PENDAHULUAN
Penyakit dermatomikosis superfisialis sampai saat ini masih menjadi salah satu
masalah kesehatan khususnya di Indonesia. Hal tersebut terutama disebabkan karena
perjalanan penyakitnya yang sering rekuren, durasi pengobatan yang cenderung lama,
didukung oleh iklim tropis Indonesia yang merupakan faktor predisposisi yang sangat
berpengaruh untuk timbulnya penyakit-penyakit dermatomikosis superfisialis.1-3
Hingga saat ini infeksi jamur superfisial masih umum ditemukan diseluruh dunia
dan insidensnya terus meningkat. Dermatomikosis ini diperkirakan mengenai sekitar 2025% populasi dunia dan merupakan salah satu bentuk infeksi yang paling sering pada
manusia. Etiologi tersering kasus mikosis superfisialis adalah golongan dermatofita
(dermatofitosis), tetapi juga disebabkan oleh candida spp.(kandidiasis/kandidosis) dan
malasezia furfur (pitriasis versikolor).2,4
Infeksi jamur pada kulit dapat disebabkan oleh berbagai jenis jamur, yaitu jamur
superfisial, deep mycosis/ subkutan seperti misetoma, kromomikosis, sporotrikosis, dan
jamur-jamur sistemik yang menginvasi kulit seperti kriptokosis, histolamosis, dan lain-lain.
Mikosis kutan disebabkan oleh jamur yang hanya menginvasi jaringan superfisialis yang
terkeratinisasi (kulit, rambut dan kuku) dan tidak ke jaringan yang lebih dalam. Bentuk
yang paling penting adalah dermatofita, suatu kelompok jamur serumpun yang
diklasifikasikan menjadi 3 genus Epidermophyton, Microsporum danTrychopyton. Ada dua
golongan jamur yang menyebabkan mikosis superfisialis yaitu nondermatofita dan
dermatofita1,2
BAB II
1
PEMBAHASAN
2.1 Dermatomikosis
Dermatomikosis adalah penyakit yang disebabkan infeksi jamur.1 Dermatomikosis
mempunyai arti umum, yaitu semua penyakit jamur yang menyerang kulit. Faktor yang
mempengaruhi dermatomikosis adalah udara yang lembab, lingkungan yang padat, sosial
ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik,
penggunaan obat antibiotik, steroid, sitostatika yang tidak terkendali. Dermatomikosis
terdiri dari dermatomikosis superfisialis, intermedia dan profunda.2,4
Macam macam dermatomikosis superfisialis adalah :
2.1.1. Dermatofitosis
Definisi
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk
(keratin) misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang
disebabkan oleh golongan jamur dermatofita.1
Jamur golongan dermatofitosis terdiri dari 3 genus yaitu Microsporum,
Trichophyton, dan Epidermophyton. Microsporum menyerang rambut dan kulit.
Trichophyton menyerang rambut, kulit dan kuku. Epidermophyton menyerang kulit
dan jarang pada kuku. Golongan dermatofita bersifat mencerna keratin, dermatofita
termasuk kelas fungi imperfecti. Gambaran klinis dermatofita menyebabkan
beberapa bentuk klinis yang khas, satu jenis dermatofita menghasilkan klinis yang
berbeda tergantung lokasi anatominya.1,2,4
Epidemiologi
Dermatofita adalah tergolong jamur contagious. Berspora dan memiliki hifa
sepanjang sel kulit dan rambut yang mati, merupakan serpihan dari orang yang
terinfeksi, membuat infeksi berulang menjadi sering. Infeksi sub-kutaneus yang
jarang yang disebabkan jamur ini dapat terjadi pada pasien AIDS. Dermatofita yang
perjalanan penyakit menjadi menahun dan residif karena reaksi penolakan tubuh
yang sangat ringan. Contoh jamur yang antropofilik ialah Microsporum audouinii
dan Trichophyton rubrum.5
a. Trichophyton
Mikokonidia banyak, tumbuh bergerombol atau satu-satu sepanjang hifa.
Sedangkan makrokonidia jarang atau tidak dibentuk sama sekali.
1. T. mentagrophytes
Makroskopis : Membentuk 2 jenis koloni. Koloni Cottony berwarna
putih seperti wol. Koloni powder seperti serbuk warna merah anggur.
Mikroskopis : Mikrokonidia sangat banyak berkelompok berbentuk bulat/
menyerupai sekelompok buah anggur pada cabang-cabang terminalnya dan
banyak terdapat hifa yang menyerupai spiral.3,5
mentagrophytes
2. T. rubrum
Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, koloni berbentuk kapas.
Warna depan putih sampai merah muda dan dasar koloni warna merah.
Mikroskopis : Mikrokonidia banyak, berkelompok atau satu-satu sepanjang
hifa.
3. T. verrucosum
Makroskopis : Pertumbuhan sangat lambat, bentuk verrucous warna abuabu.
Mikroskopis : Makrokonidia dan mikrokonidia jarang
b. Microsporum
Makrokonidia adalah spora yang paling banyak ditemukan dan terbentuk
pada ujung-ujung hifa, sedangkan mikrokonidia sedikit.
1. M. canis
Makroskopis : Pertumbuhan koloni cepat, permukaan halus sampai
bergranuler. Warna depan coklat muda, sedangkan dasar koloni merah
coklat.
Mikroskopis : Makrokonidia banyak dijumpai. Ukurannya besar,
ujung rucing, dinding tebal serta kasar dan ada tonjolan-tonjolan kecil.
Karakteristik dijumpai adanya klamidospora, bisa juga dijumpai racquet
hifa, pectine bodies dan nodular bodies.
2. M. gypseum
Makroskopis : Pertumbuhan cepat, warna kuning sampai coklat ada
jalur jalur radier.
Mikroskopis : Makrokonidia besar, bentuk bujur telur, dinding tipis
dan bergerigi kecil.
6
c. Epidermophyton
Hanya ditemukan makroonidia, ukurannya besar dan berbentuk gada.
1. E. Floccosum
Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, bergranuler warna putih
dan berjalur-jalur sentral warna kuning kehijauan.
Mikroskopis : Makrokonidia lebar-lebar seperti gada atau berbentuk
bunga, ujung bulat dinding halus dan tipis. Mikronidia tidak ada.3,5
Cara Penularan
Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung
melalui 3 cara anthropofilik (penyebaran dari manusia ke manusia), zoofilik
(penyebaran dari hewan ke manusia) dan geofilik (penyebaran dari tanah, air dan
udara ke manusia). Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut-rambut
yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang atau dari tanah. Penularan tak
langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, barang-barang atau
pakaian, debu atau air. Disamping cara penularan tersebut diatas, untuk timbulnya
kelainan-kelainan di kulit tergantung dari beberapa faktor:1,2
a. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini tergantung pada afinitas jamur itu, apakah jamur Antropofilik,
Zoofilik atau Geofilik. Selain afinitas ini masing-masing jenis jamur ini berbeda
pula satu dengan yang lain dalam afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian
dari tubuh Misalnya : Trichophyton rubrum jarang menyerang rambut,
Epidermatophyton floccosum paling sering menyerang lipat pada bagian dalam.
b. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, lebih sulit untuk terserang jamur.
c. Faktor suhu dan kelembaban
Kedua faktor ini sangat jelas berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak
pada lokalisasi atau lokal, di mana banyak keringat seperti lipat paha dan sela-sela
jari paling sering terserang penyakit jamur ini.
d. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur di mana terlihat
insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah,
penyakit ini lebih sering ditemukan dibanding golongan sosial dan ekonomi yang
lebih baik.
11
4. Tinea favosa
Kelainan di kepala dimulai dengan bintik-bintik kecil di bawah kulit yang
berwarna merah kekuningan dan berkembang menjadi krusta yang berbentuk cawan
(skutula), serta memberi bau busuk seperti bau tikus "moussy odor". Rambut di atas
skutula putus-putus dan mudah lepas dan tidak mengkilat lagi. Bila menyembuh
akan meninggalkan jaringan parut dan alopesia yang permanen. Penyebab utamanya
adalah Trikofiton schoenleini, T. violasum dan T. gipsum.
Oleh karena Tinea kapitis ini sering menyerupai penyakit-penyakit kulit
yang menyerang daerah kepala, maka penyakit ini harus dibedakan dengan
penyakit-penyakit bukan oleh jamur seperti: Psoriasis vulgaris dan Dermatitis
seboroika.
2.1.3 Tinea Korporis
(Tinea circinata=Tinea glabrosa)
Penyakit ini banyak diderita oleh orang-orang yang kurang mengerti
kebersihan dan banyak bekerja ditempat panas, yang banyak berkeringat serta
kelembaban kulit yang lebih tinggi. Predileksi biasanya terdapat dimuka, anggota
gerak atas, dada, punggung dan anggota gerak bawah.
Bentuk yang klasik dimulai dengan lesi-lesi yang bulat atau lonjong dengan
tepi yang aktif. Dengan perkembangan ke arah luar maka bercak-bercak bisa
melebar dan akhirnya dapat memberi gambaran yang polisiklis, arsiner, atau
sirsiner. Pada bagian tepi tampak aktif dengan tanda-tanda eritema, adanya papulapapula dan vesikel, sedangkan pada bagian tengah lesi relatif lebih tenang. Bila
tinea korporis ini menahun tanda-tanda aktif jadi menghilang selanjutnya hanya
meningggalkan daerah-daerah yang hiperpigmentasi saja. Kelainan-kelainan ini
dapat terjadibersama-sama dengan Tinea kruris.2-5
Penyebab utamanya adalah : T.violaseum, T.rubrum, T.metagrofites. M.
gipseum, M. kanis, M. audolini. penyakit ini sering menyerupai:
1. Pitiriasis rosea
2. Psoriasis vulgaris
12
13
14
Gambar 15 : tinea
unguium
15
dilakukan pemanasan sediaan basah dia atas api kecil sehingga berlaku penguapan.
Untuk melihat elemen jamur ditambahkan zat pewarna pada sediaan KOH, tinta
parker blue-black. Elemen jamur dapat diperhatikan di bawah mikroskop cahaya
dengan pembesaran 100x dan 400x.1,2,4
Pada sediaan kuku dan kulit dapat dilihat hifa sebagai garis sejajar terbahagi
oleh sekat lengkap dan bercabang. Terlihat juga spora berderet (artrospora).Pada
sediaan rambut terlihat spora kecil (mikrospora) dan spora besar (makrospora).
Spora yang kelihatan bisa tersusun di luar rambut (ektotriks) atau di dalam rambut
(endotriks). Kadang-kadang dapat terlihat hifa pada sediaan rambut.
Pemeriksaan dengan pembiakan
Pemeriksaan pembiakan dapat dilakukan untuk menyokong pemeriksaan
sediaan langsung dan menentukan spesies dermatofita.Pemeriksaan ini dilakukan
dengan menanam bahan klinis dalam media buatan, medium agar dekstrosa
Sabouraud.
Pada
medium
ditambahkan
antibiotic,
Kloramfenikol
untuk
faktor-faktor
lingkungan
ini
tidak
diobati,
kemungkinan
18
4. Pakaian dan handuk agar sering diganti dan dicuci bersih-bersih dengan
air panas.
b. Terapi Lokal
Infeksi pada badan dan lipat paha dan lesi-lesi superfisialis, di daerah
jenggot, telapak tangan dan kaki, biasanya dapat diobati dengan pengobatan topikal
saja.
1.
2.
3.
Lesi hiperkeratosis yang tebal, seperti pada telapak tangan atau kaki
memerlukan terapi lokal dengan obat-obatan yang mengandung bahan
keratolitik seperti asam salisilat 3-6%. Obat ini akan menyebabkan kulit
menjadi lunak dan mengelupas. Obat-obat keratolitik dapat mengadakan
sensitasi kulit sehingga perlu hati-hati kalau menggunakannya.
4.
Pengobatan infeksi jamur pada kuku, jarang atau sukar untuk mencapai
kesembuhan total. Kuku yang menebal dapat ditipiskan secara mekanis
misalnya dengan kertas amplas, untuk mengurangi keluhan-keluhan
kosmetika. Pemakaian haloprogin lokal atau larutan derivat asol bisa
menolong. Pencabutan kuku jari kaki dengan operasi, bersamaan dengan
terapi griseofulvin sistemik, merupakan satu-satunya pengobatan yang
bisa diandalkan terhadap onikomikosis jari kaki.
c. Terapi Sistemik
Pengobatan
sistemik
pada
umumnya
mempergunakan
griseofulvin.
Griseofulvin adalah suatu antibiotika fungisidal yang dibuat dari biakan spesies
19
penyakitnya
disamping
faktor-faktor
yang
memperberat
atau
ketiak, sela paha, lengan, tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala yang
berambut.1,2
Pertumbuhannya pada kulit (stratum korneum) berupa kelompok sel-sel
bulat, bertunas, berdinding tebal dan memiliki hifa yang berbatang pendek dan
bengkok, biasanya tidak menyebabkan tanda-tanda patologik selain sisik halus
sampai kasar. Bentuk lesi tidak teratur, berbatas tegas sampai difus dan ukuran lesi
dapat milier,lentikuler, numuler sampai plakat.
Ada dua bentuk yang sering dijumpai :
Bentuk makuler : Berupa bercak-bercak yang agak lebar, dengan skuama
halus diatasnya dan tepi tidak meninggi.
Bentuk folikuler : Seperti tetesan air, sering timbul disekitar rambut
Epidemiologi
Penyakit ini ditemukan diseluruh dunia (kosmopolit) terutama di daerah
beriklim panas. Di Indonesia frekuensinya tinggi. Penularan panu terjadi bila ada
kontak dengan jamur penyebab oleh karena itu kebersihan pribadi sangat penting.
Patogenesis
Mallasezia furfur, merupakan organisme saprofit pada kulit normal.
Organisme ini merupakan "lipid dependent yeast" fase spora dan miselium. Faktor
predisposisi menjadi patogen dapat secara endogen (defisiensi imun) dan eksogen
(faktor suhu, kelembaban udara, keringat dan matahari).1,2
Gambaran Klinis
Timbul bercak putih atau kecoklatan yang kadang-kadang gatal bila
berkeringat. Bisa pula tanpa keluhan gatal sama sekali, tetapi penderita mengeluh
karena malu oleh adanya bercak tersebut. Pada orang kulit berwarna, lesi yang
terjadi tampak sebagai bercak hipopigmentasi, tetapi pada orang yang berkulit pucat
maka lesi bisa berwarna kecoklatan ataupun kemerahan. Di atas lesi terdapat sisik
halus.
21
Folikulitis merupakan bentuk klinis yang lebih berat, Malasezia furfur dapat
tumbuh dalam jumlah banyak pada folikel rambut dan kelenjar sebasea. Pada
pemeriksaan histologis organisme tersebut terlihat di lubang folikel bagian
infudibulum saluran sebasea dan sering disekitar dermis. Folikel berdilatasi akibat
sumbatan dan terdiri dari debris keratin.5,6
Secara klinis lesi terlihat eritem, papula folikular atau pustula dengan ukuran
2-4 mm, distribusinya dipunggung, dada kadang-kadang dibahu, dengan leher dan
rusuk. Bentuknya yang lebih berat disebut Acneifonn folliculitis.
Malasezia furfur dapat membentuk koloni pada kelenjar lakrimalis,
menyebabkan pembengkakan dan obstruksi (Dakriosis Obstruktif). Pada beberapa
kasus terbentuk dakriolit, terjadi inflamasi dan mengganggu produksi air mata.1-3
Diagnosis
Selain ditegakkan dari gambaran klinis, diagnosa pitiriasis versikolor harus
dibantu dengan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:1,2
1) Pemeriksaan langsung dengan KOH 10%.
Bahan-bahan kerokan kulit di ambil dengan cara mengerok bagian kulit
yang mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan dengan kapas alkohol 70%, lalu
22
selama 10-15 menit kemudian dicuci. Pengobatan dilakukan 2-3 kali per minggu
selama 2-4 minggu.1,2
Obat topikal lain adalah selenium sulfida 1,8% dalam bentuk sampo yang
juga dipakai seluruh badan, sebelum tidur dan segera dicuci pada pagi harinya.
Pemakaian 1-2 kali per minggu selama 2-4 minggu. Cara lain dengan
menggunakannya setelah mandi selama 15-30 menit dan kemudian dibilas. Dapat
pula digunakan solusio sodium tiosulfas 20%. Sampo selenium sulfid dan sodium
tiosulfas 20% menyebabkan bau kurang sedap serta kadan bersifat iritatif sehingga
sering menyebabkan pasien kurang taat dalam mengobati.1,6
Pengobatan sistemik menggunakan ketokonazol atau itrakonazol juga sangat
efektif untuk PV. Dosis untuk ketokonazol bervariasi antara 200mg/hari selama 710 hari atau dosis tunggal 400 mg. Itrakonazol disarankan untuk kasus kambuhan
atau tidak responsif dengan cara pengobatan lain, dengan dosis 200 mg/hari selama
5-7 hari. Kesembuhan umumnya masih dengan gejala sisa hipopigmentasi yang
menghilang
perlahan
sehingga
pemeriksaan
mikroskop
KOH
membantu
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda. A, Hamzah. M, Aisah. S. 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
kelima: Balai Penerbit, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Hal.89105
2. Kartowigno, Soenarto. 2011. 10 Besar Kelompok Penyakit Kulit. Unsri Press.
Palembang. Hal: 41-63
3. Rippon. 1988. Medical Mycology, The Pathogenic fungi and The Pathogenic
Actinomycetes. W.B. Saunders Company. Philadelphia
4. Bramono, Suyoso dkk. 2013. Dermatomikosis Superfisialis. Edisi kedua. Badan
Penerbit FKUI. Jakarta. Hal. 9-23, 50-69,154
5. Siregar, R.S. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
6. Wolff, Lowell et all. 2008. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine Seventh
Edition Vol. 2. P: 1807-1830. Mc Graw-Hills
7. Wolff, Johnson. 2006. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis Of Clinical Dermatology.
Section 23. Cutaneus Fungal Infection. Mc Graw-Hills.
25