Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN

“PENYAKIT SCHISTOSOMIASIS”

Dosen Pembimbing : Moh. Ichsan Sudjarno, SKM., M.EPID

Sri Ani, SKM., M.KM.

Rojali, SKM., M.EPID.

Disusun Oleh

KELOMPOK 9

Hani Farhani

Indah Permata Sari

Nurina Dwi Hastanti

Virda Aurelin

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN 2DIVB


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II
Jl. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru Jakarta 12120

Telp. 021.7397641, 7397643 Fax. 021.7397769


A. Agen Penyebab

Cacing penyebab schistosomiasis hidup di air tawar, seperti:

 Kolam

 Danau

 Sungai

 Waduk

 Kanal

Air untuk mandi yang berasal dari sumber yang tidak disaring langsung dari danau atau sungai
juga dapat menyebarkan infeksi, namun cacing tidak tinggal di air laut, kolam yang
mengandung klorin atau sumber air yang dikelola dengan baik.

Anda dapat terinfeksi jika memiliki kontak dengan air yang terkontaminasi, saat mengayuh
kapal, berenang atau mencuci, dan cacing kecil memasuki kulit Anda. Begitu di dalam tubuh,
cacing bergerak melalui darah ke area seperti hati dan usus. Setelah beberapa minggu, cacing
mulai menetaskan telur. Beberapa telur tinggal di dalam tubuh dan diserang oleh sistem imun,
dan beberapa keluar melalui urin atau feses. Tanpa pengobatan, cacing dapat tetap menetaskan
telur selama bertahun-tahun. Apabila telur keluar dari tubuh ke air, telur menghasilkan larva-
larva kecil yang perlu tumbuh di dalam siput air tawar selama beberapa minggu sebelum dapat
menginfeksi orang lain. Hal ini berarti tidak mungkin untuk terinfeksi dari orang lain yang
memiliki kondisi ini.

B. Karakteristik

Schistosomiasis adalah penyakit yang disebabkan cacing parasit yang hidup di air di daerah
subtropis dan tropis. Schistosomiasis juga dikenal sebagai bilharzia atau “demam siput”.
Penyakit ini menyerang usus dan sistem urinasi terlebih dahulu, namun karena cacing tinggal
di dalam darah, schistosomiasis dapat menyerang sistem lainnya.

Bagian tubuh yang terpengaruh penyakit ini akan tergantung dari spesies parasit. Beberapa
spesies dapat mempengaruhi paru-paru dan saraf tulang belakang, otak dan sistem pusat saraf.
Parasit ini paling umum ditemukan di Afrika, namun juga terdapat di bagian Amerika Selatan,
Karibia, Timur Tengah dan Asia.

Sering kali Anda tidak akan mengalami gejala saat pertama kali terinfeksi dengan
schistosomiasis, namun parasit dapat tinggal di dalam tubuh selama bertahun-tahun dan
menyebabkan kerusakan pada organ, seperti kemih, ginjal dan hati. Bilharzia sering kali tidak
langsung fatal, namun kronis yang dapat merusak organ internal dengan serius. Kondisi ini
bahkan dapat menyebabkan menurunnya pertumbuhan dan perkembangan kognitif pada anak-
anak.
Gejala bervariasi terhadap spesies cacing dan fase infeksi. Ciri dan gejala schistosomiasis
adalah:
 Banyak parasit dapat menyebabkan demam, menggigil, pembengkakan kelenjar limfa
dan pembengkakan hati dan limfa.
 Saat cacing pertama kali masuk ke dalam kulit, dapat menyebabkan gatal dan ruam
(swimmer’s itch). Pada kondisi ini, schistosome hancur di dalam kulit.
 Gejala usus meliputi sakit perut dan diare (mungkin terdapat darah).
 Gejala urinasi dapat meliputi urinasi yang sering, sakit dan terdapat darah.
Gejala-gejala ini, dikenal dengan schistosomiasis akut, sering kali membaik dengan sendirinya
dalam beberapa minggu. Namun tetap penting untuk mendapatkan perawatan karena parasit
dapat tinggal di dalam tubuh dan menyebabkan gangguan jangka panjang.
Beberapa orang dengan schistosomiasis, baik apakah pernah memiliki gejala awal atau tidak,
akan mengalami masalah lebih serius di bagian tubuh di mana telur telah berpergian. Kondisi
ini disebut schistosomiasis kronis. Schistosomiasis kronis dapat meliputi berbagai gejala dan
masalah, tergantung pada area persis yang terinfeksi. Sebagai contoh, infeksi pada:
 Sistem pencernaan dapat menyebabkan anemia, sakit dan bengkak pada perut, diare
dan darah pada feses
 Sistem urinasi dapat menyebabkan infeksi pada kandung kemih (cystitis), sakit saat
buang air kecil, sering merasa ingin buang air kecil dan darah pada urin
 Jantung dan paru-paru dapat menyebabkan batuk yang tidak kunjung hilang, napas
berbunyi, sesak napas, dan batuk darah
 Sistem saraf atau otak dapat menyebabkan kejang, sakit kepala, kelemahan dan mati
rasa pada kaki dan pusing.
Schistosomiasis diperoleh dari berenang, menyeberangi, atau mandi di air bersih yang
terkontaminasi dengan parasit yang bebas berenang. Schistosomes berkembang biak di dalam
keong jenis khusus yang menetap di air, dimana mereka dilepaskan untuk berenang bebas di
dalam air. Jika mereka mengenai kulit seseorang, mereka masuk ke dalam dan bergerak melalui
aliran darah menuju paru-paru, dimana mereka menjadi dewasa menjadi cacing pita dewasa.
Cacing pita dewasa tersebut masuk melalui aliran darah menuju tempat terakhir di dalam
pembuluh darah kecil di kandung kemih atau usus, dimana mereka tinggal untuk beberapa
tahun. Cacing pita dewasa tersebut meletakkan telur-telur dalam jumlah besar pada dinding
kandung kemih atau usus. Telur-telur tersebut menyebabkan jaringan setempat rusak dan
meradang, yang menyebabkan borok, pendarahan, dan pembentukan jaringan luka parut.
Beberapa telur masuk ke dalam kotoran(tinja)atau kemih. Jika kemih atau kotoran pada orang
yang terinfeksi memasuki air bersih, telur-telur tersebut menetas, dan parasit memasuki keong
untuk mulai siklusnya kembali.
Schistosoma mansoni dan schistosoma japonicum biasanya menetap di dalam
pembuluh darah kecil pada usus. Beberapa telur mengalir dari sana melalui aliran darah menuju
ke hati. Akibatnya peradangan hati bisa menyebabkan luka parut dan meningkatkan tekanan di
dalam pembuluh darah yang membawa darah antara saluran usus dan hati (pembuluh darah
portal). Tekanan darah tinggi di dalam pembuluh darah portal (hipertensi portal) bisa
menyebabkan pembesaran pada limpa dan pendarahaan dari pembuluh darah di dalam
kerongkongan.
Telur-telur pada schistosoma hematobium biasanya menetap di dalam kantung kemih,
kadangkala menyebabkan borok, ada darah dalam urin, dan luka parut. Infeksi schistosoma
hematobium kronis meningkatkan resiko kanker kantung kemih.
Semua jenis schistosomiasis bisa mempengaruhi organ-organ lain (seperti paru-paru,
tulang belakang, dan otak). Telur-telur yang mencapai paru-paru bisa mengakibatkan
peradangan dan peningkatan tekanan darah di dalam arteri pada paru-paru (hipertensi
pulmonari).

C. Riwayat Perjalanan

Secara klinis schistosomiasis dapat dibagi menjadi tiga stadium, yaitu :


Stadium I, dimulai sejak masuknya serkaria ke dalam kulit sampai cacing menjadi dewasa,
termasuk perpindahan schistosomula (cacing Schistsoma muda) melalui paru – paru ke sistem
portal. Pada stadium ini dapat dibedakan menjadi tiga gejala, yaitu :
a. Gejala kulit dan alergi Berupa ruam pada kulit, kemerahan dengan rasa gatal dan panas
di tempat serkaria masuk. Gejala ini timbul beberapa jam setelah infeksi. Gejala ini
akan hilang dalam waktu 2-3 hari. Setelah itu muncul gejala alergi berupa demam,
urtikaria serta pembengkakan.
b. Gejala paru – paru Berupa batuk kadang disertai dahak, kadang dengan sedikit
bercampur darah.
c. Gejala toksemia Mulai muncul antara minggu ke dua sampai minggu ke delapan
setelah infeksi.Gejalanya berupa demam tinggi, lemah, malaise, anoreksi, mual,
muntah, sakit kepala dan nyeri tubuh, diare, sakit perut, hati dan limpa membesar dan
nyeri pada perabaan.
Stadium II, dimulai saat peletakan telur dalam pembuluh darah dan dikeluarkannya menembus
mukosa usus. Gejala berupa lemas, malaise, demam, berat badan menurun, mulai terjadi
pembengkakan hepar (hepatomegali), pembengkakan limpa (spleenomegali). Gejala ini timbul
pada 6-8 bulan setelah infeksi.
Stadium III, terjadi pada stadium lanjut, lebih dari delapan bulan setelah infeksi. Kelainan
berupa pembentukan jaringan ikat menetap akibat terperangkapnya telur di jaringan hati.
Gejala berupa sakit perut, disentri, pelebaran pembuluh darah perut, pembengkakan / asites,
anemia.

D. Epidemiologi

Schistosomiasis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar dengan


prevalensi pada laki-laki umumnya lebih tinggi daripada wanita. Sebagai sumber infeksi, selain
manusia ditemukan pula hewan-hewan lain sebagai reservoir. Salah satu hewan yang penting
adalah berbagai spesies tikus sawah (Rattus). Selain itu rusa hutan, babi hutan, sapi dan anjing
dilaporkan juga mengandung cacing ini (Hadidjaja, 2000).
Schistosomiasis adalah penyakit parasit kronis yang menginfeksi lebih dari 200 juta orang
di 74 negara di seluruh dunia, terutama di negara-negara berkembang, menyebabkan sekitar
20.000 kematian per tahun.
Menurut Sibadu (2004), di Indonesia schistosomiasis disebabkan oleh Schistosoma
japonicum yang ditemukan endemik di dataran tinggi Lindu dan Dataran Tinggi Napu Sulawesi
Tengah. Berdasarkan penelitia, penyakit ini pertama kali dilaporkan oleh Muller dan Tesch
pada tahun 1937 dimana ditemukan kasus pada laki-laki yang berumur 35 tahun yang berasal
dari Desa Tomado yang kemudian meninggal di Rumah Sakit di Palu, Sulawesi Tengah. Pada
tahun yang sama, Desa Tomado dinyatakan sebagai daerah endemis schistosomiasis oleh Brug
dan Tesch, akan tetapi hospes perantara cacing penyebab penyakit tersebut baru ditemukan
pada tahun 1971 yaitu siput Oncomelania di persawahan Paku, Desa Anca, Daerah Lindu.
Davis dan Carney menamakannya Oncomelania hupensis lindoensis pada tahun 1973.
Masalah schistosomiasis cukup kompleks karena untuk melakukan pemberantasan harus
melibatkan banyak faktor, dengan demikian pengobatan masal tanpa diikuti oleh
pemberantasan hospes perantara tidak akan mungkin menghilangkan penyakit tersebut untuk
waktu yang lama, lebih lagi schistosomiasis di Indonesia merupakan penyakit zoonosis
sehingga sumber penular tidak hanya pada penderita manusia saja tetapi semua hewan mamalia
yang terinfeksi (Sudomo, 2008).

E. Peranan Lingkungan

Faktor Determinan
Host (manusia)
Penyakit schistosomiasis menyerang segala umur dan tidak memandang jenis kelamin.
Agent (penyakit)
Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan penyakit parasitik yang
disebabkan oleh infeksi cacing yang tergolong dalam genus Schistosoma.
Schistosomiasis (bilharziasis) adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing pipih (cacing pita).
Ini seringkali menyebabkan ruam, demam, panas-dingin, dan nyeri otot dan kadangkala
menyebabkan nyeri perut dan diare atau nyeri berkemih dan pendarahan.
Environment (lingkungan)
Schistosomiasis mempengaruhi lebih dari 200 juta orang di daerah tropis dan subtropics. Pada
umumnya orang yang dijangkiti schistosomiasis adalah mereka yang mempunyai kebiasaan
yang tidak terpisah dari air, baik dalam rangka bekerja sebagai petani di sawah ataupun
melakukan kegiatan sehari-hari seperti mencuci pakaian/alat-alat rumah tangga, buang air serta
mandi di sungai atau perairan yang terinfeksi parasit schistosoma. Selain itu adalah mereka
yang sering menyusuri sungai untuk berburu binatang di hutan-hutan atau mencari ikan
sepanjang daerah yang telah terinfeksi parasit schistosoma; atau tempat-tempat perindukan
alamiah parasit itu.
F. Tindakan/Upaya Pencegahan

Pemberantasan dapat dilakukan dengan molluscicides, berupa bahan kimia yang yang
disemprotkan didalam air habitatnya. Sedangkan hospes perantara S. japonicum adalah siput
amfibius yang tidak selalu berada didalam air. Pemberantasan dapat dilakukan dengan
melakukan berbagai cara, mulai menggunakan moluscicide, penimbunan, pemarasan,
pembakaran dan merubah habitat siput menjadi lahan pertanian atau bahkan lapangan golf.
Schistosomiasis di Indonesia merupakan penyakit zoonosis sehingga sumber penular tidak
hanya pada penderita manusia saja tetapi semua hewan mamalia yang terinfeksi.
 Penderita diusahakan dalam stadium awal dari penyakit sebelum menyerang hati
dengan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki ataupun menyerang organ-organ vital.
 Mencegah terjadinya reinfeksi.
 Meningkatkan daya tahan tubuh misalkan dengan pemberian makanan dengan gizi
tinggi.
 Dapat diberikan pengobatan dengan tartar emetik serta pengobatan ulang pada
kekambuhan ringan. Karena tartar emetik bersifat hepatotoksik, selama pengobatan
dianjurkan untuk dilakukan tes fungsi hati. Pemberian tartar emetik (kalium
antimonium tartrat) dengan suntikan intravena serta dalam waktu lama merupakan obat
efektif dan obat pilihan pada pengobatan penyakit ini.
Praziquantel merupakan obat schistosomiasis yang baru dari komponen pyrazinoquinoline,
diberikan per-oral dalam sehari pemberian, ternyata cukup efekif dengan toleransi yang relatif
baik diberikan per-oral dalam 3 dosis, masing-masing 20 mg/kgBB dengan waktu antara 4
jam, menghasilkan angka penyembuhan 80%. Efek sampingan terdapat pada 50-60% penderita
yang diberi pengobatan dengan dosis ini, tetapi efeknya ringan serta sementara, tidak enak
perut, sakit kepala, sakit punggung, demam , berkeringat dan pening. Kemoterapi lainnya,
yaitu oxamniquine dan metrifonate, memiliki efektifitas tinggi, berturut-turut terhadap
schistosomiasis mansoni dan schistosomiasis haematobia sedangkan untuk schistosomiasis
japonica tidak efektif, sedangkan niridazole dapat mengurangi jumlah telur tetapi tidak
mengurangi infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/spirakel/article/download/6128/4706

https://adhienbinongko.wordpress.com/2012/12/01/schistosomiasis-epidemiologi-penyakit-
menular/

https://hellosehat.com/penyakit/schistosomiasis/

https://hellosehat.com/penyakit/schistosomiasis/

http://www.indonesian-publichealth.com/epidemiologi-schistosomiasis/

https://www.google.com/search?safe=strict&biw=320&bih=288&ei=3__eW5jaPIfGvgTSma
2oCg&ins=true&q=makalah+schistosomiasis&oq=schistosomiasis+di+indonesia&gs_l=mob
ile-gws-wiz-serp.1.0.0i71l5.0.0..15975...0.0..0.0.0.......0.vOU-QIzbH9k
dwiichellymerdha.blogspot.com/2013/06/makalah-mata-kuliah-mikrobiologi.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai