Anda di halaman 1dari 2

Dasar teori

Kamaboko adalah makanan tradisional Jepang yang masih tetap digemari sampai
sekarang, berupa sejenis kue dari bahan ikan, tepatnya gel protein ikan, yang bersifat elastis.
Pada mulanya, kamaboko dibuat oleh para nelayan dengan memanfaatkan ikan segar hasil
tangkapannya sebagai bahan baku. Berdasarkan jenis bumbu dan cara pengolahannya,
kamaboko dapat dibuat dalam berbagai bentuk, warna, dan cita rasa. Terdapat tiga jenis
produk utama, yaitu sebagai berikut:
a. Itatsuki kamaboko
Sering kali hanya disebut kamaboko. Itatsuki berwarna putih dengan tekstur
lembut,dicetak diatas sepotong kayu kecil dan dimasak dengan cara dikukus atau
dipanggang (oven).
b. Chikuwa
Adalah kue ikan yang dibentuk seperti tabung dan dimasak dengan cara dipanggang
(oven).
c. Satsumaage
Adalah kue ikan yang dibuat dalam berbagai macam bentuk, seperti bola, kotak,
silinder, atau lempengan sirkel, dan diolah dengan cara digoreng (Suprapti, 2006).
Pembahasan :
Kamaboko merupakan salah satu produk hasil diversifikasi perikanan yang sangat
populer di negara asalnya Jepang. Prinsip pengolahan produk kamaboko tidak berbeda jauh
dengan produk hasil diversifikasi perikanan di Indonesia seperti baso ikan, otak-otak dan
empek-empek. Surimi merupakan protein miofibril yang distabilkan hasil dari pemisahan
tulang secara mekanis, pencucian dengan air dan dicampur dengan cryoprotectan. Surimi
merupakan produk antara yang digunakan dalam berbagai macam produk, mulai dari produk
tradisional kamaboko sampai surimi seafood yang dikenal sebagai shellfish substitutes
(Prawira, 2008).
Menurut Okada (1973) dalam Prawira (2008), kamaboko merupakan kue ikan yang
sifatnya elastis, terbuat dari daging ikan giling sebagai bahan utama yang ditambahkan
bahan-bahan tambahan seperti pati, gula, garam dan natrium glutamat kemudian dimasak
dengan pengukusan, pemanggangan, perebusan ataupun penggorengan. Namun dengan
perkembangan teknologi, kamaboko saat ini menggunakan surimi sebagai bahan mentahnya.
Atribut mutu yang penting dari kamaboko adalah sifat teksturnya yang elastis (ashi).
Faktor-faktor yang mempengaruhi ashi kamaboko diantaranya adalah jenis ikan dan bahanbahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan kamaboko. Biasanya dalam pembuatan

kamaboko digunakan surimi dari jenis ikan berdaging putih dan berprotein tinggi, sedangkan
bahan tambahan (pengisi) yang sering digunakan adalah pati. Pati kentang, terigu dan jagung
merupakan pati yang sering digunakan untuk memperkuat ashi dalam pembuatan kamaboko
(Prawira, 2008).
Praktikum kali ini menggunakan bahan baku ikan segar, surumi, tepung tapioka,
tepung terigu, STTP, garam, gula, bawang putih es batu dan albumin (putih telur). Ada dua
perlakuan pembuatan kamaboko, yaitu dengan penggunaan surimi dan penggunaan ikan
segar, yang 2 perlakuan ini dibagi lagi menjadi 4 bagian yakni dengan penggunaan surimi
dengan putih telur dan tanpa putih telur dan penggunaan ikan segar putih telur dan tanpa
putih telur. Kamaboko diuji secara organoleptik dengan parameter warna, kenampakan,
aroma, tekstur, rasa dan rendemen. Widrial (2005) dalam Wellyalina (2011), mengatakan
bahwa bahan pengikat dapat berupa tepung terigu, tepung tapioka, dan tepung maizena.
Tepung (filler) berfungsi untuk mengisi adonan atau membentuk adonan. Tepung juga
berfungsi sebagai penahan air sehingga air tidak mudah lepas.
Bahan pengenyal berfungsi membentuk adonan menjadi kenyal dan kompak, fosfat
yang berfungsi sebagai pengikat air, tepung pati yang membantu agar adonan kompak tidak
mudah mengerut, serta bahan pengawet yang aman untuk dikonsumsi (Yuyun, 2010). Dalam
praktikum ini bahan pengenyal yang digunakan adalah STPP merupakan bubuk atau
granula berwarna putih dan tidak berbau. Kelarutan STPP dalam air sebesar
14,5 gr per 100 ml pada suhu 250C, nilai pH sebesar 9,8 pada suhu 200C.
Senyawa fosfat (STPP) banyak digunakan dalam industri pangan karena
memiliki beberapa sifat kimia dan fungsi yang menguntungkan.
Pencetakan adonan kamaboko harus segera dilakukan untuk

menghindari

terbentuknya gel suwari. Adonan yang sudah membentuk gel akan sulit dicetak. Proses
pemanasan menyebabkan terjadinya pembentukan gel. Pada saat pemanasan, adonan (sol
aktomiosin) akan berubah membentuk gel suwari. Selanjutnya pada suhu sekitar 60 0 C terjadi
pelunakan gel (madoni) pada suhu diatas 700 C terbentuk gel kamaboko (ashi) yang kenyal
dan elastis. Pemanasan dapat dilakukan dengan perebusan, pengukusan, penggorengan atau
pemanggangan.

Anda mungkin juga menyukai