Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit dermatomikosis superfisialis sampai saat ini masih menjadi salah satu
masalah kesehatan khususnya di Indonesia. Hal tersebut terutama disebabkan karena
perjalanan penyakitnya yang sering rekuren, durasi pengobatan yang cenderung lama,
didukung oleh iklim tropis Indonesia yang merupakan faktor predisposisi yang sangat
berpengaruh untuk timbulnya penyakit-penyakit dermatomikosis superfisialis.1-3
Hingga saat ini infeksi jamur superfisial masih umum ditemukan diseluruh dunia
dan insidensnya terus meningkat. Dermatomikosis ini diperkirakan mengenai sekitar 2025% populasi dunia dan merupakan salah satu bentuk infeksi yang paling sering pada
manusia. Etiologi tersering kasus mikosis superfisialis adalah golongan dermatofita
(dermatofitosis), tetapi juga disebabkan oleh candida spp.(kandidiasis/kandidosis) dan
malasezia furfur (pitriasis versikolor).2,4
Infeksi jamur pada kulit dapat disebabkan oleh berbagai jenis jamur, yaitu jamur
superfisial, deep mycosis/ subkutan seperti misetoma, kromomikosis, sporotrikosis, dan
jamur-jamur sistemik yang menginvasi kulit seperti kriptokosis, histolamosis, dan lain-lain.
Mikosis kutan disebabkan oleh jamur yang hanya menginvasi jaringan superfisialis yang
terkeratinisasi (kulit, rambut dan kuku) dan tidak ke jaringan yang lebih dalam. Bentuk
yang paling penting adalah dermatofita, suatu kelompok jamur serumpun yang
diklasifikasikan menjadi 3 genus Epidermophyton, Microsporum danTrychopyton. Ada dua
golongan jamur yang menyebabkan mikosis superfisialis yaitu nondermatofita dan
dermatofita1,2

BAB II
1

PEMBAHASAN
2.1 Dermatomikosis
Dermatomikosis adalah penyakit yang disebabkan infeksi jamur.1 Dermatomikosis
mempunyai arti umum, yaitu semua penyakit jamur yang menyerang kulit. Faktor yang
mempengaruhi dermatomikosis adalah udara yang lembab, lingkungan yang padat, sosial
ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik,
penggunaan obat antibiotik, steroid, sitostatika yang tidak terkendali. Dermatomikosis
terdiri dari dermatomikosis superfisialis, intermedia dan profunda.2,4
Macam macam dermatomikosis superfisialis adalah :
2.1.1. Dermatofitosis
Definisi
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk
(keratin) misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang
disebabkan oleh golongan jamur dermatofita.1
Jamur golongan dermatofitosis terdiri dari 3 genus yaitu Microsporum,
Trichophyton, dan Epidermophyton. Microsporum menyerang rambut dan kulit.
Trichophyton menyerang rambut, kulit dan kuku. Epidermophyton menyerang kulit
dan jarang pada kuku. Golongan dermatofita bersifat mencerna keratin, dermatofita
termasuk kelas fungi imperfecti. Gambaran klinis dermatofita menyebabkan
beberapa bentuk klinis yang khas, satu jenis dermatofita menghasilkan klinis yang
berbeda tergantung lokasi anatominya.1,2,4
Epidemiologi
Dermatofita adalah tergolong jamur contagious. Berspora dan memiliki hifa
sepanjang sel kulit dan rambut yang mati, merupakan serpihan dari orang yang
terinfeksi, membuat infeksi berulang menjadi sering. Infeksi sub-kutaneus yang
jarang yang disebabkan jamur ini dapat terjadi pada pasien AIDS. Dermatofita yang

menginfeksi manusia diklasifikasikan berdasarkan habitat mereka antara lain


sebagai berikut:
a. Antrophophilic dermatophyta sering dikaitkan dengan manusia dan
ditransmisikan baik melalui kontak langsung atau melalui muntahan yang
terkontaminasi
b. Zoophilic dermatophyta sering dikaitkan dengan hewan-hewan, jamur ini
ditransmisikan kepada manusia baik melalui kontak langsung dengan hewan
tersebut misalnya hewan peliharaan dan melalui produksi hewan tersebut
seperti wool.
c. Geophilic dermatophyta addalah jamur tanah yang ditransmisikan kepada
manusia melalui paparan langsung ke tanah atau ke hewan yag berdebu
Etiologi
Dermatofitosis disebabkan oleh jamur golongan dermatofita yang teridiri
dari tiga genus, yaitu genus Microsporum, Trichophyton, dan Epidermofiton. Dari
41 spesies dermatofita yang sudah dikenal hanya 23 spesies yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang, yang terdiri dari 15 spesies
Trichophyton, 7 spesies Microsporum dan satu spesies Epidermofiton. Selain sifat
keratinofilik, setiap spesies dermatofita mempunyai afinitas terhadap hospes
tertentu. Dermatofita yang zoofilik terutama menyerang binatang, dan kadangkadang menyerang manusia, misalnya Microsporum canis dan Trichophyton
verrucosum. Dermatofita yang geofilik adalah jamur yang hidup di tanah dan dapat
menimbulkan radang yang moderat pada manusia, misalnya Microsporum
gypseum.1,4
Umumnya gejala-gejala klinik yang timbulkan oleh golongan zoofilik dan
golongan geofilik pada manusia bersifat akut dan sedang serta lebih mudah sembuh.
Dermatofita yang antropofilik terutama menyerang manusia karena memilih
manusia sebagai hospes tetapnya. Golongan jamur ini dapat menyebabkan
3

perjalanan penyakit menjadi menahun dan residif karena reaksi penolakan tubuh
yang sangat ringan. Contoh jamur yang antropofilik ialah Microsporum audouinii
dan Trichophyton rubrum.5
a. Trichophyton
Mikokonidia banyak, tumbuh bergerombol atau satu-satu sepanjang hifa.
Sedangkan makrokonidia jarang atau tidak dibentuk sama sekali.
1. T. mentagrophytes
Makroskopis : Membentuk 2 jenis koloni. Koloni Cottony berwarna
putih seperti wol. Koloni powder seperti serbuk warna merah anggur.
Mikroskopis : Mikrokonidia sangat banyak berkelompok berbentuk bulat/
menyerupai sekelompok buah anggur pada cabang-cabang terminalnya dan
banyak terdapat hifa yang menyerupai spiral.3,5

Gambar 1 : Morfologi mikroskopis Trichophyton

Gambar 2 : Kultur Tripchophyton mentagrophytes

mentagrophytes

2. T. rubrum
Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, koloni berbentuk kapas.
Warna depan putih sampai merah muda dan dasar koloni warna merah.
Mikroskopis : Mikrokonidia banyak, berkelompok atau satu-satu sepanjang
hifa.

Gambar 3 : Morfologi mikroskopis


Trichophyton rubrum

Gambar 4: Kultur Trichophyton rubrum

3. T. verrucosum
Makroskopis : Pertumbuhan sangat lambat, bentuk verrucous warna abuabu.
Mikroskopis : Makrokonidia dan mikrokonidia jarang

Gambar 5: Morfologi mikroskopis


T. verrucosum.

Gambar 6 : Kultur Trichophyton verrucosum

b. Microsporum
Makrokonidia adalah spora yang paling banyak ditemukan dan terbentuk
pada ujung-ujung hifa, sedangkan mikrokonidia sedikit.
1. M. canis
Makroskopis : Pertumbuhan koloni cepat, permukaan halus sampai
bergranuler. Warna depan coklat muda, sedangkan dasar koloni merah
coklat.
Mikroskopis : Makrokonidia banyak dijumpai. Ukurannya besar,
ujung rucing, dinding tebal serta kasar dan ada tonjolan-tonjolan kecil.
Karakteristik dijumpai adanya klamidospora, bisa juga dijumpai racquet
hifa, pectine bodies dan nodular bodies.

Gambar 7 : Morfologi mikroskopis zoophilic

Gambar 8: Kultur Microsporum canis

dermatophyte Microsporum canis

2. M. gypseum
Makroskopis : Pertumbuhan cepat, warna kuning sampai coklat ada
jalur jalur radier.
Mikroskopis : Makrokonidia besar, bentuk bujur telur, dinding tipis
dan bergerigi kecil.
6

Gambar 9 : Morfologi mikroskopis


Microsporum gypseum

Gambar 10: Kultur Microsporum gypseum

c. Epidermophyton
Hanya ditemukan makroonidia, ukurannya besar dan berbentuk gada.
1. E. Floccosum
Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, bergranuler warna putih
dan berjalur-jalur sentral warna kuning kehijauan.
Mikroskopis : Makrokonidia lebar-lebar seperti gada atau berbentuk
bunga, ujung bulat dinding halus dan tipis. Mikronidia tidak ada.3,5

Gambar 11 : Morfologi mikroskopis


Epidermophyton floccosum

Gambar 12 : Kultur Epidermophyton floccosum

Cara Penularan
Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung
melalui 3 cara anthropofilik (penyebaran dari manusia ke manusia), zoofilik
(penyebaran dari hewan ke manusia) dan geofilik (penyebaran dari tanah, air dan
udara ke manusia). Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut-rambut
yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang atau dari tanah. Penularan tak
langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, barang-barang atau
pakaian, debu atau air. Disamping cara penularan tersebut diatas, untuk timbulnya
kelainan-kelainan di kulit tergantung dari beberapa faktor:1,2
a. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini tergantung pada afinitas jamur itu, apakah jamur Antropofilik,
Zoofilik atau Geofilik. Selain afinitas ini masing-masing jenis jamur ini berbeda
pula satu dengan yang lain dalam afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian
dari tubuh Misalnya : Trichophyton rubrum jarang menyerang rambut,
Epidermatophyton floccosum paling sering menyerang lipat pada bagian dalam.
b. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, lebih sulit untuk terserang jamur.
c. Faktor suhu dan kelembaban
Kedua faktor ini sangat jelas berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak
pada lokalisasi atau lokal, di mana banyak keringat seperti lipat paha dan sela-sela
jari paling sering terserang penyakit jamur ini.
d. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur di mana terlihat
insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah,

penyakit ini lebih sering ditemukan dibanding golongan sosial dan ekonomi yang
lebih baik.

e. Faktor umur dan jenis kelamin


Penyakit Tinea kapitis lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan
orang dewasa, dan pada wanita lebih sering ditemukan infeksi jamur di sela-sela jari
dibanding pria dan hal ini banyak berhubungan dengan pekerjaan. Di samping
faktor-faktor tadi masih ada faktor-faktor lain seperti faktor perlindungan tubuh
(topi, sepatu dan sebagainya), serta pemakaian pakaian yang serba nilon, dapat
mempermudah penyakit jamur ini.
Lokasi
Secara etiologis dermatofitosis disebabkan oleh tiga genus dan penyakit
yang ditimbulkan sesuai dengan penyebabnya. Diagnosis etiologi ini sangat sukar
oleh karena harus menunggu hasil biakan jamur dan ini memerlukan waktu yang
agak lama dan tidak praktis. Disamping itu sering satu gambaran klinik dapat
disebabkan oleh beberapa jenis spesies jamur, dan kadang-kadang satu gambaran
klinis dapat disebabkan oleh beberapa spesies dermatofita sesuai dengan lokalisasi
tubuh yang diserang.
Istilah Tinea dipakai untuk semua infeksi oleh dermatofita dengan dibubuhi
tempat bagian tubuh yang terkena infeksi, sehingga diperoleh pembagian
dermatofitosis sebagai berikut:1,2,5
1. Tinea kapitis : bila menyerang kulit kepala clan rambut
2. Tinea korporis : bila menyerang kulit tubuh yang berambut (globrous skin).
3. Tinea kruris : bila menyerang kulit lipat paha, perineum, sekitar anus dapat
meluas sampai ke daerah gluteus, perot bagian bawah dan ketiak
atau aksila
4. Tinea manus dan tinea pedis : Bila menyerang daerah kaki dan tangan, terutama
telapak tangan dan kaki serta sela-sela jari.
9

5. Tinea Unguium : bila menyerang kuku


6. Tinea Barbae : bila menyerang daerah dagu, jenggot, jambang dan kumis.
b7. Tinea Imbrikata : bila menyerang seluruh tubuh dengan memberi gambaran
klinik yang khas.
Gejala Klinik
Umumnya dermatofitosis pada kulit memberikan morfologi yang khas yaitu
bercak-bercak yang berbatas tegas disertai efloresensi-efloresensi yang lain,
sehingga memberikan kelainan-kelainan yang polimorf, dengan bagian tepi yang
aktif serta berbatas tegas sedang bagian tengah tampak tenang .
Gejala objektif ini selalu disertai dengan perasaan gatal, bila kulit yang gatal
ini digaruk maka papula-papula atau vesikel-vesikel akan pecah sehingga
menimbulkan daerah yang erosit dan bila mengering jadi krusta dan skuama.
Kadang-kadang bentuknya menyerupai dermatitis (ekzema marginatum), tetapi
kadang-kadang hanya berupa makula yang berpigmentasi saja (Tinea korporis) dan
bila ada infeksi sekunder menyerupai gejala-gejala pioderma (impetigenisasi).

2.1.2 Tinea Kapitis


(Scalp ring worm ;Tinea Tonsurans)
Biasanya penyakit ini banyak menyerang anak-anak dan sering ditularkan
melalui binatang- binatang peliharaan seperti kucing, anjing dan sebagainya.
Berdasarkan bentuk yangkhas Tinea Kapitis dibagi dalam 4 bentuk :1,2,5
1. Gray pacth ring worm
Penyakit ini dimulai dengan papula merah kecil yang melebar ke sekitarnya
dan membentuk bercak yang berwarna pucat dan bersisik. Warna rambut jadi abuabu dan tidak mengkilat lagi, serta mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga
menimbulkan alopesia setempat.
Dengan pemeriksaan sinar wood tampak flouresensi kekuning-kuningan
pada rambut yang sakit melalui batas "Grey pacth" tersebut. Jenis ini biasanya
disebabkan spesies Microsporum dan Trichophyton.
10

Gambar 13 : gray pacth ring worm

2. Black dot ring worm


Terutama disebabkan oleh T. tonsurans, T. violaseum, mentagrofites. infeksi
jamur terjadi di dalam rambut (endotrik) atau luar rambut (ektotrik) yang
menyebabkan rambut putus tepat pada permukaan kulit kepala. Ujung rambut
tampak sebagai titik-titik hitam diatas permukaan ulit, yang berwarna kelabu
sehingga tarnpak sebagai gambaran back dot". Biasanya bentuk ini terdapat pada
orang dewasa dan lebih sering pada wanita. Rambut sekitar lesi juga jadi tidak
bercahaya lagi disebabkan kemungkinan sudah terkena infeksi penyebab utama
adalah T. tonsusurans dan T.violaseum.
3. Kerion
Bentuk ini adalah yang serius, karena disertai dengan radang yang hebat
yang bersifat lokal, sehingga pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil yang
berkelompok dan kadang-kadang ditutupi sisik-sisik tebal. Rambut di daerah ini
putus-putus dan mudah dicabut. Bila kerion ini pecah akan meninggalkan suatu
daerah yang botak permanen oleh karena terjadi sikatrik. Bentuk ini terutama
disebabkan oleh Mikosporon kanis, M. gipseum , T.tonsurans dan T. Violaseum.

11

4. Tinea favosa
Kelainan di kepala dimulai dengan bintik-bintik kecil di bawah kulit yang
berwarna merah kekuningan dan berkembang menjadi krusta yang berbentuk cawan
(skutula), serta memberi bau busuk seperti bau tikus "moussy odor". Rambut di atas
skutula putus-putus dan mudah lepas dan tidak mengkilat lagi. Bila menyembuh
akan meninggalkan jaringan parut dan alopesia yang permanen. Penyebab utamanya
adalah Trikofiton schoenleini, T. violasum dan T. gipsum.
Oleh karena Tinea kapitis ini sering menyerupai penyakit-penyakit kulit
yang menyerang daerah kepala, maka penyakit ini harus dibedakan dengan
penyakit-penyakit bukan oleh jamur seperti: Psoriasis vulgaris dan Dermatitis
seboroika.
2.1.3 Tinea Korporis
(Tinea circinata=Tinea glabrosa)
Penyakit ini banyak diderita oleh orang-orang yang kurang mengerti
kebersihan dan banyak bekerja ditempat panas, yang banyak berkeringat serta
kelembaban kulit yang lebih tinggi. Predileksi biasanya terdapat dimuka, anggota
gerak atas, dada, punggung dan anggota gerak bawah.
Bentuk yang klasik dimulai dengan lesi-lesi yang bulat atau lonjong dengan
tepi yang aktif. Dengan perkembangan ke arah luar maka bercak-bercak bisa
melebar dan akhirnya dapat memberi gambaran yang polisiklis, arsiner, atau
sirsiner. Pada bagian tepi tampak aktif dengan tanda-tanda eritema, adanya papulapapula dan vesikel, sedangkan pada bagian tengah lesi relatif lebih tenang. Bila
tinea korporis ini menahun tanda-tanda aktif jadi menghilang selanjutnya hanya
meningggalkan daerah-daerah yang hiperpigmentasi saja. Kelainan-kelainan ini
dapat terjadibersama-sama dengan Tinea kruris.2-5
Penyebab utamanya adalah : T.violaseum, T.rubrum, T.metagrofites. M.
gipseum, M. kanis, M. audolini. penyakit ini sering menyerupai:
1. Pitiriasis rosea
2. Psoriasis vulgaris
12

3. Morbus hansen tipe tuberkuloid


4. Lues stadium II bentuk makulo-papular.
2.1.4 Tinea Kruris
(Eczema marginatum."Dhobi itch", "Jockey itch")
Penyakit ini memberikan keluhan perasaan gatal yang menahun, bertambah
hebat bila disertai dengan keluarnya keringat. Kelainan yang timbul dapat bersifat
akut atau menahun. Kelainan yang akut memberikan gambaran yang berupa makula
yang eritematous dengan erosi dan kadang-kadang terjadi ekskoriasis. Pinggir
kelainan kulit tampak tegas dan aktif.1,2,5
Apabila kelainan menjadi menahun maka efloresensi yang nampak hanya
makula yang hiperpigmentasi disertai skuamasi dan likenifikasi. Gambaran yang
khas adalah lokalisasi kelainan, yakni daerah lipat paha sebelah dalam, daerah
perineum dan sekitar anus. Kadang-kadang dapat meluas sampai ke gluteus, perot
bagian bawah dan bahkan dapat sampai ke aksila.
Penyebab utama adalah Epidermofiton flokkosum, T. rubrum dan T.
mentografites.
Diagnosa Banding:
1. Kandidiasis inguinalis
2. Eritrasma
3. Psoriasis vulgaris
4. Pitiriasis rosea
gambar 14:
tinea kruris

13

2.1.5 Tinea Manus Dan Tinea Pedis


Tinea pedis disebut juga Athlete's foot = "Ring worm of the foot". Penyakit
ini sering menyerang orang-orang dewasa yang banyak bekerja di tempat basah
seperti tukang cuci, pekerja-pekerja di sawah atau orang-orang yang setiap hari
harus memakai sepatu yang tertutup seperti anggota tentara. Keluhan subjektif
bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampai rasa gatal yang hebat dan nyeri bila ada
infeksi sekunder.1,5
Ada 3 bentuk Tinea pedis:
1. Bentuk intertriginosa
Keluhan yang tampak berupa maserasi, skuamasi serta erosi, di
celah-celah jari terutama jari IV dan jari V. Hal ini terjadi disebabkan
kelembaban di celah-ceIah jari tersebut membuat jamur-jamur hidup lebih
subur. Bila menahun dapat terjadi fisura yang nyeri bila kena sentuh. Bila
terjadi infeksi dapat menimbulkan selulitis atau erisipelas disertai gejalagejala umum.
2. Bentuk hiperkeratosis
Terjadi penebalan kulit disertai sisik terutama ditelapak kaki, tepi
kaki dan punggung kaki. Bila hiperkeratosisnya hebat dapat terjadi fisurafisura yang dalam pada bagian lateral telapak kaki.
3. Bentuk vesikuler subakut
Kelainan-kelainan yang timbul di mulai pada daerah sekitar antar
jari, kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki. Tampak ada
vesikel dan bula yang terletak agak dalam di bawah kulit, diserta perasaan
gatal yang hebat. Bila vesikel-vesikel ini memecah akan meninggalkan
skuama melingkar yang disebut Collorette. Bila terjadi infeksi akan
memperhebat dan memperberat keadaan sehingga dapat terjadi erisipelas.
Semua bentuk yang terdapat pada Tinea pedis, dapat terjadi pada Tinea

14

manus, yaitu dermatofitosis yang menyerang tangan. Penyebab utamanya


ialah : T .rubrum, T .mentagrofites, dan Epidermofiton flokosum.
Tinea manus dan Tinea pedis harus dibedakan dengan:
1. Dermatitis kontak akut alergis
2. Skabiasis
3. Psoriasispustulosa
2.1.6 Tinea Unguium
(Onikomikosis = ring worm of the nails)
Penyakit ini dapat dibedakan dalam 3 bentuk tergantung jamur penyebab
dan permulaan dari dekstruksi kuku. Subinguinal proksimal bila dimulai dari
pangkal kuku, Subinguinal distal bila di mulai dari tepi ujung dan Leukonikia
trikofita bila di mulai dari bawah kuku. Permukaan kuku tampak suram tidak
mengkilat lagi, rapuh dan disertai oleh subungual hiperkeratosis. Dibawah kuku
tampak adanya detritus yang banyak mengandung elemen jamur.1,4,5
Onikomikosis ini merupakan penyakit jamur yang kronik sekali, penderita
minta pertolongan dokter setelah menderita penyakit ini setelah beberapa lama,
karena penyakit ini tidak memberikan keluhan subjektif, tidak gatal, dan tidak sakit.
Kadang-kadang penderita baru datang berobat setelah seluruh kukunya sudah
terkena penyakit.
Penyebab utama adalah : T. rubrum, T. mentagrophytes
Diagnosis banding:
1. Kandidiasis kuku
2. Psoriasis yang menyerang kuku
3. Akrodermatitis persisten

Gambar 15 : tinea
unguium

15

2.1.7 Tinea Barbae


Penderita Tinea barbae ini biasanya mengeluh rasa gatal di daerah jenggot,
jambang dan kumis, disertai rambut-rambut di daerah itu menjadi putus. Ada 2
bentuk yaitu superfisialis dan kerion.1,2,5
1) Superfisialis
Kelainan-kelainan berupa gejala eritem, papel dan skuama yang mula-mula
kecil selanjutnya meluas ke arah luar dan memberi gambaran polisiklik, dengan
bagian tepi yang aktif. Biasanya gambaran seperti ini menyerupai tinea korporis.
2) Kerion
Bentuk ini membentuk lesi-lesi yang eritematous dengan ditutupi krusta atau
abses kecil dengan permukaan membasah oleh karena erosi.
Tinea barbae ini didiagnosa banding dengan :
a. Sikosis barbae (folikulitis oleh karena piokokus)
b. Karbunkel
c. Mikosis dalam

Gambar 16 : Tinea Barbae

2.1.8 Tinea Imbrikata


Penyakit ini adalah bentuk yang khas dari Tinea korporis yang disebabkan
oleh Trikofiton konsentrikum. Gambaran klinik berupa makula yang eritematous
dengan skuama yang melingkar.
16

Apabila diraba terasa jelas skuamanya menghadap ke dalam. Pada umumnya


pada bagian tengah dari lesi tidak menunjukkan daerah yang lebih tenang, tetapi
seluruh makula ditutupi oleh skuama yang melingkar. Penyakit ini sering
menyerang seluruh permukaan tubuh sehingga menyerupai :
1. Eritrodemia
2. Pempigus foliaseus
3. Iktiosis yang sudah menahun
Diagnosis
Pemeriksaan mikologik dapat membantu dalam menegakan diagnosis.
Pemeriksaan dalam menentukan diagnosis infeksi dermatofitosis terdiri dari
pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan.
Pemeriksaan langsung
Pengambilan specimen dimulakan dengan membersihkan lokasi lesi dengan
alcohol/spiritus 70%. Untuk pengambilan specimen pada kulit tidak berambut (kulit
glabrosa) pengerokan dilakukan dari bagian tepi lesi sampai ke bagian sedikit di
luar kelainan sisik kulit menggunakan skapel tumpul steril. Untuk pengambilan
spesimen di kulit berambut, rambut pada kulit yang mengalami kelainan dicabut dan
kulit di bagian itu dikerok untuk mengumpulkan sisik kulit dan pus. Dalam
pengambilan specimen di kuku, spesimen diambil dari permukaan kuku yang sakit
dan dipotong sedalam-dalamnya sehingga mengenai seluruh tebal kuku dan bahan
di bawah kuku diambil.1,2,4
Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis dimulai dengan penyediaan slide, bahan diletakan
di atas gelas alas kemudian di tambah 1-2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan
KOH untuk sediaan rambut adalah 10%, untuk kulit 20% dan untuk kuku 30%.
Setelah sediaan dicampurkan dengan larutan KOH, sediaan ditunggu 15-20 menit
untuk melarutkan jaringan. Untuk mempercepatkan proses pelarutan dapat
17

dilakukan pemanasan sediaan basah dia atas api kecil sehingga berlaku penguapan.
Untuk melihat elemen jamur ditambahkan zat pewarna pada sediaan KOH, tinta
parker blue-black. Elemen jamur dapat diperhatikan di bawah mikroskop cahaya
dengan pembesaran 100x dan 400x.1,2,4
Pada sediaan kuku dan kulit dapat dilihat hifa sebagai garis sejajar terbahagi
oleh sekat lengkap dan bercabang. Terlihat juga spora berderet (artrospora).Pada
sediaan rambut terlihat spora kecil (mikrospora) dan spora besar (makrospora).
Spora yang kelihatan bisa tersusun di luar rambut (ektotriks) atau di dalam rambut
(endotriks). Kadang-kadang dapat terlihat hifa pada sediaan rambut.
Pemeriksaan dengan pembiakan
Pemeriksaan pembiakan dapat dilakukan untuk menyokong pemeriksaan
sediaan langsung dan menentukan spesies dermatofita.Pemeriksaan ini dilakukan
dengan menanam bahan klinis dalam media buatan, medium agar dekstrosa
Sabouraud.

Pada

medium

ditambahkan

antibiotic,

Kloramfenikol

untuk

menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan.1,4


2.1.9 Pengobatan
a. Pencegahan :
1. Perkembangan infeksi jamur diperberat oleh panas, basah dan maserasi.
Jika

faktor-faktor

lingkungan

ini

tidak

diobati,

kemungkinan

penyembuhan akan lambat. Daerah intertrigo atau daerah antara jari-jari


sesudah mandi harus dikeringkan betul dan diberi bedak pengering atau
bedak anti jamur.
2. Alas kaki harus pas betul dan tidak terlalu ketat.
3. Pasien dengan hiperhidrosis dianjurkan agar memakai kaos dari bahan
katun yang menyerap keringat, jangan memakai bahan yang terbuat dari
wool atau bahan sintetis.

18

4. Pakaian dan handuk agar sering diganti dan dicuci bersih-bersih dengan
air panas.
b. Terapi Lokal
Infeksi pada badan dan lipat paha dan lesi-lesi superfisialis, di daerah
jenggot, telapak tangan dan kaki, biasanya dapat diobati dengan pengobatan topikal
saja.
1.

Lesi-lesi yang meradang akut dengan vesikula dan eksudat harus


dirawat dengan kompres basah secara terbuka, dengan berselang-selang
atau terus menerus. Vesikel harus dikempeskan tetapi kulitnya harus
tetap utuh.

2.

Toksilat, haloprogin, tolnaftate dan derivat imidazol seperti mikonasol,


ekonasol, bifonasol, kotrimasol dalam bentuk larutan atau krem dengan
konsentrasi 1-2% dioleskan 2 x sehari akan menghasilkan penyembuhan
dalam waktu 1-3 minggu.

3.

Lesi hiperkeratosis yang tebal, seperti pada telapak tangan atau kaki
memerlukan terapi lokal dengan obat-obatan yang mengandung bahan
keratolitik seperti asam salisilat 3-6%. Obat ini akan menyebabkan kulit
menjadi lunak dan mengelupas. Obat-obat keratolitik dapat mengadakan
sensitasi kulit sehingga perlu hati-hati kalau menggunakannya.

4.

Pengobatan infeksi jamur pada kuku, jarang atau sukar untuk mencapai
kesembuhan total. Kuku yang menebal dapat ditipiskan secara mekanis
misalnya dengan kertas amplas, untuk mengurangi keluhan-keluhan
kosmetika. Pemakaian haloprogin lokal atau larutan derivat asol bisa
menolong. Pencabutan kuku jari kaki dengan operasi, bersamaan dengan
terapi griseofulvin sistemik, merupakan satu-satunya pengobatan yang
bisa diandalkan terhadap onikomikosis jari kaki.

c. Terapi Sistemik
Pengobatan

sistemik

pada

umumnya

mempergunakan

griseofulvin.

Griseofulvin adalah suatu antibiotika fungisidal yang dibuat dari biakan spesies
19

penisillium. Obat ini sangat manjur terhadap segala jamur dermatofitosis.


Griseofulvin diserap lebih cepat oleh saluran pencernaan apabila diberi bersamasama dengan makanan yang banyak mengandung lemak, tetapi absorpsi total
setelah 24 jam tetap dan tidak dipengaruhi apakah griseofulvin diminum bersamaan
waktu makan atau diantara waktu makan.1,4
Dosis rata-rata orang dewasa 500 mg per hari. Pemberian pengobatan
dilakukan 4 x sehari, 2 x sehari atau sekali sehari. Untuk anak-anak dianjurkan 5 mg
per kg berat badan dan lamanya pemberian adalah 10 hari. Salep ketokonasol dapat
diberikan 2 x sehari dalam waktu 14 hari.1,4
2.1.10 Prognosis
Perkembangan penyakit dermatofitosis dipengaruhi oleh bentuk klinik dan
penyebab

penyakitnya

disamping

faktor-faktor

yang

memperberat

atau

memperingan penyakit. Apabila faktor-faktor yang memperberat penyakit dapat


dihilangkan, umumnya penyakit ini dapat hilang sempurna.6

2.2 Non Dermatofitosis


Infeksi non-dermatofitosis pada kulit biasanya terjadi pada kulit yang paling luar.
Hal ini disebabkan jenis jamur ini tidak dapat mengeluarkan zat yang dapat mencerna
keratin kulit dan tetap hanya menyerang lapisan kulit yang paling luar. Yang masuk ke
dalam golongan ini adalah Pityriasis versicolor (PV) / Tinea versicolor.1
2.2.1 Pityriasis Versicolor/Tinea Versicolor
Definisi
Tinea versikolor/Pityriasis versikolor adalah infeksi ringan yang sering
terjadi disebabkan oleh Malasezia furfur. Penyakit jamur kulit ini adalah penyakit
yang kronik dan asimtomatik ditandai oleh bercak putih sampai coklat yang
bersisik. Kelainan ini umumnya menyerang badan dan kadang- kadang terlihat di
20

ketiak, sela paha, lengan, tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala yang
berambut.1,2
Pertumbuhannya pada kulit (stratum korneum) berupa kelompok sel-sel
bulat, bertunas, berdinding tebal dan memiliki hifa yang berbatang pendek dan
bengkok, biasanya tidak menyebabkan tanda-tanda patologik selain sisik halus
sampai kasar. Bentuk lesi tidak teratur, berbatas tegas sampai difus dan ukuran lesi
dapat milier,lentikuler, numuler sampai plakat.
Ada dua bentuk yang sering dijumpai :
Bentuk makuler : Berupa bercak-bercak yang agak lebar, dengan skuama
halus diatasnya dan tepi tidak meninggi.
Bentuk folikuler : Seperti tetesan air, sering timbul disekitar rambut
Epidemiologi
Penyakit ini ditemukan diseluruh dunia (kosmopolit) terutama di daerah
beriklim panas. Di Indonesia frekuensinya tinggi. Penularan panu terjadi bila ada
kontak dengan jamur penyebab oleh karena itu kebersihan pribadi sangat penting.
Patogenesis
Mallasezia furfur, merupakan organisme saprofit pada kulit normal.
Organisme ini merupakan "lipid dependent yeast" fase spora dan miselium. Faktor
predisposisi menjadi patogen dapat secara endogen (defisiensi imun) dan eksogen
(faktor suhu, kelembaban udara, keringat dan matahari).1,2
Gambaran Klinis
Timbul bercak putih atau kecoklatan yang kadang-kadang gatal bila
berkeringat. Bisa pula tanpa keluhan gatal sama sekali, tetapi penderita mengeluh
karena malu oleh adanya bercak tersebut. Pada orang kulit berwarna, lesi yang
terjadi tampak sebagai bercak hipopigmentasi, tetapi pada orang yang berkulit pucat
maka lesi bisa berwarna kecoklatan ataupun kemerahan. Di atas lesi terdapat sisik
halus.

21

Folikulitis merupakan bentuk klinis yang lebih berat, Malasezia furfur dapat
tumbuh dalam jumlah banyak pada folikel rambut dan kelenjar sebasea. Pada
pemeriksaan histologis organisme tersebut terlihat di lubang folikel bagian
infudibulum saluran sebasea dan sering disekitar dermis. Folikel berdilatasi akibat
sumbatan dan terdiri dari debris keratin.5,6
Secara klinis lesi terlihat eritem, papula folikular atau pustula dengan ukuran
2-4 mm, distribusinya dipunggung, dada kadang-kadang dibahu, dengan leher dan
rusuk. Bentuknya yang lebih berat disebut Acneifonn folliculitis.
Malasezia furfur dapat membentuk koloni pada kelenjar lakrimalis,
menyebabkan pembengkakan dan obstruksi (Dakriosis Obstruktif). Pada beberapa
kasus terbentuk dakriolit, terjadi inflamasi dan mengganggu produksi air mata.1-3

Gambar 17 : tinea versicolor

Diagnosis
Selain ditegakkan dari gambaran klinis, diagnosa pitiriasis versikolor harus
dibantu dengan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:1,2
1) Pemeriksaan langsung dengan KOH 10%.
Bahan-bahan kerokan kulit di ambil dengan cara mengerok bagian kulit
yang mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan dengan kapas alkohol 70%, lalu
22

dikerok dengan skalpel steril dan jatuhannya ditampung dalam lempeng-lempeng


steril pula. Sebagian dari bahan tersebut diperiksa langsung dengan KOH 10% yang
diberi tinta Parker biru hitam, dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas penutup
dan diperiksa di bawah mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur, maka
kelihatan garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-jarak
tertentu dipisahkan oleh sekat-sekat atau seperti butir-butir yang bersambung seperti
kalung. Pada pitiriasis versikolor hifa tampak pendek-pendek, lurus atau bengkok
dengan banyak spora kecil berkelompok memberikan gambaran spaghetti and
meatballs.4,5
2) Pemeriksaan dengan lampu Wood
Dari pemeriksaan dengan lampu Wood dapat memberikan perubahan warna
pada seluruh daerah lesi sehingga batas lesi lebih mudah dilihat. Daerah yang
terkena infeksi akan memperlihatkan fluoresensi warna emas sampai oranye.4,5
Diagnosa Banding
Penyakit ini harus dibedakan dari dermatitis seboroik, sifilis stadium II,
pitiriasis rosea, vitiligo, Morbus Hansen dan hipopigmentasi pasca peradangan.
Pengobatan
Pengobatan harus dilakukan menyeluruh, tekun, dan konsisten. Pengobatan
dapat dilakukan dengan cara topical atau sistemik. Pengobatan topikal terutama
ditujukan untuk penderita dengan lesi minimal. Obat golongan senyawa azol (antara
lain ketokonazol, bifonazol, tiokonazol) dalam bentuk krim selama 2 sampai 3
minggu cukup efektif untuk pengobatan PV. Kesulitan pemakaian krim adalah pada
lesi yang luas.1,2
Pemakaian ketokonazol 2% dalam bentuk sampo dilaporkan lebih efektif
dengan pemakaian yang lebih mudah. Hal tersebut didukung dengan adanya efek
antimikotik sampo ketokonazol 2% yang lebih poten dibanding selenium sulfid
ataupun seng pirition. Sampo dioles di seluruh badan, lengan dan tungkai, dibiarkan
23

selama 10-15 menit kemudian dicuci. Pengobatan dilakukan 2-3 kali per minggu
selama 2-4 minggu.1,2
Obat topikal lain adalah selenium sulfida 1,8% dalam bentuk sampo yang
juga dipakai seluruh badan, sebelum tidur dan segera dicuci pada pagi harinya.
Pemakaian 1-2 kali per minggu selama 2-4 minggu. Cara lain dengan
menggunakannya setelah mandi selama 15-30 menit dan kemudian dibilas. Dapat
pula digunakan solusio sodium tiosulfas 20%. Sampo selenium sulfid dan sodium
tiosulfas 20% menyebabkan bau kurang sedap serta kadan bersifat iritatif sehingga
sering menyebabkan pasien kurang taat dalam mengobati.1,6
Pengobatan sistemik menggunakan ketokonazol atau itrakonazol juga sangat
efektif untuk PV. Dosis untuk ketokonazol bervariasi antara 200mg/hari selama 710 hari atau dosis tunggal 400 mg. Itrakonazol disarankan untuk kasus kambuhan
atau tidak responsif dengan cara pengobatan lain, dengan dosis 200 mg/hari selama
5-7 hari. Kesembuhan umumnya masih dengan gejala sisa hipopigmentasi yang
menghilang

perlahan

sehingga

pemeriksaan

mikroskop

KOH

membantu

memaastikan kesembuhan. 1,6


Prognosis
Prognosis PV dalam hal kesembuhan baik, tetapi persoalan utama adalah
kekambuhan yang sangat tinggi. Menghadapi persoalan ini, lebih baik dilakukan
pengobatan ulang setiap kali kambuh atau pengobatan pencegahan daripada
memperpanjang satu periode pengobatan.

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda. A, Hamzah. M, Aisah. S. 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
kelima: Balai Penerbit, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Hal.89105
2. Kartowigno, Soenarto. 2011. 10 Besar Kelompok Penyakit Kulit. Unsri Press.
Palembang. Hal: 41-63
3. Rippon. 1988. Medical Mycology, The Pathogenic fungi and The Pathogenic
Actinomycetes. W.B. Saunders Company. Philadelphia
4. Bramono, Suyoso dkk. 2013. Dermatomikosis Superfisialis. Edisi kedua. Badan
Penerbit FKUI. Jakarta. Hal. 9-23, 50-69,154
5. Siregar, R.S. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
6. Wolff, Lowell et all. 2008. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine Seventh
Edition Vol. 2. P: 1807-1830. Mc Graw-Hills
7. Wolff, Johnson. 2006. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis Of Clinical Dermatology.
Section 23. Cutaneus Fungal Infection. Mc Graw-Hills.

25

Anda mungkin juga menyukai