Anda di halaman 1dari 51

Ns. Hilman Syarif, M.Kep.,Sp.

KMB
 Leukemia merupakan penyakit ganas, progresif pada
organ - organ pembentukan darah yang ditandai dengan
proliferasi dan perkembangan leukosit serta pendahulunya
secara abnormal di dalam darah dan sumsum tulang
belakang.

 Proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering


disertai bentuk leukosit yang tidak abnormal, jumlahnya
berlebihan, dapat menyebabkan anemia, trombositopenia,
dan diakhiri dengan kematian
 Virus; leukemia sel T dewasa disebabkan virus
limfosit T manusia tipe I (HTLV-1)
 Radiasi pengion  Hiroshima dan Nagasaki
 Kimia; kontak jangka panjang dengan
benzena dan lem, bensin, karet dll
 genetik
 Berbagai karsinogen mybbkan mutasi
menentukan pada satu protoonkogen
sel  produksi kloning sel hemopoietik
abnormal.

 Selanjutnya menyangkut nonaktif nya


satu atau lebih suppresor onkogen 
leukemia
Faktor fisika dan kimia  mutasi sel, krn
imunitas yg menurun, infeksi virus,
suseptibilitas genetik tubuh, aberasi
kromosom  mengaktifkan onkogen dan
mybbkn supresor onkogen nonaktif,
overekspresi gen penghambat apoptosis 
bereplikasi ganas
Leukemia Akut
 Leukemia limfoblastik akut (3 sub tipe)
 Leukemia myelositik akut (8 sub tipe)

Leukemia kronis
 Leukemia limfositik kronis
 Leukemia myelogen kronis
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)

• Kanker yang paling sering menyerang anak-


anak dibawah umur 15 tahun, dengan puncak
insidensi antara umur 3 - 4 tahun.
• Manifestasi dari LLA adalah berupa proliferasi
limpoblas abnormal dalam sum-sum tulang
dan tempat-tempat ekstramedular.
• Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum
tulang gagal menghasilkan sel darah merah dalam
jumlah yang memadai, yaitu berupa:

1) Lemah dan sesak napas  anemia


2) Infeksi dan demam  berkurangnya jumlah sel
darah putih
3) Perdarahan  jumlah trombosit yang rendah
Leukeumia Limfositik Kronik (LLK)

• Ditandai dengan adanya sejumlah besar


limfosit matang yang bersifat ganas dan
pembesaran kelenjar getah bening
• Pada awalnya penambahan jumlah limfosit
matang yang ganas terjadi di kelenjar getah
bening.
• Kemudian menyebar ke hati dan limpa, dan
kedua nya mulai membesar.
• Masuknya limfosit ini ke dalam sumsum tulang akan
menggeser sel-sel yang normal  anemia dan
penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit di
dalam darah.
• Kadar dan aktivitas antibodi (protein untuk
melawan infeksi) juga berkurang.
• Sistem kekebalan yang biasanya melindungi tubuh
terhadap serangan dari luar, seringkali menjadi
salah arah dan menghancurkan jaringan tubuh
yang normal
Leukemia Mielositik akut (LMA)

• Leukemia akut ini mengenai sel stem hematopoetik yang


kelak berdiferensiasi ke sel mieloid; monosit, granulosit,
eritrosit, dan trombosit.

• Semua kelompok usia dapat terkena , insidensi meningkat


sesuai dengan bertambahnya usia.

• Leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.


 Gambaran klinis antara lain; terdapat peningkatan
leukosit, pembesaran pada limfe, rasa lelah, pucat,
nafsu makan menurun, anemia, ptekie, perdarahan ,
nyeri tulang, Infeksi
Leukemia Mielogenus Kronik (LMK)

• Sebuah sel di dalam sumsum tulang berubah menjadi


ganas dan menghasilkan sejumlah besar granulosit (salah
satu jenis sel darah putih) yang abnormal

• Dimasukkan kedalam keganasan sel stem mieloid. Namun


lebih banyak terdapat sel normal dibanding dalam bentuk
akut  lebih ringan, jarang menyerang individu <20 tahun,
namun insidensinya meningkat sesuai pertambahan umur.
• Gambaran klinis LMK mirip dengan LMA, tetapi gejalanya
lebih ringan yaitu ; Pada stadium awal, LMK bisa tidak
menimbulkan gejala.

• Tetapi beberapa penderita bisa mengalami: kelelahan dan


kelemahan, kehilangan nafsu makan, penurunan berat
badan, demam atau berkeringat dimalam hari, perasaan
penuh di perutnya (karena pembesaran limpa)
 Hematologi rutin dan Hitung darah lengkap digunakan untuk
mengetahui kadar Hb-eritrosit, leukosit, dan trombosit.
 Apus darah tepi digunakan untuk mengetahui morfologi sel
darah, berupa bentuk, ukuran, maupun warna sel-sel darah,
yang dapat menunjukkan kelainan hematologi.
 Aspirasi dan biopsi sumsum tulang digunakan untuk
mengetahui kondisi sumsum tulang, apakah terdapat
kelainan atau tidak.
 Karyotipik digunakan untuk mengetahui keadaan kromosom
dengan metode FISH (Flurosescent In Situ Hybridization).
 Immunophenotyping mengidentifikasi jenis sel dan tingkat maturitasnya
dengan antibodi yang spesifik terhadap antigen yang terdapat pada
permukaan membran sel.
 Sitokimia merupakan metode pewarnaan tertentu sehingga hasilnya
lebih spesifik daripada hanya menggunakan morfologi sel blas pada apus
darah tepi atau sumsum tulang.
 Analisis sitogenetik digunakan untuk mengetahui kelainan sitogenetik
tertentu, yang pada leukemia dibagi menjadi 2: kelainan yang
menyebabkan hilang atau bertambahnya materi kromosom dan kelainan
yang menyebabkan perubahan yang seimbang tanpa menyebabkan
hilang atau bertambahnya materi kromosom.
 Biologi molekuler mengetahui kelainan genetik, dan digunakan untuk
menggantikan analisis sitogenetik rutin apabila gagal.
 Pilihan terapi untuk leukemia adalah :
kemoterapi, terapi biologi, terapi radiasi, atau
transplantasi sel stem.
 Jika terdapat pembesaran limpa, mungkin
dibutuhkan pembedahan untuk mengatasi
limpa yang membesar tersebut.
 Tujuan utama terapi leukemia adalah untuk
mencapai remisi sempurna.
 Kemoterapi : Kebanyakan pasien leukemia
akan diberikan kemoterapi.
 Tujuannya adalah untuk memusnahkan sel
leukemia.
 Regimen kemoterapi yang digunakan
tergantung dari jenis leukemianya.
 Tujuan; untuk meningkatkan ketahanan tubuh terhadap
kanker.
 Diberikan melalui injeksi.
 Untuk beberapa pasien dengan leukemia limfositik kronik,
jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi
monoklonal yang akan berikatan dengan sel leukemia
sehingga memungkinkan sel kekebalan tubuh membunuh
sel leukemia tersebut.
 Untuk beberapa pasien dengan leukemia mieloid kronik,
terapi biologi yang dapat digunakan adalah interferon.
 Menggunakan sinar x dosis tinggi untuk
membunuh sel leukemia.
 Umumnya mesin radioterapi diarahkan ke
limpa, otak, atau bagian tubuh lainnya di
mana sel leukemia berkumpul.
 Pada beberapa pasien mungkin dilakukan
radiasi seluruh tubuh (umumnya sebelum
dilakukan transplantasi sumsum tulang)
 Transplantasi sel stem memungkinkan untuk
dilakukan terapi dengan dosis obat, radiasi,
atau keduanya yang tinggi.
 Terdapat beberapa macam transplantasi sel
stem, yaitu transplantasi sumsum tulang,
transplantasi sel stem perifer, dan
transplantasi darah umbilikal.
 Terapi awal bertujuan untuk menghilangkan
gejala dan tanda / remisi. Kemudian, setelah
gejala dan tandan menghilang, diberikan
terapi lanjutan untuk mencegah kekambuhan
/ relaps (disebut terapi maintenance)
TATALAKSANA LEUKEMIA AKUT

 1. Penatalaksanaan darurat lekositosis


 2. Pencegahan infeksi
 3. Dukungan transfusi komponen darah
 4. Mencegah nefropati asam urat
 5. Menjaga nutrisi
 6. Terapi antilekemia
Tatalaksana darurat lekositosis
 Jika lekosit dlm darah tepi >100x10*, harus
segera menggunakan hemositosegregator,
membuang lekosit yang berlebihan, sambil diberi
kemoterapi dan hidrasi, mencegah hiperurisemia,
asidosis, kekacauan elektrolit, kelainan koagulasi
dan komplikasi lain

 ALL; dexamethason IV 10 mg/m2


 AML; hidroksiluria 1,5-2,5 g/6 jam (dosis total 6-10
g/hari), sekitar 36 jam
Pencegahan infeksi
 Sebaiknya dalam ruangan beraliran laminar dan
ruang rawat isolasi

 G-CSF aatau GM-CSF dapat mempersingkat


lamanya granulositopenia (pada ALL), lansia,
kemoterapi intensifikasi atau AML disertai infeksi
Mencegah nefropati asam urat
 Banyak minum
 Selama 24 jam, diberikan suplementasi cairan IV
agar volume urin pasien per jam > 150 ml/m2
 Diberikan alopurinol, 100 mg/kali, 3x sehari atau
benzilbromaron 50 mg/kali
Menjaga Nutrisi
 Suplementasi nutrisi, k/p IV
 Menjaga keseimbangan air dan elektrolit
 Memberikan diet tinggi protein, tinggi kalori dan
mudah dicerna
TERAPI ANTILEKEMIK
Strategi terapi
 Induksi remisi; tujuannya adalah secepatnya
mencapai remisi lengkap

 Terapi pasca remisi; tujuannya aadalah


mengupayakan survival tanpa penyakit
Terapi ALL
 Usia muda dan prognosis buruk => kemoterapi
dosis tinggi

Induksi remisi
 Formula dasar ; VP (Vincristin dan Prednison)

 VCR 2 mg inj 1x seminggu


 Prednison 1 mg/kg dosis terbagi peroral, kontinu 2-3 minggu
 Karena sering kambuh dalam 3-8 bulan, Sering ditambah
Daunorubisin dan L-Asparaginase
Formula VDLP
 Dianjurkan bagi ALL dewasa
 DNR 30 mg/m2 inj IV, 1x sehari, tiap 2 minggu hari
ke 1-3, total 4 minggu
 VCR 2 mg, setiap minggu hr 1 inj IV, total 4 minggu
 L-Asp 10.000 unit drip IV 1x sehari, mulai hari ke
19 selama 10 hari berturut2
 Prednison 1 mg/kg.d, peroral dosis tinggi, berturut-
turut 4 minggu
Untuk L3
MTX dosis tinggi + CHOP dosis tinggi

Sblm kemo;
 beri CVP dosis kecil  menurunkan beban tumor,
menurunkan sindrom lisis tumor
 Beri dexamethason + MTX atau Ara-C intratekal 
mencegah leukemia SSP

 Bila timbul leukemia SSP  kombinasi iradiasi kranial


Pasca Remisi ALL
Untuk mengatasi resistensi

 HD Ara-C (2-3 g/m2 drip IV 3 jam, 1x sehari,


berturut2 6 hari) dan
 HDMTX (2-3 g/m2) dan terapi intensifikasi lain
Terapi AML
 AML non M3

 Induksi remisi ; DA (3+7)


 DNR 45 mg/ (m2.d) drip IV hari 1-3
 Ara C 100 mg/(m2.d) drip IV hari 1-7
Pasca Remisi AML non M3, berusia muda dan memiliki
inti kromosom baik

 HD Ara-C
 Tiap dosis Ara-C 2-3 g/m2, drip IV 3 jam, berturut-
turut 6 dosis
 Koping individu inefektif
 Perubahan proses keluarga
 Berduka antisipasi
 Kurang pengetahuan
Diagnosa berhub supresi
sumsum tulang belakang

 Resiko tinggi infeksi


 Perubahan perfusi jaringan kardiopulmonal
 Pantau tanda-tanda infeksi
 Pantau tanda-tanda vital setiap 4 jam, boleh lebih jika diperlukan
 Pantau hasil laboratorium darah, terutama sel darah putih
 Kaji kemungkinan adanya kerusakan kulit dan permukaan mukosa
 Laporkan jika terjadi demam
 Bantu pasien dalam pemenuhan kebersihan diri
 Anjurkan istirahat sesuai kebutuhan
 Berikan antibiotik, anti jamur dan antimikrobial sesuai kebutuhan
 Ganti semua balutan sesuai protocol
 Ajarkan pasien dan keluarga cara-cara untuk mencegah infeksi
 Ajarkan pasien dan keluarga kejadian-kejadian atau tanda-tanda yang
harus dilaporkan
 Adakan pencegahan granulositopenia sesuai kebijakan
setempat meliputi;
 1). Ruang pribadi dengan pintu tertutup,
 2). Cuci tangan yang ketat bagi pasien, keluarga atau teman dan
staf RS,
 3). Larang seseorang yang sakit masuk kecuali kalau benar-
benar penting dan gunakan masker,
 4). Pasien dianjurkan menggunakan masker saat keluar ruangan,
 5). Berikan diet rendah bakterial, bukan buah segar, sayur, lada
atau bumbu-bumbu,
 6).Tidak ada potongan tanaman atau bunga segar,
 7).Pasien harus menghindar dari keramaian,
 8) pasien harus menggunakan sarung tangan dan pencukur
elektrik
 Pantau hasil laboratorium, terutama Hb, Ht dan hematokrit
 Tingkat diet tinggi kalori dan tinggi protein
 Pertimbangkan pemberian produk darah dan kecepatan infusnya

Jika diberikan produk darah


 Berikan produk darah sesuai prosedur
 Berikan perawatan infus produk darah
 Pantau tanda-tanda vital sebelum dan sesudah tranfusi
 Observasi untuk dan tanyakan adanya perasaan gatal pasien, rasa gatal disertai
bintik-bintik kemerahan dan nafas pendek
 Beritahu dokter dan bank darah bila terjadi reaksi transfusi
 Pertahankan kewaspadaan universal
 Instruksikan pasien dan keluarga tentang tanda-tanda yang perlu dilaporkan
 Berikan informasi tentang perlunya kebutuhan transfuse yang berulang
Diagnosa b/d kemoterapi
 Kurang pengetahuan
 Resiko tinggi terhadap cedera
 Nyeri
 Resti perubahan membran mukosa oral
 Resiko tinggi kelebihan volume cairan tubuh
 Intoleransi aktivitas
 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
 Gangguan citra tubuh
 Resti perubahan integritas kulit
 Resti perubahan perfusi jaringan ginjal
 Resti cedera; anafilaksis
 Resti cedera; koagulasi intravaskular
diseminata
 Resti penurunan curah jantung
 Pantau tanda-tanda vital, pemasukan dan pengeluaran cairan sesuai kebutuhan
 Pantau kadar elektrolit serum
 Timbang berat badan setiap hari
 Pantau kreatinin serum
 Anjurkan pasien untuk minum air garam dan menghindari cairan tanpa garam jika
minum cairan minimal
 Masukkan suplemen kalium melalui makanan atai intravena
 Berikan suplemen elektrolit sesuai order
 Instruksikan pasien untuk minum sekitar 5-8 gelas sehari
 Anjurkan untuk melapor jika; pusing, sakit kepala ringan, tidak mampu minum
dengan adekuat, muntah terus menerus selama lebih dari 12 jam
 Kembangkan pengkajian dasar mukosa mulut meliputi; 1). Riwayat merokok atau
menggunakan alcohol, 2). Riwayat masalah kesehatan gigi, 3). Radiasi kepala dan leher
sebelumnya, 4). Pemeriksaan komponen mulut, 5). Kaji jumlah dan konsistensi saliva
 Lakukan pengkajian oral setiap dinas
 Kembangkan regimen perawatan mulut, meliputi sikat gigi setelah makan dan sebelum
waktu tidur dan berkumur dengan pencuci mulut bebas alkohol
 Bantu perawatan mulut atau perawatan gigi sesuai kebutuhan
 Berikan lubrikasi pada mulut, bibir dan gusi
 Tawarkan minum secara teratur
 Anjurkan untuk tidak menggunakan rokok dan tembakau
 Demonstrasikan cara merawat gigi, gusi dan mulut
 Anjurkan untuk berkumur secara teratur dengan larutan natrium bikarbonat, normal salin,
obat pencuci mulut bebas alkohol
 Berikan anestesi topikal dan pereda nyeri
 Berikan antibiotik topikal sesuai indikasi
 Bantu pasien memilih diet yang lunak dan makanan yang tidak asam
 Rencanakan makan makanan sedikit tapi sering dengan diet tinggi kalori dan protein
Resiko Cedera b/d anafilaksis

 Identifikasi makanan/ obat yang diketahui menimbulkan alergi


dan reaksinya; dokumentasikan sesuai kebutuhan
 Jika alergi ini telah diantisipasi sebelumnya, yakinkan bahwa
obat dan peralatan kedaruratan telah tersedia.
 Siapkan kit yang meliputi; efineprin 1:100; hidrokortison
natrium suksinat; dipenhidramin HCl; aminofilin dan Cemitidine
 Sebelum pemberian obat, ukur tanda-tanda vital
 Berikan obat sambil mengobservasi pasien secara ketat
terhadap tanda dan gejala munculnya reaksi hipersensitivitas
 Jika gejala hipersensitivitas terjadi, hentikan infus, konsultasi
dengan dokter dan berikan obat sesuai indikasi
 Berikan tindakan keamanan hidup selama aanafilaktik syok
terjadi
 Diskusikan dengan dokter mengenai tindakan penghilang
sensitivitas dan penghentian pengobatan
 Berikan obat premedikasi sesuai kebutuhan
 Beritahu pasien/ keluarga untuk melapor jika tanda-tanda
hipersensitivitas terjadi
 Instruksikan pasien untuk menghindari zat allergen
RESIKO PERUBAHAN PERFUSI JARINGAN GINJAL

 Pantau kadar elektrolit darah setiap 6 jam atau sesuai


kebutuhan
 Pantau tanda dan gejala ketidakseimbangan elektrolit
 Pertahankan set infuse pasien tetap terpasang
 Berikan suplemen elektrolit sesuai kebutuhan
 Pantau kadar kalium darah sesuai kebutuhan
 Pantau penyebab peningkatan kadar kalium darah
 Kaji tanda-tanda hiperkalemia
 Pantau kadar posfat sesuai kebutuhan
 Pantau masukan kalium yang tidak diperkirakan muncul dalam
pengobatan seperti penisilin dan suplemen kalium
 Pantau masukan kalium yang tidak diperkirakan muncul dalam
pengobatan seperti penisilin dan suplemen kalium
 Berikan kation resin pengganti seperti Kayexalate dengan
tepat
 Berikan kalsium glukonat sesuai pesanan jika diperlukan
 Berikan natrium bikarbonat sesuai pesanan jika diperlukan
 Berikan dekstrosa hipertonik dan insulin secara regular sesuai
pesanan
 Hindari diuretik penghemat kalsium
 Anjurkan mematuhi diet rendah kalium
 Atasi aritmia jantung sesuai anjuran
 Pantau kadar posfat darah
 Pantau fungsi ginjal dan tanda insufisiensi ginjal seperti anuria, oliguria dan
azotemia
 Pantau kadar kalsium darah
 Hindari makanan yang kaya akan posfat, seperti produk susu, sereal
kacang dll
 Berikan obat diuretic dan ikatan fosfat sesuai indikasi
 Anjurkan makan makanan tinggi serat dan berikan pelunak feses sesuai
kebutuhan
 Berikan suplemen kalsium dan vitamin D
 Gunakan kewaspadaan kejang
 Siapkan pasien/ keluarga untuk dialisis jika diperlukan
 Ajarkan pasien/ keluarga alas an perubahan diet dan penggunaan
diuretic

Anda mungkin juga menyukai