Anda di halaman 1dari 10

A.

Staphylococcus aureus

1.Definisi

Staphylococcus aureus merupakan bakteri berbentuk bulat dengan diameter


0,8-1 mikron, bergerombol menyerupai untaian anggur, Gram positif, non motil,
tidak membentuk spora, beberapa strain yang langsung diambil dari penderita
membentuk semacam kapsul, koloni berwarna kuning emas, hemolisis pada blood
agar, dapat tumbuh dalam media dengan konsentrasi NaCl hingga 15% (pada media
MSA berwarna kuning) Staphylococcus aureus tumbuh pada suhu 6,5-46o C dan
pada pH 4,2-9,3. Koloni tumbuh dalam waktu 24 jam dengan diameter mencapai 4
mm. Staphylococcus aureus membentuk pigmen lipochrom yang menyebabkan
koloni tampak berwarna kuning keemasan dan kuning jeruk. Staphylococcus aureus
pada media Mannitol Salt Agar (MSA) akan terlihat sebagai pertumbuhan koloni
berwarna kuning [ CITATION HAN17 \l 1033 ].

2. Ciri-ciri
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat
berdiameter 0,7-1,2 µm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur
seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak.
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk pigmen paling baik
pada suhu kamar (20-25 ºC). Koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai
kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90%
isolat klinik menghasilkan S. aureus yang mempunyai kapsul polisakarida atau
selaput tipis yang berperan dalam virulensi bakteri[ CITATION Sri09 \l 1033 ].
3. Etiologi
Bakteri Staphylococcus aureus adalah salah satu penyebab utama dari
keracunan makanan. Gejalanya bisa muncul dengan cepat biasanya dalam beberapa
jam setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi. Tanda-tanda dan gejala dari
jenis infeksi Staphylococcus aureus ini meliputi:
 mual dan muntah,
 diare,
 dehidrasi,
 tekanan darah rendah,
 bakteremia.
Bakteremia atau keracunan darah muncul saat bakteri S. aureus memasuki aliran
darah seseorang. Demam dan tekanan darah rendah adalah tanda utama dari
bakteremia. Bakteri dapat berpindah ke lokasi dalam pada tubuh, menyebabkan
infeksi yang menyerang:
 organ internal, seperti otak, jantung atau paru-paru, tulang dan otot

4. Patogenesis
Kolonisasi S. aureus dapat ditemukan pada tubuh manusia, sebagian besar
akan membentuk koloni yang bersifat intermitten dan sedikit yang membentuk koloni
yang bersifat persiten dengan tidak menimbulkan gejala. Koloni S. aureus dapat
ditemukan di semua orang. Di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan yang lain
sering ditemukan pada petugas kesehatan dan pasien. Sebagian besar S. aureus pada
orang dewasa dapat ditemukan di nares anterior. Sedangkan tempat potensial lain
yang dapat membentuk koloni S. aureus adalah tenggorokan, kulit, ketiak, rectum dan
perineum.
S. aureus dapat bertahan berbulan-bulan pada berbagai jenis permukaan.
Tangan merupakan vektor utama untuk transmisi S. aureus dari tangan ke hidung,
seperti kegiatan mengorek hidung. Faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap
keadaan kolonisasi S. aureus, misal rumah sakit dimana petugas kesehatan baik
tenaga medis maupun non medis, pasien, dan pengunjung rumah sakit saling
berinteraksi serta berbagai kegiatan tindakan medis dilakukan sehingga akan
meningkatkan risiko terjadi kolonisasi S. aureus. Kegiatan maupun tindakan yang
mengarah ke lesi pada kulit juga memiliki hubungan dengan kolonisasi S. aureus,
seperti saat melakukan puncture melalui kulit dan sebagainya. Selain faktor
lingkungan, host juga memiliki peran penting terhadap terjadinya kolonisasi S.
aureus. Sekresi hidung mempunyai peran penting dalam pertahanan imunitas host.
Komponen dari sekresi hidung yang mempunyai kontribusi terhadap pertahanan
imunitas bawaan host antara lain imunoglobulin A dan G, lisozim, laktoferin, peptida
antimikrobial.
Kolonisasi S. aureus juga memiliki disregulasi faktor-faktor humoral bawaan
pada sekresi hidung tersebut. Untuk mekanisme terjadinya kolonisasi S. aureus pada
tubuh host sebagai berikut :

I. Penempelan pada Protein Sel Host


Kuman mempunyai permukaan yang mengandung protein seperti lamini dan
fibronektin. Keduanya bermanfaat untuk penempelan dengan protein host. Kemudian
membentuk matriks ekstraseluler dari epitel dan permukaan endotel. Selain hal
tersebut, S. aureus juga mengekspresikan fibrin atau fibrinogen yang berikatan
dengan protein sebagai faktor penggumpalan sehingga akan memacu perlekatan pada
penggumpalan darah dan jaringan rusak.26 Pengaruh adesi juga akan memacu
penempelan pada kolagen dan nantinya diketahui dapat menjadi penyebab
osteomyelitis dan septic arthritis.

II. Invasi S. aureus


Sebelum S. aureus yang akan melakukan invasi akan didahului dengan produksi
ekstraseluler dalam jumlah besar. Dengan adanya protein tersebut dapat
menyebabkan S. aureus meyebar ke semua jaringan.

III. Menghindari dari Respon Pertahanan Tubuh


Untuk menghindari respon pertahanan dari tubuh, S. aureus mempunyai beberapa
faktor yang berpengaruh diantaranya :
1. Kapsular Polisakarida
Adanya kapsular polisakarida ini dapat menutupi protein A dan faktor penggumpalan
sehingga membuat beberapa strain S. aureus tidak dapat terdeteksi. Dengan demikian
S. aureus terhindar dari adanya fagositosis.
2. Protein A
Protein A adalah komponen terbanyak dinding sel S. aureus yang dapat berikatan
dengan Fc molekul IgG kecuali IgG3. Dalam serum, S. aureus mengikat IgG
kemudian menghambat opsonisasi dan fagositosis.
3. Leukosidin
Leukosidin atau Panton Valentine Leukocidin (PVL) adalah sebuah protein
multikomponen yang diproduksi untuk memisahkan komponen-komponen yang akan
berakibat rusaknya membran sel. Leukosidin juga berperan penting dalam pertahanan
terhadap fagositosis dan pertahanan yang penting dari S. aureus [ CITATION ADa17 \l
1033 ].

5. Penyakit yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus


a) Infeksi kulit
Siapa pun bisa mengalami infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus
aureus. Namun, ada beberapa kondisi yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
infeksi bakteri ini, antara lain terdapat goresan atau luka terbuka pada kulit dan
bersentuhan dengan penderita infeksi kulit. Infeksi bakteri Staphylococcus aureus
pada kulit bisa menyebabkan bisul, impetigo, selulitis, dan staphylcoccal scalded skin
syndrome (SSSS). Biasanya infeksi bakteri ini pada kulit ditandai dengan kemerahan,
bengkak, nyeri, dan adanya nanah pada luka.
b) Penyakit bakteremia (sepsis)
Tidak hanya kulit, bakteri Staphylococcus aureus juga bisa menyebabkan bakteremia.
Kondisi ini terjadi saat infeksi sudah menyebar melalui pembuluh darah, sehingga
bisa mengenai berbagai organ tubuh. Bila bakteri mengeluarkan racunnya, tubuh
dapat mengalami toxic shock syndrome (TSS). Selain Staphylococcus aureus, jenis
bakteri lain yang dapat menyebabkan bakteremia adalah Streptococcus pneumoniae
dan Salmonella. Seseorang yang mengalami bakterimia akan mengalami gejala
berupa demam, tekanan darah rendah, lebih gelisah, dan napas yang menjadi lebih
cepat.
c) Osteomielitis
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang. Infeksi ini bisa disebabkan oleh penyebaran
bakteri Staphylococcus aureus yang awalnya menginfeksi kulit, otot atau tendon, lalu
menyebar ke tulang. Selain penyebaran dari infeksi kulit, osteomielitis yang
disebabkan bakteri ini bisa terjadi setelah melakukan operasi tulang. Beberapa
kondisi yang mempermudah terjadinya osteomielitis adalah diabetes, cuci darah,
gangguan peredaran darah, penggunaan narkoba suntik, dan penurunan fungsi sistem
kekebalan tubuh. Osteomielitis ditandai oleh rasa nyeri pada tulang, pembengkakan,
luka terbuka yang bernanah, demam dan menggigil, serta gelisah.

6. Cara Mengatasi
Ketika mengalami infeksi bakteri Staphylococcus aureus, beberapa pilihan
pengobatan yang bisa dilakukan adalah pemberian obat antibiotik, baik yang
diminum maupun yang disuntik; operasi pengangkatan jaringan mati yang terinfeksi;
dan operasi pengangatan benda asing, misalnya, jahitan atau implan yang menjadi
pemicu terjadinya infeksi. Bakteri Staphylococcus aureus banyak terdapat di sekitar
kita. Jika tidak hati-hati, bakteri ini bisa menimbulkan infeksi. Oleh karena itu, kita
perlu pencegahan dengan cara rajin mencuci tangan, tidak berbagi penggunaan
barang pribadi dengan orang lain, dan melakukan pemeriksaan ke dokter jika ada luka
pada kulit yang berisiko mengalami infeksi.

7. Asuhan Keperawatan osteomyelitis


A. Pengkajian
1. IdentitasMeliputi: Nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan,status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asusransi, golongan darah,
nomorregister, tanggal masuk rumahsakit, dan diagnosa medis. Pada umumnya,
keluhanutama pada kasus osteomelitis adalah nyeri hebat.Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang nyeri klien, perawatdapat menggunakan metode
PQRST :
- Provoking incident
: hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah prosessupurasi pada bagian tulang.
Trauma, hematoma akibat trauma pada daerahmetafisis, merupakan salah satu faktor
predis posisi terjadinya osteomielitishematogen akut. b.
-Quality of pain
: rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien bersifakmenusukc.
-Region, radiation, relief
: nyeri dapat reda dengan imobilisasi atau istirahat,nyeri tidak menjalar atau
menyebard.
-Severity (scale) of pain
: nyeri yang dirasakan klien secara subjektif anatara 2-3 pada rentang skala
pengukuran 0-4e.
-Time:
berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk padamalam hari atau
siang hari2.

B.Riwayat kesehatana.
a. Riwayat Kesehatan SekarangBiasanya klien datang kerumah sakit dengan keluhan
awitan gejalaakut (misalnya : nyeri lokal, pembengkakan, eritema, demam) atau
kambuhankeluarnya pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam sedang.
b. Riwayat Kesehatan DahuluKlien biasanya perrnah mengalami penyakit yang
hampir sama dengansekarang, atau penyakit lain yang berhubungan tulang, seperti
trauma tulang,infeksi tulang, fraktur terbuka, atau pembedahan tulang, dll.c.
c.Riwayat Kesehatan KeluargaKaji apakah keluarga klien memiliki penyakit
keturunan, namun biasanya tidak ada penyakit Osteomielitis yang diturunkan.3.
d. PsikososislPasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat
sembuh,takut diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga
perawat perlu mengfkaji perubahan-perubahan kehidupan khususnya hubungannya
dengankeluarga, pekerjaan atau sekolah.4.

C. Pemeriksaan fisikArea sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa
lembek biladipalpasi. Bisa juga terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek
sistemikmenunjukkan adanya demam biasanya diatas 380, takhikardi, irritable, lemah
bengkak, nyeri, maupun eritema.
Pengkajian dengan Pendekatan 11 fungsional Gordona.
1. Persepsi dan Manajemen Kesehatan: Klien biasanya tidak mengerti bahwa
penyakit yang ia diderita adalah penyakit yang berbahaya. Perawat perlumengkaji
bagaimana klien memandang penyakit yang dideritanya, apakahklien tau apa
penyebab penyakitnya sekarang.
2. Nutris Metabolik: Biasanya pada pasien mengalami penurunan nafsu makankarena
demam yang ia diderita.c.
3. Eliminasi: Biasanya pasien mengalami gangguan dalam eliminasi karena pasien
mengalami penurunan nafsu makan akibat demam.d.
4. Aktivitas Latihan: Biasaya pada pasien Osteomietis mengalami penurunanaktivitas
karena rasa nyeri yang ia rasakane.
5. Istirahat Tidur: Pasien biasanya diduga akan mengalami susah tidur karenarasa
nyeri yang ia rasakan pada tulangnya.f.
6. Kognitif Persepsi: Biasanya klien tidak mengalami gangguan dengankognitif dan
persepsinya.g.
7. Persepsi Diri Konsep Diri: Biasanya pasien memiliki perilaku menarik
diri,mengingkari, depresi, ekspresi takut, perilaku marah, postur tubuh
mengelak,menangis, kontak mata kurang, gagal menepati janji atau banyak janji.
8. Peran Hubungan: Biasanya pasien mengalami depresi dikarenakan penyakityang
dialaminya. Serta adanya tekanan yang datang dari lingkungannya. Danklien juga
tidak dapat melakukan perannya dengan baik.i.
9. Seksual Reproduksi: Biasanya pasien tidak mengalami gangguan dalammasalah
seksual.
10. Koping Toleransi Stress: Biasanya pasien mengalami stress ysng beratkarena
kondisinya saat itu.k.
11. Nilai Kepercayaan: Pola keyakinan perlu dikaji oleh perawat terhadap klienagar
kebutuhan spiritual klien data dipenuhi selama proses perawatan klien diRS. Kaji
apakah ada pantangan agama dalam proses pengobatan klien. Klien biasanya
mengalami gangguan dalam beribadah karena nyeri yang ia rasakan.

B.Diagnosa keperawatan
DX 1: Nyeri b.d inflamasi dan pembengkakan
DX 2: Gangguan mobilisasi fisik b.d nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan menahan
beban berat badan.
DX 3: Resiko terhadap perluasan infeksi b.d pembentukan abses tulang
DX 4: Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan pengobatan.

C.Intervensi keperawatan
No.Dx Tujuan Intervensi Rasionl
1. Tujuan: Setelah Mandiri
diberikan tindakan — Untuk mengetahui
keperawatan — Mengkaji karakteristik tingkat rasa nyeri
diharapkan nyeri nyeri : lokasi, durasi, sehingga dapat
dapat berkurang atau intensitas nyeri menentukan jenis
terkontrol dan rasa dengan menggunakan tindakannya.
nyaman meningkat. skala nyeri (0-10) — Mencegah pergeseran
— Mempertahankan im- tulang dan penekanan
Kriteria hasil: mobilisasi (back slab) pada jaringan yang luka.
 Tidak terjadi — Peningkatan vena
nyeri — Berikan sokongan return, menurunkan
 Napsu makan (support) pada edem, dan mengurangi
menjadi normal, ektremitas yang luka nyeri
 ekspresi wajah — Untuk mengetahui
rileks dan — Amati perubahan suhu penyimpangan –
 suhu tubuh setiap 4 jam penyimpangan yang
normal terjadi
— Mengurangi rasa nyeri
— Kompres air hangat dan memberikan rasa
Koaborasi nyaman
— Mengurangi rasa nyeri
— Pemberian obat-
obatan analgesik

2. Tujuan: setelah Mandiri


diberikan tindakan — Pertahankan tirah
keperawatan baring dalam posisi — Agar gangguan
diharapkan yang di programkan mobilitas fisik dapat
Gangguan mobilitas — Tinggikan ekstremitas berkurang
fisik dapat berkurang yang sakit, — Dapat meringankan
Kriteria hasil: instruksikan klien / masalah gangguan
 Meningkatkan bantu dalam latihan mobilitas fisik yang
mobilitas pada rentang gerak pada dialami klien
tingkat paling ekstremitas yang sakit
tinggi yang dan tak sakit
mungkin — Beri penyanggah pada
 Mempertahankan ekstremitas yang sakit — Dapat meringankan
posisi fungsional pada saat bergerak masalah gangguan
 Meningkatkan / mobilitas yang dialami
fungsi yang sakit — Jelaskan pandangan klien
 Menunjukkna dan keterbatasan — Agar klien tidak banyak
teknik mampu dalam aktivitas melakukan gerakan
melakukan yang dapat
aktivitas — Berikan dorongan membahayakan
pada klien untuk — Mengurangi terjadinya
melakukan AKS penyimpangan –
dalam lingkup penyimpangan yang
keterbatasan dan beri dapat terjadi
bantuan sesuai
kebutuhan
— Ubah posisi secara
periodik — Mengurangi gangguan
Kolabortasi mobilitas fisik
— Fisioterapi / aoakulasi
terapi — Mengurangi gangguan
mobilitas fisik
D. Evaluasi Keperawatan
Setelah mendapat implementasi keperawatan, maka pasien dengan osteomielitis
diharapkan sebagai berikut:
1. Nyeri berkurang atau terkontrol dan rasa nyaman meningkat
2. Gangguan mobilitas fisik berkurang
3. Tidak terjadi resiko perluasan infeksi yang dialami
4. Ansietas hilang dan pasien mengerti tentang penyakit yang dideritanya.

Daftar pustaka

Danupratama, A. (2017). 12-14.

PUTRI, H. S. (2017). SENSITIVITAS BAKTERI Staphylococcus aureus. 9.

Sri Agung Fitri Kusuma, M. A. (2009). Staphylococcus aureus. 1.

Anda mungkin juga menyukai