Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN


TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING DAN IKAN

KAMABOKO CUMI
(Loligo pealii)

Oleh :

Nama : Yudith Hadyan


NRP : 143020470
Kelompok :N
Meja :4
Asisten : Jeihan Lazuar Imani S.T
Tanggal Praktikum : 25 April 2017
Tanggal Pengumpulan : 1 Mei 2017

LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2017
A. Tujuan Percobaan

Untuk diversifikasi produk olahan pangan daging dan ikan, untuk


mengawetkan daging atau meningkatkan daya tahan, menambah nilai ekonomis
daging dan untuk mengetahui cara pembuatan kamaboko.

B. Prinsip Percobaan

Berdasarkan pemisaan bahan dengan pati dan terjadi gelatinisasi sehingga


produk bersifat kenyal.

C. Rumus

bahan
x
W bahan = 100 W basis

w produk
% Produk = w basis X 100 %
D. Diagram Alir Kamaboko

Cumi Segar

Kepala dan Tentakel


Dressing
Air Es 5-10 Kali Volume
Daging Pencucian 3-4 kali Air Kotor
T= 25oC t= 15 menit
Larutan Garam 3% dalam 300ml
air dingin Perendaman
T= 2oC t= 30 menit

Penghancuran
Tapioka, putih telur, garam, gula,
bawang putih, merica, bawang
merah, margarin Pencampuran

Pencetakan

Pengukusan Uap Air


T= 100oC t= 30 menit

Tempering
T= 30oC
Persiapan Bahan Perendaman Penghalusan Bawang Pencucian

Kamaboko

Gambar 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Kamaboko Cumi

Kamaboko Tempering Pengukusan Penghancuran

E. Alur Proses Pembuatan Kamaboko


Gambar 1. Alur Proses Pembuatan Kamaboko
F. Hasil Pengamatan Pembuatan Kamaboko

Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan Kamaboko


KETERANGAN HASIL
BASIS 200 gram
BAHAN UTAMA Cumi 81,30%
Tapioka 9%
Telur 5%
Garam 0,5 %
BAHAN TAMBAHAN Bawang Merah 1,5%
Bawang Putih 2%
Margarin 1,3%
Tepung Maizena 0,40%
Sukrosa 1%
BERAT PRODUK 199 gram
% PRODUK 99,5 %
ORGANOLEPTIK
1. WARNA Kuning keemasan
2. RASA Khas cumi
3. AROMA Khas Cumi
4. TEKSTUR Renyah
5. KENAMPAKAN Menarik
Foto Produk

(Sumber: Meja 4, Kelompok N, 2017)


G. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap proses pembuatan


kamaboko dengan berat basis sebesar 200 gram didapatkan hasil bahwa produk
yang didapatkan adalah 199 gram dengan presentase produk adalah 99,5%. Yang
memiliki sifat organoleptik warna kuning keemasan, memiliki rasa khas cumi,
mempunyai aroma khas cumi, bertekstur renyah, dan kenampakannya menarik.
Fungsi bahan dalam pembuatan kamaboko diantaranya ikan cumi yang
yang digunakan merupakan bahan baku utama dalam pembuatan kamaboko. Ikan
cumi dipilih karena mempunyai elastisitas yang tinggi dibandingkan dengan ikan
jenis laut lainnya memiliki daging yang tebal dan berwarna putih. Penggunaan
pati dalam hal ini tapioka akan membuat teksturnya menjadi kenyal akibat adanya
proses gelatinisasi terhadap produk kamaboko. Penambahan tapioka berfungsi
sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi. Penambahan bahan ini bertujuan untuk
memberikan elastisitas dari produk akhir, di samping itu berfungsi untuk mengikat
air, memberikan warna dan membentuk tekstur yang padat. Pati bersifat sukar
larut dalam air dingin, karena jaringan molekulnya terikat dengan hidrogen yang
banyak, tetapi apabila dipanaskan terjadi peningkatan kekentalan dan terbentuklah
pasta pati. Apabila konsentrasi pati dalam suspensi pati ditingkatkan dan
kemudian dipanaskan maka akan terbentuk gel pati. Proses pembentukan gel dari
suspensi pati ini disebut dengan gelatinisasi pati. Molekul pati terutama berperan
dalam proses pembentukan gel adalah amilosa. Rantai tak bercabang dari amilosa
memudahkan molekul amilosa untuk membentuk jaringan tiga dimensi molekul
ikatan hidrogen yang terbentuk (Anjarsari, 2010).
Bahan-bahan lain seperti bawang putih, bawang merah, gula, garam dan
merica merupakan bahan tambahan yang akan menghasilkan cita rasa pada
produk kamaboko. Garam dapur yang ditambahkan adalah 3% dari berat daging
ikan. Penggunaan garam yang terlalu banyak akan menimbulkan rasa asin yang
berlebihan dan dapat menyebabkan terjadinya denaturasi protein. Penggunaan
garam yang terlalu sedikit juga akan menyebabkan tekstur kamaboko yang
dihasilkan kurang baik akibat tekstur protein aktomiosin yang kurang sempurna
(Anjarsari, 2010). Penambahan margarine pada pengolahan dimaksudkan sebagai
bahan yang membantu meningkatkan nilai gizi pada produk. Selain itu,
ditambahkan juga putih telur yang berfungsi sebagai pengemulsi sekaligus
pengenyal produk kamaboko yang akan dihasilkan. Sifat putih telur yang elastis
jika terkena panas dimanfaatkan untuk proses pengolahan ini.
Proses pengolahan kamaboko diawali dengan dressing yaitu pemisahan
bagian bukan daging, dalam hal ini cumi dibersihkan dari kulit, lendir, tinta dan
rangka dalam ikan cumi. Proses ini bertujuan untuk membersihkan daging yang
akan digunakan serta mendapatkan daging ikan cumi atau disebut dengan edible
portion. Selanjutnya dilakukan proses pencucian ikan cumi dengan menggunakan
air es sebanyak 3 - 4 kali, karena bila menggunakan air dengan suhu kamar maka
akan merusak tekstur (akibat denaturasi atau kerusakan protein) dan mempercepat
degradasi lemak. Pencucian dengan air es ini bertujuan untuk mempertahankan
protein miofibril yang sedikit larut dalam air pada pH netral tetapi larut dalam
larutan garam kuat (NaCl, KCl) pada konsentrasi 0,4 M. Pencucian dilakukan
untuk mengeluarkan garam anorganik, protein yang larut dalam air, pigmen dan
kontaminasi visceral, bakteri dan produk yang tidak hancur. Pencucian merupakan
tahap yang penting dalam memproduksi kamaboko. (Winarno, 1993). Pencucian
dengan air sangat diperlukan dalam pembuatan kamaboko, karena dapat
menunjang kemampuan dalam pembentukan gel dan dapat mencegah denaturasi
protein. Pencucian yang berulang-ulang akan meningkatkan sifat hidrolik daging
ikan. Selama pencucian, daging ikan dibersihkan dari darah, pigmen, lemak,
lendir dan protein yang larut dalam air. Cara ini membuat warna dan bau daging
menjadi lebih baik, disamping itu aktomiosinnya terikat sehingga dapat
memperbaiki sifat elastisitas produk yang dihasilkan (Fardiaz, 1985). Setelah itu
cumi yang sudah dibersihkan direndam dengan air garam. Perendaman dengan
menggunakan air garam bertujuan untuk mencegah denaturasi protein, atau
dengan kata lain larutan garam merupakan bahan anti denaturasi, selain itu juga
berfungsi sebagai bahan pengikat. Daya ikat dari bahan tambahan yang digunakan
pada pengolahan kamaboko akan mempengaruhi kualitas tekstur produk akhirnya
(kamaboko). Untuk memperbaiki tekstur, secara umum, hal yang pertama kali
dilakukan ialah proses perendaman dengan menambahkan garam, setelah itu
campuran tersebut dihancurkan agar protein myofibrillar terlarut. Kemudian,
untuk meningkatkan tekstur maka ditambahkan pati dan atau putih telur pada
setengah periode (waktu) penghancuran, baru kemudian proses penghancuran
dilanjutkan kembali. Hal ini juga dapat mempengaruhi flavour (rasa) pada produk
akhir kamaboko. Perendaman menggunakan air larutan garam (NaCl) dilakukan
setelah pencucian, dengan kandungan garam sebanyak 0,01 sampai 0,3%, hal ini
ditujukan utnuk memudahkan pembuangan air dari daging ikan, dan untuk
menghindari pengembangan daging ikan karena menyerap air (Anonim, 2010).
Garam pada konsentrasi yang cukup dapat berfungsi sebagai pengawet
atau penghambat pertumbuhan mikroba, dan penambahan aroma, cita rasa atau
flavour. Garam (NaCl) bisa berfungsi melarutkan atau mengeluarkan miosin dan
aktin dari serat-serat daging, dimana miosin merupakan emulsifier utama dan
dapat mempertinggi daya ikat antar partikel (Desrosier, 1988). Air rendaman harus
dibuang terlebih dahulu sebelum dilakukan penggilingan atau penghancuran. Alat
penggiling yang dipakai adalah tipe penggiling dingin, agar dapat
mempertahankan mutu kamaboko (mencegah terjadinya denaturasi protein).
Ditambahkan bahan krioprotein atau bahan anti denaturasi protein pada saat
penggilingan yaitu sukrosa, dan bahan pengikat (pati). Pembentukan gel ikan saat
penggilingan daging mentah dengan penambahan garam, aktimiosin sebagai
komponen yang paling penting dalam pembentukan gel, akan larut dalam larutan
garam dan membentuk sol (dispersi partikel padat dalam medium cair). Faktor
yang mempengaruhi kekuatan gel kamaboko adalah jenis ikan, kandungan air
surimi, keadaan biokimia otot saat post mortem, konsentrasi garam yang
ditambahkan, lama penggilingan, pH, dan derajat keasaman (Tanikawa dalam
susanto, 2002). Adonan kamaboko siap dicetak dan dikukus selama 30 menit
setelah penggilingan dan pencampuran dengan bumbu dan bahan tambahan
lainnya. Pencetakan adonan kamaboko harus segera mungkin dilakukan untuk
menghindari terbentuknya gel suwari. Adonan yang sudah membentuk gel akan
sulit dicetak. Meskipun semua jenis ikan dapat diolah menjadi kamaboko, tetapi
ada beberapa syarat bahan mentah (ikan) yang disarankan, yaitu hidup diperairan
dingin, ikan demersal lebih baik digunakan, dan ikan air tawar pada umumnya
tidak sesuai untuk dibuat kamaboko. Selain itu makin segar ikan yang digunakan,
elastisitas teksturnya makin tinggi. Untuk ikan yang mempunyai elastisitas yang
rendah dapat ditingkatkan elastisitasnya dengan menambahkan daging ikan dari
spesies yang lain, dan dilakukan penambahan gula, pati atau protein nabati. Untuk
memperbaiki elastisitas kamaboko biasanya digunakan ikan cumi-cumi. pH ikan
yang terbaik untuk kamaboko adalah 6.5 7.0 dan sebaiknya ikan tersebut
berlemak rendah. Untuk ikan yang berlemak tinggi seperti lemuru, lemak tersebut
harus diekstrak atau dikeluarkan lebih dulu. Lemak akan berpengaruh terhadap
daya gelatinisasi dan menyebabkan produk mudah tengik (Faisal, 2011).
Kamaboko merupakan produk hasil olahan daging ikan yang berbentuk
gel protein yang homogen dan berwarna putih, bersifat kenyal dan elastis. Produk
ini berasal dari Jepang. Di Indonesia produk semacam kamaboko yaitu otak-otak
dan pempek (Anjarsari, 2010). Kamaboko terbuat dari daging ikan giling sebagai
bahan baku utama ditambah dengan bahan-bahan tambahan seperti pati untuk
pengental, gula, garam serta natrium glutamat sebagai penambah citarasa. Adonan
ini kemudian dimasak dengan cara dikukus, dipanggang, direbus ataupun
digoreng (Anjarsari, 2010)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hasil produksi kamaboko,
antara lain sebagai berikut :
- Tingkat elastisitas, tekstur elastis pada produk kamaboko sangat
mempengaruhi penampilan (kilap), cita rasa, dan daya tahan produk.

- Tingkat kesegaran ikan, ikan dengan tingkat kesegaran prima akan


menghasilkan produk dengan cita rasa yang baik pula

- Cita rasa, cita rasa produk dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya jenis
ikan (kandungan protein), tingkat kesegaran, bumbu yang diberikan, serta
komposisi bahan.

- Kadar garam, kadar garam pada produk kamaboko berkisar antara 2,5 -
3,5%. Kadar garam yang terlalu rendah akan menghasilkan kamaboko
dengan tekstur kurang baik. Bila terlalu tinggi, rasanya terlalu asin.
- Daya tahan, produk kamaboko yang dapat disimpan dalam waktu lama
akan lebih menarik. Untuk itu, perlu disimpan pada suhu rendah.

Mekanisme terbentuknya gel pada kamaboko yaitu pada saat proses


pemanasan menyebabkan terjadinya pembentukan gel, saat pemanasan adonan
(sol aktomiosin) akan berubah menjadi gel suwari. Selajutnya pada suhu 60oC
terjadi pelunakkan gel (madoni) dan pada suhu diatas 70oC terbentuk gel
kamaboko (ashi) yang kenyal dan elastis. Pemanasan dapat dilakukan dengan
cara perebusan, pengukusan, penggorengan dan pemanggangan (Anjarsari,
2010).
Macam-macam kamaboko terbagi menjadi 3 macam, yaitu :
1. Itatsuki kamabako, merupakan kamabako yang dicetak pada potongan
kayu kecil sehingga menghasilkan bentuk lempengan (slab), dipanaskan
dengan cara pengukusan atau pemanggangan. Waktu pemanasan
tergantung pada ukuranya, biasanya 80 - 90 menit untuk ukuran besar, dan
20 - 30 menit untuk ukuran yang kecil.

2. Fried kamabako, adalah pasta daging yang dicampur dengan variasi bahan
tambahan, dibentuk dan digoreng dalam minyak kedelai. Jenis ini biasanya
disebut satsumanage atau tempura. Bahan yang digunakan pada kamabako
jenis ini mutunya lebih rendah dibandingkan bahan untuk itatsuki.

3. Chikuwa adalah kamabako yang dibuat pada cetakan yang berbentuk


tabung, pembentukanya biasanya otomtis oleh mesin dan dimasak dengan
cara dipanggang. Keistimewaan chikuwa adalah produknya bewarna putih
disebelah dalam dan coklat keemasan disebelah luar atau permukaanya.
Mutu bahan baku untuk kamabako jenis ini juga lebih rendah
dibandingkan dengan itatsuki.

Berdasarkan SNI yang dibuat sudah memenuhi syarat yaitu sifat organoleptik
dari kamaboko yang dihasilkan di laboratorium yaitu warna putih, memiliki rasa
asin, mempunyai aroma khas cumi, bertekstur lembut, dan kenampakannya
menarik. Tetapi produk kamaboko dibandingkan dengan SNI surimi karena tidak
ada SNI mengenai kamaboko.
CPP dalam pembuatan kamaboko diantarana adalah pada tahap dressing,
pencucian, perendaman dengan larutan garam serta pencetakan, dimana pada saat
dressing jika kulit cumi tidak terkelupas kamaboko tidak akan berwarna putih,
penggunaan garam yang terlalu banyak akan menimbulkan rasa asin yang
berlebihan dan dapat menyebabkan terjadinya denaturasi protein. Penggunaan
garam yang terlalu sedikit juga akan menyebabkan tekstur kamaboko yang
dihasilkan kurang baik akibat tekstur protein aktomiosin yang kurang sempurna.
Pencetakan adonan kamaboko harus segera dilakukan untuk menghindari
terbentuknya gel suwari. Adonan yang sudah membentuk gel akan sulit dicetak.
H. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap proses pembuatan
kamaboko dengan berat basis sebesar 200 gram didapatkan hasil bahwa produk
yang didapatkan adalah 199 gram dengan presentase produk adalah 99,5%. Yang
memiliki sifat organoleptik warna kuning keemasan, memiliki rasa khas cumi,
mempunyai aroma khas cumi, bertekstur renyah, dan kenampakannya menarik.
Saran
Proses pembuatan kamaboko harus dilakukan sesuai dengan prosedur
sehingga menghasilkan produk yang sesuai, praktikan harus lebih teliti dalam
pengerjaan dan harus memahami prosedur yang ada, kebersihan selama praktikum
harus selalu dijaga, dan praktikan harus gesit dalam melaksanakan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Anjarsari, Bonita. 2010. Pangan Hewani Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi,
Graha Ilmu, Yogyakarta.

Aini, Nur. 2010. Sifat Fungsional Telur.http://kulinologi.biz. Diakses: 27 April


2017.

Desrosier, Norman W. (1988). Teknologi Pengawetan Pangan. Penerbit


Universitas Indonesia Press : Jakarta.

Fardiaz, D. (1985). Kamaboko Produk Olahan Ikan Yang Berpotensi Untuk di


Kembangkan. Media Teknologi Pangan, Volume 1 : Bogor.

Hary, Kensho. 2014. Surimi Beku. https://www.scribd.com. Diakses : 28 April


2017.

Muchtadi, Tien. R, dan Sugiyono. (1992). Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor :
Bogor.
LAMPIRAN

Standar Mutu Tepung Menurut USDA

Tabel 2. Standar Mutu Surimi

(Sumber : SNI 01-2694-2006)


Perhitungan

Bahan Utama :
81,3
Cumi = 100 x 200 gram = 162,6 gram

9
Tapioka = 100 x 200 gram = 18 gram

3
Putih Telur = 100 x 200 gram = 6 gram

0,5
Garam = 100 x 200 gram = 1 gram

Bahan Tambahan
2
B. putih = 100 x 200 gram = 4, gram

1,5
B. Merah = 100 x 200 gram = 3 gram

1
Sukrosa = 100 x 200 gram = 2 gram

1,3
Margarin = 100 x 200 gram = 2,6 gram

o,4
Maizena = 100 x 200 gram = 0,8 gram

3
Garam = 100 x 200 gram = 6 gram

W produk
x 100
% Produk = W basis

199
x 100
% Produk = 200
% Produk = 99,5%

LAMPIRAN TUGAS DISKUSI

1. Jelaskan karakteristik ikan yang dapat digunakan untuk dibuat


kamaboko !
Semua jenis ikan pada umumnya dapat diolah menjadi produk kamaboko.
Akan tetapi yang harus diperhatikan adalah ikan yang digunakan adalah jenis
ikan demersal dan berdaging tebal dan berwarna putih serta memiliki
kandungan protein yang tinggi sehingga memudahkan pada proses
pembentukkan gel pada kamaboko.
2. Jelaskan reaksi fisika dan kimia yang terjadi pada pembuatan
kamaboko?
Reaksi fisika pada pembuatan kamaboko terjadi pada saat proses
pengukusan, begitu juga dengan reaksi kimia yang terjadi secara bersama-
sama dalam proses pengukusan. Secara fisika, adonan kamaboko berubah dari
bentuk sol menjadi bentuk gel yang semi padat. Perubahan fisika ini diikuti
oleh adanya perubahan kimia pada kamaboko. Protein miofibril dalam otot
membentuk sol oleh adanya garam. Pada saat pengukusan, protein miofibril
yang ada sebagai protein aktomiosin dibantu dengan adanya tapioka
menghasilkan gel akibat adanya proses gelatinisasi pada kamaboko sehingga
berbentuk semi padat.
3. Sebutkan 3 jenis kamaboko yang saudara ketahui !
Chikuwa, Itatsuki kamabako dan Fried kamabako

Anda mungkin juga menyukai