Anda di halaman 1dari 3

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kue Mochi

Kue mochi adalah kue khas asal Jepang yang berbahan dasar beras ketan,
yang ditumbuk hingga lembut dan lengket, kemudian dibentuk bulat-bulat kecil.
Kue ini berbentuk bulat dan rasanya yang manis. Selain itu warna pada kue mochi
ini juga memiliki warna yang khas. Kue mochi ini merupakan makanan tradisi
Jepang yang disajikan ketika melakukan acara perayaan. Kue mochi termasuk
makanan favorit orang Jepang . Di negara Jepang kue ini dibuat dan dimakan pada
perayaan Mochitsuki atau perayaan tahun baru Jepang. Salah satu ke-khas-an kue
ini adalah tekstur lembut saat pertama dimakan dan lengket pada kunyahan
selanjutnya. Rasanya yang manis membuat kue kecil ini menjadi sangat digemari
bukan saja di negara asalnya Jepang namun kini sudah berkembang diseluruh
dunia termasuk Indonesia (Anonim, 2012).
Mochi terbuat dari tepung ketan putih dan tepung beras, oleh sebab itu
kandungan gizi pada makanan ini 75-90% adalah karbohidrat dan mengandung
sedikit sekali protein. Dalam satu porsi mochi mengandung lemak 1,3 gr,
karbohidrat 16 gr, fiber 1,3 gr dan protein hanya 1,3 gr (Anonim, 2012). Untuk
melengkapi kandungan gizi mn mochi, perlu ditambahkan sumber protein. Ada
banyak jenis makanan kue mochi yang digunakan oleh masyarakat Jepang saat
perayaan. Seperti Kagami mochi, Kashiwa mochi, Sakura mochi, Hishimochi dan
lai-lain.

2.2 Tepung Beras Ketan Putih

Tepung beras ketan berasal dari penggilingan beras ketan putih (Oryza
sativa glutinosa) sampai mencapai ukuran granula yang diinginkan. Spesifikasi
persyaratan mutunya dapat dilihat pada Tabel 2. Komposisi kimia tepung beras
ketan hampir sama dengan komposisi kimia beras ketan utuh (Liu & Luh 1980).
Suhu gelatinisasi tepung beras ketan biasanya berkisar antara 68-78°C. Tepung
beras ketan mempunyai kekentalan puncak pasta yang lebih rendah daripada
beberapa pasta tepung beras biji pendek, kemungkinan karena kegiatan
amilolitiknya dan hampir tidak mempunyai kekentalan balik sama sekali (Haryadi
2008).
Tepung beras ketan berbeda dengan tepung beras lainnya atau pati-pati
lainnya dalam hal ketahanan terhadap pelepasan air dari olahannya yang banyak
mengandung air pada saat pelelehan esnya dari penyimpanan beku (thawing).
Tepung beras ketan dan patinya mempunyai ciri paling baik diantara pati-pati dan
tepung padian lainnya karena pastanya lebih tahan pada perlakuan beku-leleh
daripada tepung-tepung ataupun pati-pati lainnya. Perilaku ini kemungkinan besar
karena kandungan amilosanya yang sangat sedikit (Haryadi 2008). Deobald
(1972) menyatakan bahwa selain kandungan amilopektin yang meningkat,
kestabilan tepung ketan sebagai pengental juga disebabkan oleh penyimpangan
struktur kimia atau oleh kecilnya ukuran granula pati. Amilopektin merupakan
molekul yang bercabang, sehingga molekul air yang terikat padanya tidak mudah
lepas. Hal ini menyebabkan stabilnya produk selama penyimpanan.
Ketan memiliki suhu gelatinisasi yang tidak jauh berbeda dengan beras.
Suhu gelatinisasi adalah suhu dimana granula pati mulai mengembang dalam air
panas bersamaan dengan hilangnya bentuk kristal dari pati tersebut. Juliano
(1972) mengungkapkan bahwa suhu gelatinisasi ketan berkisar antara 58-78.5ºC,
sedangkan suhu gelatinisasi beras berkisar antara 58-79ºC. Suhu gelatinisasi pati
ketan ini juga berkorelasi dengan sifat konsistensi gelnya. Konsistensi gel
merupakan ukuran kecepatan relatif dari retrogradasi pada gel. Ketan memiliki
kandungan amilopektin lebih banyak dibandingkan dengan amilosanya.
Kandungan amilosa ketan berkisar antara 1-2%. Hal inilah yang menyebabkan
ketan memiliki sifat lengket, tidak mengembang dalam pemasakan, dan juga tetap
lunak setelah dingin.

2.3 Tepung Sagu


Sagu adalah jenis tanaman palem yang dapat tumbuh didaerah yang
memiliki sumber air berlimpah (Bontari, et al., 2011). Tanaman sagu atau yang
memiliki nama ilmiah Metroxylon sagu Rottb diklasifikasikan menjadi (Anonim,
2015) Kingdom Plantae, Sub Kingdom Viridiplantae, Infra Kingdom
Streptophyta, Super Divisi Embryophyta, Divisi Tracheophyta, Sub Divisi
Spermatophytina, Kelas Magnoliopsida, Super Ordo Liliane, Ordo Arecales,
Family Arecaceae, Genus : Metroxylon Rottb, Spesies Metroxylon sagu Rottb.
Sagu merupakan sumber makan pokok khas bagi beberapa masyarakat di
Indonesia (Hariyanto, 2011). Kandungan karbohidrat pada sagu hampir setara
dengan beras, sedangkan dari segi harga sagu jauh lebih murah dibandingkan
dengan beras (Sakiynah, et al., 2013).
Potensi tanaman sagu pemanfaatan sagu masih sangat memungkinkan, hal
ini dikarenakan tanaman sagu dapat tumbuh dilingkungan yang sangat extrem
dimana tanaman lain pada umumnya tidak dapat tumbuh (Muhidin, et al., 2012).
Penyebaran tanaman sagu hampir diseluruh Indonesia, salah satunya Papua
dengan luas lahan sagu terbesar (Uhi, 2006). Pemanfaatan sagu salah satunya
adalah dalam bentuk tepung sagu. Proses pengolahan tepung sagu di Indonesia
dilakukan dengan berbagai cara mulai dari yang tradisional, semi mekanis hingga
yang mekanis. Proses pengolahan secara tradisional menghasilkan sagu dengan
kadar air yang cukup tinggi, sehingga tidak bisa disimpan untuk jangka waktu
yang lama (Fitriani, et al., 2010). Selain itu proses pengolahan sagu secara
tradisional yang tidak bersih memungkin sagu yang dihasilkan mengandung
banyak bakteri yang tidak bagus untuk kesehatan (Suseno, et al., 2016). Menurut
Ni’mah et al, 2013 proses pembuatan tepung sagu secara kontinyu memiliki
berbagai keuntungan seperti kapasitas yang lebih besar dan kualitas yang lebih
baik, seperti yang terlihat pada gambar berikut.

Anda mungkin juga menyukai