Anda di halaman 1dari 32

Referat

OSTEOARTRITIS

disusun oleh :
GABRIELLA CHARLES SINGAM
206100802022

Pembimbing :
dr. Andreas Wahyu Wicaksono, Sp. OT

BAGIAN/SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA
2022
PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Gabriella Charles Singam
NIM : 206100802022
Jurusan : Program Studi Profesi Dokter Universitas Palangka Raya

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa referat yang berjudul “Osteoartritis” ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan peniruan terhadap hasil karya dari
orang lain. Kutipan pendapat dan tulisan orang lain ditunjuk sesuai dengan cara-cara
penulisan yang berlaku. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa
referat ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain yang dianggap
melanggar peraturan maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Palangka Raya, Maret 2022

Gabriella Charles Singam


206100802022

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang
berjudul “ Osteoatritis”. Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam
kepanitraan klinik di bagian Ilmu Bedah di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
Penulis sadar bahwa dalam proses penyelesaian penulisan Referat ini banyak
mengalami kendala namun semua ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, kerjasama,
dan dukungan dari berbagai pihak sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut
dapat diatasi.
Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih terhadap dr. Andreas Wahyu
Wicaksono, Sp.OT sebagai pembimbing saya yang telah banyak memberikan arahan,
motivasi, saran, meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta perhatiannya selama
penyusunan, kedua orang tua saya yang selalu mendukung, memberikan motivasi dan
juga teman-teman saya yang selalu memberikan semangat kepada saya dalam
penyusunan referat ini hingga dapat terselesaikan.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, kiranya referat ini dapat berguna dan
membantu dokter-dokter muda selanjutnya maupun mahasiswa-mahasiswi jurusan
kesehatan lain yang sedang dalam menempuh pendidikan, laporan kasus ini berguna
sebagai referensi dan sumber bacaan untuk menambah ilmu pengetahuan.

Palangka Raya, Maret 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN............................................................................... ii
KATA PENGANTAR........................................................................................... iii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2. Tujuan Penulisan.......................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi ...................................................................................................... 3
2.2 Osteoartritis (OA)....................................................................................... 5
2.2.1 Definisi...................................................................................................... 5
2.2.2 Epidemiologi............................................................................................. 5
2.2.3 Etiologi...................................................................................................... 6
2.2.4 Faktor Resiko............................................................................................. 7
2.2.5 Klasifikasi ................................................................................................. 9
2.2.6 Patogenesis................................................................................................ 12
2.2.7 Diagnosis dan Gejala Klinis...................................................................... 13
2.2.8 Penatalaksamaan........................................................................................ 20
2.2.9 Prognosis................................................................................................... 24
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 26

iv
DAFTAR GAMBAR

2.1 Anatomi sendi lutut...................................................................................... 3


2.2 Skematik Patogenesis OA............................................................................ 6
2.3 Skema berdasarkan faktor resiko OA............................................................... 9
2.4 Klasifikasi OA menurut Kellgren dam Flawrence....................................... 10
2.5 Klasifikasi OA berdasarkan Kellgren dan Flawrence secara radiologi....... 11
2.6 Gambaran Klasifikasi OA............................................................................ 11
2.7 Patofisiologi OA.......................................................................................... 13
2.8 Gambaran manifestasi klinis OA................................................................. 14
2.9 Tes Ballontement......................................................................................... 15
2.10 Tas Mc Murray............................................................................................. 16
2.11 Tes Valgus dan Tes Varus........................................................................... 16
2.12 Pemeriksaan anterior dan posterior drawer.................................................. 17
2.13 Tes kualitas dan kuantitas ROM knee.......................................................... 18
2.14 Jenis-jenis implant TKA.............................................................................. 22
2.15 Radiografi TKA dengan prostesis stabilisasi posterior................................ 23

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Osteoartritis (OA) didefinisikan sebagai kelompok heterogen
kondisi yang menyebabkan gejala dan tanda sendi yang terkait dengan
tulang rawan artikular yang rusak dan perubahan terkait pada morfologi
tulang. OA biasanya dianggap sebagai penyakit progresif dewasa dan lanjut
usia.(1) Namun, ada beberapa faktor risiko yang berbeda dari usia yang
mempengaruhi seseorang untuk OA, seperti genetika, obesitas, cedera
sendi, aktivitas kerja atau rekreasi, jenis kelamin, dan ras.(1)
Osteoartritis (OA) adalah bentuk radang sendi yang paling umum
dan salah satu penyebab utama kecacatan. Penyakit sendi degeneratif dan
progresif ini mempengaruhi sekitar 250 juta orang orang di seluruh dunia
dan lebih dari 27 juta orang di Amerika Serikat. 3,4 Lansia (sekitar 35% dari
pasien berusia di atas 65 tahun) perempuan, penderita obesitas dan Orang
Afrika-Amerika adalah populasi dengan risiko tertinggi mengembangkan
OA. Diberikan tren populasi untuk hidup lebih lama dan peningkatan
obesitas yang progresif negara kita, jumlah pasien yang terkena
kemungkinan besar akan meningkat secara substansial dalam beberapa tahun
mendatang. Hal ini berkaitan dengan gangguan fungsional dan kecacatan
terkait dengan kondisi ini dan dampak negatifnya terhadap sosial dan
ekonomi aspek masyarakat kita. Ulasan ini akan membahas bukti terkini
mengenai patofisiologi osteoartritis lutut, rekomendasi pengobatan saat ini,
dengan fokus khusus pada modalitas intervensi termasuk steroid intra-
artikular dan pelepasan diperpanjang baru (ER) presentasi komponen ini.(1)
Berdasarkan survey World Health Organization (WHO) pada tahun
2007, penderita osteoarthritis di dunia mencapai angka 151 juta dan 24 juta
jiwa pada kawasan Asia Tenggara.(2) Sedangkan National Centers for Health
Statistics, memperkirakan terdapat 15,8 juta (12%) orang dewasa antara
rentang usia 25-74 tahun memiliki keluhan osteoarthritis.(2)

1
2

Prevalensi OA di dunia termasuk dalam kategori tinggi berkisar


antara 2.3% hingga 11.3%, selain itu OA merupakan penyakit
muskuloskeletal yang sering terjadi yaitu pada urutan ke 12 di antara seluruh
penyakit yang ada.(2) Hal tersebut dapat diketahui bahwa prevalensi OA pada
lansia usia > 60 tahun diestimasikan sebesar 10 -15% dengan angka kejadian
18.0% pada perempuan dan 9.6% pada laki -laki, dari angka tersebut dapat
dilihat bahwa prevalensi OA pada perempuan lebih tinggi dibandingkan
dengan laki –laki.(2)
Dari data yang didapat jumlah penderita osteoarthritis di Surakarta
dalam satu tahun terakhir cukup tinggi.(3) Berdasarkan studi pendahuluan
pada tanggal 26 september 2018 di Puskesmas Pajang Surakarta,
mendapatkan prevalensi osteoartritis pada satu tahun terahir sebesar 265
orang.(3) Angka kejadian osteoartritis di wilayah Pajang Surakarta tidak
hanyaterjadi pada lansia dengan umur lebih dari 60 tahun keatas, tapi
osteoarthritis juga terjadi pada orang usia produktif yaitu 45 tahun.(3)
Pentingnya mengetahui cara mendiagnosis varikokel sejak dini
untuk mencegah terjadinya gangguan tulang rawan artikular yang rusak dan
perubahan terkait pada morfologi tulang, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan osteoartritis pada manusia, maka refarat dengan judul
“Osteoartritis” ini ditulis.

1.2 Tujuan Penulisan


Refarat ini ditulis untuk memberi wawasan mengenai etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis (anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang), dan tatalaksana dari Osteoartritis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Anatomi Sendi

2.1.1 Sendi Lutut

Sendi lutut merupakan sendi yang kompleks bila dibandingkan dengan


sendi-sendi lainnya pada tubuh manusia karena berkaitan dengan tulang yang
membentuk sendi, aktivitas otot yang terintegrasi dan adanya ligamentum yang
memberi kesetabilan lutut. Sendi lutut terdiri dari 3 bagian utama,yaitu sendi
tibiofemoral medial dan lateral serta patelofemoral.(4)

Gambar 2.1 Gambar anatomi sendi lutut. (Sumber : Netter Ed.6)

3
4

Sendi adalah penghubung 2 tulang agar dapat digerakkan. Sendi terdiri atas
beberapa struktur diawali dengan(4):
1. Sendi synovial (diatrodial) terletak pada ujung dari dua tulang yang saling
berhubungan.
2. Kartilago artikular yang sangat halus (friksi minimal) menutupi ujung tulang
yang saling meluncur satu sama lain. Dapat terjadi cedera yang menyebabkan
rasa nyeri, degenerasi dan disfungsi
3. Tulang Subkondral: tulang tebal penyokong dan terdapat langsung dibawah
kartilago artikular. Gambaran pada foto polos x-ray berupa radio-opaque dan
memiliki hipodense (hitam) pada MRI
4. Synovium: membran dalam yang memanjangi kapsula sendi; penghasil cairan
synovial (filter plasma); plica (lipatan) synovial terbuat nomal namun dapat
menjadi patologik.
5. Kapsula : bagian lapisan luar, mengelilingi dan menyokong ujung kedua tulang
pada orientasi yang tepat; penebalan pada kapsul (ligamentum kapsular)
menjaga stabilitas sendi
6. Cairan synovial : plasma ultrafiltrasi ; mengandung asam hialuronik, lubrikan,
proteinase, dan kolagenase; fungsi: a. Lubrikasi sendi, b. Nutrisi untuk
kartilago artikular (Meniskus, TFCC), c. Evaluasi laboratorium penting untuk
penilaian proses intraartikular.
7. Lain-lain : sendi kadang memiliki struktur tambahan, termasuk ligamentum
(ACL, PCL), tendon (bisep, popliteal), penyokong struktur (meniscus, TFCC,
diskus artikularis).
Kartilago
a. Hialin: terdapat di kartilago artikular pada sendi synovial, mengandung
kolagen tipe II.
b. Serat Kartilago: terdapat di meniscus, TFCC, diskus vertebral, diskus
artikulars (sendi akromikroklavikular); mengandung kolagen tipe I.
Patella berfungsi sebagai protektor sendi dan mengurangi friksi antara
tulang dan otot penyusun sendi lutut. Selain itu, patella juga dapat meningkatkan
tumpuan mekanik otot quadriceps.
5

Meniskus berfungsi sebagai shock-absorber dan bantalan sendi lutut.


Meniskus dapat menahan beban sampai 40-70% dari beban yang diberikan pada
sendi lutut. Meniskus juga memberikan struktur tibial plateau yang lebih
dalam/kokoh sebagai bagian dari stabilitas sendi. Selain meniskus, terdapat cairan
sendi sinovial yang juga berfungsi sebagai shock-absorber dan mengurangi friksi.
Bursa sendi juga memiliki fungsi untuk mengurangi friksi saat sendi lutut
bergerak(5)

2.1 Osteoartritis
2.2.1 Definisi
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada sendi yang
melibatkan kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang sehingga menyebabkan
nyeri dan kekakuan pada sendi.(6)
Dalam Perhimpunan Reumatologi Indonesia Osteoartritis secara sederhana
didefinisikan sebagai suatu penyakit sendi degeneratif yang terjadi karena proses
inflamasi kronis pada sendi dan tulang yang ada disekitar sendi tersebut.(6)
Sjamsuhidajat, dkk. mendefinisikan OA sebagai kelainan sendi kronik yang
disebabkan karena ketidakseimbangan sintesis dan degradasi pada sendi, matriks
ekstraseluler, kondrosit serta tulang subkondral pada usia tua.(6)

2.2.2 Epidemiologi

Osteoartritis merupakan penyebab ketidakmampuan pada orang Amerika


dewasa. Prevalensi osteoartritis di Eropa dan America lebih besar dari pada
prevalensi di negara lainnya. The National Arthritis Data Workgroup (NADW)
memperkirakan penderita osteoartritis di Amerika pada tahun 2005 sebanyak 27
juta yang terjadi pada usia 18 tahun keatas. Data tahun 2007 hingga 2009
prevalensi naik sekitar 1 dari 5 atau 50 juta jiwa yang didiagnosis dokter menderita
osteoartritis.(7)
Estimasi insiden osteoartritis di Australia lebih besar pada wanita
dibandingkan pada laki-laki dari semua kelompok usia yaitu 2,95 tiap 1000
populasi dibanding 1,71 tiap 1000 populasi. Di Asia, China dan India menduduki
peringkat 2 teratas sebagai negara dengan epidemiologi osteoartritis tertinggi yaitu
berturut-turut 5.650 dan 8.145 jiwa yang menderita osteoartritis lutut.(7)
6

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 hasil dari wawancara
pada usia ≥ 15 tahun rata-rata prevalensi penyakit sendi/rematik sebesar 24,7%.
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi dengan prevalensi OA
tertinggi yaitu sekitar 33,1% dan provinsi dangan prevalensi terendah adalah Riau
yaitu sekitar 9% sedangkan di Jawa Timur angka prevalensinya cukup tinggi yaitu
sekitar 27%. Sekitar 32,99% lansia di Indonesia mengeluhkan penyakit degeneratif
seperti asam urat, rematik/radang sendi, darah tinggi, darah rendah, dan diabetes.(7)

2.2.3 Etiologi
Berdasarkan etiopatogenesisnya OA dibagi menjadi dua, yaitu OA primer
dan OA sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatikyang mana penyebabnya
tidak diketahui dan tidak ada hubunganya dengan penyakit sistemik, inflamasi
ataupun perubahan lokal pada sendi, sedangkan OA sekunder merupakan OA yang
ditengarai oleh faktor-faktor seperti penggunaan sendi yang berlebihan dalam
aktifitas kerja, olahraga berat, adanya cedera sebelumnya, penyakit sistemik,
inflamasi. OA primer lebih banyak ditemukan daripada OA sekunder.(8)

Gambar 2.2 Skematik Patogenesis OA


7

2.2.4 Faktor Resiko


a. Faktor Metabolik
1. Obesitas
OA panggul, lutut, dan tangan sering dihubungkan dengan peningkatan
berat badan. Obesitas merupakan penyebab yang mengawali OA, bukan sebaliknya
bahwa obesitas disebabkan immobilitas akibat rasa sakit karena OA. Pembebanan
lutut dan panggul dapat menyebabkan kerusakan kartilago, kegagalan ligamen dan
dukungan struktural lain. Setiap penambahan berat +½ kg, tekanan total pada satu
lutut meningkat sebesar +1–1½ kg. Setiap penambahan 1 kg meningkatkan risiko
terjadinya OA sebesar 10%. Bagi orang obesitas, setiap penurunan berat walau
hanya 5 kg akan mengurangi fakor risiko OA di kemudian hari sebesar 50%.(9)
2. Osteoporosis
Hubungan antara OA lutut dan osteoporosis mendukung teori bahwa
gerakan mekanis yang abnormal tulang akan mempercepat kerusakan tulang rawan
sendi. Suatu studi menunjukkan bahwa terdapat kasus OA lutut tinggi pada
penderita osteoporosis.(9)
3. Penyakit Lainnya
OA lutut terbukti berhubungan dengan diabetes mellitus, hipertensi dan
hiperurikemi, dengan catatan pasien tidak mengalami obesitas.(9)
4. Histerektomi
Prevalensi OA lutut pada wanita yang mengalami pengangkatan rahim lebih
tinggi dibandingkan wanita yang tidak mengalami pengangkatan rahim. Hal ini
diduga berkaitan dengan pengurangan produksi hormon estrogen setelah dilakukan
pengangkatan rahim.(9)

b. Faktor Biomekanis
1. Okupasi
Prevalensi lebih tinggi menderita OA lutut ditemukan pada kuli pelabuhan,
petani dan penambang dibandingkan pada pekerja yang tidak banyak menggunakan
kekuatan lutut seperti pekerja administrasi.Terdapat hubungan signifikan antara
pekerjaan yang menggunakan kekuatan lutut dan kejadian OA lutut.(10)
2. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau lebih setiap hari),
berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat barang berat (10 kg –
8

50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), mendorong objek yang berat (10 kg
–50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun tangga setiap hari
merupakan faktor risiko OA lutut.(10)
3. Olahraga
Kelemahan otot kuadrisep primer merupakan faktor risiko bagi terjadinya
OA lutut dengan proses penurunan stabilitas sendi dan mengurangi tekanan yang
menyerap materi otot. Tetapi, di sisi lain seseorang yang memiliki aktivitas minim
sehari-hari juga berisiko mengalami OA lutut. Ketika seseorang tidak melakukan
gerakan, aliran cairan sendi akan berkurang dan berakibat aliran makanan yang
masuk ke sendi juga berkurang. Hal tersebut akan mengakibatkan proses
degeneratif menjadi berlebihan.(10)

c. Faktor Demografi
1. Genetik
Faktor keturunan mempunyai peran terhadap terjadinya OA.Faktor genetik
diduga juga berperan pada kejadian OA lutut, hal tersebut berhubungan dengan
abnormalitas kode genetik untuk sintesis kolagen yang bersifat diturunkan.
Pengaruh faktor genetik mempunyai kontribusi sekitar 50% terhadap risiko
terjadinya OA tangan dan panggul, dan sebagian kecil OA lutut.(11)
2. Usia
Proses penuaan dianggap sebagai penyebab peningkatan kelemahan di
sekitar sendi, penurunan kelenturan sendi, kalsifikasi tulang rawan dan
menurunkan fungsi kondrosit, yang semuanya mendukung terjadinya OA.Studi
Framingham menunjukkan bahwa 27% orang berusia 63 –70 tahun memiliki bukti
radiografik menderita OA lutut, yang meningkat mencapai 40% pada usia 80 tahun
atau lebih.Umur pada saat cedera akan mempengaruhi peningkatan risiko OA.
Cedera ligamen pada manula cenderung menyebabkan OA berkembang lebih cepat
dibanding orang muda dengan cedera yang sama.(11)

3. Jenis Kelamin
Insidensi OA meningkat berdasarkan usia dan merupakan penyebab utama
kecacatan di kalangan lansia. Di bawah usia 55 tahun, distribusi sendi OApada
laki-laki dan perempuan sama; pada orang yang berusia lebih tua OAlebih sering
9

terjadi pada laki-laki, sedangkan OAsendi antarfalang dan pangkal jempol lebih
sering pada perempuan.(11)

Gambar 2.3 Skema berdasarkan faktor resiko OA

2.2.5 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, OA dibedakan menjadi dua,yaitu OA primer
dan OA sekunder. OA primer, atau dapat disebut OA idiopatik, tidak memiliki
penyebab yang pasti (tidak diketahui) dan tidak disebabkan oleh penyakit sistemik
maupunproses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder merupakan OA yang
disebabkan oleh inflamasi, kelainan sistemendokrin, metabolik, pertumbuhan,
faktor keturunan (herediter) dan immobilisasi yang terlalu lama.(12)
Kasus OA primer lebih sering dijumpai pada praktik sehari-hari dibandingkan
dengan OA sekunder. Menurut Kellgren dan Lawrence osteoartritis dalam
pemeriksaan radiologis diklasifikasikan sebagai berikut: (12)
Grade 0: Normal, Tidak tampak adanya tanda-tanda OA pada radiologis.
Grade 1:Ragu-ragu, tanpa osteofit.
Grade 2: Ringan, osteofit yang pasti, tidak terdapat ruang antar sendi.
Grade 3: Sedang, osteofit sedang, terdapat ruang antar sendi yang cukup besar.
10

Grade 4: Berat atau parah, osteofit besar, terdapat ruang antar sendi yang lebar
dengan sklerosis pada tulang subkondral.

Gambar 2.4 Klasifikasi OA menurut Kellgren dan Flawrence

American College of Rheumatology mendeskripsikan kesehatan seseorang


berdasarkan derajat keparahan.Antara lain sebagai berikut(12):
Derajat 0: Tidak merasakan tanda dan gejala.
Derajat 1: Terbentuk taji kecil, nyeri dirasakan ketika beraktifitas cukup berat,
tetapi masih bisa dilokalisir dengan cara mengistirahatkan sendi yang terkena
osteoartritis.
Derajat 2 : Osteofit yang pasti, mungkin terdapatcelahantar sendi, nyeri hampir
selalu dirasakan, kaku sendi pada pagi hari, krepitus, membutuhkan bantuan dalam
menaiki tangga, tidak mampu berjalan jauh, memerlukan tenaga asisten dalam
menyelesaikan pekerjaan rumah.
11

Derajat 3-4: Osteofit sedang-berat, terdapat celah antar sendi, kemungkinan terjadi
perubahan anatomis tulang, nyeri disetiap hari, kaku sendi pada pagi hari, krepitus
pada gerakan aktif sendi, ketidakmampuan yang signifikan dalam beraktivitas.

Gambar 2.5 Klasifikasi berdasarkan Kellgren dan Lawrence

Gambar 2.6 Gambaran klasifikasi OA


12

2.2.6 Patogenesis
OA terjadi karena degradasi pada rawan sendi, remodelling tulang, dan
inflamasi. Terdapat 4 fase penting dalam proses pembentukan osteoartritis yaitu
fase inisiasi, fase inflamasi, nyeri, fase degradasi.(13)
a. Fase inisiasi : Ketika terjadi degradasi pada rawan sendi, rawan sendi
berupaya melakukan perbaikan sendiri dimana khondrosit mengalami replikasi dan
memproduksi matriks baru.Fase ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan suatu
polipeptida yang mengontrol proliferasi sel dan membantu komunikasi antar sel,
faktor tersebut seperti Insulin-like growth factor (IGF-1), growth hormon,
transforming growth factor b (TGF-b)dan coloni stimulating factors (CSFs).Faktor-
faktor ini menginduksi khondrosit untuk mensintesis asam deoksiribo nukleat
(DNA) dan protein seperti kolagen dan proteoglikan. IGF-1 memegang peran
penting dalam perbaikan rawan sendi.
b. Fase inflamasi :Pada fase inflamasi sel menjadi kurang sensitif terhadap
IGF-1 sehingga meningkatnya pro-inflamasi sitokin dan jumlah leukosit yang
mempengaruhi sendi.IL-1(Inter Leukin-1)dan tumor nekrosis faktor-α (TNF-α)
mengaktifasi enzim degradasi seperti collagenase dan gelatinase untuk membuat
produk inflamasi pada osteoartritis. Produk inflamasi memiliki dampak negatif
pada jaringan sendi, khususnya pada kartilago sendi, dan menghasilkankerusakan
pada sendi.
c. Fase nyeri: Pada fase ini terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik
dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan penumpukan trombus
dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral sehingga menyebabkan
terjadinya iskemik dan nekrosis jaringan. Hal ini mengakibatkan lepasnya mediator
kimia seperti prostaglandin dan interleukin yang dapat menghantarkan rasa nyeri.
Rasa nyeri juga berupa akibat lepasnya mediator kimia seperti kinin yang dapat
menyebabkan peregangan tendo, ligamen serta spasme otot-otot. Nyeri juga
diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang
berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intramedular akibat stasis
vena pada pada proses remodelling trabekula dan subkondrial.
d. Fase degradasi : IL-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi yaitu
meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi. Peran makrofag
didalam cairan sendi juga bermanfaat, yaitu apabila terjadi jejas mekanis, material
asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs akan memproduksi sitokin aktifator
13

plasminogen (PA). Sitokin ini akan merangsang khondrosit untuk memproduksi


CSFs. Sitokin ini juga mempercepat resorpsi matriks rawan sendi.Faktor
pertumbuhan dan sitokin membawa pengaruh yang berlawanan selama
perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks
rawan sendisedangkan faktor pertumbuhan merangsang sintesis.

Gambar 2.7 Patofisiologi OA

2.2.7 Diagnosis dan Gejala Klinis


OA dapat mengenai sendi-sendi besar maupun kecil. Distribusi OA dapat
mengenai sendi leher, bahu,tangan, kaki, pinggul, lutut.(14)
- Nyeri : Nyeri pada sendi berasal dari inflamasi pada sinovium, tekanan pada
sumsum tulang, fraktur daerah subkondral, tekanan saraf akibat osteofit, distensi,
instabilnya kapsul sendi, serta spasme pada otot atau ligamen. Nyeri terjadi ketika
melakukan aktifitas berat. Pada tahap yang lebih parah hanya dengan aktifitas
minimal sudah dapat membuat perasaan sakit, hal ini bisaberkurang dengan
istirahat(14).
- Kekakuan sendi : kekakuan pada sendi sering dikeluhkan ketika pagi hariketika
setelah duduk yang terlalu lama atau setelah bangun pagi(14).
- Krepitasi : sensasi suara gemeratak yang sering ditemukan pada tulang sendi
rawan.
14

- Pembengkakan pada tulang biasa ditemukan terutama pada tangansebagai nodus


Heberden (karena adanya keterlibatan sendi Distal Interphalangeal (DIP)) atau
nodus Bouchard (karena adanya keterlibatan sendi Proximal Phalangeal (PIP)).
Pembengkakan pada tulang dapat menyebabkan penurunan kemampuan pergerakan
sendi yang progresif(14).
- Deformitas sendi : pasien seringkali menunjukkan sendinya perlahan-lahan
mengalami pembesaran, biasanya terjadi pada sendi tangan atau lutut.

Gambar 2.8 Gambaran manifestasi klinis OA

Diperlukan diagnosis dini dan penilaian derajat beratnya OA secara akurat


untuk mencegah kecacatan akibat OA. Penilaian derajat beratnya OA saat ini masih
belum begitu seragam/objektif karena tergantung keahlian dan pengalaman
radiologis. Diagnosis OA ketika ditegakan sering sudah berada pada stadium lanjut
karena keterbatasan kemampuan radiografi konvensional dalam mendeteksi
kerusakan sendi pada stadium awal. Keadaan ini berimplikasi pada kegagalan yang
lebih tinggi dalam pencegahan disabilitas. Untuk itu pencarian petanda (marker)
kerusakan tulang rawan sendi yang dapat dipergunakan untuk menilai derajat
beratnya OA secara lebih objektif dalam memprediksi terjadinya OA pada stadium
awal menjadi sangat penting.(14)
15

Pemeriksaan Spesifik :

1. Tes Ballotement
Ballotement test merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk
mengetahui adanya cairan di dalam lutut. Caranya, yaitu : dengan mengosongkan
resessus patelaris dengan menekan menggunakan satu tangan,disamping itu dengan
jari-jari tangan yang lainnya patela ditekan ke bawah. Bila normal patella tidak bisa
ditekan ke bawah, namun apabila patela tidak bisa ditekan ke bawah, maka terdapat
penumpukan cairan yang membuat patella terangkat(15)

Gambar 2.9 Tes Ballotement

2. Tes Mc Murray
Mc murray merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi
robekan di segmen meniskus bagian belakang. Caranya, yaitu dengan
menempatkan lututmelebihhi 900 dari fleksi dankemudian memutar tibiadi atas
tulang femur menjadi rotasi internal secara penuh untuk menguji meniskus bagian
lateral, atau rotasi eksternal penuh untuk memeriksa meniskus medial. Manuver-
manuver sama dilakukan dalam tingkatan yang bertahap untuk meningkatkan
derajat fleksi lutut dapat memuat lebih banyak segmen meniskus posterior. Selama
pemeriksaan, garis persendian bagian lateral maupun medial di palpasi. Hasil
dianggap positif apabila terdapat suara klik. Suara klik kadang bisa didengar dan
kadang hanya bisa dirasakan.(15)
16

Gambar 2.10 Tes Mc Murray

3. Tes valgus dan varus


Gerakan valgus merupakan gerakan ke sisi luar/samping (lateral),
sedangkan varus adalah gerakan ke sisi dalam/tengah (medial), Tes ini dilakukan
dengan cara 30 derajat fleksi knee, kemudian terapis memegang sisi lateral sendi
lutut untuk mengidentifikasi ligamen MCL, dan smemegang sisi medial sendi lutut
untuk mengidentifikasi ligamen LCL, kemudian terapis meregangkan persendian
lutut ke arah lateral untuk mengecek ligamen MCL, dan meregangkan ke arah
medial untuk mengecek ligamen LCL, kemudian setelah itu terapis meraba garis
sendi untuk menentukan jumlah nilai pembukaan sendi(15)

Gambar 2.11 Tes Valgus dan Tes Varus


17

4. Tes Anterior dan Posterior Drawer


Anterior dan posterior drawer test merupakan tes yang digunakan untuk
mengidentifikasi ligamen ACL dan PCL. Tata caranya yaitu dengan posisi pasien
tidur terlentang kemudian salah satu kaki pasien yang akan di periksa difleksikan
atau ditekuk 45 derajat, sedangkan kaki yang lain tetap dala posisi lurus,
pergelangan kaki pasien yang akan diperiksa di duduki terapis supaya dpat
terfiksasi, kedua tang terapis memegang os. Tibialissembari memberi tarikan ke
arah anterior untuk mengetahui adanya ruptur ACL dan ke arah posterior untuk
mengetahui adanya ruptur PCL(15)

Gambar 2.12 Pemeriksaan Anterior dan Posterior Drawer

5. Tes kualitas dan kuantitas ROM knee


Tes ini dilakukan untuk mengetahui kualitas dari persendian lutut dan kuantitas
dari lingkup gerak sendi pada lutut. Cara mengetesnya yaitu dengan meminta pasien untuk
menggerakkan persendian lutut secara aktif dan terapis memperhatikan keadaan
persendian tersebut mulai dari adakah krepitasi pada persendian sampai bagaiman
kuantitas dari lingkup gerak sendi pada lutut pasien.(14)
18

Gambar 2.13 Tes Kualitas dan Kuantitas ROM knee

Teknologi intervensi fisioterapia(16).


1. Infra Red
Infra Red merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang dengan
panjang berkisar antara 760 nm hingga 100.000 nm yang terbagi menjadi dua jenis mesin,
yaitu luminousdan non luminous (Tsai & Hamblin, 2017). Efek dari pancaran sinar Infra
Redini sendiri yaitu memberikan pemanasan superfisial pada daerah kulit yang akan
menghasilkan efek fisiologis, seperti aktifnya reseptor panas superfisial pada kulit untuk
mengubah transmisi atau konduksi saraf sensoris dalam menghantarkan nyeri, sehingga
dapat mengurangi nyeri, memberikan rasa nyaman dan rileks pada otot(16).

2. Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation


Transkutaneus Electrical Nerve Stimulation adalah intervensi untuk mengurangi
nyeri dengan menggunakan aliran listrik bertegangan rendah dalam mengaktifkan jaringan
19

saraf yang komplek. Hal ini terjadi oleh karena aktifnya saraf descendendalam saraf pusat
untuk mengurangi hiperalgesia. Pada TENS dengan frequensi tinggi dapat mengurangi
substansi P, yang akan meningkat pada ganglia pada manusia setelah cedera jaringan,
sedangkan pada TENS dengan frequensi rendah dapat memblokade reseptor
opioidperifer,sehingga mencegah analgesia, dengan demikian TENS juga dapat mengubah
rangsangan nosiseptornpeifer untuk mengurangi masukan aferenke sistem saraf pusat(16).
Pemeriksaan Penunjang
- Radiologi
Setiap sendi yang menyangga berat badan dapat terkena osteoartritis, seperti panggul,
lutut, selain itu bahu, tangan, pergelangan tangan, dan tulang belakang juga sering terkena.
Gambaran radiologi OA sebagai berikut(17):
1. Pembentukan osteofit: pertumbuhan tulang baru (semacam taji) yang terbentuk di
tepi sendi.Penyempitan rongga sendi : hilangnya kartilago akan menyebabkan
penyempitan rongga sendi yang tidak sama.
2. Badan yang longgar : badan yang longgar terjadi akibat terpisahnya kartilago
dengan osteofit.
3. Kista subkondral dan sklerosis: peningkatan densitas tulang di sekitar sendi yang
terkenadengan pembentukan kista degeneratif
Bagian yang sering terkena
- OA Lutut :
1. Sering terjadi hilangnya kompartemen femorotibial pada rongga sendi.
2. Kompartemen bagian medial merupakan penyangga tubuh yang utama, tekanannya
lebih besar sehingga hampir selalu menunjukkan penyempitan paling dini.
- Tulang belakang :
1. Terjadi penyempitan rongga diskus.
2. Pembentukan tulang baru (spuring/pembentukan taji) antara vertebra yang
berdekatan sehingga dapat menyebabkan keterlibatan pada akar syaraf atau kompresi
medula spinalis.
3. Sklerosis dan osteofit pada sendi-sendi apofiseal invertebrata
- Panggul :
1. Penyempitan pada sendi disebabkan karena menyangga berat badan yang terlalu
berat, sehingga disertai pembentukan osteofit femoral dan asetabular.
2. Sklerosis dan pembentukan kista subkondral.
20

3. Penggantian total sendi panggul menunjukkan OA panggul yang sudah berat.


- Tangan:
1. Biasanya mengenai bagian basal metakarpal pertama.
2. Sendi-sendi interfalang proksimal ( nodus Bouchard ).
3. Sendi-sendi interfalang distal ( nodus Heberden )

2.2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan OA tidak dapat bergantung pada pengobatan medikamentosa saja.
Pengobatan OA membutuhkan edukasi dan modifikasi gaya hidup, tatalaksana rehabilitasi
medis atau bahkan pembedahan. Diperlukan pemahaman dari tenaga kesehatan agar
penatalaksanaan OA dapat lebih baik, menyeluruh, dan pasien mendapat pilihan terapi
yang tepat agar nyeri dan kualitas hidup pasien menjadi lebih baik.(18)
Indonesian Rheumatism Association (IRA) merekomendasikan untuk
penatalaksanaan OA, menggunakan kombinasi pendekatan farmakologi dan non
farmakologi. Fokus rekomendasi adalah mengurangi risiko terjadinya OA, diagnosis dini
OA dan penatalaksanaan OA (dini, eksaserbasi akut, jangka panjang dan tahap lanjut).(18)
Sampai saat ini belum ada terapi yang dapat menyembuhkan OA. Penatalaksanaan
terutama ditujukan pada pengendalian/menghilangkan nyeri, memperbaiki gerak dan
fungsi sendi serta meningkatkan kualitas hidup. Operasi penggantian sendi hanya
dilakukan untuk penderita dengan OA berat dan tidak respons dalam pengobatan terapi.
Saat ini penatalaksanaan OA diharapkan dapat memodifikasi perjalanan penyakit bahkan
mungkin mencegah terjadinya OA dengan pemberian disease modifiying drugsuntuk OA
(DMOADs). Hasil terbaik bila dilakukan pendekatan multidisiplin dan tatalaksana yang
bersifat multimodal.(18)
Tujuan penatalaksanaan pada OA untuk mengurangi tanda dan gejala OA,
meningkatkan kualitashidup, meningkatkan kebebasan dalam pergerakan sendi, serta
memperlambat progresiosteoartritis. Spektrum terapi yang diberikan meliputi fisioterapi,
pertolongan ortopedi, farmakoterapi, pembedahan, rehabilitasi.(18)
a. Terapi konservatif
Terapi konservatif yang bisa dilakukan meliputi edukasi kepada pasien, pengaturan gaya
hidup, apabila pasien termasuk obesitas harus mengurangi berat badan, jika
memungkinkan tetap berolah raga (pilihan olah raga yang ringan seperti bersepeda,
berenang).
21

b. Fisioterapi
Fisioterapi untuk pasien OA termasuk traksi,stretching, akupuntur, transverse
friction(tehnik pemijatan khusus untuk penderita OA), latihan stimulasi otot, elektroterapi.
c. Pertolongan ortopedi
Pertolongan ortopedi kadang-kadang penting dilakukan seperti sepatu yang bagian dalam
dan luar didesain khusus pasien OA, ortosis juga digunakan untuk mengurangi nyeri dan
meningkatkan fungsi sendi
d. Farmakoterapi
- Analgesik / anti-inflammatory agents

- COX-2 memiliki efek anti inflamasi spesifik.Keamanandan kemanjuran dari obat


anti inflamasi harus selalu dievaluasi agar tidak menyebabkan toksisitas. Contoh:
Ibuprofen : untuk efek antiinflamasi dibutuhkan dosis 1200-2400mg sehari. Naproksen :
dosis untuk terapi penyakit sendi adalah 2x250-375mg sehari.Bila perlu diberikan
2x500mg sehari.
- Glucocorticoids Injeksi glukokortikoid intra artikular dapat menghilangkan efusi
sendi akibat inflamasi.Contoh:Injeksi triamsinolon asetonid 40mg/ml
suspensihexacetonide 10 mg atau 40 mg.
- Asam hialuronat -Kondroitin sulfat-Injeksi steroid seharusnya digunakan pada
pasien dengan diabetes yang telah hiperglikemia.Setelah injeksi kortikosteroid
dibandingkan dengan plasebo, asam hialuronat, lavage (pencucian sendi), injeksi
kortikosteroid dipercaya secara signifikan dapat menurunkan nyeri sekitar 2-3 minggu
setelah penyuntikan.

e. Pembedahan

1. Atroskopi

Arthroscopy adalah pemeriksaan bagian dalam sendi dengan menggunakan


instrumen tipis yang disebut arthroscope. Artroskopi dapat digunakan untuk
melihat permukaan sendi dan jaringan sekitarnya untuk mendiagnosa masalah
sendi, mengobati masalah sendi, dan memantau perkembangan kondisi sendi.
Masalah yang dapat diobati dengan prosedur ini termasuk fragmentasi tulang,
tulang rawan atau ligamen yang rusak atau robek, radang lapisan sendi, infeksi
sendi, atau jaringan parut di dalam sendi. Pemeriksaan artroskopi dapat dilakukan
22

pada lutut, bahu, siku, pergelangan kaki, pinggul, atau pergelangan tangan.
Arthroscopy terkadang dilakukan di bawah pemantauan dokter anestesi. Secara
umum, operasi dan penggunaan anestesi dapat disertai beberapa risiko yang
berkaitan dengan faktor-faktor seperti kondisi kesehatan dan operasi apa saja yang
menyertainya. Prosedur pemeriksaan arthroscopy cukup sederhana dan aman.
Namun, ada beberapa risiko komplikasi atau efek samping, yaitu: - pendarahan -
infeksi (demam, menggigil, kemerahan, nanah, kelenjar getah bening bengkak, dan
panas di sekitar sendi) - bekuan darah di ekstremitas - kerusakan pada saraf, sendi,
atau jaringan sekitar sendi - penumpukan tekanan dalam otot (sindrom
kompartemen)(19).
2. Total Knee Arthroplasty
Artroplasty lutut total, yaitu penggantian sendi tota bertujuan untuk
mengurangi nyeri yang diakibatkan artritis parah, dengan ataupun tanpa deformitas
signifikan. Sebelum dilakukannya tindakan ini, penyebab nyeri lain harus dapat
disingkirkan terlebih dahulu. Temuan radiologis harus berkorelasi dengan temuan
klinis mengenai artritis lutut. Indikasi lain pada penggantian sendi lutut total adalah
deformitas varus maupun valgus. Kontraindikasi pada TKA mencakup sepsis pada
lutut (akut dan kronis), infeksi aktif, disfungsi mekanisme ekstensor, deformitas
rekurvatum sekunder oleh kelemahan otot(19).

Gambar 2.14 Jenis-Jenis Implant TKA

3. Posterior Stabilized TKA


23

TKA dengan stabilisasi posterior menggunakan implant untuk menggantikan


fungsi dari PCL untuk mencegah translasi anterior dari femur terhadap tibia dan
mengijinkan pemutaran femur selama flexi(19).

Gambar 2.15 Radiografi TKA Dengan Prostesis Stabilisasi Posterior

Keuntungan dan Kerugian

Keuntungan dari penggunaan teknik operasi stabilisasi posterior TKA adalah


prosedur yang tidak terlalu rumit dengan kemudahan penyeimbangan ligamen,
komponen implan yang lebih stabil dan kerusakan implan yang lebih sedikit, tidak
adanya translasi anterior dalam penggunaan beban, penghindaran terjadinya ruptur
dari PCL, tidak adanya femoral rollback pada fleksi pasif dan peningkatan dari
Range of Motion(19).
Kerugian dari operasi stabilisasi posterior TKA adalah kerusakan dan
kehancuran dari tibial post, reseksi tulang yang berlebihan, komplikasi “Patellar
Clunk” dandislokasi tibiofemoral.
24

4. Alignment pada Lutut


Tujuan dari artroplasti lutut total adalah untuk mencapai kesejajaran
alignment yang baik pada komponen femoral, tibial dan patelar, dengan restorasi
dari ekstremitas bawah pasien. Kesejajaran yang baik pada lutut dianggap sebagai
faktor yang menentukan dalam menentukan hasil jangka panjang pada TKA dan
dianggap juga mengurangi kerusakan mekanik dan stres pada permukaan sendi dan
prosthesis(19).

2.2.9 Prognosis

Secara umum, prognosis Osteoartritis adalah baik. Namun, pada


Osteoartritis lutut gejala yang berat memiliki prognosis yang kurang baik. Terapi
bedah dilakukan jika terapi farmakologis sudah diberikan dan tidak memberikan
perbaikan yang signifikan secara klinis. Tindakan bedah yang diindikasikan untuk
osteoartritis akut adalah total Joint Arthroplasty(19).
BAB III
KESIMPULAN

1.1 Kesimpulan
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan
dengan kerusakan kartilago sendi. OA dapat mengenai sendi-sendi besar
maupun kecil. Distribusi OA dapat mengenai sendi leher, bahu,tangan, kaki,
pinggul, lutut.(1)
Tanda gejala OA meliputi : nyeri, kekakuan sendi, krepitasi, pembengkakan
pada tulang, dan deformitas sendi.(14)
Pengobatan OA tidak dapat bergantung pada pengobatan medikamentosa
saja. Pengobatan OA membutuhkan edukasi dan modifikasi gaya hidup,
tatalaksana rehabilitasi medis atau bahkan pembedahan. Diperlukan pemahaman
dari tenaga kesehatan agar penatalaksanaan OA dapat lebih baik, menyeluruh,
dan pasien mendapat pilihan terapi yang tepat agar nyeri dan kualitas hidup
pasien menjadi lebih baik. Penatalaksanaan pada OA untuk mengurangi tanda
dan gejala OA, meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kebebasan dalam
pergerakan sendi, serta memperlambat progresiosteoartritis. Spektrum terapi
yang diberikan meliputi fisioterapi, pertolongan ortopedi, farmakoterapi,
pembedahan, rehabilitasi(19).
Prognosis Osteoartritis adalah baik. Namun, pada Osteoartritis lutut gejala
yang berat memiliki prognosis yang kurang baik (19).

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Amoako A. O., Pujalte G. G. A., 2014. Osteoarthritis in Young, Active, and


Athletic Individuals. Clinical Medicine Insights: Arthritis and Musculoskeletal
Disorders: 7 27–32

2. Angst F., Stucki G., Aeschlimann A., 2003. Quality of life assessment in
osteoarthritis. Expert Rev. Pharmacoeconomics Outcomes Res. 3(5)

3. Mura C Juan, et.al 2018. Knee Osteoarthritis : Pathophysiology and current


treatment modalities. Journal Of Pain Research.

4. Amilia Bunga. 2011. Gambaran Penderita Osteoartritis di Bagian Bedah RSUD


Arifin Achmad Pekanbaru. Riau:FKUNILA

5. Netter’s concise orthopedic anatomy 2nd ed., Basic science, 2010. Pg. 16

6. Lee K. M., et. al, 2015. Risk Factors for Osteoarthritis and Contributing Factors
to Current Arthritic Pain in South Korean Older Adults. Yonsei Med J 56(1):124-
31

7. Miller L. E., II J. F., Block J. E., 2013. Quality of life in Patients with Knee
Osteoarthritis: A Commentary on Nonsurgical and Surgical Treatments. The
Open Orthopaedics Journal. 7, 619-23

8. Niethard FU, Gold MS, Solomon GS, et al. Efficacy of topical diclofenac
diethylamine gel in osteoarthritis of the knee. J Rheumatol 2005;32(12):2384-92.

9. Widyanto, Fendy W. 2017. Artritis Gout dan Perkembangannya. Blitar : RS


Aminah. (ejournal)

10. Wijaya Sandy. 2018. Rumah Sakit Tk. IV Madiun, Jawa Timur, Indonesia. CDK-
265/vol.45 no.6

11. Kevin R. Vincent. 2013. The Pathophysiology of Osteoartritis: A Mechanical


Perspective on THE knee Joint.University of Florida Gainesville, FL, USA:
National Institutes of Health

12. Rutjes AW, Juni P, da Costa BR, Trelle S, Nuesch E, Reichenbach S.


Viscosupplementation for osteoarthritis of the knee: a systematic review and
meta-analysis. Ann Intern Med 2012; 157(3): 180-91.

26
13. Mutmainah Sitti, Armanto M., Umi Medical Journal. 2019. Manajemen Pasien
Osteoartritis secara Holistik, Komperehensif dengan Menggunakan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Puskesmas Sudiang Raya Makassar. Jurnal Kedokteran,
Vol.4 no.1 Juni.

14. F.Eckstein M.D. 2006. MRI of articular cartilage in knee OA; Morphological
Assessmant. Osteoarthtritis and Cartilage, 14, A46-175.

15. Anggoro A.D dan Wulandari D. Irine, 2019. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada
Osteoarthtritis Knee Billateral Dengan Modalitas Tens , Laser Dan Terapi
Latihan Di Rsud Bendan Kota Pekalongan. Jurnal PENA Vol.33 No.2 Edisi
September.

16. Winangun, 2019. Diagnosis Dan Tatalaksana Komprehensif Osteoartritis . Jurnal


Kedokteran Vol.05 No. 01 Desember.

17. Muqsith, dr. 2017 Anatomi dan Biomekanika Sendi Panggul. Universitas
MalikuSaleh.

18. Sakti, Muh dan Biakto KaryaTriko. 2018. FUNCTIONAL OUTCOME AFTER
TOTAL KNEE ARTHROPLASTY IN VARIANT ALIGNMENT IN WAHIDIN
SUDIROHUSODO HOSPITAL. Jurnal Kedokteran Universitas Hasanudin,
Makassar.

19. Knight Richard S, Et. Al. 2011. Total Hip Arthroplasty - over 100 years of
operative history. Orthopedic Reviews 2011; volume 3:e16

27

Anda mungkin juga menyukai