematangan gonad, tingkat kesegaran ikan, pH, kadar air,
volume dan frekuensi pencucian, konsentrasi dan jenis penambahan zat
antidenaturant atau cryoprotectant serta suhu dan waktu pemasakan (Suzuki
1981).
Kemampuan protein membentuk gel ini berpengaruh terhadap
elastisitas dari produk lanjutan yang diolah dari surimi. Gelasi protein daging
7

terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah denaturasi protein (tidak
menggulungnya rantai protein) dan tahap kedua terjadi agregasi protein
membentuk struktur tiga dimensi. Ada empat tipe ikatan utama yang
berkontribusi terhadap pembentukan struktur jaringan selama proses gelasi
dari pasta surimi, yaitu: ikatan garam, ikatan hidrogen, ikatan disulfida dan
interaksi hidrofobik (Niwa dalam Lanier, Lee 1992).
Apabila daging ikan mentah digiling dengan penambahan garam,
maka miosin (aktomiosin, miosin dan aktin) akan larut dalam larutan garam
membentuk sol yang sangat adhesif. Bila sol dipanaskan akan terbentuk gel
dengan konstruksi seperti jala dan memberikan sifat elastis pada daging ikan.
Daging ikan terkoagulasi karena panas disebut pasta ikan (kamaboko). Sifat
elastis pada pasta ikan itu disebut ashi. Kekuatan ashi pada tiap jenis ikan
berbeda-beda (Tanikawa 1985). Pasta surimi yang dibuat dengan
mencampurkan daging dengan garam dan dipanaskan, akan menyebabkan
pasta daging tersebut berubah menjadi gel suwari. Gel suwari tidak hanya
terbentuk oleh hidrasi molekul protein, tetapi juga oleh pembentukan
jaringan oleh ikatan hidrogen pada molekul miofibril. Gel suwari terbentuk
dengan cara menahan air di dalam ikatan molekul yang terbentuk oleh ikatan
hidrofobik dan ikatan hidrogen. Pembentukan gel suwari terjadi pada
pemanasan dengan suhu mencapai 50 ºC (Suzuki 1981).
Pemanasan gel bila ditingkatkan hingga di atas suhu 50 ºC, maka
struktur gel tersebut akan hancur. Fenomena ini disebut modori. Modori
akan terjadi apabila pasta surimi dipanaskan pada suhu 50-60 ºC selama 20
menit, pada rentang suhu tersebut enzim alkali proteinase akan aktif. Enzim
tersebut dapat menguraikan kembali struktur jaringan tiga dimensi gel yang
telah terbentuk sehingga gel surimi akan menjadi rapuh dan hilang
elastisitasnya (Suzuki 1981).
8

Berkaitan dengan fenomena di atas, maka dibuat sebuah metode


untuk membuat gel surimi yang kuat dengan melewatkan secara cepat pasta
surimi tersebut pada zona rentang suhu dimana modori dapat terjadi. Gel
surimi yang elastis terbentuk ketika pasta daging dipanaskan dengan
melewati zona suhu modori, dengan cara pemanasan ini terbentuk jaringan
dengan dimensi yang lebih besar yang disebut gel ashi. Proses pembentukan
gel surimi dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2. Proses pembentukan gel (Suzuki 1981)

Selama pelumatan dan penggilingan surimi, akan terbentuk sol


aktomiosin dan jika dibiarkan secara perlahan-perlahan aktomiosin akan
membentuk rantai silang gel (ikatan disulfida) yang disebut suwari. Selain
ikatan disulfida, ikatan kimia lain yang berperan dalam pembentukan gel
adalah ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik, dan ikatan garam ketika
penambahan garam. Keempat ikatan yang berperan dalam pembentukan gel
tersebut dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.

C=O……….H-N CH3……………CH3
Ikatan hidrogen Ikatan hidrofobik
CH2 – S – S - CH2
Ikatan disulfida
Gambar 3. Ikatan yang berperan dalam pembentukan gel
9

Aktin
Miosin Aktin Miosin

NaCl

Miofibril Aktomiosin

Protein - COO-….+H3N - Protein (insoluble)

-NaCl +NaCl

Protein - COO-….Na+ + Cl-….+H3N – Protein (soluble)

Gambar 4. Mekanisme pembentukan sol saat penambahan garam (Niwa 1992)

Mutu surimi yang baik adalah yang berwarna putih kuat dan dapat
membentuk gel. Surimi dengan mutu paling bagus adalah surimi dengan
derajat putih paling tinggi, paling bersih, kekuatan gelnya paling tinggi dan
lain-lain. Mutu surimi ditentukan berdasarkan sifat sensoris/organoleptik,
sifat fisik (uji lipat, kekuatan gel), dan kimiawinya (proksimat). Sifat mutu itu
erat kaitannya dengan jenis ikan yang digunakan, tingkat kesegaran ikan, cara
pengolahan, cara pembekuan dan penyimpanan beku. Berdasarkan kadar
air, derajat keasaman (pH), kekuatan gel (gel strength), uji lipat dan derajat
putih, kualitas standar surimi (tanpa penambahan tepung) dapat dilihat pada
Tabel 1.
10

Tabel 1. Kualitas surimi standar (tanpa penambahan tepung)


Derajat
Kadar Air Gel Strength
Grade pH Uji Lipat Putih
(%) (gr.cm)
(%)
1 75 ± 0,5 >7,0 >680 10 >46
2 75 ± 0,5 >7,0 >680 10 >45
3 75 ± 0,5 >7,0 >640 8,5 >43
4 75 ± 1,0 >7,0 >520 7,5 >38
5 75 ± 1,0 >7,0 >440 7,0 >35
6 76 ± 1,0 >7,0 >310 6,5 >32
Sumber : Lanier (1992)

Secara organoleptik bahan baku surimi harus mempunyai karakteristik


kesegaran sekurang-kurangnya sebagai berikut (BSN 1992):
a. Rupa dan warna : bersih, warna daging spesifik jenis ikan
b. Bau : segar spesifik jenis
c. Daging : elastis padat dan kompak
d. Rasa : netral agak manis
Bahan baku harus secepatnya diolah untuk memperoleh mutu surimi
yang baik, apabila terpaksa harus menunggu proses lebih lanjut maka ikan
harus disimpan dengan es atau air dingin (suhu 0 hingga 5 ºC), saniter dan
higienis (BSN 1992). Persyaratan mutu surimi beku dapat diliihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Spesifikasi persyaratan mutu surimi beku (SNI 01-2694-1992)
Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu

a) Organoleptik
- Nilai min. 7
b) Cemaran Mikroba
- ALT, maks. Koloni/gram 5 x 105
- E. coli, maks. Per 25 gram <3
- Coliform, maks. Per 25 gram 3
- Salmonella*) negatif
- Vibrio cholerae*) negatif
11

c) Cemaran Kimia*)
- Abu total, maks. % b/b 1
- Lemak, maks. % b/b 0,5
- Protein, min. % b/b 15
d) Fisika
-Suhu pusat, maks. ºC -18
- Uji lipat, min. 7 (grade A)
- Elastisitas, min. g/cm2 300
Bila diminta oleh importir
*)

Keterangan: ALT = Angka Lempeng Total, APM = Angka Paling


Memungkinkan
Sumber: DSN/BSN (1992)

Produk turunan surimi yang dikenal sebagai ‘kamaboko’ merupakan


kue ikan yang sifatnya elastis, terbuat dari daging ikan giling/surimi sebagai
bahan utama, bahan-bahan tambahan seperti pati untuk pengental/penguat
gel, gula, garam, serta natrium glutamat untuk menambah cita rasa.
Campuran ini kemudian dimasak dengan pengukusan, pemanggangan,
perebusan, maupun dengan digoreng (Okada dalam Fardiaz 1985).

Gambar 5. Kamaboko

Berdasarkan cara pemasakan dan bentuk kamaboko, Suzuki (1981)


membagi kamaboko menjadi 3 macam antara lain:
1) Itatsuki kamaboko, dicetak pada potongan kayu kecil sehingga
menghasilkan bentuk lempengan (slab), dipanaskan dengan cara
pengukusan atau pemanggangan. Waktu pemanasan tergantung
12

pada ukurannya, biasanya 80-90 menit untuk ukuran besar dan


20-30 menit untuk ukuran kecil.
2) Fried kamaboko, adalah pasta daging yang dicampur dengan variasi
bahan tambahan, dibentuk dan digoreng dalam minyak kedelai.
Jenis ini biasanya disebut satsumage atau tempura. Bahan yang
digunakan untuk membuat kamaboko jenis ini mutunya lebih
rendah dibandingkan bahan baku untuk itatsuki.
3) Chikuwa, adalah kamaboko yang dibuat pada cetakan yang
berbentuk tabung, pembentukannya biasanya otomatis oleh
mesin dan dimasak dengan cara dipanggang. Keistimewaan dari
chikuwa adalah produknya berwarna putih di sebelah dalam dan
coklat keemasan di sebelah luar atau permukaannya.
2. Tujuan

Praktikum surimi dan kamaboko ini bertujuan untuk mempelajari


proses pembuatan surimi dan kamaboko hasil perikanan dan menentukan
mutu fisik dan sensoris kamaboko.
3. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah daging ikan 1 kg, garam 2 gr, gula 20 gr,
air (untuk 3 kali pencucian), es batu secukupnya, pati, dan flavor enhancer
(penguat rasa). Alat-alat yang digunakan adalah baskom, pisau, talenan, kain
belacu, penggiling daging, food processor (mixer), panci pengukus, pencetak
kamaboko.

4. Prosedur
1) Ikan dicuci bersih, kemudian dipisahkan kepala, sisik, isi perut
(gelembung renang) dan kulitnya, selanjutnya diambil daging putihnya.
13

2) Setelah daging didapatkan, kemudian dilakukan penggilingan


menggunakan alat penggiling daging sampai halus dengan ditambahkan
air es atau es batu untuk menjaga suhu ikan agar tetap rendah.
3) Setelah daging ikan digiling selanjutnya ditimbang.
4) Daging direndam dalam air dingin dengan perbandingan ikan:air (1:5)
selama 10 menit selanjutnya diperas menggunakan kain belacu untuk
mengeluarkan air. Pencucian diulang sebanyak 2 kali.
5) Untuk proses pencucian yang ketiga, ke dalam air es pencuci
ditambahkan garam kemudian direndam dan diperas.
6) Setelah diperas, daging lumat/surimi bila akan disimpan beku ditambah
gula dan diaduk menggunakan food processor (mixer) sampai rata
kemudian disimpan dalam suhu dingin/beku.
7) Surimi dapat langsung diproses menjadi kamaboko. Surimi dibagi
menjadi 2 bagian, satu bagian diproses dengan mencetaknya pada
cetakan silinder dan direbus selama 20 menit untuk selanjutnya diuji
lipat dan uji gigit. Satu bagian yang tersisa ditambah dengan 10% tepung
sagu, pewarna dan penguat rasa (food grade), selajutnya dicetak dan
dikukus.
8) Dilakukan analisis daya ikat air.

Analisis daya ikat air (DIA) (CAC, 2006).


Sebanyak 0.3 gram sampel ditimbang, kemudian diletakan diantara
dua kertas saring Whatman 41. Kertas saring ditekan dengan menggunakan
carper press bertekanan 35 kg/cm2 selama 5 menit. Lalu luas lingkaran luar
(LL) dan luar lingkaran dalam (LD) yang terbentuk diukur dengan
menggunakan planimeter.
14

x(6.45cm 2 ) LL  LD
mgH2O = -8 x=
0.0948 100
x
% DIA = X 100%
mgcontoh
Keterangan : LL = Luas lingkaran luar
LD = Luas lingkaran dalam
Flowchart Pembuatan Surimi Flowchart Pembuatan Kamaboko
Ikan segar Surimi

Preparasi (penghilangan sisik, isi perut kepala, ekor)


Penambahan garam 2,5%
Pencucian
Pengadonan
Pengambilan daging

Pelumatan
Sol ikan

Pencetakan
Penimbangan

Pencucian dan perendaman selama 10 Pemanasan


menit

Penyaringan dan pemerasan dengan


1. Suwari 500C
kain belacu ( I )
2. Madori 600C
3. Atshi 80-1000C
Pencucian dan perendaman selama 10
menit

Penyaringan dan pemerasan dengan


kain belacu ( II )
15

Pencucian dan perendaman ditambah garam


selama 10 menit

Penyaringan dan pemerasan dengan


kain belacu (III)

Daging lumat

Penambahan gula menggunakan mixer

SURIMI

Gambar 6. Diagram alir proses pembuatan surimi dan kamaboko

5. Pengamatan dan pertanyaan

a) Lakukan pengamatan sensoris/organoleptis selama proses pembuatan


surimi dan kamaboko!

b) Lakukan pengujian (uji lipat dan uji gigit) kamaboko!

c) Lakukan analisis daya ikat air

d) Komponen apa saja yang hilang selama pencucian daging ikan lumat?

e) Apa fungsi garam pada proses pembuatan surimi?

f) Jelaskan proses pembentukan gel kamaboko dan reaksi kimia yang


menyertainya!

g) Adakah peran enzim dalam proses pembentukan gel kamaboko, jelaskan


dalam pembahasan
16
17

BREADED SEAFOOD PRODUCT

1. Pendahuluan
Produk breaded ikan merupakan bentuk olahan dari daging ikan dalam
bentuk ‘minced’ atau ‘fillet’ yang dicelupkan/dilapisi (coating) adonan predust,
batter/premix, breader/tepung roti, dan digoreng cepat (flash frying) untuk
selanjutnya dapat disimpan beku.
Pembuatan breaded product tidak terlalu rumit yaitu dengan cara
melapisi (coating) bahan pangan bermutu tinggi dengan bahan predust, batter
dan breader. Coating adalah cara yang paling umum untuk meningkatkan nilai
dari suatu produk dan sudah diterima secara universal karena konsumen
dapat memperoleh penampakan, aroma, dan flavor yang sesuai dengan
seleranya. Perkembangan jenis convenience produk ini sangat cepat.
Keuntungan dari coating antara lain:
1. Meningkatkan/memperbaiki penampakan
2. Meningkatkan cita rasa/ flavor dan kualitas gizi dengan
penggabungan nutrient/nutrisi
3. Membantu mempertahankan kelembaban produk ketika dimasak,
meningkatkan retensi air pada bahan/mencegah keluarnya natural
juices dari produk selama penyimpanan beku dan pemanasan dengan
microwave
4. Meningkatkan ukuran dan berat produk, menciptakan tekstur
‘crispy’
5. Sebagai usaha diversifikasi olahan dan produk
6. Mempermudah preparasi oleh konsumen
7. Penyatuan antara bumbu dengan bahan lebih baik
18

Jenis coating terdiri dari predust, batters dan breadcrumbs. Ketiga jenis
coating ini dapat digunakan secara sendiri-sendiri atau dikombinasikan.
a. Predust
Predust biasanya adalah campuran dari tepung, pati dan komponen
fungsional lainnya seperti protein, vegetable gum, bumbu atau penambah
citarasa/flavor. Fungsi dari predust adalah:
 Adhesi, untuk meningkatkan daya ikat substrat dengan lapisan coating
 Tekstur, melindungi produk dari kehilangan air
 Flavor, menjaga flavor terutama yang sensitif terhadap suhu tinggi
atau komponen yang mudah menguap selama pemasakan
b. Batters
Batter adalah campuran dari tepung, pati, leavening agents dan seasonings
yang ketika dicampur dengan air membentuk cairan viscous yang digunakan
untuk pelapisan makanan.
Fungsi dari batters adalah:
 Meningkatkan daya adhesi
 Memberikan tekstur dan struktur yang baik pada produk
 Meningkatkan volume produk, meningkatkan berat produk
 Penampakan, dengan di-breaded pengurangan penampakan akan
sangat kecil
 Dapat meningkatkan cita rasa atau flavor produk
c. Breadcrumbs
Breadcrumbs adalah campuran dari serpihan tepung dan komponen
lainnya dan biasanya digunakan untuk melapisi produk-produk yang siap
untuk dipanggang. Fungsi dari breadcrumbs adalah memberikan penampakan
dan tekstur pada produk akhir
Keuntungan dari coating antara lain:
19

 Meningkatkan/memperbaiki penampakan
 Menambah rasa/ flavor lebih menarik
 Membantu mempertahankan kelembaban produk ketika dimasak
(meningkatkan retensi air pada bahan)
 Meningkatkan ukuran dan berat produk
 Sebagai usaha diversifikasi olahan dan produk
 Mempermudah preparasi oleh konsumen
 Penyatuan antara bumbu dengan bahan lebih baik
Produk dari fillet ikan yang dicoating dapat dibedakan menjadi fish
finger/fish stick/fish portion dan terikatsu/bigkatsu/snitzel/fritter, sementara yang
berasal dari daging ikan lumat dikenal sebagai fish nugget, fish patties/burger
dan kakinaga. Contoh lain dari produk berlapis adalah tempura.

Gambar 7. Nugget ikan

Nugget ikan merupakan diversifikasi olahan hasil perikanan yang


terbuat dari campuran daging lumat/setengah lumat dengan tepung sebagai
bahan pengikat dan bumbu-bumbu serta dilapisi dengan bahan coating yang
terdiri dari, predust, premix/butter dan breader/tepung roti (panir).
Pelapisan/coating berguna untuk mempertahankan/retensi air dalam produk,
memperkuat kohesi bumbu, tepung dan daging, mempertahankan
flavor/citarasa dan menambah isi/berat produk serta meningkatkan
20

penampakan/appearance. Berikut adalah syarat mutu nugget berdasarkan SNI


01-6683-2002:

Tabel 3. Syarat mutu nugget berdasarkan SNI 01-6683-2002


Jenis analisis Satuan Syarat mutu
Kadar air % b/b maks 60
Kadar protein % b/b min 12
Kadar lemak % b/b maks 20
Kadar karbihidrat % b/b maks 25
Sumber : SNI (2002)

Fish stick adalah potongan daging ikan tanpa duri dengan ukuran
5,0 x 1,5 x 1,0 cm3 berbentuk balok kecil dan fish burger adalah campuran
daging ikan tanpa duri dari berbagai jenis ikan yang dicincang dan
dilumatkan dengan ditambah dengan sedikit pati dan bumbu-bumbu. Ikan
yang digunakan untuk pembuatan fish stick umumnya ikan berdaging tebal
dan tidak berduri dagingnya, antara lain: kakap, tenggiri, marlin, tuna, dan
lainnya. Ikan bandeng tidak dapat digunakan sebagai bahan membuat fish
stick, karena dagingnya berduri halus yang sukar dikeluarkan, dan demikian
pula ikan cucut, pari, dan sejenisnya karena baunya kurang disukai.

Gambar 8. Fish steak


21

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan breading product


diantaranya:
a. Bahan Pembantu
Bahan pembantu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dengan
tujuan untuk meningkatkan konsistensi nilai gizi, cita rasa, mengendalikan
keasaman dan kebasaan serta untuk menetapkan bentuk dan rupa,
contohnya gula dan garam.
Penggunaan garam dianjurkan tidak terlalu banyak karena akan
menyebabkan terjadinya penggumpalan atau salting out dan rasa produk
menjadi asin. Selain garam pemakaian gula dan bumbu-bumbu juga dapat
memperbaiki rasa dan aroma produk yang dihasilkan. Pemakaian gula dapat
mempengaruhi cita rasa yaitu menambah rasa manis, kelezatan,
mempengaruhi aroma dan tekstur daging serta mampu menetralisir garam
yang berlebihan.
Bawang putih dan lada juga merupakan contoh bahan pembantu pada
produk breader. Bawang putih berfungsi sebagai penambah aroma dan untuk
meningkatkan cita rasa produk yang dihasilkan. Lada atau merica digunakan
sebagai penyedap pada bahan makanan.
b. Bahan Pengikat
Bahan pengikat adalah bahan yang digunakan dalam industri makanan
untuk mengikat air yang terdapat dalam adonan. Salah satu bahan pengikat
dalam makanan adalah tepung. Fungsi bahan pengikat adalah:
- memperbaiki stabilitas emulsi, - meningkatkan elastisitas produk,
- memberi warna yang terang, - membentuk tekstur
yang padat,
- menurunkan penyusutan akibat pemasakan,
- menarik air dan adonan.
22

Umumnya jenis bahan pengikat yang ditambahkan dalam bahan


makanan adalah tepung tapioka, beras, maizena dan terigu. Bahan-bahan
berpati ini banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari seperti serealia
yang mampu mengikat air. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya
tergantung dari panjang rantai karbonnya dan ada tidaknya cabang pada
rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan
air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut
amilopektin. Fraksi amilosa bertanggung jawab atas keteguhan gel.
Perbandingan antara kandungan amilosa dan amilopektin atau semakin kecil
kandungan amilosa bahan yang digunakan, semakin lekat produk olahannya.
c. Predust, Batter dan Breading
Tabel 4. Major ingredients and their functions in coated products
Class of Ingredients Components Function in the product
Polysaccarides Wheat flour, corn flour, Improve viscosity, emulsifying
starch/modified starch, and foaming capacity, texture,
and gums and shelf life
Proteins Milk powder, milk Improves water absorption
protein fraction, egg capacity of the flour and thus
albumin, seed protein, increase the viscosity of the
and single-cell protein system
Fat/hydrogenated oils Triglycerides, fatty acids Textur, flavor
Seasonings Sugar, salt, spices Enhance plasticizing effect,
flavor, and impart
antioxidant and antibacterial
properties
Leavening agents Sodium bicarbonate, Release carbon dioxide in
tartaric acid tempura batters
Gums Xanthan, gum Arabic, Viscocity and water holding
etc capacity
Water Gelatinization of starch,
hydration of proteins,
improves batter viscocity
Sumber: Fiszman dan Salvador dalam Venugopal 2006
23

Pre-frying adalah langkah yang terpenting dalam proses aplikasi batter


dan breading. Tujuan pre-frying adalah untuk menempelkan batter pada produk
sehingga dapat diproses lebih lanjut dengan pembekuan untuk selanjutnya
didistribusikan kepada konsumen. Selain itu pre-frying akan memberikan
warna pada produk, membentuk kerak pada produk setelah digoreng,
memberikan penampakan yang menarik pada produk serta berkontribusi
terhadap rasa produk.
Dalam pengembangan breaded produk perlu diperhatikan pula untuk
menciptakan jenis produk yang dapat diaplikasikan dalam microwave dan
produk yang rendah lemak, garam dan kalori. Selama ini sering ditemui
produk breaded beku yang berubah menjadi basah lapisannya (tidak crispy
lagi) setelah dipanaskan di microwave karena uap air tidak dapat segera
menguap dan membasahi permukaan produk, sehingga daya terima terhadap
produk berkurang. Konsumen juga telah memperhatikan kesehatan dengan
menghindari produk yang tinggi kalori, lemak, dan garam (natrium) sehingga
perlu diciptakan komponen breaded yang tidak banyak menyerap lemak saat
dimasak dan rendah garam.

2. Tujuan
Pengolahan breaded hasil perikanan merupakan upaya
penganekaragaman/diversifikasi olahan hasil perikanan untuk mendapatkan
hasil olahan ikan siap saji yang disukai semua golongan, dan mendapatkan
produk dengan flavor/aroma, tekstur serta penampakan yang menarik.

3. Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan adalah ikan yang berdaging tebal 500 gr,
tepung terigu 250 gr, tepung maizena 120 gr, garam 30 gr, bumbu (bawang
merah-putih) untuk marinasi, kuning telur 100 gr, margarin 90 gr. Alat-alat
yang digunakan adalah: pisau, talenan, baskom, wajan, kompor, freezer.
24

4. Prosedur
 Proses pembuatan produk fish stick
1. Ikan disiangi untuk membuang kepala, sirip, insang dan jeroan,
kemudian diambil dagingnya sekaligus dibuang bagian kulitnya.
2. Daging fillet yang sudah jadi selanjutnya dicuci sampai bersih dari
kotoran yang tersisa dan ditiriskan.
3. Potong-potong daging fillet tadi dengan ukuran 5x10cm dengan
tebal 1-1,5cm untuk fish stick/fish finger. Potongan-potongan ikan
tersebut kemudian dimarinasi dalam bumbu.
4. Untuk pembuatan batter campur tepung terigu, tepung maizena dan
garam. Selanjutnya masukkan kuning telur dan margarin cair ke
dalam campuran tepung dan diaduk kemudian ditambahkan air
secukupnya. Untuk bahan breadingnya semua bahan (panir/tepung
roti) dicampur sehomogen mungkin.
5. Potongan fillet kemudian dicelupkan ke dalam adonan kemudian
dilumuri dengan adonan dan segera di goreng.
6. Hasil penggorengan produk siap untuk dihidangkan atau dibekukan
untuk disimpan dalam freezer.

 Alur proses pembuatan produk Fish stick


Ikan segar

Penyiangan (buang kepala, insang, isi perut,


tulang dan kulit/sisik)

Pemfilletan (tanpa kulit)


25

Pemotongan (5 x 10 cm)

Marinasi dalam seasoning

Pembatteran (pencelupan batter)

Breading (pemaniran)

Penggorengan

fish stick
Gambar 9. Diagram alir proses pembuatan produk Fish stick

 Prosedur pembuatan nugget


1. Daging lumat ikan, tepung tapioka dan telur dicampur
menggunakan food processor.
2. Selanjutnya ditambah bumbu berupa garam, lada halus dan bawang
putih. Aduk hingga adonan tercampur merata.
3. Adonan yang sudah jadi dituangkan ke dalam loyang, selanjutnya
dikukus ± 30 menit dimulai dari air dalam panci pengukus
mendidih. Tanda adonan matang adalah apabila ditusuk dengan lidi
maka tidak lengket dan kalis.
4. Adonan yang sudah matang diangkat dan didinginkan. Setelah
dingin adonan dikeluarkan dari loyang dan dipotong dalam bentuk
kotak, atau disesuaikan dengan selera.
5. Potongan nugget dicelupkan dalam putih telur, kemudian dipanir.
26

6. Selanjutnya digoreng dalam minyak panas sampai nugget berwarna


kuning dan dikemas dalam plastik untuk selanjutnya dibekukan.
 Alur proses pembuatan nugget ikan
Ikan segar

Penyiangan (buang kepala, insang, isi perut,


tulang dan kulit/sisik)

Pemfilletan

Pencucian Tepung
tapioka,
Tepung
Penggilingan/Pencincangan maizena,
Garam.
Bawang
Pencampuran bumbu dan tepung (mixer) putih,
Bawang
Bombay,
Pencetakan (dilapisi plastik yg sudah diolesi minyak) Telur.
Lada
Pengukusan (kalis, ditusuk tidak lengket)

Pemotongan

Pemaniran

Penggorengan

Nugget ikan
Gambar 10. Diagram alir proses pembuatan nugget ikan
27

5. Pengamatan dan pertanyaan


a). Apa fungsi coating pada produk breaded?
b) Jelaskan fungsi masing-masing ingredien pada produk breaded
c). Sebutkan dua fraksi yang terdapat pada pati. Jelaskan fungsinya?
d). Jelaskan pengaruh pengorengan terhadap nilai gizi dari produk breaded
yang dihasilkan?
e). Sebutkan kelebihan dan kekurangan pengembangan produk breaded
dengan menggunakan pre-frying dan microwave?
28

BURGER IKAN

1. Pendahuluan
Burger ikan merupakan produk emulsi daging ikan, yaitu makanan
yang dibuat dari daging ikan tanpa duri yang telah dicincang atau digiling
sampai lumat/setengah lumat dan ditambah dengan sedikit tepung sebagai
bahan pengikat, minyak/lemak serta bumbu-bumbu, selanjutnya dicetak
dalam casing untuk sosis besar (bologna), dikukus (steam), didinginkan, dan
dipotong setebal 1 cm, dan selanjutnya dapat juga dicoating/dipanir. Produk
ini merupakan produk turunan/pengembangan dari daging ikan lumat tanpa
pencucian seperti yang biasa dilakukan untuk surimi. Produk yang sudah
digoreng biasa disajikan dengan roti, selada, tomat dan saus (mayonaise/
bread spread, mustard tomato/chili sauce).

Gambar 11. Burger ikan

Proses pembuatan nugget ikan, fish patties, burger ikan dan dan lain-
lain pada dasarnya mengikuti tahap-tahap: penyiangan, pem-fillet-an,
pelumatan daging, pencampuran dengan bumbu dan bahan-bahan lain,
pencetakan/pengukusan, pelapisan dengan predust, batter dan breaded,
pembekuan dan penggorengan. Secara umum ada tiga langkah proses coating
yaitu single pass line, double pass line dan tempura line. Komposisi kimia dari
produk fish stik dan fish burger dapat dilihat pada Tabel 5.
29

Tabel 5. Komposisi Kimia Fish Stik dan Fish Burger


Komposisi kimia Fish stick ( % ) Fish burger ( % )
Protein (N x 6,25 ) 29,3 19,2
Lemak / Fat 12,6 10,8
Abu ( mineral ) 1,8 2,9
Garam ( NaCl ) 1,0 2,0
Pati 6,5 8,3
Air ( H2O 48,6 58,2
Tidak terditeksi 0,2 0,5

Bahan yang digunakan dalam pembuatan fish burger adalah ikan


segar atau fillet segar/beku yang bermutu tingggi, telur ayam, pati (tepung
tapioka), mentega, minyak goreng, tepung roti kering, lembaran plastik
40x25 cm2,, bumbu-bumbu: garam, gula, bawang merah, bawang putih,
jahe, lada, natrium glutamat, daun kucai. Saus, terdiri atas sambel lampung,
saus tomat, kecap asin, kecap manis, dan magi sauce.
Dalam mempersiapkan campuran daging ikan perlu diperhatikan
jumlah daging ikan yang akan dihasilkan oleh setiap jenis ikan menurut
ukurannya. Hal ini penting untuk merencanakan jumlah ikan yang
diperlukan.

2. Tujuan
Tujuan pengolahan burger ikan adalah pengupayakan diversifikasi
atau penganekaragaman hasil perikanan dalam memacu peningkatan jumlah
konsumsi ikan dengan cara mensubtitusi daging hewan terestrial dengan
daging ikan. Tujuan praktikum ini adalah mengenalkan cara pembuatan
burger dan mempelajari hasil formulasi produk burger.
30

3. Bahan dan Alat.


Bahan yang digunakan adalah ikan, garam, bawang merah, bawang
putih, lada, jahe, mentega/margarine/vegetable oil, tepung tapioka, daun
bawang kucai, telur.
Sedangkan alat yang digunakan adalah lemari es atau freezer, pisau
potong dan pisau cincang, penggiling daging, blender atau lumpang, mixer,
baskom, cetakan yang terbuat dari aluminium atau seng BWG 28 dengan
ukuran garis tengah 8-10 cm dan tinggi 10-20 cm atau casing untuk sosis
bologhna, panci pengukus, sealer.

4. Cara Pembuatan
Persiapan bumbu
1. Bawang merah, bawang putih dan jahe dengan perbandingan 15 : 3 :
1 dihancurkan dengan menggunakan blender atau lumpang sampai
halus.
2. Kucai dirajang halus.
3. Penimbangan pati (tepung tapioka), mentega, garam, lada dan
campuran bawang merah dan putih serta jahe yang sudah
dihaluskan tadi.
4. Ikan dibuang isi perut, kemudian difillet dan fillet yang didapatkan
diambil dagingnya. Setelah terkumpul daging tersebut dicincang dan
kemudian digiling dengan menggunakan alat penggiling.
5. Setelah semua bahan selesai ditimbang, selanjutnya dicampur dan
dibentuk adonan. Dalam pencampuran adonan digunakan alat mixer
atau dapat juga dilakukan secara manual yaitu dengan menggunakan
tangan seperti mambuat roti atau kerupuk. Perlu diperhatikan
urutan-urutan dalam menambahkan bahan-bahan dan bumbu-
bumbu, urutannya adalah sebagai berikut:
31

pertama: ke dalam 6 kg daging ikan ditambahkan 150 gram garam


dan aduk hingga rata
kedua: selanjutnya tambahkan mentega kedalam campuran daging
ikan yang telah diberi garam dan aduk sampai merata
ketiga: tambahkan telur satu persatu (6 butir / 6 Kg)
keempat: tambahkan pati sedikit demi sedikit, sambil adonan diaduk
sampai seluruh pati (480 gram / 6 kg) tercampur merata.
6. Selanjutnya secara berturut-turut ditambahkan gula, campuran
bawang merah, bawang putih dan jahe yang telah dihaluskan, lada
dan lain-lainya ke dalam campuran adonan.
7. Siapkan lembaran selongsong sosis besar/kaleng aluminium/plastik
tipis berukuran 40 x 25 cm, kemudian dilaburi dengan mentega
yang tipis. Plastik ini berfungsi sebagai pembungkus adonan dalam
cetakan.
8. Masukan adonan ke dalam cetakan yang telah dialasi lembaran
plastik yang ditaburi minyak.
9. Adonan dalam cetakan siap untuk dikukus/disteam, didinginkan
dan diiris serta dibekukan. Pembekuan dilakukan dengan alat
pembeku (freezer) bersuhu -150C. Lama pembekuan antara 8-10 jam.
Burger ikan dapat tahan selama 2 bulan dengan catatan disimpan
dalam kondisi beku dengan suhu sekitar -180C.
10. Untuk penyajian, burger ikan digoreng terlebih dahulu sesuai
dengan selera, kemudian dimasukkan ke dalam roti dan diolesi
dengan bermacam saus (mayones, thousand island, saus tomat, saus
cabe) serta dilapisi/disajikan dengan daun slada serta tomat.
32

Flow chart pembuatan burger ikan


Ikan segar

Penyiangan (buang kepala, insang, isi perut, tulang


dan kulit/sisi) Mentega
Garam
Fillet Pati
Gula
Penggilingan/Percincangan Bawang merah
Bawang putih
Pencampuran bumbu Jahe
Lada
Dilapisi plastik pencetakan yang sudah diolesi minyak

Pengukusan

Pembekuan (-15 0C)

Pemotongan

Pemaniran

Penggorengan

Gambar 12. Diagram Alir Proses Pembuatan burger ikan


5. Pengamatan dan pertanyaan
a) Jelaskan fungsi masing-masing komponen bahan (ingridien) pada proses
pencampuran adonan/pembuatan burger ikan!
b) Jelaskan reaksi yang terjadi selama proses pengukusan dalam pembuatan
burger ikan!
c) Jelaskan pengaruh suhu penggorengan terhadap komponen gizi produk
burger ikan yang dihasilkan!
33

SAUSAGE (SOSIS)

1. Pendahuluan
Banyak produk sosis dapat dibuat dari mince fish. Sosis yang telah
banyak dikenal biasanya terbuat dari daging sapi, tetapi sekarang mulai
dibuat dari daging ikan. Beberapa macam sosis yang dibuat dari daging ikan
lumat, pada dasarnya menggunakan resep pembuatan sosis daging dengan
cara mengganti komponen daging dengan ikan.
Sausage berasal dari bahasa latin salsus yang berarti digarami atau
jelasnya pengawetan dengan penggaraman. Ada 6 golongan utama sosis
yaitu sosis segar, asap, masak, asap dan masak, semi kering dan kering. Pada
prinsipnya, sosis diklasifikasikan berdasarkan pada perlakuan suhu
pemasakan yang berkenaan dengan produk atau bahan mentahnya, yaitu (1)
sosis mentah (Rohwurst) yang tidak mengalami pemasakan, contohnya
Bratwurst, sosis fermentasi dan sosis fermentasi kering seperti Salami; (2)
sosis matang (Bruhwurst) yang dimasak setelah diformulasikan, contohnya
Frankfurters dan Bologna, Lyoner; (3) sosis masak (Kochwurst) yang dimasak
dahulu sebelum diformulasikan, contohnya Liversausage, Braunschweiger
dan Bloodsausage (Cross dan Overby 1988). Pengklasifikasian lainnya
menyebutkan ada enam golongan utama sosis yaitu: sosis segar, asap, masak,
asap dan masak, semi kering dan kering. Jenis sosis Frankfurters, Bologna,
Polish dan Berliner dibuat dari daging yang di-curing terlebih dulu dan
mengalami proses pengasapan serta pemasakan. Thuringer, soft salami,
mortadella dan soft cervelat merupakan sosis semi kering sedangkan pepperoni,
chorizos, dry salami, dry cervelat merupakan sosis yang mengalami pengeringan
secara perlahan sehingga diperoleh tekstur yang agak keras (Benders dan
Benders 2000).
34

Pada perkembangannya memang diketahui bahwa sosis merupakan


emulsi minyak dalam air. Dalam emulsi sosis, lemak atau minyak berperan
sebagai fase diskontiyu, air sebagai fase kontinyu dan protein sebagai
emulsifier. Kriteria terpenting dalam pembuatan sosis adalah kestabilan
emulsi. Suatu emulsi dikatakan stabil apabila partikel-partikel yang
terdispersi tidak atau sedikit mempunyai kecenderungan untuk bersatu lagi
sehingga terbentuk lapisan yang terpisah.

Gambar 13. Sosis ikan


Emulsi dapat didefinisikan sebagai sistem heterogen dari satu cairan
yang terdispersi dalam cairan lainnya berbentuk droplets yang berukuran ø±
0,1 m. Emulsi, emulsiones, adalah sistem dispersi kasar yang secara
termodinamik tidak stabil, terdiri dari minimal dua atau lebih cairan yang
tidak bercampur satu sama lain, dimana cairan yang satu terdispersi di dalam
emulgator.
Emulsi adalah dispersi “liquid-liquid” system, dimana salah satu cairan
terdisper dalam cairan lain yang tidak dapat bercampur/poorly miscible liquid.
eg. o/w atau w/o, jadi ada fase luar dan fase dalam. Untuk membedakannya
ada beberapa cara: drops dilution method, dengan reaksi warna, dan
conductivity. Emulsi berasal dari bahasa latin (emulgere=memerah) yang
mengacu kepada susu sebagai jenis emulsi alami.
Kemampuan protein sebagai emulsifier dipengaruhi oleh konsentrasi
protein, jenis lemak, sistem emulsi, kecepatan pencampuran, komposisi dan
35

urutan asam amino serta struktur sekunder, tersier dan kuartenernya


(Crenwelgw 1974; Fennema 1985). Standar mutu sosis daging menurut SNI
01-3820-1995 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Syarat mutu sosis daging (SNI 01-3820-1995)


Jenis Analis Syarat Mutu (% b/b)
Kadar air Maks. 67,0
Kadar Abu Maks. 3,0
Kadar Protein Min. 13,0
Kadar Lemak Maks. 25,0
Kadar Karbohidrat Maks. 8,0
Sumber: DSN 1995

Sosis matang umum terdapat di pasaran. Berdasarkan hasil


penelitian Irianto et al. (1994) yang mengidentifikasi kualitas sosis yang ada
di pasaran, diperoleh data bahwa umumnya sosis memiliki nilai pH 5,12 –
7,80; kadar air sebesar 65,22% - 69,18%; kadar protein 12% - 16%, kadar
lemak terendah 7,16% dan kadar abu 1,48% - 4,56%.
Curing adalah cara memproses daging dengan penambahan
beberapa bahan seperti garam, Na atau K-nitrit atau nitrat, gula serta
bumbu-bumbu. Tujuan curing adalah untuk mendapatkan warna yang stabil,
aroma, tekstur dan kelezatan, untuk mengurangi pengerutan daging selama
proses dan memperpanjang masa simpan.
Nitrit dan nitrat pada proses curing digunakan dengan tujuan
untuk mengembangkan warna daging menjadi warna merah muda terang
dan stabil dalam penyimpanan; mempercepat proses curing; menghambat
pertumbuhan mikroba (mikrostatik); serta memperbaiki flavor dan
antioksidan. Nitrit juga dapat mencegah pertumbuan C. botulinum dan
mengahambat pembentukan toksin botulin dengan cara membentuk
36

senyawa penghambat bila nitrat pada daging dipanaskan. Nitrit juga


berfungsi sebagai antioksidan dengan menghambat oksidasi lemak.
Komponen lainnya yang penting dalam pembuatan sosis adalah
bahan pengisi (filler). Bahan pengisi tidak memberikan pengaruh yang berarti
terhadap pembentukan emulsi, tetapi dapat memperbesar jumlah produk
sosis. Bahan pengisi yang digunakan dalam sosis biasanya memiliki
karakteristik kandungan karbohidrat yang tinggi dan kandungan protein
yang rendah. Selain itu bahan pengisi biasanya memiliki kemampuan
mengikat sejumlah besar air tapi rendah kapasitas emulsifikasinya. Bahan
pengisi yang biasa digunakan adalah tepung, biji-bijian dan pati yang
diekstrak dari tepung-tepungan.
Komponen sosis lainnya ialah bahan pengikat (binder/emulsifier).
Perbedaan utama dari binder dan filler adalah kemampuan emulsi lemak dan
kemampuan mengikat air. Karateristik bahan pengikat ialah kandungan
protein yang lebih tinggi dibandingkan bahan pengisi dan karbohidrat yang
lebih rendah. Fungsi utama bahan pengikat ialah mengemulsikan
minyak/lemak dalam air. Fungsi lainnya dari bahan pengikat ialah sebagai
bahan pengental; memperbaiki stabilitas emulsi; menurunkan penyusutan
akibat pemasakan; memperbaiki hasil irisan; memperbaiki aroma; menekan
biaya produksi; memperbaiki rasa; menahan lemak; meningkatkan elastisitas
produk; memberi warna; membentuk tekstur yang padat; dan menarik air.
Kemampuan emulsifier dipengaruhi oleh konsentrasi protein, jenis lemak,
sistem emulsi, kecepatan pencampuran, komposisi dan urutan asam
aminonya.
Lemak atau minyak merupakan komponen utama yang berperan
sebagai fase diskontinyu. Ikan yang digunakan dalam pembuatan sosis
biasanya memiliki kandar lemak yang rendah sehingga memerlukan
penambahan lemak. Penambahan lemak pada pembuatan sosis ikan
37

bertujuan untuk memperoleh produk sosis ikan yang kompak, tekstur yang
empuk, rasa dan adonan yang lebih baik. Jumlah penambahan lemak untuk
sosis berkisar antara 5-25%. Jumlah lemak yang ditambahkan harus
seimbang dengan jumlah air dan protein. Apabila jumlah lemak yang
ditambahkan terlalu sedikit akan menghasilkan sosis yang keras dan kering,
sebaliknya apabila penambahan lemak berlebihan maka sosis yang dihasilkan
akan keriput dan lunak karena selama pemasakan terjadi kehilangan lemak
yang tinggi (cooking loss) sehingga sebagian lemak terpisah. Lemak yang
ditambahkan tidak boleh lebih dari 30% dari bobot daging.

2. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari proses pembuatan


produk emulsi sosis dan mengamati karakteristik organoleptiknya.

3. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah daging ikan, garam, tapioka, bawang


putih, bawang merah, jahe, lada, gula, dan minyak nabati/minyak
goreng/lemak daging sapi, soy protein.
Peralatan yang digunakan adalah baskom, pisau, talenan,
penggiling daging, food processor (mixer), casing sosis.

4. Prosedur Kerja

1. Daging ikan dithawing terlebih dahulu sebelum praktikum.


2. Daging digiling menggunakan alat penggiling sampai halus dengan
ditambahkan air es atau es batu untuk menjaga suhu ikan agar tetap
rendah.
3. Setelah daging ikan digiling selanjutnya dicampur dengan tepung
tapioka, lemak, soy protein dan bumbu-bumbu menggunakan food
processor.
38

4. Perlakuan adalah perbedaan penggunaan lemak, yaitu lemak nabati


diwakili oleh minyak sayur dan lemak hewani diwakili oleh gajih. Selain
itu, tiap perlakuan dilakukan perlakuan tambahan, yaitu sosis dengan
pemberian soy protein dan sosis tanpa soy protein. Total didapatkan
empat produk berbeda. Selain perlakuan tersebut, komposisi lainnya
(bumbu, tepung tapioka, air dll) harus sama antara tiap produk.
5. Setelah adonan merata, adonan tersebut dimasukkan ke dalam casing
sosis yang masih dalam bentuk panjang, untuk itu perlu diikat kurang
lebih 10-15 cm agar lebih kecil dan seragam.
6. casing yang telah berisi adonan tersebut direbus selama 60 menit, lalu
ditiriskan selama 10 menit dan terakhir diasap selama 45 menit.
Thawing daging

Penimbangan

Pelumatan

Pengadonan/pencampuran bumbu, tepung tapioka 10%,


minyak/lemak, susu skim/soy protein

Pengisian ke dalam casing

Perebusan (suhu 50-60 ºC) selama 60 menit

Penirisan (10 menit)

Sosis
Gambar 14. Diagram Alir Proses Pembuatan sosis ikan
39

5. Pengamatan dan pertanyaan


1) Lakukan pengamatan terhadap karakteristik fisik dan organoleptis sosis
ikan yang dihasilkan!
2) Jelaskan fungsi masing-masing ingredien dan pengaruh yang dihasilkan
dari penggunaan jenis emulsifier yang berbeda terhadap karakteristik
sosis ikan yang dihasilkan!
3) Reaksi apa saja yang berpeluang terjadi saat proses pembuatan sosis
ikan?
40

CUMI-CUMI KERTAS

1. Pendahuluan
Cumi-cumi merupakan salah satu cephalopoda yang dikenal dalam
dunia perdagangan disamping sotong dan gurita. Cumi cumi mempunyai
kadar protein yang cukup tinggi yaitu 15,3 gram/100 gram bahan, sehingga
mempunyai potensi yang cukup baik sebagai salah satu bahan makanan
sumber protein. Cumi-cumi mempuyai sifat cepat sekali mengalami
kemunduran mutu sehingga diperlukan penanganan yang cepat, higienis,
hati-hati dengan suhu dingin. Pada saat musim tiba, cumi-cumi di sentra-
sentra produksi begitu melimpah sehingga tidak tertangani. Untuk mengatasi
masalah tersebut perlu dilakukan suatu cara pengawetan dan pengolahan
yang dapat memperpanjang daya awet cumi-cumi, menghasilkan produk
cumi-cumi yang menarik dalam penampakan, rasa, aroma, tekstur serta tidak
mengurangi nilai gizinya.
Produk olahan cumi-cumi yang ada di pasaran adalah cumi-cumi
asin, beku dan dendeng cumi. Sedangkan cumi-cumi kertas merupakan
produk olahan yang relatif baru dan mulai digemari sebagai makanan
camilan. Cumi-cumi kertas adalah produk olahan hasil perikanan yang dalam
proses pengolahannya merupakan penggabungan antara proses pengeringan,
penggaraman, pemanggangan, pengepresan, pengasapan dan pengovenan.
Cumi-cumi kertas berbentuk lembaran tipis menyerupai kertas, mempunyai
rasa manis, pedas atau dapat disesuaikan dengan selera konsumen. Produk
ini di pasaran dikenal dengan nama “juhi” atau “cuttle fish snack product”.
41

Gambar 15. Cumi-cumi kertas

Tabel 7. Komposisi kimia cumi-cumi


Komposisi Jumlah Komposisi Jumlah
Energi 75 kalori Besi 1 mgram
Kadar air 82 gram Natrium 176 mgram
Protein 15,3 gram Kalium 266 mgram
Lemak 0,8 gram Retinol 15 mgram
Karbohidrat 0,7 gram Tiamin 0,03 mgram
Abu 1,2 gram Riboflavin 0,08 mgram
Kalsium 15 mgram Niasin 3,2 mgram
Fosfor 194 mgram
Sumber: Anonymous (1972)

2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari proses
pembuatan cumi-cumi kertas dan mengamati karakteristik fisik dan
organoleptiknya.

3. Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan adalah cumi-cumi atau sotong segar, garam,
bumbu. Alat yang digunakan adalah alat pengering/para-para, alat pengepres
(seperti molen), pisau, talenan, baskom alat pengasap dan oven.
42

4. Prosedur

1) Cumi-cumi segar disiangi (dibuang kepala dan isi perutnya),


kemudian mantelnya dibelah dua dan dicuci bersih.
2) Cumi-cumi direndam dalam larutan garam dengan konsentrasi 25%
selama 24 jam.
3) Cumi-cumi hasil brining ditiriskan dan dijemur dibawah sinar
matahari selama tiga hari (satu hari sekitar 8 jam pengeringan).
4) Cumi kering asin selanjutnya dipanggang/ diasap pada suhu sekitar
600C dengan waktu 1-2 menit atau sampai layu/agak lunak untuk
dipres.
5) Cumi-cumi yang sudah dipanggang kemudian dipres menggunakan
pengepres molen untuk mendapatkan tekstur yang tidak keras
dalam bentuk lembaran tipis.
6) Lembaran tipis cumi-cumi selanjutnya direndam dalam bumbu
selama 10-15 menit.
7) Setelah perendaman cumi-cumi ditiriskan dan dikeringkan dalam
oven sampai kering renyah dan berwarna kuning kecoklatan.
43

Gambar 16. Proses pembuatan cumi-cumi kertas

5. Pertanyaan dan pengamatan :


1) Lakukan pengamatan terhadap sifat fisik dan sensori/organoleptik
cumi-cumi kertas!
2) Jelaskan maksud tahapan proses pembuatan cumi-cumi kertas?
3) Jelaskan reaksi-reaksi yang berpeluang terjadi selama pembuatan cumi-
cumi kertas?
4) Berapa lama daya awet cumi-cumi kertas dan kemasan apa saja yang
sebaiknya digunakan untuk memperpanjang daya simpan cumi-cumi
kertas?
44

BISKUIT
(PENAMBAHAN TEPUNG TULANG IKAN)

1. Pendahuluan
Biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan cara
memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu, lemak, dan
bahan pengembang, dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang
diizinkan. Pengertian lain dari biskuit adalah makanan kering/panggang yang
terbuat dari serealia seperti gandum, jagung, oat, barley dan sebagainya yang
mengandung air lebih kecil dari 5% dan jika diisi, didekorasi atau
ditambahkan dengan bahan lain seperti krim, icing (krim gula), jam, jelly dan
sebagainya maka kadar airnya dapat melebihi 5%.

\
Gambar 17. Biskuit
Berdasarkan SII 0177-90 biskuit dikelompokkan menjadi empat
jenis, yaitu biskuit keras, crackers, cookies dan wafer. Biskuit keras adalah
biskuit manis yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, jika
dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat dan dapat berkadar
lemak tinggi atau rendah. Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari
adonan keras, melalui proses fermentasi atau pemeraman. Bentuk crackers
pipih dan rasanya lebih mengarah ke rasa asin, relatif renyah serta bila
dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis. Cookies adalah jenis
biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah
dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat. Wafer
45

adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, relatif
renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga.
Biskuit seringkali dikonsumsi sebagai makanan selingan disamping
makanan pokok. Dalam hal ini tentunya jumlah yang dikonsumsi tidak
dalam porsi yang besar, karena sifatnya hanya sebagai penyumbang energi
dan zat gizi, bukan sebagai pengganti menu utama. Biskuit juga memiliki
kandungan protein, lemak dan beberapa mineral yang dibutuhkan oleh
tubuh, sehingga sangat baik untuk dikonsumsi.
Selama ini kebanyakan biskuit dibuat dari bahan dasar tepung terigu
yang berasal dari gandum yang kebutuhannya mayoritas masih diimpor.
Sementara banyak sumber karbohidrat lokal yang belum dimanfaatkan yang
dapat dikombinasikan dengan tepung ikan sebagai sumber protein atau
tepung tulang ikan sebagai sumber mineral terutama kalsium sehingga
tercipta biskuit high/tinggi kalsium yang murah. Adapun persyaratan mutu
biskuit menurut (SNI 01-2973-1992) adalah sebagai berikut:
Tabel 8. Persyaratan mutu biskuit menurut (SNI 01-2973-1992)
Kriteria uji Persyaratan
Air (% b/b) Maks. 5%
Protein (% b/b) Min 9%
Abu (% b/b) Maks. 1,5%
Lemak Min. 9,5%
Karbohidrat Min 70%
Lgam berbahaya Negatif
Serat kasar Maks. 0,5%
Kalori (kal/100 g) Min 400
Jenis tepung Terigu
Bau dan rasa Normal dan tidak tengik
Warna Normal
Sumber: Dewan Standarisasi Nasional (1992)
Ket: Normal = Aroma biskuit yang ditambahkan
Warna = Coklat keemasan
46

2. Tujuan
Praktikum pembuatan biskuit tulang ikan bertujuan untuk
mengetahui proses pembuatan biskuit dan memodifikasi biskuit dengan
penambahan tepung/hancuran tulang ikan sehingga tercipta biskuit yang
kaya protein dan kalsium ikan, serta mengetahui karakteristik fisik dan
organoleptis biskuit dengan penambahan tepung tulang ikan.
3. Bahan dan alat
Bahan yang digunakan adalah tepung terigu, tepung tulang ikan, gula
bubuk, susu skim, baking powder, margarin, minyak dan telur. Sedangkan
peralatan yang digunakan adalah mixer, baskom, talenan, plastik, alat
penggiling, dan oven.
4. Prosedur
(1). Persiapan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit harus bersih dan
bebas dari kotoran, kemudian masing-masing bahan ditimbang beratnya.
(2). Pencampuran dan pengadukan
Pencampuran dan pengadukan bahan dilakukan secara bertahap, mulai
dari gula bubuk, susu skim dan baking powder, aduk hingga tercampur
merata. Sambil diaduk menggunakan mixer tambahkan margarin, lalu
telur. Setelah itu tambah tepung terigu dan tepung tulang ikan.
(3). Pencetakan adonan
Pencetakan adonan dilakukan dengan pembuatan lembaran terlebih
dahulu yang bertujuan untuk membentuk adonan yang lebih menarik.
Pembentukan lembaran dilakukan secara berulang-ulang menggunakan
pelapis plastik dan dialasi dengan talenan kemudian dibentuk lembaran
dengan alat penggiling kayu sampai terbentuk suatu lembaran adonan
yang halus dan kompak. Setelah itu cetak lembaran adonan dalam bentuk
hati dan kotak, atau bisa juga dibentuk berdasarkan selera yang disukai.
47

(4). Pemanggangan
Adonan yang sudah dicetak kemudian dipanggang dalam oven selama 5
menit pada suhu 160 0C sampai terlihat biskuit berwarna coklat muda.
Setelah matang angkat biskuit dari dalam oven kemudian dinginkan dan
dikemas menggunakan plastik.
Flowcahart pembuatan biskuit tepung tulang ikan

Gambar 18. Proses pembuatan biskuit tepung tulang ikan


48

5. Pengamatan dan pertanyaan


1). Lakukan pengamatan terhadap karakteristik biskuit tepung tulang ikan
2). Sebutkan dan jelaskan reaksi yang terjadi selama pembuatan biskuit
tulang ikan!
3). Jelaskan pengaruh penambahan tepung tulang ikan terhadap zat gizi
biskuit yang dihasilkan!
49

TSUKUDA-NI KEKERANGAN

1. Pendahuluan
Kelompok hasil laut Indonesia yang belum banyak dieksplorasi
adalah kerang-kerangan, walaupun permintaan dunia untuk golongan ini
cukup tinggi. Mussels, oysters, clams dan scallops adalah golongan kerang-
kerangan yang telah dikonsumsi dan termasuk makanan lux sejak zaman
Romawi dan periode Maya. Selama abad 17 metode penyimpanan mussels
masih sangat primitif yaitu dengan menyimpannya di air payau, sedangkan
kultur oyster dengan metode rack culture diawali di laguna Venetitian. Tahun
1950-an pertama kali mussels processing machines dibuat di Nederland dan pada
tahun 1980-an mesin processing line untuk mussel secara lengkap diciptakan.
Kerang sudah lama terkenal dengan kandungan gizinya yang tinggi,
terutama kandungan protein, asam lemak tidak jenuh majemuk, mineral, dan
vitamin serta zat-zat bioaktifnya relatif tinggi. Tetapi untuk memperkirakan
jumlah yang dikonsumsi sebaiknya mempertimbangkan juga sumber-sumber
zat gizi yang lain dan berpatokan pada rekomendasi diet.
Untuk memastikan bahwa kerang-kerangan masih hidup atau fresh
dapat dilihat dari cara menutupnya kerang. Bila kerang dapat menutup
dengan rapat atau bergerak menutup bila disentuh menunjukkan bahwa
kerang tersebut masih hidup. Hindari kerang yang mempunyai broken shell,
berat (biasanya penuh dengan pasir), atau terlalu ringan atau lepas bila
digoyang/kocok (menunjukkan hewan tersebut sudah mati dan tidak fresh.
Shucked mussels harus mempunyai plump meat dan dikelilingi oleh cairan
bening, mussels yang masih muda lebih tender dibandingkan yang besar.
Scallop segar mempunyai penampakan yang cemerlang (shiny), firm dan
bentuknya tidak berubah, beraroma manis dan briny. Bila menemukan
scallop yang beraroma asam atau bau iodine menunjukan produk tersebut
50

sudah tidak segar. Daging scallop segar mempunyai warna ivory sampai putih
agak pink, bila warnanya putih stark menunjukan bahwa dagingnya sudah
direndam dalam air untuk meningkatkan beratnya.
Pengolahan kerang umumnya sangat tergantung pada jenisnya.
Perkembangan permintaan konsumen dan pasar tertentu mempengaruhi
teknik pengolahan yang dilakukan. Untuk pengolahan kerang berdasarkan
jenis kerang yang cukup popular adalah pengolahan scallop atau simping dan
pengolahan kerang darah. Sedangkan pengolahan kerang lainnya antara lain
dibuat tsukudani yang merupakan pengolahan kerang secara fermentasi.
Tsukuda-ni adalah produk yang dapat dijadikan lauk teman nasi atau
camilan dari hasil perikanan (ikan, udang, cumi-cumi, kerang, rumput laut
dll). Produk camilan ini berasal dari Jepang, asal kata tsukuda (nama suatu
tempat di Jepang). Ada dua jenis tsukuda-ni: (1) ”Tsukuda-ni” (in a narrow
sense), dan (2)”ame-ni” (boiled with soy bean sauce and wheat gluten). Teknik
pembuatannya mudah dan sederhana. Direbus selama 60-90 menit dengan
ditambahkan seasoning solution/bumbu-bumbu seperti ”shoyu”, gula, dan
wheat gluten. Bisa juga ditambah bumbu sesuai selera. Kemudian dikeringkan
dengan oven pada suhu sedang (60–80oC) selama 2 – 3 jam. Setelah dingin
produk dikemas dengan plastik (flexible packaging). Produk dapat awet selama
20 hari karena adanya NaCl pada shoyu, gula, rempah-rempah dan melalui
proses dehidrasi parsial. Produk yang dibuat dengan perebusan dalam waktu
pendek (disebut “yamato-ni”) hanya mempunyai daya awet 2-3 hari karena
derajat kekeringannya sangat rendah.

Gambar 19. Tsukudani


51

Terdapat dua metode perebusan pada pembuatan tsukuda-ni yaitu


porching boiling (dengan volume larutan seasoning terbatas dan produk
tercelup) dan floating boiling (dengan volume seasoning besar). Metode
pertama biasanya digunakan untuk bahan baku yang berasal dari rehidrasi
produk kering, sedangkan metode kedua digunakan untuk bahan baku
mentah.

Tabel 10. Bahan seasoning yang biasa digunakan dalam produksi tsukuda-ni
skala industri
Natural Soya sauce, liquified amino acids, sugar, starch syrup, glucose,
seasoning common salt, sweet sake, agar and vinegar
Chemical Sodium glutamate, succinic acid and sodium salt, nucleic acid
seasoning condimen, (sodium’5-inosinate and sodium ‘5-guanilate).
Artificial Sodium sacharine
sweetening
Coloring agents New coccine, ploxine, Tartrazine,Sunset yellow, and brilliant blue
Preservatives Sorbic acid and potassium salt.
Others Polyphosphates
Sumber: Tanikawa revised by Motohiro and Akiba (1985)
Produk camilan ini merupakan pangan yang bernilai gizi tinggi,
karena kaya protein dan asam lemak tak jenuh (omega-3), serta mineral yang
sangat diperlukan oleh tubuh. Jenis-jenis mineral yang terdapat pada kerang-
kerangan ini selain berfungsi dalam metabolisme juga ada yang berfungsi
sebagai antioksidan diantaranya adalah Fe, Cu, Se, Mn dan Zn. Unsur-unsur
ini pada umumnya terdapat pada kerang-kerangan.

2. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari
pembuatan produk tsukudani, serta mempelajari proses yang terjadi selama
pembuatan produk tersebut.
52

3. Bahan dan alat


Bahan yang diperlukan terdiri dari bahan utama dan bahan
tambahan. Bahan utama adalah daging kerang (kerang darah/blood cockles,
kerang hijau/green mussels atau baby clams). Sedangkan bahan tambahannya
terdiri dari bumbu-bumbu yaitu shoyu/kecap bawang merah, bawang putih,
lengkuas, ketumbar, gula merah, jeruk nipis, daun serai, daun salam, daun
jeruk dan garam (disesuaikan dengan selera lokal).
Alat-alat yang diperlukan dalam pembuatan tsukuda-ni ini adalah
wadah-wadah untuk preparasi kerang, pisau, wadah untuk merebus kerang,
timbangan, dan oven.

4. Prosedur
1. Preparasi bahan baku (kerang), bahan yang digunakan hanyalah
mantel dari kerang. Jeroan dan insang dibuang.
2. Mantel dicuci bersih dan ditiriskan.
3. Penentuan rendemen.
4. Bumbu-bumbu disiapkan dan dihaluskan.
5. Perebusan dicampur dengan bumbu selama 60-90 menit
6. Pengeringan dengan oven pada suhu sedang (60-80) 0C selama 2-3
jam.

Flowcahart pembuatan Tsukudani


Simping (Ammusium sp) segar

Sortasi mutu/size

Pencucian
53

Penentuan rendemen

Pembumbuan

perebusan dalam larutan bumbu (60-90 Menit)

Pengeringan (oven) (60-90)0C, 2-3 jam

Tsukudani

Gambar 20. Diagram alir proses pembuatan tsukudani

5. Pengamatan dan pertanyaan


1). Lakukan pengamatan terhadap karakteristik fisik dan organoleptis
tsukudani
yang dihasilkan!
2). Jelaskan reaksi yang berpeluang terjadi dalam proses pembuatan
tsukudani
3). Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi daya awet tsukudani?
54

PRODUK EKSTRUSI (FISH SNACK)

1. Pendahuluan
Snack (makanan ringan) adalah makanan yang dikonsumsi diantara
ketiga waktu makan utama dalam sehari. Dalam pengertian ini, maka jenis
makanan ringan sangat banyak, baik dalam bentuk, cara pengolahan,
maupun cara penyajian (Muchtadi et al. 1988). Salah satu proses pengolahan
makanan ringan (snack) yang paling sering digunakan adalah proses ekstrusi.
Ekstrusi bahan pangan merupakan suatu proses dimana bahan tersebut
dipaksa mengalir di bawah pengaruh satu atau lebih kondisi operasi seperti
pencampuran (mixing), pemanasan dan pemotongan (shear), melalui suatu
cetakan yang dirancang untuk membentuk hasil ekstrusi yang bergelembng
kering (puff-dry) (Muchtadi et al. 1998).
Berdasarkan perkembangannya snack terbagi dalam tiga kelompok,
yaitu (1) snack generasi pertama adalah produk-produk konvensional tanpa
melalui proses ekstrusi seperti kripik kentang, singkong dan crackers, (2) snack
generasi kedua, mengalami proses lebih lanjut setelah keluar dari ekstruder
yaitu pemotongan menjadi bagian yang lebih kecil dan pengeringan untuk
menurunkan kadar air, (3) snack generasi ketiga yaitu snack yang setelah
diekstrusi masih memerlukan pengolahan lebih lanjut seperti pengeringan
atau penggorengan (Harper 1981).
Snack generasi kedua merupakan snack ekstrusi yang paling banyak
beredar di pasaran. Snack mengembang (puffed snack) dapat diproduksi dalam
berbagai jenis berdasarkan kandungan gizinya, seperti tinggi kandungan
proteinnya, rendah kalori, termasuk tinggi kandungan seratnya.
Selanjutnya Harper (1981) menyatakan bahwa makanan ringan
dibedakan menjadi dua macam berdasarkan bahan dasarnya. Kelompok
makanan ringan pertama adalah makanan ringan yang menggunakan bahan
55

baku utama seperti produk-produk ekstrusi dari jagung dan kemudian


ditambah garam dan bumbu penyedap sedangkan kelompok makanan
ringan yang kedua yaitu makanan ringan yang memakai campuran dari
beberapa sumber pati seperti campuran jagung dan beras, bahkan dicampur
pula dengan kacang-kacangan seperti kedelai, kacang hijau dan lain-lain.
Menurut Harper (1981), makanan ringan yang dibuat dengan proses
ekstrusi sangat banyak bentuknya, seperti tabung, roda, cincin, topi, tangkai
jamur, piringan dan lain sebagainya. Banyak jenis produk ekstrusi yang
dikenal dewasa ini misalnya snack food (makanan ringan), breading subtitution
(makanan pengganti roti), baverage bases (campuran minuman), sooups
(makanan sup), dan blended food (makanan campuran).

Gambar 21. Snack

Karakteristik fungsional pada produk pangan dapat dikelompokan


menjadi tiga kelompok besar yaitu: sifat fisik (morfologi, sifat termal, sifat
reologi dan sifat spektral), sifat kimia (komposisi kimia, senyawa kimia aktif,
bahan kimia tambahan, bahan kimia pengolahan) dan sifat mikrobiologi
(mikroba alami, mikroba kontaminan, mikroba patogen dan mikroba
pembusuk). Karakteristik fungsional lebih bersifat objektif dalam
menentukan sifat mutu pangan, sedangkan penilaian sifat mutu yang bersifat
subjektif dilakukan menggunakan evaluasi sensori.
56

Dalam proses ekstrusi makanan ringan (snack), butiran pati dan


bahan-bahan lainnya dicampur dan dimasak di bawah tekanan, pemotongan
dan pemanasan dalam barrel. Bahan yang dihasilkan dipaksa mengalir masuk
melalui cetakan, kemudian bahan dipotong menjadi potongan-potongan
tersendiri dan terdiri dari beberapa bentuk yang disesuaikan dengan
kesukaan konsumen di pasaran.
Proses ekstrusi di dalam ekstruder cukup sederhana, dimana bahan
dimasukkan ke dalam corong pengisi, pada tahap ini udara didorong keluar
dan bahan dimampatkan hingga masif, dan mengisi seluruh ruangan di
antara ulir dan barrel. Kemudian bahan didorong ke dalam bagian kompresi.
Di tempat ini bahan mendapat tekanan cukup tinggi. Tekanan terjadi karena
ada penyempitan ruangan, akibat penyempitan tersebut energi mekanis dan
gaya geser terhadap bahan meningkat. Keadaan demikian berakibat suhu
bahan mulai naik. Di bagian dalam alat pemanasan, kecepatan geser (shear
rate) sangat tinggi akan disertai kenaikkan suhu secara cepat. Suhu mencapai
maksimum sebelum bahan disemprotkan melalui lubang-lubang kecil atau
lubang pelepas di ujung selubung (die). Kenaikkan suhu yang sangat tinggi
dapat menyebabkan bahan mengalami perubahan fisiko kimia.

Gambar 22. Produk ekstrusi


Hasil pemasakan proses ekstrusi adalah gelatinisasi, denaturasi
protein, serta inaktivasi enzim yang terdapat pada bahan mentah. Perubahan
struktur bahan mentah selama ekstrusi tergantung pada jenis bahan dan
57

kondisi proses. Suhu optimum untuk proses ekstrusi bahan yang berasal dari
pati-patian sekitar 170-200 ˚C. Kondisi ini akan menghasilkan produk
dengan kerenyahan dan pengembangan yang baik. Kondisi paling optimum
untuk bahan pati-patian yaitu suhu 170 ˚C, tekanan 438-5516 Kpa,
kecepatan ulir 300 rpm, dan waktu diam bahan sekitar 10 detik. Bahan yang
digunakan dalam proses ekstrusi sebaiknya berbentuk butiran kecil dengan
ukuran 1-3 mm. Jika bahan yang digunakan berbentuk tepung maka produk
yang dihasilkan akan kurang memuaskan.
Tabel 11. Syarat mutu makanan ringan ekstrudat (SNI 01-2886-2000)
No. Jenis uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bau - Normal
1.2 Rasa - Normal
1.3 Warna - Normal
2 Kadar air % b/b Maks. 4
3 Kadar lemak
3.1 Tanpa proses % b/b Maks. 30
3.2 penggorengan % b/b Maks. 38
Dengan proses
penggorengan
4 Kadar silikat % b/b Maks. 0,1
5 Bahan tambahan
5.1 makanan - Sesuai SNI 01-0222-1995 dan
Pemanis buatan permenkes
Pewarna no.722/Menkes/Per/IX/198
5.2 - s.d.a
6 Cemaran logam
6.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0
6.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10
6.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40
6.4 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,05
7 Arsen (As) mg/g Maks. 0,5
8 Cemaran mikroba
8.1 Angka Lempeng Koloni/g Maks. 1,0x104
8.2 Total Koloni/g Maks. 50
8.3 Kapang APM/g negatif
E. coli
Sumber : BSN (2000)
58

2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari pembuatan
snack berbahan baku ikan dan cereal menggunakan teknologi ekstrusi sebagai
salah satu upaya diversifikasi hasil perikanan.

3. Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan pada praktikum ini terdiri dari bahan baku
utama dan bahan baku tambahan. Bahan baku utama sebagai sumber
karbohidrat atau pati adalah beras (Oryza sativa) dan jagung (Zea mays) dalam
bentuk grit. Bahan baku tambahan sebagai sumber protein adalah ikan,
sedangkan bahan tambahan lainnya adalah garam dan minyak.
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah ekstruder berulir
tunggal, grinder, penghancur bij-bijian, dandang, timbangan digital, pisau,
pengaduk dan wadah plastik.

4. Prosedur
1). Pembuatan grit daging ikan, grit jagung dan grit beras.
2). Grit daging ikan, grit jagung dan beras, garam dan flavor dicampur dalam
bentuk kering dalam ekstruder.
3). Ekstrudat yang dihasilkan didinginkan selama 1-2 menit.
Alur proses pembuatan grit daging ikan, grit jagung dan grit beras
Ikan segar Jagung dan beras

Pemfilletan dan preparasi Pencucian dari debu dan


kotoran

Daging ikan Pengeringan dengan sinar matahari


59

Pengukusan (30 menit) Penggilingan dengan penghancur biji-bijian

Penggilingan dengan grinder Grit jagung dan beras

Pengeringan dengan sinar matahari

Grit daging ikan

Gambar 23. Diagram alir pembuatan grit daging ikan, grit jagung dan grit
beras

Alur proses pembuatan snack ekstrusi


Grit daging ikan Grit jagung dan beras

Pencampuran dalam bentuk kering

Garam 2% Flavor
Proses ekstrusi

Ekstrudat

Pendinginan 1-2 menit

Fish snack
Gambar 24. Diagram alir proses pembuatan fish snack
5. Pengamatan dan pertanyaan
1). Jelaskan maksud tahapan proses ekstrusi!
2). Jelaskan reaksi yang terjadi selama proses ekstrusi?!
3). Jelaskan fungsi proses pendinginan selama 1-2 menit!
60

BAKSO IKAN

1. Pendahuluan
Salah satu bentuk produk diversifikasi perikanan yang diharapkan
akan mampu meningkatkan konsumsi ikan di masyarakat adalah bakso ikan.
Bakso ikan merupakan produk makanan berbentuk bulatan atau lainnya,
yang diperoleh dari campuran daging ikan (kadar daging ikan tidak kurang
dari 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan bahan
makanan yang diizinkan (SNI 01-3819-1995). Bakso merupakan produk
emulsi daging yang di dalamnya terdapat lemak dan air yang berfungsi
sebagai fase diskontinyu dan fase kontinyu. Komponen daging yang
berperan dalam produk bakso adalah protein yang bersifat larut garam,
terutama aktin dan miosin.

Gambar 25. Bakso ikan

Di Indonesia bakso sudah menjadi semacam produk primadona.


Bakso digemari oleh beberapa kalangan, tanpa mengenal batas usia dan
strata sosial sehingga bakso sering dijadikan sebagai simbol pergaulan. Bakso
banyak digemari oleh masyarakat karena memiliki rasa yang enak dan tekstur
yang kenyal, empuk dan lembut, serta cara penyajiannya yang mudah.
Pada tahun 2006, Dinas Kesehatan Kota Depok menemukan
kandungan boraks dan formalin pada jajanan dan makanan masing-masing
61

sebesar 5,6% dan 20,80%. Boraks digunakan oleh para pedagang karena
selain berfungsi sebagai bahan pengawet dan mempunyai harga yang murah,
boraks juga mampu memperbaiki warna, tekstur dan rasa pada bakso. Untuk
menghindari penyalahgunaan boraks pada produk perikanan diperlukan
suatu alternatif metode penggunaan bahan alami yang aman dan
menyehatkan salah satu alternatifnya adalah karaginan.
Karaginan sudah banyak diaplikasikan ke dalam produk makanan
dan minuman sebagai pembentuk gel, pengental maupun penstabil. Pada
daging, penambahan karaginan dalam larutan garam dapat meningkatkan
kualitas suatu produk. Hal ini disebabkan oleh kemampuan karaginan dalam
mengikat air dan berinteraksi dengan protein sehingga dapat
mempertahankan protein terlarut.
Kualitas suatu produk merupakan faktor pada komoditas yang
membedakan tingkat penerimaan produk tersebut kepada konsumen. Syarat
mutu bakso ikan menurut SNI 01-3819-1995 dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Syarat mutu komposisi kimiawi bakso ikan


Kriteria uji Satuan Persyaratan
Keadaan:
Bau - Normal, khas ikan
Rasa - Gurih
Warna - Normal
Tekstur - Kenyal
Air %b/b Maks. 80,0
Abu %b/b Maks. 3,0
Protein %b/b Min. 9,0
Lemak %b/b Maks. 1,0
Boraks - Tidak boleh ada
Bahan tambahan makanan Sesuai dengan SNI 01-0222-1995
Cemaran:
Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0
Tembaga (Cu) mg/kg Maks.20,0
Seng (Zn) mg/kg Maks.100,0
Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0
62

Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,5


Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0
Cemaran mikroba:
Angka Lempeng Total Koloni/g Maks. 3,0
Bakteri bentuk koli APM/g Maks. 3,0
Salmonella - Negatif
Staphylococcus aureus Koloni/g Maks. 3,0
Vibrio cholerae - Negatif
Sumber : SNI 01-3819-1995

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi mutu bakso ikan, antara


lain daya mengikat air, keempukan dan tekstur daging, flavour dan aroma.
Kriteria mutu bakso ikan dapat dilhat pada Tabel 13.
Tabel 13. Kriteria mutu sensori bakso ikan
Parameter Persyaratan
Penampakan Bentuk bulat halus, berukuran seragam, bersih dan
cemerlang, tidak kusam.
Warna Putih merata tanpa warna lain.
Bau Bau khas ikan segar rebus dominan sesuai jenis ikan yang
digunakan dan bau bumbu cukup tajam. Tidak terdapat bau
mengganggu, tanpa bau amis, tengik, masam, basi ataupun
busuk.
Rasa Rasa lezat, enak, rasa ikan dominan\ sesuai jenis ikan yang
digunakan, dan rasa bumbu cukup menonjol tetapi tidak
berlebihan. Tidak terdapat rasa asin yang mengganggu dan
tidak terlalu asin.
Tekstur Tekstur kompak, elastis, tidak liat atau membal, tidak ada
serat daging, tanpa duri atau tulang, tidak lembek, tidak
basah berair dan tidak rapuh

2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari proses
pembuatan bakso ikan.

3. Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan adalah daging ikan yang sudah dilumatkan,
tepung tapioka/sagu, es, bumbu-bumbu (bawang merah goring, bawang
63

putih, lada, garam), sodium tripolipospat (STTP). Alat yang digunakan


adalah pisau, talenan, baskom plastik, meat grinder, food processor/mixer,
kompor, kain blacu, panci perebus, serokan, dan sendok teh.

4. Prosedur

1. Ikan segar disiangi (sisik, isi perut, kepala, insang, dan sirip dibuang)
kemudian dicuci. Daging ikan diambil dan dipisahkan dari kulit serta
tulangnya, lalu dilumatkan dengan menggunakan meat grinder sampai
diperoleh daging lumat (mince) halus.
2. Daging lumat tersebut kemudian dicuci dengan air es dan diperas
dengan kain blacu. Tujuan pencucian ini adalah untuk menghilangkan
protein larut air yang menghambat pembentukan gel.
3. Daging yang sudah dicuci ditimbang kemudian dicampur dengan
bumbu-bumbu dan tepung tapioka serta ditambah es, pencampuran
dilakukan menggunakan alat food processor, sampai adonan bercampur
secara merata (homogen).
4. Adonan yang terbentuk dicetak bulat-bulat menurut ukuran yang
dikehendaki, sambil ditampung dengan air hangat.
5. Setelah pencetakkan selesai, selanjutnya bakso direbus sampai matang,
ditandai dengan bola-bola bakso yang mengapung dalam permukaan air
mendidih, kemudian bakso diangkat dan diangin-anginkan.
64

Alur Proses Pembuatan Bakso Ikan


Ikan segar

Penyiangan dan pencucian

Pemfilletan

Pembuangan kulit ikan Pencucian


dengan air es
Pelumatan dengan meat grinder dan peras 1-3
kali
Penimbangan
Bawang putih 1-4%
Penambahan bumbu Bawang merah goreng
2-3%
Garam 2-3%
Pengadonan (penambahan air es) STTP 0.3%
Tapioka/sagu 10-15%
Pencetakkan bulat-bulat Lada halus 0.5-1%

Pemasukkan dalam air hangat

Perebusan sampai mengapung

Bakso ikan

Gambar 26. Diagram alir proses pembuatan bakso ikan

5. Pengamatan dan pertanyaan


1) Lakukan pengamatan pada proses pembuatan bakso ikan!
2) Jelaskan fungsi penambahan es pada proses pembuatan bakso ikan?
3) Jelaskan perubahan pada adonan bakso setelah dimasukkan pada air
hangat (suhu setting) dan air panas (suhu pemasakan)
65

NORI IMITASI

1. Pendahuluan
Nori merupakan bahan makanan berupa lembaran rumput laut jenis
Porphyra sp. yang dikeringkan dan termasuk makanan favorit di Jepang dan
Korea (Yamazaki et al. 2004). Nori pada umumnya dipasarkan berwarna
hitam kemerahan dan hijau. Warna hitam nori berasal dari klorofil a,
karetonoid, picoeritrin, dan picosianin. Jika dibakar, warna hitam akan berubah
menjadi hijau karena hilangnya picoeritrin (Amano dan Noda 1993). Warna
nori yang berkualitas bagus adalah hitam cerah dan berkilau ketika
dikeringkan (Tanikawa 1971).
Nori memiliki berbagai ukuran yang bermacam-macam.
Berdasarkan ukurannya, nori dibagi beberapa jenis yaitu yakinori, yakinori
tipe setengah, yakinori tipe sepertiga, ajitsuke nori/okazunori, mominori,
kizaminori, dan aonori. Standar ukuran nori menurut DKP (2006) adalah
12 cm x 10 cm. Secara umum nori dikemas dalam kemasan kedap udara,
karena bersifat higroskopik (Tanikawa 1971).
Bahan baku nori sulit ditemukan di Indonesia, oleh karena itu
dibuat nori imitasi. Nori imitasi merupakan nori berbahan baku selain
Porphyra sp. dan memiliki karakteristik yang mirip nori. Nori imitasi
ditambahkan pewarna agar warna yang diperoleh mirip aslinya. Salah satu
contoh pewarna yang digunakan adalah daun suji, karena daun suji telah
banyak dimanfaatkan dan aman digunakan (Heyne 1987).
Nori merupakan produk kering dan memiliki daya awet tinggi. Sifat
ini dipengaruhi salah satu prosedur pembuatannya yaitu proses pengasapan,
karena pengasapan dapat menurunkan aw dan sebagai desinfektan.
66

Tabel 14 . Kandungan nutrisi nori dalam basis kering


Komposisi utama (%) Mineral (mg) Vitamin (mg)
Protein 33,6 Ca 4,4 B1 12,9
Lemak 2,1 P 6,5 B2 38,2
Karbohidrat 46,0 Fe 1,3 B6 1,04 d
Abu 7,8 Na 5,7 B12 0,029 d
K 24,0 Choline 292,0 d
Mn 0,02b Inositol 6,2d
Zn 0,10b C 112,5
Cu 0,147b Niacin 1,1

2. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari pembuatan nori imitasi
dan mengetahui karakteristik fisik nori imitasi.

3. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam pembuatan nori imitasi adalah sendok,
hot plate, gelas ukur, gelas piala, magnetic stirer, pipet, timbangan analitik,
saringan nilon (150 mesh), cetakan kaca berukuran 12 x 10 cm2, dan oven.
Bahan yang dipergunakan adalah surimi, larutan air daun suji, NaOH 1 M,
dan gliserol 10%.

4. Prosedur
Proses pembuatan dimulai dari surimi dithawing dan pembuatan
larutan daun suji 1:6 (perbandingan aquades dan daun suji). Larutan daun
suji disaring dan dicampur dengan surimi sampai 50 ml. Campuran tersebut
dihomogenkan dengan magnetic stirer pada suhu 500C sampai homogen dan
ditambahkan gliserol 10%. Selama penghomogenan ditambah NaOH 1 M
sebanyak 3 ml sampai pH 11 selama 20 menit. Larutan campuran tersebut
disaring dan dituang dalam plat kaca sampai rata. Setelah itu dioven dengan
suhu 500C selama beberapa jam. Nori imitasi yang terbentuk dilepaskan
67

secara perlahan-lahan dan diasap dengan batok kepala selama beberapa jam.
Gambar 15 menunjukan diagram alir pembuatan nori imitasi.

Daun suji,umbi bit, kunyit,

Surimi beku
Penimbangan

Pelelehan (thawing) 20 menit


Homogenisasi daun suji
dengan aquades (1:6)
selama 5 menit Surimi ikan

Penyaringan Penimbangan 14,15, dan 16


gram

Air daun suji Penambahan air daun suji


sampai 50 ml + gliserol 10%

NaOH 1 M sampai pH 11 (3
ml) Penghomogenan 20 menit,
suhu 50 oC

Penyaringan

Penuangan ke cetakan (diratakan)

Pengeringan dengan oven 20 jam, 50 oC

Pelepasan film dari cetakan


68

Pengasapan dengan batok


kelapa selama I jam

Nori Imitasi

Gambar 27. Diagram Alir Pembuatan Nori Imitasi

5. Pengamatan dan Pertanyaan


1) Apa fungsi pewarna alami pada proses pembuatan nori imitasi?
2) Jelaskan pengaruh proses pengovenan dan pengasapan pada
pembuatan nori imitasi?
3) Jelaskan pengaruh penambahan NaOH dan gliserol pada nori imitasi?
4) Jelaskan reaksi-reaksi biokimiawi yang terjadi pada proses pembuatan
nori imitasi?
69

SOUP CREAM INSTANT


1. Pendahuluan
Sup merupakan jenis makanan yang memiliki kandungan air yang
cukup banyak dengan isi yang bervariasi seperti daging maupun sayur mayur.
Sup dapat disajikan sebagai menu pembuka atau menu utama. Modifikasi
sup dengan menambahkan bahan pengental seperti tepung jagung atau krim
masak biasa disebut sup krim.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan soup cream instant
terdiri dari bahan utama, bahan pengisi dan bahan pengikat. Bahan pengisi
merupakan bahan bukan daging yang memiliki kemampuan untuk mengikat
air tetapi tidak untuk mengemulsi lemak. Bahan pengisi berguna untuk
melapisi komponen flavor serta meningkatkan jumlah total padatan,
memperbesar volume, mempercepat proses pengeringan dan mencegah
kerusakan bahan akibat panas.
Bahan pengikat adalah bahan yang digunakan dalam makanan untuk
mengikat air yang terdapat di dalam adonan. Fungsi bahan pengikat adalah
untuk mengurangi penyusutan akibat pemasakan, memberi warna yang
terang, meningkatkan elastisitas produk, membentuk tekstur yang padat dan
menarik air dari adonan.
Proses pengolahan soup cream instant terdiri dari beberapa tahap,
yaitu pengadonan, pembekuan dan pengeringan dengan drum dryer.
Pengadonan merupakan proses dari berbagai bahan dasar agar semua bahan
dapat bercampur dengan merata. Faktor terpenting dalam pembuatan
adonan adalah homogenitas adonan, karena sifat ini akan mempengaruhi
keseragaman produk akhir yang dihasilkan. Pembuatan adonan dapat
dilakukan melalui proses panas dengan bahan tambahan air panas atau
proses dingin dengan air yang tidak dipanaskan.
70

Proses pemasakan yang terdapat di dalam proses pengadonan dapat


menyebabkan perubahan Water Holding Capacity (WHC) bahan karena adanya
solubilitas protein. Temperatur tinggi meningkatkan denaturasi dan
menurunkan WHC. Pemasakan bertujuan untuk melunakkan selulosa dan
hemiselulosa sehingga mudah dicerna, mengubah zat gizi yang terkandung
dalam bahan pangan menjadi bentuk yang mudah terserap oleh tubuh,
menambah dan mengubah cita rasa. Selain itu proses pemasakan dapat
memperbaiki warna, tekstur serta membunuh organisme patogenik dengan
menghasilkan zat-zat yang terdapat pada bahan makanan mentah. Kadar
vitamin bahan pangan akan berkurang akibat proses pemasakan karena
stabilitas vitamin dalam cairan pemasakan menjadi rendah. Pemasakan akan
mengalami kehilangan vitamin dan leaching zat besi. Hal ini disebabkan
dinding sel parenkim dan kromoplas cepat mengalami kerusakan dan terjadi
proses osmosis.

Gambar 28. Soup cream instant

Sifat kental dari sup krim disebabkan oleh adanya kandungan


amilosa maizena sebesar 24%, sedangkan amilopektin maizena sebesar 76%.
Semakin besar kandungan amilopektin atau semakin kecil kandungan
amilosa bahan yang digunakan, maka semakin lekat produk olahannya.
71

Penambahan susu skim juga mempengaruhi kekentalan dari sup krim.


Penggumpalan merupakan salah satu sifat khas dari susu.
Kuning telur dapat menyerap dan mengikat air, sehingga pada
waktu pemasakan adonan, campuran yang terbentuk akan lebih kokoh.
Kuning telur juga merupakan emulsifier yang kuat, sifat pengemulsi yang
kuat tersebut disebabkan kandungan lesitin dalam bentuk kompleks, yaitu
lesito protein. Lesito protein merupakan kuning telur yang berikatan dengan
lemak. Lesito protein penting sebagai penstabil emulsi, karena mampu
berinteraksi dengan permukaan globula lemak dengan membentuk lapisan
pelindung.
Proses pembekuan dilakukan sebelum proses pengeringan untuk
mempermudah proses pengeringan dengan drum dryer. Pembekuan
merupakan salah satu cara pengawetan bahan pangan. Suhu yang sangat
dingin dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme, menahan reaksi-
reaksi kimia dan menekan aktivitas enzimatis yang dapat mempengaruhi
mutu atau menyebabkan kerusakan.
Pengeringan merupakan suatu metode untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air
tersebut menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan tersebut
dikurangi sampai batas tertentu yang dapat mencegah pertumbuhan
mikroba.
Proses pengeringan dapat merubah warna produk yang dihasilkan.
Perubahan warna tersebut disebabkan oleh reaksi non enzimatis dari gugus
amino protein dan gula pereduksi sederhana (reaksi Maillard). Pada peristiwa
ini terjadi reaksi hidroksi metil furfural yang kemudian menjadi furfural dan
berpolimerasi dengan gugus amino membentuk senyawa berwarna coklat
yang disebut melanoidin. Pengeringan dengan drum dryer juga dapat
menyebabkan terjadinya penyusutan berat produk.
72

Produk pangan instan merupakan produk yang berbentuk bubuk


atau makanan kering. Bila ingin menyajikannya cukup dengan diseduh
dengan air panas atau dengan dimasak sebentar sehingga waktu yang
dibutuhkan tidak terlalu banyak. Kelemahan dari produk instan biasanya
adalah hilangnya kandungan gizi dari bahan pangan pada saat proses
pemanasan sehingga biasanya dilakukan fortifikasi atau menggunakan bahan
baku yang memiliki kandungan gizi yang tinggi agar makanan instant
tersebut dapat memenuhi kebutuhan gizi setiap orang.
Salah satu cara untuk meningkatkan kandungan gizi adalah dengan
fortifikasi protein hewani berupa daging rajungan. Rajungan merupakan
bahan pangan yang memiliki kandungan protein yang tinggi dan memiliki
kandungan lemak yang cukup rendah sehingga baik untuk kesehatan.
Penggunaan daging rajungan pada produk sup krim dapat menambah
kandungan gizi pada sup, terutama kandungan proteinnya. Selain itu, rasa
daging rajungan yang manis dan segar diharapkan dapat meningkatkan rasa
sup krim yang dihasilkan.
Prinsip Kerja Alat Drum Drying
Drum berputar dengan tenaga penggerak motor, dipanaskan dari
bagian dalam dengan menggunakan steam. Panas permukaan drum
mencapai suhu 120-170OC. Lapisan bahan yang akan dikeringkan
disebarkan secara merata pada permukaan atas drum. Sebelum mencapai
putaran penuh, bahan akan mengering dan dikikis oleh pisau yang berada
disepanjang permukaan drum dengan arah melintang. Produk akhir
ditampung di bawah permukaan drum.
2. Tujuan
Praktikum sup krim instan ini bertujuan untuk mempelajari proses
pembuatan sup krim instan dan pengaruh penggunaan emulsifier yang
73

berbeda terhadap produk yang dihasilkan menggunakan pengeringan drum


drying.
3. Bahan dan Alat
Alat-alat yang digunakan pada proses pembuatan soup cream instant
antara lain: timbangan digital, pisau, wajan, blender dan drum dryer. Bahan-
bahan yang digunakan adalah daging rajungan, jagung manis, tepung beras,
tepung maizena, mentega, susu skim, (kuning telur/Isolat Soy
Protein/emulsifier lainnya), keju, bawang bombay, bawang putih, merica,
garam, gula, kaldu rajungandan air.
4. Prosedur
Pembuatan Produk Soup Cream Instant
Proses pembuatan soup cream instant dilakukan dengan menyiapkan
bumbu-bumbu, yaitu 80 gr bawang bombay yang telah diiris tipis, 20 gr
bawang putih yang telah dihaluskan, 5 gr merica, 6 gr gula dan 8 gr garam.
Bumbu-bumbu tersebut ditumis dengan menggunakan 25 gr mentega
hingga harum dan layu. Kemudian, masukkan 250 ml kaldu rajungan (air
hasil rebusan rajungan), 62 gr kuning telur dan 30 gr susu skim yang telah
diencerkan dengan 150 ml air. Lalu. masukkan tepung beras dan tepung
maizena dengan perbandingan 1:3 (5gr:15gr), dan aduk rata sampai
mendidih. Setelah itu, tambahkan 150 gr daging rajungan yang telah
dicincang, 200 gr jagung manis dan 30 gr keju. Selanjutnya aduk kembali
hingga matang dan rata.
Apabila sup telah tercampur, sup tersebut kemudian didinginkan di
udara terbuka, kemudian diblender sampai halus. Setelah halus kemudian
sup dibekukan di freezer untuk selanjutnya dikeringkan dengan drum dryer.
Proses pengeringan menggunakan alat drum dryer berlangsung pada saat
drum berputar yang dilakukan pada udara terbuka (tekanan 1 atm) atau
dalam keadaan hampa udara.
74

Tabel 15. Komposisi bahan pangan dalam Soup Cream Instant


No. Nama Bahan Berat (gr) Bdd (%)
1. Daging rajungan 150 100
2. Jagung manis 200 90
3. Mentega 25 100
4. Tepung beras 5 100
5. Tepung maizena 15 100
6. Susu skim 30 100
7. Bawang putih 20 88
8. Bawang bombay 80 94
9. Garam 8 100
10. Merica 5 100
11. Gula pasir 6 100
12. Kuning telur 62 100
13. Keju 30 100
14. Kaldu rajungan 250 ml -
15. Air 150 ml -

Produk yang kering dilepaskan dari permukaan drum dengan


menggunakan pisau pengikis. Produk kering tersebut kemudian digiling
menjadi bubuk halus. Setelah kering dan menjadi sup krim dalam bentuk
bubuk, kemudian dimasukkan dalam kemasan plastik polietilen (HDPE).
Berikut ini adalah diagram alir proses pembuatan soup cream instant :

Penumisan bawang putih halus dan irisan bawang bombay


menggunakan mentega hingga harum dan wangi

Penambahan garam, gula dan merica

Pemasukkan kaldu rajungan, susu skim dan kuning telur

Pemasukkan tepung beras dan tepung maizena (1:3)


75

Pengadukan

Penambahan irisan daging rajungan, jagung manis dan keju

Pengadukan hingga sup mengental dan mendidih

Soup Cream

Pemblenderan

Pembekuan

Pengeringan dengan drum dryer

Pengemasan dalam plastik

Soup Cream Instant

Gambar 29. Diagram alir proses pembuatan soup cream instant


5. Pengamatan dan Pertanyaan
1) Jelaskan apa yang dimaksud dengan produk instan!
2) Jelaskan tahapan proses pembuatan produk sup krim instan!
3) Jelaskan keunggulan dan kekurangan produk instan!
4) Jelaskan fungsi emulsifier dalam pembuatan sup krim
udang/ikan/kerang instan!
5) Jelaskan pengaruh perbandingan tepung beras dan tapioka dalam
pembuatan sup krim instan!
6) Bagaimana mekanisme pengembangan produk sup krim instan setelah
diseduh (rehidrasi)?
7) Jelaskan prinsip proses pengeringan
76

MARSHMALLOW

1. Pendahuluan
Marshmallow merupakan makanan ringan sejenis permen yang
bertekstur seperti busa yang lembut, ringan, kenyal dalam berbagai bentuk,
aroma, rasa dan warna sehingga tergolong dalam produk confectionery.
Marshmallow bila dimakan meleleh di dalam mulut karena terbuat dari
campuran gula (terutama sukrosa dan beberapa tipe glukosa yang berbeda)
atau sirup jagung, gelatin, putih telur, gum arab dan bahan perasa yang
dikocok hingga mengembang (Nakai dan Modler 1999). Asal penamaan
produk ini adalah berasal dari tanaman marshmallow (Althea officinalis) yang
digunakan sebagai resep asli pembuatan marshmallow. Ekstrak akar
marshmallow mempunyai sifat liat dan lengket serta membentuk gel bila
dicampur dengan air. Saat ini penggunaan dari ekstrak ini telah digantikan
oleh gelatin yang mempunyai sifat hampir sama.
Marshmallow dapat dikelompokkan sebagai deposited (endapan),
extruded, grained dan nongrained. Perbedaan utama antara produk deposited dan
extruded adalah densitas dan kekerasan pada produk akhir yang dihasilkan.
Produk extruded dibutuhkan untuk mempertahankan bentuknya. Kedua
produk ini (deposited dan extruded) biasanya mengandung gelatin 200 sampai
250 bloom.

Gambar 30. Marshmallow


77

Tekstur marshmallow akan berubah tergantung pada formulasi,


densitas yang diinginkan dan metode pembuatan termasuk peralatan yang
digunakan. Marshmallows dapat disusun dari tipe extruded atau deposited, busa
meringues yang lembut atau nougats. Marshmallow grained dan nongrained
berbeda dalam hal perbandingan gula atau sirup jagung. Tekstur dari
marshmallow grained benar-benar pendek, kering dan keras. Kelompok produk
ini dapat dipisahkan berdasarkan fungsi dari densitasnya:
Tabel 16. Tipe-tipe Marshmallow
Tipe Densitas
Nougats 0,90 – 1,00
Fruit chews/fat chew 0,90 – 1,00
Deposited marshmallows 0,50 – 0,70
Extruded marshmallows 0,30 – 0,35
Extruded aerated candies 0,20 – 0,30

Setelah pengocokan atau aerasi, keuntungan produk antara lain


sifatnya dalam meningkatkan volume (menurunkan densitas), meningkatkan
sifat viskositas (kekentalan), perubahan karakteristik sensori, tekstur yang
halus, rasa manis dalam mulut dan sedikit lengket. Dalam sebagian besar
formulasi marshmallow, gelatin digunakan untuk meningkatkan aerasi dan
membentuk tekstur marshmallow (Matz 1978). Agen pengocok (whipping)
seperti putih telur dan isolat protein kedelai kadang-kadang ditambahkan
untuk menentukan aerasi dan memodifikasi tekstur marshmallow. Sukrosa,
sirup jagung, gula invert dan humektan (biasanya gliserin atau sorbitol),
ditambahkan dan digunakan untuk memberikan rasa manis dan membentuk
tekstur. Rata-rata kandungan kelembaban pada produk grained sebesar 5-10%
dan produk nongrained sebesar 15-18% (Nakai dan Modler 1999).
Marshmallow dihasilkan dari sistem koloid. Sistem koloid terdiri dua
fase, yakni fase terdispersi (fase dalam) dan fase pendispersi (fase luar). Buih
78

adalah koloid dengan zat terdispersinya fase gas (McWilliams 1989).


Marshmallow termasuk emulsi gas, dimana zat terdispersi berupa fase cair dan
medium pendispersi berupa fase gas. Marshmallow akan terbentuk jika fungsi
aerasi, penstabil dan pembentuk gel dalam marshmallow berjalan dengan baik.
Gelatin dapat digunakan untuk memberikan fase cair dengan stabilitas yang
cukup pada produk. Hal ini memungkinkan untuk mengubahnya menjadi
busa dengan memasukkan gelembung udara.
Teknik aerasi ini merupakan cara mentransformasi bentuk cair
menjadi bentuk busa (foam) dan diikuti bergabungnya sejumlah udara dalam
bentuk gelembung-gelembung gas. Buih (gelembung gas) yang terbentuk
berasal dari hasil kocokan gelatin, sukrosa, sirup glukosa dan air yang
teraduk rata sehingga hasil kocokan tersebut mengembang. Oleh karena itu,
produk marshmallow akan meningkat volumenya serta memiliki kesan
organoleptik yang khas, yaitu produk yang memiliki tekstur seperti busa
lembut dengan rasa manis dan beraroma tertentu serta meleleh ketika di
mulut (Nakai dan Modler 1999).
Pada prinsipnya, pembuatan marshmallow adalah menghasilkan
gelembung udara secara cepat dan memerangkapnya sehingga terbentuk
busa yang stabil. Ada beberapa macam gelling agent yang berbeda yang dapat
digunakan untuk pembuatan marshmallow, tergantung dari tekstur akhir yang
diinginkan. Kekuatan gel yang dihasilkan tergantung dari jumlah gelling agent
yang ditambahkan dan bahan lain yang digunakan. Jumlah gelatin yang
dibutuhkan untuk menghasilkan gel yang diinginkan berkisar antara 5-12%,
tergantung dari kekerasan produk akhir yang diinginkan (Jackson 1995).
Syarat mutu untuk marshmallow sebagai salah satu produk kembang gula
lunak jelly menurut SNI 01-3547-1994 dapat dilihat pada Tabel 17.
79

Tabel 17. Syarat mutu kembang gula lunak jelly berdasarkan SNI 01-3547-
1994
Kriteria uji Persyaratan mutu kembang gula
lunak jelly
Bentuk Normal
Rasa Normal
Bau Normal
Air (% b/b) Maks. 20
Abu (% b/b) Maks. 3
Gula reduksi (sebagai gula invert) Maks. 20
(% b/b)
Sakarosa (% b/b) Min. 30
Pemanis buatan Negatif
Pewarna tambahan Negatif
Getah (gum base) (% b/b) Min. 12
Cemaran timbal (mg/kg) Maks. 1,5
Cemaran tembaga (mg/kg) Maks. 10
Cemaran seng (mg/kg) Maks. 10
Cemaran timah (mg/kg) Maks. 40
Cemaran raksa (mg/kg) Maks. 0,03
Cemaran aksen (mg/kg) Maks. 1
Angka lempeng total (koloni/g) Maks. 5 x 104
Bakteri koliform (APM/g) Maks. 20
Escherichia coli (APM/g) <3
Salmonella Negatif/25 g
Staphylococcus aureus (koloni/g) Maks. 102
Kapang dan khamir (koloni/g) Maks. 10
Sumber : BSN (1994)
Gelatin merupakan hidrokoloid yang berasal dari hewan yang
berfungsi untuk meningkatkan kekentalan dan membentuk gel dalam
berbagai produk es krim untuk mencegah pertumbuhan kristal-kristal es
yang besar atau dalam produk-produk gel pencuci mulut. Gelatin sangat
80

efektif dalam membentuk gel. Satu bagian gelatin dapat mengikat 99 bagian
air untuk membentuk gel. Efektivitas gelatin sebagai pembentuk gel berasal
dari susunan asam aminonya yang unik (Glicksman 1983).
Menurut Ward dan Courts (1977), dua sifat yang paling banyak
diinginkan pada gelatin adalah karakteristik mencair di dalam mulut (melt in
the mouth) dan kemampuan membentuk thermoreversible gel. Gelatin banyak
digunakan dalam berbagai produk aplikasi karena sifat jernih dan tak
berbaunya.
Penggunaan gelatin pada berbagai jenis industri, terdapat berbagai
faktor yang berpengaruh terhadap fungsi gelatin yang harus diperhatikan,
yaitu konsentrasi, berat molekul, suhu, pH dan penambahan-penambahan
senyawa lain. Gelatin harus ditangani secara higienis karena mudah diserang
mikroorganisme dan kemungkinan adanya penambahan atau adanya
senyawa lain dapat merusak gelatin misalnya asam dan enzim proteolitik.
Enzim proteolitik merusak atau menguraikan protein gelatin, sedangkan
asam dapat menggumpalkan protein sehingga fungsinya menjadi terganggu.

Dalam industri makanan gelatin dapat digunakan pada pembuatan


produk, salah satunya yaitu produk confectionery. Aplikasi gelatin pada produk
confectionery dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Aplikasi gelatin pada produk confectionery


81

Aplikasi Fungsi Kekuatan Tipe Viskosi Dosis


Gel tas
Confectionery
Gelatin gums - gelling 180-260 A/B Low- 6–10%
agent high
- texture
- elasticity
Wine gums - gelling 100-180 A/B Low- 2–6%
(gelatin + agent medium
starch) - texture
- elasticity
Chewable - aeration 100-150 A/B Medium 0,5–3%
sweets - -high
(fruit chew, chewability
toffees)
Marshmallows - aeration 200-260 A/B Medium 2–5%
(deposited or - -high
extruded) stabilizatio
n
- gelling
agent
Nougat - 100-150 A/B Medium 0,2–
chewability -high 1.5%

Liquorice - gelling 120-220 A/B Low- 3–8%


agent medium
- texture
- elasticity
Coating - film 120-150 B high 0,2–1%
(chewing gum forming
dragees) - binding
Sumber : (Anonim 2008)
a

Bahan tambahan adalah bahan yang sengaja ditambahkan atau


diberikan untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa,
mengendalikan keasaman dan kebasaan serta untuk memantapkan bentuk
dan rupa (Winarno 1997). Bahan pembantu yang digunakan dalam
82

pembuatan permen marshmallows adalah sirup glukosa, sukrosa, air dan


flavor.
Sirup glukosa adalah nama dagang dari larutan hidrolisis pati. Sirup
glukosa dan high maltose syrup dipergunakan dalam industri makanan dan
minuman, terutama dalam industri permen, selai dan pengalengan buah-
buahan.
Fase cair dari permen harus memiliki konsentrasi bahan kering
sebesar (75-76%) berat, untuk mencegah kerusakan karena mikrobiologi.
Kondisi tersebut tidak mungkin didapat dari melarutkan gula secara sendiri-
sendiri. Larutan semacam ini hanya dapat diperoleh dengan mencampurkan
gula (sukrosa) dengan gula invert, sirup glukosa dan maltosa. Bahan-bahan
tersebut dapat mencegah kristalisasi sukrosa meskipun dalam keadaan lewat
jenuh, kecuali gula (sukrosa). Sifat ini dalam perdagangan disebut doctoring
agent (Tjokroadikoesoemo 1986).
Kunci utama dari seni pembuatan permen dan manisan gula
termasuk didalamnya (selai dan jam) adalah doctoring agent yang tepat dan
penentuan perbandingan bersama dengan pengaturan kondisi fisik selama
pengolahan yang tepat agar kristalisasi sukrosa terjadi sampai tingkat yang
sesuai dengan kualitas produk akhir yang diharapkan (Tjokroadikoesoemo
1986).
Pembuatan marshmallow menggunakan sukrosa sebagai salah satu
bahan baku, karena selain dapat memberi rasa manis juga memberikan
peranan dalam pembentukan gel permen. Sukrosa dapat dikombinasikan
dengan monosakarida seperti glukosa atau fruktosa, untuk mencegah
kristalisasi (Birch dan Parker 1979). Campuran glukosa atau fruktosa dengan
sukrosa akan menghasilkan tekstur yang lebih liat tetapi sifat kekerasan
permen cenderung menurun (Ward 1977).
83

Sukrosa atau gula tebu merupakan disakarida dari glukosa dan


fruktosa. Tidak seperti pada maltosa dan laktosa, sukrosa tidak mengandung
atom karbon anomer bebas, karena saling berikatan satu dengan yang lain,
karena itu sukrosa merupakan gula pereduksi (Muchtadi et al. 1993). Sukrosa
meleleh pada suhu 1600C membentuk cairan yang jernih, yang pada
pemanasan selanjutnya warnanya berangsur-angsur berubah menjadi coklat
(Hughes dan Bennion 1970).
Marshmallow biasanya memiliki sifat kecenderungan menjadi lengket
karena sifat higrokopis dari gula pereduksi yang membentuk permen,
sehingga perlu ditambahkan bahan pelapis berupa tepung gula. Selain
berfungsi sebagai pelapis, tepung gula tersebut juga berfungsi memberikan
rasa manis (Birch dan Parker 1979). Pelapisan permen marshmallow dapat
menggunakan tepung kanji dan tepung gula (Birch dan Parker 1979).
Penambahan flavor sangat penting dalam mempengaruhi tanggapan
organoleptik dan penerimaan konsumen. Penambahan flavor buatan
bertujuan untuk mencegah hilangnya flavor akibat pemasakan pada suhu
tinggi dan waktu pemasakan yang terlalu lama. Selain itu, penggunaannya
dapat memberikan aroma yang disukai, sekaligus untuk menutup bau khas
gelatin ikan akibat pemasakan (Ali 1987). Komponen flavor dapat berupa
protein, lemak dan karbohidrat pada sel makhluk hidup

2. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah mempelajari formulasi terbaik
marshmallow dari gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dan mengamati
sifat fisik serta organoleptiknya.
84

3. Bahan dan Alat


Bahan baku yang digunakan adalah gelatin ikan kakap/patin/tuna,
sirup glukosa, sukrosa, flavor buah (strawberry atau lainnya), air dan tepung
gula. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan marshmallow antara lain
kompor, pengaduk, mixer, panci, sendok, wadah plastik, timbangan dan
wadah pencetak.
pH meter, termometer, timbangan analitik, Texture Analyzer merk
Steven LFRA, Brookfield Syncro-Lectric Viscometer, Piknometer dan Rheoner RE
3305.

4. Prosedur
Penambahan gelatin dalam marshmallow berfungsi sebagai
pembentuk gel. Pada penelitian ini ditambahkan gelatin dengan konsentrasi
6%, 8%, 10% yang dilanjutkan dengan uji sensori yang meliputi warna, bau,
rasa, dan tekstur.
Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut air (250 gram) dan
gelatin dipanaskan hingga suhu 600C, kemudian sukrosa (75 gram) dan
sirup glukosa (150 gram) dipanaskan hingga suhu 800C. Kedua larutan
tersebut diaduk menggunakan mixer hingga merata dan mengembang selama
± 15 menit. Pada saat proses pencampuran ditambahkan juga flavor
strawberry dilanjutkan penuangan ke dalam wadah yang telah ditaburi dengan
gula halus serta didiamkan semalam (12 jam). Komposisi bahan yang
digunakan untuk pembuatan marshmallow gelatin kulit ikan kakap merah
(Lutjanus sp.) dapat dilihat pada Tabel 19, sedangkan proses pembuatan
marshmallow disajikan pada Gambar .
85

Tabel 19. Komposisi bahan yang digunakan untuk pembuatan marshmallow


gelatin kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp)

Bahan Formulasi marshmallow


A B C
Gelatin 28,6 gram 38 gram 47,6 gram
Sukrosa 75 gram 75 gram 75 gram
Sirup glukosa 150 gram 150 gram 150 gram
Air 250 gram 250 gram 250 gram
Flavor 1 gram 1 gram 1 gram
Sumber : Modifikasi Winata (2008)
Keterangan : A = Penambahan gelatin ikan 6%
B = Penambahan gelatin ikan 8%
C = Penambahan gelatin ikan 10%
86

Air (250 gram) dan gelatin Sukrosa (75 g) dan sirup


(6%, 8%, 10%) (*) glukosa (150 g) (*)

Pemanasan hingga suhu 60 0C, Pemanasan hingga suhu 80 0C,


± 7 menit (*) ± 7 menit (*)

Pengadukan dengan mixer ±15 menit


hingga merata dan mengembang

Penambahan flavor strawberry (*)

Penuangan ke wadah yang telah ditaburi dengan


gula halus

Didiamkan semalam (12 jam)

Marshmallow

Uji sensori : Uji skoring dan uji perbandingan pasangan


Uji fisik : Kekerasan, elastisitas, densitas
Uji kimia : Kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat

Gambar 31. Diagram alir proses pembuatan marshmallow


87

5. Pengamatan dan Pertanyaan

1) Jelaskan yang dimaksud dengan marshmallow!


2) Jelaskan proses pembuatan produk marshmallow!
3) Jelaskan keunggulan dan kekurangan produk marshmallow!
4) Sebutkan emulsifier dalam pembuatan marshmallow!
5) Jelaskan pengaruh penggunaan gelatin dalam pembuatan marshmallow!
88

Jelly drink

Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol,


dan lawan kata dari minuma keras. Pada umumnya, istilah ini hanya
digunakan untuk minuman dingin (kopi, teh panas, dan coklat tidak diangap
sebagai minuman ringan). Salah satu jenis minuman ringan yang paling
terkenal di seluruh dunia adalah minuman karbonasi yang mengandung cola
seperti Coca-cola dan Pepsi. Di Indonesia produk lokal yang terjual laris
adalah teh seperti teh botol. Selain itu minuman ringan juga tersedia dalam
berbagai rasa, umumnya buah-buahan (Anonymous 2005). Sedangkan
menurut Ensminger et al (1994), minuman ringan didefiniskan sebagai
minuman penyegar umumnya mengandung karbonat, pemanis, asam, dan
flavor alami/buatan. Klasifikasi jenis minuman ringan terdiri dari tiga
kategori yaitu :
a. Minuman bergas (carbonated), jenis minuman ini mengandung
gula,asam, flavour, dan konsentrat
b. Minuman tidak bergas (noncarbonated), jenis minuman ini mencakup
sari buah dan teh
c. Minuman gas yang tidak mengandung gula, asam atau essence (sparkling
water), seperti air soda

Minuman ringan ada yang berbentuk cair dan ada yang berbentuk
bubuk. Minuman riingan dalam bentuk bubuk adalah media yag baik untuk
zat gizi seperti vitamin dan mineral. Banyak vitamin penting yang mudah
rusak bila ditambahkan pada media cair (Ensminger el al 1994). Jenis
minuman ringan lain yang berkembang adalah minuman ringan yang
mengusung konsep healthy, fungsional dan satistied, contohnya adalah minuman
berenergi, yoghurt atau sari buah dan jelly drink.
89

Jelly drink merupakan minuman ringan yang kaya akan serat dan
biasanya dibuat dari hidrokoloid rumput laut. Minuman rumput laut cocok
digunakan sebagai minuman diet, mengingat dewasa ini banyak konsumen
memerlukan produk-produk diet terutama konsumen menengah ke atas
yang memperhatikan kesehatannya.

Tujuan : Pengolahan rumput laut sebagai upaya


penganekaragaman/diversifikasi olahan hasil perikanan
untuk mendapatkan minuman rumput laut yang disukai semua
golongan dengan aroma, rasa, warna serta penampakan
yang menarik.

Bahan:
- Rumput laut : 200 gram
- Rosella: 15 kuntum
- Gula: 200 gram
- Air: 1000 ml
- Asam sitrat: seperempat sendok the

Prosedur kerja:
90

Pertanyaan untuk Pembahasan:


1. Apakah perbedaan antara sari buah (jus buah), jelly drink dan
carbonated drink
2. Berapa ADI dari hidrokoloid rumput laut (agar-agar, karaginan dan
alginat)
3. Apakah fungsi penambahan asam dalam pembuatan jelly drink dan
berapa kisaran pH minuman ringan yang disarankan.
4. Apakah fungsi hidrokoloid dalam pembuatan jelly drink dan berapa
kisaran prosentase penambahannya?
5. Berapa kisaran prosentasi serat kasar yang disumbangkan kepada
AKG serat orang Indonesia
6. Sebutkan produk minuman ringan/jus komersial yang telah
memanfaatkan hidrokoloid rumput laut.
91

Puding Rumput Laut

Perkembangan zaman selalu menuntut makanan yang dapat


disiapkan dalam waktu singkat dan praktis, misalnya suatu produk instan.
Pengembangan pengolahan rumput laut Euchema sp. menjadi produk instan
diharapkan dapat menambah keanekaragaman pilihan produk instan untuk
puding di pasaran.

Tujuan:

Pengembangan pengolahan rumput laut Euchema sp. menjadi produk instan.

Bahan dan Alat:


Bahan :
- Rumput laut kering 100 g
- Susu full cream 100 g
- Tepung gula 400 g
- Telur 2 butir
- KCl 0,05 g
- Vanilli 1 g

Alat:
- Ember plastik 1 buah kapasitas 20 liter
- Baskom plastik 1 buah kapasitas 10 liter
- Wajan 1 buah diameter 75 cm
- Alat pengaduk
- Kain saring 1 m
- Loyang aluminium 4 persegi panjang (30x30x2,5 cm) 5 buah
- Talenan 1 buah
- Kompor 1 buah
- Blender 1 buah,
92

- Penggilingan 1 buah
- Timbangan 1 buah
- Pengemas kantong plastik, Tas plastik 1 buah
- Oven 1 buah
- Pisau 1 buah
- Gelas ukur 1 buah
Keranjang plastik/trays 1 buah
Cara pembuatan:
1. Rumput laut kering disortasi dari kotoran-kotoran yang berupa
pasir, karang, rumput laut jenis lain dan benda asing lainnya.
Direndam dalam air yang mengandung kapur 5 gram kemudian
dicuci bersih
2. Rumput laut direndam selama 1-2 hari . Perendaman dihentikan bila
rumput laut telah dapat diputus dengan kuku jari
3. Rumput laut dipotong-potong kecil kemudian diblender hingga
menjadi bubur rumput laut
4. Bubur rumput laut dimasak dalam wajan dengan ditambah air
sebanyak 4 liter (40 kali dari berat rumput laut kering), setelah
mendidih ditambahkan KCl 0,05 gram. Pemasakan dilakukan pada
suhu 90 oC selama 3 jam. Selama pemasakan dilakukan pengadukan
5. Hasil perbusan disaring dengan menggunakan kain saring
6. Hasil penyaringan ditambahkan susu full cream 100 gram, telur 2
butir dan vanilli 1 gram, kemudian diaduk hingga homogen
7. Adonan puding dituangkan ke dalam loyang. Dibiarkan dingin
selama 3 jam, kemudian dipotong-potong tipis (1-2 mm)
8. Potongan-potongan puding dikeringkan dalam oven pada suhu 50
oC selama 48 jam
9. Penggilingan potongan-potongan menjadi tepung instan. Tepung
instan yang dihasilkan sebanyak 60 gram ditambahkan gula tepung
sebanyak 240 gram
10. Untuk mengolah tepung instan rumput laut menjadi makanan siap
saji yang berupa puding adalah dengan melarutkannya dalam air
panas dengan perbandingan 1:4 (1 bagian tepung instan : 4 bagian
air)
93

Gambar 33 Diagram alir pembuatan tepung instan rumput laut


94

Selai Buah-Rumput Laut

Selai buah merupakan salah satu produk pangan semi basah yang
cukup dikenal dan disukai oleh masyarakat. Food and Drug Administration
(FDA) mendefinisikan selai sebagai produk olahan buah-buahan, baik
berupa segar, buah beku, buah kaleng maupun campuran ketiganya dalam
proporsi tertentu terhadap gula (sukrosa) dengan atau tanpa penambahan
air. Proporsinya adalah 45 % bagian berat buah dan 55 % bagian berat gula.
Namun, proporsi tersebut dapat disesuaikan dengan selera dan cita rasa yang
diinginkan (Fachruddin 2008). Campuran yang dihasilkan kemudian
dipekatkan sehingga hasil akhirnya mengandung total padatan terlarut
minimum 65 persen. Selai buah memiliki konsistensi gel atau semi gel yang
diperoleh dari interaksi senyawa pektin yang berasal dari buah atau pektin
yang ditambah dari luar, gula, sukrosa, dan asam. Konsistensi gel dapat
diperkuat dengan penambahan jenis hidrokoloid lain diantaranya adalah
agar-agar atau karaginan dari rumput laut.
Sifat rumput laut yang berperan dalam pembuatan selai adalah
kemampuan dalam pembentukan gel. Pada selai buah-buan yang berperan
sebagai pembentuk gel adalah pectin yang terkandung dalam buah-buahan,
sedangkan pada rumput laut jenis Gracilaria sp dan Eucheuma sp kandungan
agar-agar dan karaginannya sebagai pembentuk gel, berfungsi sebagai
pembentuk tekstur selai sehingga mendapatkan tekstur yang disukai.
Dalam pembuatan selai ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan antara lain pengaruh panas dan gula selama pemasakan, serta
keseimbangan proporsi gula, pektin (hidrokoloid lainnya) dan asam.
Penambahan asam dalam pembuatan selai berguna untuk menurunkan pH
bubur buah karena struktur gel dalam pembuatan selai hanya terbentuk pada
pH rendah. Asam-asam yang dapat digunakan adalah asam sitrat, asam
asetat, dan cairan asam dari perasan jeruk nipis.
95

Tujuan : Pengolahan rumput laut sebagai penganeka


ragaman/diversifikasi olahan hasil perikanan untuk mendapatkan
produk rumput laut yang disukai semua golongan dengan aroma, rasa,
warna serta penampakan yang menarik

Bahan:
- Rumput laut
- Gula
- Buah
- Air
- Asam Citrate

Alat:
- wajan
- pisau
- blender
- baskom
- kompor

Prosedur:
1. Rumput laut kering disortir dari kotoran-kotoran yang berupa pasir,
karang, rumput laut jenis lain dan benda asing
2. lainnya. Direndam dalam air yang mengandung kapur 20 gram
selama 30 menit kemudian dicuci bersih.
3. Rumput laut dikeringkan dalam oven.
4. Rumput laut digiling menjadi tepung.
5. Membuat larutan gula. Gula cair 2,5 kg dilarutkan ke dalam 7 liter
air sampai gula menjadi larut.
6. Tepung rumput laut dicampur dengan larutan gula. Dipanaskan
sampai tepung rumput laut larut dan ditambahkan0,3 gr asam sitrat.
7. Pemanasan dilanjutkan dengan sampai mendidih. Ditambahkan
'essence' vanilli 5ml
8. Selai rumput laut diaduk dan diisikan dalam botol selai (jam) yang
sudah direbus dalam air mendidih selama 30menit. Botol yang berisi
96

selai rumput laut yang sudah panas ditutup dengan tutup botol yang
juga sudah disterilisasi. Dari 2,5 kg bahan baku rumput laut dapat
menjadi 40 botol selai rumput laut. Daya awet selai rumput laut
tahan selama 2 minggu bila disimpan dalam suhu ruang.

Prosedur kerja:
97

Pertanyaan untuk Pembahasan


1. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pembuatan selai.
Sebut dan Jelaskan !
2. Mengapa selai merupakan salah satu produk yang memiliki umur
simpan yang relatif singkat (dalam suhu ruang) ?
3. Berapa nilai kisaran activity of water (aw) produk selai ?
4. Apa yang yang terjadi pada selai, jika konsentrasi asam yang
diberikan melebih batas (terlampau banyak). Jelaskan !
5. Bagaimana pengaruh suhu selama proses pembuatan selai. Jelaskan
?
6. Langkah apa yang dapat memperpajang daya atau umur simpan selai
?

Anda mungkin juga menyukai