Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamasi kulit yang biasanya dimulai pada kulit
kepala, dan kemudian menjalar ke muka, leher dan badan.1 Dermatitis seboroik adalah
peradangan kulit pada daerah yang banyak mengandung kelenjar sebasea. Dermatitis
seboroik adalah penyakit kulit dengan keradangan superfisial kronis yang mengalami remisi
dengan eksaserbasi dengan area seboroik sebagai tempat predileksi. Dermatitis seboroik
merupakan penyakit eritroskuamosa kronik, bisa ditemukan pada usia anak dan dewasa.1,2,3
Penyebabnya belum diketahui pasti diduga akibat aktivitas kelenjar sebasea yang
meningkat. Beberapa faktor berperan dalam etiopatogenesis penyakit ini yaitu spesies
Malassezia.1,4,5
Dermatitis seboroik mempunyai 2 masa puncak yaitu pada 2-10 minggu pertama
kehidupan (bayi) dan pada dekade keempat sampai ketujuh dari kehidupan 1(dewasa).
Angka kejadian DS yang tinggi pada bayi berhubungan dengan jumlah dan aktivitas dari
kelenjar sebasea. Dermatitis seboroik lebih sering dijumpai pada laki-laki daripada
perempuan di semua kelompok umur. Menurut survei yang dilakukan oleh Foley dan
kawan-kawan terhadap 1.116 anak di Australia, didapatkan prevalensi DS pada anak laki-
laki sebesar 11,10% dan 9,5% pada anak perempuan.3,6,7
Dermatitis seboroik ini mempunyai predileksi pada daerah yang berambut, karena
banyak kelenjar sebasea, yaitu kulit kepala, retroaurikula, alis mata, bulu mata, sulkus
nasolabialis, telinga, leher, dada, daerah lipatan, aksila, inguinal, glutea, dibawah buah dada.
Dapat juga mengenai cuping hidung, antara scapula dan daerah suprapubis. Bentuk
dermatitis seboroik yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak berskuama dan
berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela, postaurikular,
dan leher. 1,4,8

1.2 Tujuan
Penulisan laporan kasus ini bertujuan agar penyusun serta pembaca dapat menambah
pengetahuan mengenai penyakit Dermatitis Seboroik dan sebagai salah satu persyaratan
agar dapat mengikuti ujian akhir di KSM Kulit dan Kelamin RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama penderita : An. A
Usia : 7 Tahun 11 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : SD
Alamat : Jl. Lamtoro Gung

2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada hari Selasa 9 Mei 2023, pukul 09:00 WIB dengan pasien
dan ibu pasien sendiri di poliklinik kulit dan kelamin RS Bhayangkara Palangka Raya.
a. Keluhan Utama
Kulit yang terkelupas dan gatal didaerah kepala
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan kulit yang terkelupas dan gatal didaerah kepala,
benjolan ini sudah dirasakan pasien sejak 1 bulan yang lalu, awalnya dirasakan
pasien hanya dibagian belakang kepala, lama-lama sampai ke bagian depan dan
samping kanan kiri kedua telinga. Semakin hari semakin tambah banyak dan gatal.
Rasa gatal berkurang apabila pasien menggaruk-garuk rambut kepalanya dan setelah
itu mengeluarkan sisik berwarna putih serta berminyak. Ibu pasien mengatakan
rambut anaknya gampang berminyak dan mudah rontok. Pasien sebelumnya pernah
berobat ke dokter dan diberikan obat serta shampo namun ibu pasien lupa namannya.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien baru pertama kali menderita seperti ini, pasien mengatakan tidak mempunyai
riwayat penyakit jantung dan DM sejak beberapa tahun yang lalu. Pasien juga tidak
mempunyai alergi makanan ataupun obat-obatan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga

2
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan seperti pasien, Riwayat hipertensi
disangkal, riwayat alergi makanan

e. Riwayat kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan mandi dua kali dalam sehari dan mengganti baju ketika
sehabis mandi atau ketika badan sudah dirasa lembab. Pasien sering bermain dengan
teman-temannya disekolah.
f. Riwayat Pengobatan
Pasien mendapat obat dan shampoo dari dokter

2.3 Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos mentis ( GCS : E4M6V5)
c. Tanda-tanda vital
 Tekanan darah : 109/77 mmHg
 Laju nadi : 80x/menit, kuat angkat, dan regular
 Laju napas (RR) : 20x/menit, pernapasan thorako-abdominal
 Suhu : 36,6oC (term-gun)
d. Pemeriksaan Generalisata
- Mata : Konjungtiva Anemis -/- dan Sklera ikterik -/-
- Hidung : Tidak ada deformitas
- Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
- Ekstremitas : Akral hangat +/+, CRT < 2 detik
- Status Dermatologis
a. Regio : Regio scalp dan auricula
b. Efloresensi :
Patch eritema pada regio auricular dextra dengan ukuran nummular bentuk lesi
teratur dan berbatas tegas serta solitar atau satu lesi, terdapat skuama pada regio
scalp dengan ukuran miliar, bentuk lesinya tidak teratur, berbatas tidak tegas
serta bilateral.

3
Gambar 2.1 Gambaran effloresensi di regio scalp dan auricula

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

2.5 Diagnosis Banding

 Tinea Capitis
 Psoriasis Vulgaris

2.6 Diagnosa Kerja


Dermatitis Seboroik

2.7 Tatalaksana

 Ketoconazole 1 x 100mg
 Cetirizine 1x 10mg
 Ketoconazole cream 2% 10gr 2 x sehari
 Deksoximetason cream 0,25% 15gr 2 x sehari
 Sampo Ketokonazole 2% 1x seminggu

2.8 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

4
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamasi kulit yang biasanya dimulai pada kulit
kepala, dan kemudian menjalar ke muka, leher dan badan. Dermatitis seboroik adalah
peradangan kulit pada daerah yang banyak mengandung kelenjar sebasea. Dermatitis
seboroik adalah penyakit kulit dengan keradangan superfisial kronis yang mengalami
remisi dengan eksaserbasi dengan area seboroik sebagai tempat predileksi. Dermatitis
seboroik merupakan penyakit eritroskuamosa kronik, bisa ditemukan pada usia anak dan
dewasa.Dermatitis seboroik disebut juga sebagai seborrhoeic eczema atau pityruasis
simplex, dermatitis seboroik termasuk dalam golongan chronic papulosquamous
dermatosis yang dapat dengan mudah dikenali. Dermatitis ini dikaitkan dengan malassezia,
terjadi gangguan imunologis mengikuti kelembapan lingkungan, perubahan cuaca ataupun
trauma, dengan penyebaran lesi dimulai dari derajat ringan, misalnya ketombe sampai
dengan bentuk eritroderma. Kadang-kadang juga dapat mengenai daerah interskapular,
umbilikus, perineum, dan anogenital.1,2,3

3.2 Etiologi
Penyebabnya belum diketahui pasti diduga akibat aktivitas kelenjar sebasea yang
meningkat. Beberapa faktor berperan dalam etiopatogenesis penyakit ini yaitu spesies
Malassezia. Aktivitas kelenjar sebasea, kerentanan individu. Malassezia furfur (dahulu
dikenal pityrosporum ovale) diduga merupakan salah satu penyebab. Abnormalitas imun
dan kerentanan, dan juga pengaruh kelenjar androgen yang mpemicu menghasilkan
peniingkatan jumlah dan aktivitas kelenjar sebum. Beberapa faktor lain turut sebagai
dermatitis seboroik adalah fisik, gangguan nutrisi, obat, ketidakseimbangan hormonal,
proliferasi epidermal, genetik, dan gangguan sistim saraf yaitu abnormalitas
neurotransmitter. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit adalah makanan
yaitu pada orang-orang yang banyak memakan lemak dan minum alkohol, iklim yang
dingin, stress emosiunal, dan lingkungan yang menyebabkan kulit yang menjadi lembab
dan maserasi akan lebih mudah menimbulkan penyakit.1,4,5

3.3 Epidemiologi

5
Dermatitis seboroik mempunyai 2 masa puncak yaitu pada 2-10 minggu pertama
kehidupan (bayi) dan pada dekade keempat sampai ketujuh dari kehidupan 1(dewasa).
Angka kejadian DS yang tinggi pada bayi berhubungan dengan jumlah dan aktivitas dari
kelenjar sebasea. DS pada bayi terjadi antara minggu kedua hingga kesepuluh dan sering
didapatkan pada 3-8 minggu pertama kehidupan. Kelenjar sebasea aktif pada bayi yang
baru lahir akibat stimulasi hormon androgen dari ibunya, kemudian kelenjar tersebut
menjadi tidak aktif sampai pubertas. Dermatitis seboroik pada usia dewasa tidak
berhubungan dengan kelenjar sebasea, karena aktivitas kelenjar sebasea mencapai
puncaknya pada awal pubertas, sedangkan dermatitis seboroik baru muncul beberapa
dekade kemudian.3,6
Dermatitis seboroik lebih sering dijumpai pada laki-laki daripada perempuan di semua
kelompok umur. Menurut survei yang dilakukan oleh Foley dan kawan-kawan terhadap
1.116 anak di Australia, didapatkan prevalensi DS pada anak laki-laki sebesar 11,10% dan
9,5% pada anak perempuan. Insidensi tertinggi dilaporkan terjadi di Eropa, di Denmark
2,9% dan Kepulauan Faeroe 2,8%, dengan rata-rata di Eropa Utara sebesar 2%. Prevalensi
antara 2,2% sampai 2.6% di Amerika Serikat, dengan ditemukannya kasus baru sebesar
150.000 setiap tahun. Insidensi psoriasis di Asia sebesar 0,4%.Sedangkan di Indonesia,
data dari RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta tahun 2000-2002 menunjukkan rata-rata
prevalensi dermatitis seboroik 8,3% dari jumlah kunjungan. Riset di RSUP Prof. DR. R. D.
Kandou membuktikan bahwa dari 12.236 pasien yang datang, ke Poliklinik Kulit dan
Kelamin pada periode Januari 2005-Desember 2007, didapatkan 267 pasien (2,18%)
dengan dermatitis seboroik.Dermatitis seboroik dapat ditemukan pada pasien dengan
kondisi imunosipresi (misalnya pasien dengan kondisi HIV/AIDS, transplantasi organ), dan
penyakit lain misalnya Parkinson, serta gangguan nutrisi dan kelainan genetik.3,6,7
3.4 Patogenesis
Patogenesis dermatitis seboroik masih belum diketahui dengan pasti, namun
berhubungan erat dengan jamur Malassezia, kelainan imunologis, aktivitas kelenjar
sebasea dan kerentanan pasien.6 Dengan demikian penyakit ini lebih tepat disebut
sebagai dermatitis didaerah sebasea, namun demikian, pathogenesis dermatitis seboroik
dapat diuraikan sebagai berikut.2 Dermatitis seboroik dapat merupakan tanda awal
infeksi HIV. Dermatitis seboroik sering ditemukan pada pasien HIV/AIDS, transplantasi
organ, malignansi, pancreatitis alkoholik kronik, hepatitis C juga pasien Parkinson.
Terapi levodopa kadang kala memperbaiki dermatits ini. Kelainan ini sering juga
dijumpai pada pasien dengan gangguan paralisis saraf.2

6
Meningkatnya lapisan sebum pada kulit, kualitas sebum, respons imunologis terhadap
pityrosporum, degradasi sebum dapat mengiritasi kulit sehingga terjadi mekanisme
eksema. Jumlah ragi genus malassezia meningkat didalam epidermis yang terkelupas
pada ketombe ataupun dermatitis seboroik. Diduga hal ini terjadi akibat lingkungan yang
mendukung telah banyak bukti yang mengaitkan dermatitis seboroik dengan malassezia.
Pasien dengan ketombe menunjukkan peningkatan titer antibodi terhadap malassezia
kelenjar sebasea aktif pada saat bayi dilahirkan, namun dengan menurunnya androgen
ibu, kelenjar ini menjadi tidak aktif selama 9-12 tahun. Di bawah ini adalah alur yang
menunjukkan peran Malassezia sp pada dermatitis seboroik. Koloni jamur mempunyai
kemampuan untuk berproliferasi di permukaan kulit hingga menimbulkan reaksi
inflamasi dan secara klinis nampak berupa skuama.2,6

Gambar 3.1 Peran jamur Malassezia pada dermatitis seboroik di kulit kepala.6

3.5 Manifestasi Klinis


Dermatitis seboroik ini mempunyai predileksi pada daerah yang berambut, karena
banyak kelenjar sebasea, yaitu kulit kepala, retroaurikula, alis mata, bulu mata, sulkus
nasolabialis, telinga, leher, dada, daerah lipatan, aksila, inguinal, glutea, dibawah buah dada.
Dapat juga mengenai cuping hidung, antara scapula dan daerah suprapubis. Sedangkan
tempat predileksi dermatitis seboroik infantile terutama mengenai kulit kepala, alis, bulu
mata, lipatan nasolabial, bibir, telinga, dada, leher, lipatan paha, dan lipat bokong.1,4,5

7
Distribusi dermatitis seboroik biasanya bilateral dan simetris berupa bercak ataupun plakat
dengan batas yang tidak jelas, eritem ringan dan sedang, skuama berminyak dan
kekuningan. Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat. Dermatitis seboroik jarang
menyebabkan kerontokan rambut. Terjadi perubahan komposis produk kelenjar sebasea,
sehingga bakteri komensal yang ada dipermukaan kulit dapat berkembang biak, seperti
pityrosporum ovale dan spesies pikok.4,5
Bentuk dermatitis seboroik yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak berskuama
dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela,
postaurikular, dan leher. Pada bercak yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh
krusta kotor, dan berbau tidak sedap. Sehingga berpengaruh terhadap kepercayaan diri
penderita penyakit ini. Pada dermatitis seboroik ringan, hanya didapati skuama pada kulit
kepala. Skuama berwarna putih dan merata tanpa eritem.7,8
Dermatitis seboroik pada bayi , lazim disebut dermatitis seboroik infantile. Kelainan ini
terjadi pada bulan keempat, biasanya minggu ketiga dan keempat, tersering pada 3 bulan
pertama dan akan menghilang dengan sendirinya tanpa terapi pada usia 8-12 bulan. Pada
bayi, skuama-skuama yang kekuningan pada kulit kepala disebut cradle cap. Lesi-lesi
dermatitis seboroik dapat terjadi juga pada daerah supraorbital, disertai dengan blefaritis,
dan juga pada liang telinga luar, lipatan nasolabial, daerah sterna, aerola mammae, dan
daerah lipatan-lipatan tubuh.1,7

3.6 Diagnosis
 Anamnesis
Sebagai klinisi, diperlukan pendekatan klinis dengan melakukan anamnesis secara
seksama dan lengkap mencakup keluhan utama (kuantitas dan kualitas), awitan sakit
dan perjalanan penyakit, factor eksogen yang mempengaruhi penyakit (perubahan
suhu dan iklim), factor pemicu/pencetus, factor predisposisi penyakit, dan riwayat
penyakit dan perkembangan terapi. Pasien datang dengan keluhan munculnya bercak
merah dan kulit kasar. Kelainan awal hanya berupa ketombe ringan pada kulit kepala
sampai keluhan lanjut berupa keropeng yang berbau tidak sedap dan terasa gatal.
Faktor resiko termasuk genetik, faktor kelelahan, stress emosional, infeksi, defisiensi
imun, jenis kelamin pria>wanita, usia bayi bulan 1 dan usia 18-40 tahun, kurang
tidur.1,9
 Pemeriksaan Fisik
Tanda patognomonis :

8
1. Papul sampai plak eritema
2. Skuama berminyak agak kekuningan
3. Berbatas tidak tegas
Lokasi predileksi : kulit kepala, glabella, belakang telinga, belakang leher, alis
mata, kelopak mata, liang telinga luar, lipat nasolabial, sternal, areola mamma,
lipatan bawah mammae pada wanita, interskapular, umbilicus, lipat paha, daerah
angogenital. Bentuk klinis lain berupa berta yang ditandai dengan seluruh kulit
kepala tertutup oleh krusta, kotor, dan berbau. Pada bayi, skuama-skuama yang
kekuningan pada kulit kepala disebut cradle cap. Lesi-lesi dermatitis seboroik
dapat terjadi juga pada daerah supraorbital, disertai dengan blefaritis, dan juga
pada liang telinga luar, lipatan nasolabial, daerah sterna, aerola mammae, dan
daerah lipatan-lipatan tubuh.1,9

Gambar 3.2. Manifestasi klinis dermatitis seboroik.9

 Pemeriksaan Penunjang
Gambaran histologik dermatitis seboroik tidak spesifik, bervariasi sesuai dengan
stadium penyakit. Biopsi kulit dibutuhkan untuk membedakan dermatitis seboroik
dengan beberapa kelainan yang serupa. Gambaran histopatologi dermatitis seboroik
bervariasi sesuai dengan perjalanan penyakitnya: akut, sub-akut, dan kronis.
Dermatitis seboroik akut dan sub-akut, didapatkan sebaran infiltrat limfosit dan
histiosit perivaskuler superfisial, spongiosis ringan sampai sedang, hiperplasia
epidermis psoriasiform ringan, folikuler plugging dengan orthokeratosis dan
parakeratosis, skuama yang mengandung neutrofil pada ujung ostia folikuler. Pada
puncak stratum papilaris ditemukan monosit.3,4,8
Dermatitis seboroik kronis ditandai dengan dilatasi kapiler dan vena pada
pleksus superfisial ditambah dengan gambaran seperti pada dermatitis seboroik
akut/sub-akut. Lesi dermatitis seboroik kronis, secara klinis dan histopatologi

9
berbentuk psoriasiform dan sering sulit dibedakan dengan psoriasis. Lesi dermatitis
seboroik kadang mirip dengan bentuk lesi psoriasis yang tidak khas, namun lesi
psoriasis ini akan bertahan dalam beberapa tahun yang pada akhirnya akan
membentuk lesi psoriasis yang khas. Tanda diagnostik yang paling penting dari
dermatitis seboroik adalah shoulder parakeratosis. Acrosyringia dan
acroinfundibulum bisa diisi oleh corneocyte-casts. Kasus dermatitis seboroik ringan
pada stratum korneum didapatkan parakeratosis fokal dengan predileksi pada ostia
folikuler, gambaran ini dikenal sebagai shoulder parakeratosis, eksositosis fokal dari
limfosit. Pada dermis tampak sebaran infiltrat sel-sel mononuklear. Pada pasien
HIV, epidermis mengandung keratinosit yang mengalami apoptosis dan infiltrat di
bagian atas dermis biasanya terdiri dari sel plasma.3

Gambar 3.3 Gambaran histopatologi DS (terdapat akantosis dengan spongiosis,

parakeratosis perifolikuler, skuama, dan krusta). 3

3.7 Diagnosis Banding


 Tinea capitis
Pada tinea kapitis, dijumpai alopesia, kadang-kadang dijumpai kerion. Pada tinea

kapitis , eritem lebih menonjol di pinggir dan pinggirnya lebih aktif dibandingkan

tengahnya. Kadang-kadang dengan dengan vesikel dan papul di tepi, biasanya juga

terlihat erosi dan krusta bekas garukan. Bentuk dengan tanda radang yang lebih

nyata, lebih sering dilihat pada anak-anak daripada orang dewasa karena umumnya

mendapat infeksi baru pertama kali.2,8

10
Gambar 3.4 Tinea capitis8

 Psoriasis Vulgaris
Psoriasis vulgaris yang memiliki tanda dan gejala yang hampir sama dengan
Dermatitis Seboroik. Pada psoriasis vulgaris terdapat skuama yang lebih tebal
berlapis transparan seperti mika, kasar, putih seperti mutiara dan tak berminyak dan
lebih dominan di daerah ekstensor. Psoriasis pada kulit kepala menyebabkan kulit
kering, gatal, sakit dan sisik perak yang bisanya meluas ke dahi, leher, dan telinga
seseorang.Secara epidemiologi, terdapat berbagai perbedaan antara Dermatitis
Seboroik dan psoriasis vulgaris. Hal itu bisa dilihat dari usia saat timbulnya lesi,
jenis kelamin, ras, dan genetik.Psoriasis dapat terjadi pada berbagai usia, namun
jarang ditemukan pada usia di bawah 10 tahun. Sering didapatkan pada usia antara
15 – 30 tahun.Prevalensi psoriasis pada laki-laki sama dengan wanita. Gambaran
klinis terdapat plak eritematosa diliputi skuama putih disertai titik titik perdarahan
bila skuama dilepas, berukuran dari seujung jarum sampai dengan plakat menutupi
sebagian besar area kepala, umumnya simetris.10,11

11
Gambar 3.5 Tampakan Psoriasis pada daerah kulit.10

3.8 Penatalaksanaan
Tujuan terutama terapi dermatitis seboroik adalah mengontrol gejala, sehingga
pengobatan dermatitis seboroik cenderung fokus pada agen antiinflamasi. Tatalaksana
medikamentosa dermatitis seboroik pada skalp dan nonskalp meliputi pemakaian obat
secara topikal dan sistemik, dapat pula disertai pemakaian bahan lain yang dapat digunakan
sebagai terapi ajuvan ataupun terapi pencegahan. Prinsip utama tatalaksana ketombe dan
dermatitis seboroik di skalp adalah untuk mengontrol kondisi kulit kepala agar nyaman
dengan biaya seminimal mungkin. Prinsip tatalaksana perawatan rambut pada ketombe dan
dermatitis seboroik adalah pengobatan harus dapat diterima secara estetik, yaitu dapat
digunakan bersama dengan bahan perawatan rambut harian yang akan meningkatkan
kepatuhan dan keberhasilan pengobatan. Pilihan pengobatan medikamentosa untuk
dermatitis seboroik umumnya berupa obat antijamur , antiinflamasi, antikeratolitik, dan
kalsineurin inhibitor. Laporan terbaru menyatakan penambahan pilihan pengobatan pada
dermatitis seboroik non skalp berupa obat yang mengandung bahan nonsteroid bersifat
antiinflamasi berkhasiat antijamur (anti-inflamatory with antifungal properties/AIAFp)
dengan bukti keshahihan B (level of evidence).6
Pengobatan DS secara umum, yaitu:

1) Sampo yang mengandung obat anti Malassezia, misalnya selenium sulfida,

zinc pirithione, ketokonazol, berbagai sampo yang mengandung ter dan

solusio terbinafine 1%.Terbinafin termasuk dalam golongan allylamineyang

12
bersifat spectrum luas terhadap dermatofit, molds, jamur dimorphic, dan

yeast.2,12

2) Untuk menghilangkan skuama tebal dan mengandung sebum pada kulit dapat

dilakukan dengan mencuci wajah dengan sabun lunak. Pertumbuhan jamur

dapat dikurangi dengan krim imidazole dan turunannya, bahan antimikotik di

daerah lipatan bila ada gejala.2

3) Skuama dapat diperlunak dengan krim yang mengandung asam salisilat atau

sulfur.2

4) Pengobatan simptomatik dengan kortikosteroid topical potensi sedang .2

5) Metronidazole topical, sikloproksolamin, talkasitol, benzoil peroksida, dan

salep litium suksinat 5%.Lithium succinate juga dapat mengobati jamur

dengan efeknya sebagai “booster” bagi respon imun local terhadap infeksi.

Pemakaian preparat ini dua kali sehari tampaknya memberi efek yang lebih

panjang setelah terapi dihentikan, sehingga gejala klinis dermatitis seboroik

tidak muncul setelah terapi dihentikan.2,12

6) Pada kasus yang tidak membaik dengan terapi konvensional dapat digunakan

terapi sinar ultraviolet B (UVB) atau pemberian itrakonazole 100mg/hari per

oral selama 21 hari.2 Penggunaan terapi narrow-band ultraviolet B

merupakan pengobatan efektif dan aman untuk kasus dermatitis seboroik

yang berat, karena narrow-band UVB akan diserap oleh Malassezia furfur

yang bersifat kromofor.12

7) Bila tidak membaik dengan semua modalitas terapi, pada dermatitis seboroik

luas dapat diberikan prednisolone 30 mg/hari untuk respon cepat.2

13
8) Isotretinoin bisa diberikan dosis rendah 0,05-0,10 mg/kg BB setiap hari

selama beberapa bulan, khususnya untuk dermatitis seboroik yang sukar

sembuh.12

Dermatitis seboroik lebih sering relaps bila diterapi dengan kortikosteroid

topikal dibandingkan agen antijamur, serta pemakaian kortikosteroid topikal dalam

jangka waktu yang lama dapat menyebabkan telangiektasis, atrofi kulit dan lain-

lain.11

3.9 Prognosis
Prognosis dipengaruhi oleh awitan dermatitis seboroik, dan pada bayi prognosisnya

jauh lebih baik daripada dermatitis seboroik pada dewasa. Kondisi ini membaik pada musim

panas. Kekambuhan terutama pada kulit kepala dapat dikaitkan dengan alopesia pada kasus

yang parah. Pada bayi dan remaja dermatitis seboroik menghilang seiring bertambahnya

usia. Pada umumnya, prognosis baik jika faktor-faktor pencetus dapat dihilangkan.4,6

14
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada laporan kasus kali ini dibahas mengenai pasien di Poli klinik Kulit dan
Kelamin di RS Bhayangkara atas nama An. A usia 7 tahun 11 bulan dengan diagnosis
Dermatitis Seboroik.
Berdasarkan anamnesis pasien datang dengan keluhan kulit yang terkelupas dan
gatal didaerah kepala, benjolan ini sudah dirasakan pasien sejak 1 bulan yang lalu, awalnya
dirasakan pasien hanya dibagian belakang kepala, lama-lama sampai ke bagian depan dan
samping kanan kiri kedua telinga. Semakin hari semakin tambah banyak dan gatal. Rasa
gatal berkurang apabila pasien menggaruk-garuk rambut kepalanya dan setelah itu
mengeluarkan sisik berwarna putih serta berminyak. Ibu pasien mengatakan rambut anaknya
gampang berminyak dan mudah rontok. Pasien sebelumnya pernah berobat ke dokter dan
diberikan obat serta shampo namun ibu pasien lupa namannya.
Diagnosis dermatitis seborik dapat ditegakkan pada pemeriksaan fisik, Patch eritema
pada regio auricular dextra dengan ukuran numular bentuk lesi teratur dan berbatas tegas
serta solitar atau satu lesi, terdapat skuama pada regio scalp dengan ukuran miliar, bentuk
lesinya tidak teratur, berbatas tidak tegas serta bilateral.
Pada pasein ini sudah dapat di diagnosis dengan dermatitis seboroik karena pada
pemeriksaan fisik pasien didapatkan skuama pada regio scalp dengan ukuran miliar, bentuk
lesinya tidak teratur, berbatas tidak tegas serta bilateral.
Tatalaksana medikamentosa pada kasus Dermatitis seboroik dapat di sesuai dengan
lokasi dari peradangannya, jika berada di kulit kepala pasien maka dapat diberikan shampo
yang mengandung obat anti Malassezia, misalnya yang mengandung 1-2,5% selenium
sulfida, imidazoles (misalnya 2% ketokonazole), zinc pyrithione, benzoil peroksida, asam
salisilat, ketokonazol dan berbagai shampo yang mengandung solusio terbinafine 1%.(13) .
Sebagai tambahan bisa diberikan dengan ketokonazole topikal 2% atau kortikosteroid
topikal baik dalam bentuk krim, lotion, atau solution yang dipakai satu sampai dua kali per
hari. Pengobatan sistemik dapat diberikan antihistamin sedatif yaitu cetirizine (1 x 1 tablet)
selama maksimal 2 minggu atau loratadine 1 x 10mg/hari selama maksimal 2 minggu, serta
ketoconazole 1 x100mg.

15
BAB V
KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus Dermatitis Seboroik pada An. A usia 7 tahun 11 bulan yang
diperiksa di poliklinik kulit dan kelamin RS Bhayangkara pada tanggal 9 Mei 2023.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan maka diduga
bahwa pasien mengalami veruka vulgaris. Hal ini dikonfirmasi dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Anamnesis yang keluhan kulit yang terkelupas dan gatal didaerah kepala,
benjolan ini sudah dirasakan pasien sejak 1 bulan yang lalu, awalnya dirasakan pasien hanya
dibagian belakang kepala, lama-lama sampai ke bagian depan dan samping kanan kiri kedua
telinga. Semakin hari semakin tambah banyak dan gatal. Rasa gatal berkurang apabila
pasien menggaruk-garuk rambut kepalanya dan setelah itu mengeluarkan sisik berwarna
putih serta berminyak.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan Patch eritema pada regio auricular dextra
dengan ukuran numular bentuk lesi teratur dan berbatas tegas serta solitar atau satu lesi,
terdapat skuama pada regio scalp dengan ukuran miliar, bentuk lesinya tidak teratur,
berbatas tidak tegas serta bilateral.
Penegakan diagnosa melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemberian
terapi sudah sesuai dengan teori.

16
DAFTAR PUSTAKA
1. Hajar Siti. 2015. Manifestasi Klinis Dermatitis Seboroik Pada Anak. Jurnal Kedokteran

Syiah Kuala : Banda Aceh

2. Jacoeb Tjut Nurul Alam. Dermatitis Seboroik. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2017. Hal: 232-233.

3. Astindari, Sawitri, Sandhika Willy. 2014. Perbedaan Dermatitis Seboroik dan

Psoriasis Vulgaris Berdasarkan Manifestasi Klinis dan Histopatologi. Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga : Surabaya

4. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta: EGC, 2004.

Hal: 104-106

5. Thaha Athuf. 2015. Hubungan Kepadatan Spesies Malassezia dan Keparahan Klinis

Dermatitis Seboroik di Kepala. Jurnal Ilmiah Departemen Ilmu Kesehatan Kulit

Kelamin RSUP Dr.Mohammad Husein Palembang.

6. Widaty Sandra, Marina Aninda. 2016. Pilihan Pengobatan Jangka Panjang Pada

Dermatitis Seboroik. Jurnal Ilmiah Departemen Ilmu Kesehatan FKUI : Jakarta

7. Terroe Ranita O, Kapantow Marlyn G, Kandou Renate T. 2015. Profil Dermatitis

Seboroik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof.DR.R.D.Kandou Manado.

Jurnal Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

8. Harahap Marwali. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2000. Hal :15-16

9. Taher Akmal. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan Primer Edisi Revisi Tahun 2014. Jakarta. Hal 460-462

10. Astindari S. Perbedaan Dermatitis Seboroik dan Psoriasis Vulgaris Berdasarkan

Manifestasi Klinis dan Histopatologi (Differentiation of Seborrheic Dermatitis and

Psoriasis Vulgaris Based on Clinical Manifestation and Histophatological

Examination). April 2014;Vol. 26(No. 1):72–8.

17
11. Huzar Thimoty. How to identify and treat scalp psoriasis.J Med News Today.

2018;vol 24(No 12):1–6

12. Gayatri Lunni, Barakbah Jusuf. 2011. Dermatitis Seboroik pada HIV/AIDS. Jurnal

Ilmiah Fakultas Kedokteran Airlangga : Surabaya

18

Anda mungkin juga menyukai