Anda di halaman 1dari 4

Klasifikasi S.

aureus menurut Bergey dalam Capuccino (1998) adalah :

Kingdom : Monera
Divisio : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphilococcus
Species : Staphilococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram Positif, tidak bergerak, tidak berspora dan mampu
membentuk kapsul. (Boyd, 1980), berbentuk kokus dan tersusun seperti buah anggur (Todar,
2002) sebagaimana terlihat pada gambar 2.4. Ukuran Staphylococcus berbeda-beda tergantung
pada media pertumbuhannya. Apabila ditumbuhkan pada media agar, Staphylococcus memiliki
diameter 0,5-1,0 mm dengan koloni berwarna kuning. Dinding selnya mengandung asam teikoat,
yaitu sekitar 40% dari berat kering dinding selnya. Asam teikoat adalah beberapa kelompok
antigen dari Staphylococcus. Asam teikoat mengandung aglutinogen dan N-asetilglukosamin.
(Boyd, 1980).
Staphylococcus aureus adalah bakteri aerob dan anaerob, fakultatif yang mampu
menfermentasikan manitol dan menghasilkan enzim koagulase, hyalurodinase, fosfatase, protease
dan lipase. Staphylococcus aureus mengandung lysostaphin yang dapat menyebabkan lisisnya sel
darah merah. Toksin yang dibentuk oleh Staphylococcus aureus adalah haemolysin alfa, beta,
gamma delta dan apsilon. Toksin lain ialah leukosidin, enterotoksin dan eksfoliatin. Enterotosin dan
eksoenzim dapat menyebabkan keracunan makanan terutama yang mempengaruhi saluran
pencernaan. Leukosidin menyerang leukosit sehingga daya tahan tubuh akan menurun.
Eksofoliatin merupakan toksin yang menyerang kulit dengan tanda-tanda kulit terkena luka bakar.
(Boyd, 1980; Schlegel, 1994).
Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 35o 37o C dengan suhu
minimum 6,7o C dan suhu maksimum 45,4o C. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0 9,8
dengan pH optimum 7,0 7,5. Pertumbuhan pada pH mendekati 9,8 hanya mungkin bila
substratnya mempunyai komposisi yang baik untuk pertumbuhannya. Bakteri ini membutuhkan
asam nikotinat untuk tumbuh dan akan distimulir pertumbuhannya dengan adanya thiamin. Pada
keadaan anaerobik, bakteri ini juga membutuhkan urasil. Untuk pertumbuhan optimum diperlukan
sebelas asam amino, yaitu valin, leusin, threonin, phenilalanin, tirosin, sistein, metionin, lisin,
prolin, histidin dan arginin. Bakteri ini tidak dapat tumbuh pada media sintetik yang tidak
mengandung asam amino atau protein. (Supardi dan Sukamto, 1999).
Selain memproduksi koagulase, S. aureus juga dapat memproduksi berbagai toksin, diantaranya :
1. Eksotoksin-a yang sangat beracun
2. Eksotoksin-b yang terdiri dari hemosilin, yaitu suatu komponen yang dapat menyebabkan lisis
pada sel darah merah.
3. Toksin F dan S, yang merupakan protein eksoseluler dan bersifat leukistik.
4. Hialuronidase, yaitu suatu enzim yang dapat memecah asam hyaluronat di dalam tenunan
sehingga mempermudah penyebaran bakteri ke seluruh tubuh.
5. Grup enterotoksin yang terdiri dari protein sederhana. (Supardi dan Sukamto, 1999).
Staphylococcus aureus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran pengeluaran lendir dari
tubuh manusia dan hewan-hewan seperti hidung, mulut dan tenggorokan dan dapat dikeluarkan

pada waktu batuk atau bersin. Bakteri ini juga sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit,
kelenjar keringat dan saluran usus. Selain dapat menyebabkan intoksikasi, S. aureus juga dapat
menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti jerawat, bisul, meningitis, osteomielitis,
pneumonia dan mastitis pada manusia dan hewan. (Supardi dan Sukamto, 1999)
Staphylococcus aureus (S. aureus) adalah bakteri gram positif yang menghasilkan pigmen
kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkanspora dan tidak motil, umumnya tumbuh
berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter sekitar 0,8-1,0 m. S. aureus tumbuh
dengan optimum pada suhu 37oC dengan waktu pembelahan 0,47 jam. S.
aureus merupakan mikroflora normal manusia. Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran
pernafasan atas dan kulit. Keberadaan S. aureus pada saluran pernafasan atas dan kulit pada
individu jarang menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan sebagai karier .
Infeksi serius akan terjadi ketika resistensi inang melemah karena adanya perubahan hormon;
adanya penyakit, luka, atau perlakuan menggunakan steroid atau obat lain yang memengaruhi
imunitas sehingga terjadi pelemahan inang].
Infeksi S. aureus diasosiasikan dengan beberapa kondisi patologi, diantaranya
bisul, jerawat, pneumonia, meningitis, dan arthritits. Sebagian besar penyakit yang disebabkan
oleh bakteri ini memproduksi nanah, oleh karena itu bakteri ini disebut piogenik. S. aureus juga
menghasilkan katalase, yaitu enzim yang mengkonversi H2O2 menjadi H2O dan O2, dan koagulase,
enzim yang menyebabkan fibrin berkoagulasi dan menggumpal. Koagulase diasosiasikan dengan
patogenitas karena penggumpalan fibrin yang disebabkan oleh enzim ini terakumulasi di sekitar
bakteri sehingga agen pelindung inang kesulitan mencapai bakteri dan fagositosis terhambat.
http://id.wikipedia.org/wiki/Staphylococcus_aureus

Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan bakteri coccus gram positif, susunannya
bergerombol dan tidak teratur seperti anggur. S. aureus tumbuh pada media cair dan padat
seperti NA (Nutrien Agar) dan BAP (Blood Agar Plate) dan dengan aktif melakukan metabolisme,
mampu fermentasi karbohidrat dan menghasilkan bermacam-macam pigmen dari putih hingga
kuning.
S. aureus dapat ditemukan pada permukaan kulit sebagai flora normal, terutama disekitar
hidung, mulut, alat kelamin, dan sekitar anus. Dapat menyebabkan infeksi pada luka biasanya
berupa abses merupakan kumpulan nanah atau cairan dalam jaringan yang disebabkan oleh
infeksi. Jenis-jenis abses yang spesifik diantaranya bengkak (boil), radang akar rambut
(folliculitis). Infeksi oleh S. aureus bisa menyebabkan sindroma kulit. Infeksi S. aureus dapat
menular selama ada nanah yang keluar dari lesi atau hidung. Selain itu jari jemari juga dapat
membawa Infeksi S. aureus dari satu bagian tubuh yang luka atau robek.
Luka adalah kerusakan pada struktur anatomi kulit yang menyebabkan terjadinya gangguan
kulit. Contoh yang paling mudah jika jari tangan kita tersayat oleh pisau, maka luka yang timbul
akan menyebabkan terjadinya kerusakan pada kulit sehingga kulit tidak lagi dapat melindungi
struktur yang ada dibawahnya. Infeksi pada luka dapat terjadi jika luka terkontaminasi oleh debu
atau bakteri, hal ini disebabkan karena luka tidak dirawat dengan baik. Salah satu bakteri yang
menyebabkan infeksi pada kulit luka yaitu bakteri S. aureus . Infeksi yang disebabkan oleh S.
aureus dapat terjadi secara langsung maupun tak langsung. Bakteri ini menghasilkan nanah oleh
sebab itu bakteri disebut bakteri piogenik.

Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan nama spesies yang merupakan bagian dari
genus Staphylococcus. Bakteri ini pertama kali diamati dan dibiakan oleh Pasteur dan Koch,
kemudian diteliti secara lebih terinci oleh Ogston dan Rosenbach pada era tahun 1880-an. Nama
genus Staphylococcus diberikan oleh Ogston karena bakteri ini, pada pengamatan mikroskopis
berbentuk seperti setangkai buah anggur, sedangkan nama spesies aureus diberikan oleh
Rosenbach karena pada biakan murni, koloni bakteri ini terlihat berwarna kuning-keemasan.
Rosenbach juga mengungkapkan bahwa S. aureus merupakan penyebab infeksi pada luka dan
furunkel. Sejak itu S. aureus dikenal secara luas sebagai penyebab infeksi pada pasien
pascabedah dan pneumonia terutama pada musim dingin/hujan.
Ciri khas infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah radang supuratif (bernanah) pada
jaringan lokal dan cenderung menjadi abses. Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan
adalah furunkel pada kulit dan impetigo pada anak-anak. Infeksi superfisial ini dapat menyebar
(metastatik) ke jaringan yang lebih dalam menimbulkan osteomielitis, artritis, endokarditis dan
abses pada otak, paru-paru, ginjal serta kelenjar mammae. Pneumonia yang disebabkan S.
aureus sering merupakan suatu infeksi sekunder setelah infeksi virus influenza. S. aureus
dikenal sebagai bakteri yang paling sering mengkontaminasi luka pasca bedah
sehingga menimbulkan komplikasi. Sumber pencemaran pada infeksi pascabedah ini
diantaranya berasal dari penderita carrier yaitu dokter, perawat atau petugas kesehatan yang
terlibat dalam perawatan dan pembedahan pasien dan peralatan medis yang terkontaminasi.
Bila terjadi bakteriemia, infeksi dapat bermetastasis ke berbagai organ.
Patogenesis infeksi S. aureus merupakan hasil interaksi berbagai protein
permukaan bakteri dengan berbagai reseptor pada permukaan sel inang.
Penentuan faktor virulen mana yang paling berperan sulit dilakukan karena
demikian banyak dan beragam faktor virulen yang dimiliki S. aureus.
Untuk mengurangi resiko infeksi oleh kuman S. aureus adalah dengan mengembalikan fungsi
dari bagian tubuh yang terluka, mengurangi risiko terjadinya infeksi dan meminimalkan
terbentuknya bekas luka dengan cara melakukan beberapa tindakan dasar seperti mencuci
tangan, membersihkan luka, membersihkan kulit disekitar luka, menutup luka, mengganti perban
sesering mungkin dan pemakaian gel yang mengandung antibiotik

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif


berbentuk bulat
berdiameter 0,7-1,2 m, tersusun dalam kelompok-kelompok
yang tidak teratur
seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora,
dan tidak
bergerak (Gambar 2.1). Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37
C, tetapi

membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 C).


Koloni pada
perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan,
berbentuk bundar,
halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik
menghasilkan S.
aureus yang mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis
yang berperan
dalam virulensi bakteri (Jawetz et al., 1995 ; Novick et al., 2000).

Anda mungkin juga menyukai