TRAUMA MUSKULOSKELETAL
HUBUNGAN INTER
OLEH :
DISUSUN OLEH :
RINI OKTAVIA
NIM : 2215142013595
DOSEN PEMBIMBING :
RENY CHAIDIR, S. Kep, M.Kep
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya
sehingga makalah ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Cedera
Muskuloskeletal : Dislokasi, Sprain, Strain, Dan Sindrom Kompartemen” dapat
tersusun sampai dengan selesai. Penulis sangat berharap semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan penulis
berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam
kehidupan sehari – hari.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
C. Sprain................................................................................................ 17
1) Pengertian.................................................................................... 17
2) Etiologi........................................................................................ 18
3) Masifestasi Klinis ........................................................................ 19
4) Tingkatan .................................................................................... 19
5) Penatalaksanaan ........................................................................... 20
6) Patofisiologi ................................................................................ 21
7) Pencegahan .................................................................................. 21
D. Sindrom Kompartemen...................................................................... 22
1) Pengertian.................................................................................... 22
2) Etiologi........................................................................................ 23
3) Manifestasi klinis ......................................................................... 23
4) Anatomi fisiologi ......................................................................... 24
5) Klasifikasi ................................................................................... 26
6) Patofisiologi ................................................................................ 27
7) Pemeriksaan penunjang................................................................ 27
8) Penatalaksanaan ........................................................................... 28
9) Pencegahan .................................................................................. 29
BAB III ASKEP KGD ................................................................................ 31
A. Pengkajian Primer ............................................................................. 31
B. Pengkajian Sekunder ......................................................................... 32
C. Diagnosa Keperawatan yan mungkin muncuk ................................... 34
D. Intervensi Keperawatan ..................................................................... 34
E. Implementasi Keperawatan................................................................ 37
F. Evaluasi Keperawatan ....................................................................... 37
BAB IV EVIDENCE BASED ..................................................................... 38
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 40
A. Kesimpulan ....................................................................................... 40
B. Saran ................................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 41
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma merupakan suatu cedera atau yang dapat mencederai fisik maupun
psikis. Trauma jaringan lunak muskuloskeletal dapat berupa vulnus (luka),
perdarahan, memar (kontusio), regangan atau robekan parsial (sprain), putus atau
robekan (avulsi atau rupture), gangguan pembuluh darah dan gangguan saraf.
Cedera pada tulang menimbulkan patah tulang (fraktur) dan dislokasi.
Fraktur juga dapat terjadi di ujung tulang dan sendi (intra-artikuler) yang
sekaligus menimbulkan dislokasi sendi. Fraktur ini juga disebut fraktur
dislokasi.Mekanisme trauma juga harus diketahui, apakah akibat trauma tumpul
atau tajam, langsung atau tak langsung. Cedera dari trauma muskuloskeletal
biasanya memberikan disfungsi struktur disekitarnya dan struktur pada bagian
yang dilindungi atau disangganya. Gangguan muskuloskeletal yang paling sering
terjadi akibat suatu trauma adalah kontusio, strain, sprain, dislokasi dan subluksasi
Penyakit ini sering menimpa pekerja yang sebagian besar aktivitasnya
berhubungan dengan kekuatan otot. Ergonomi dapat dideskripsikan sebagai suatu
ilmu, seni, serta penerapan teknologi untuk kepentingan penyerasian ataupun
penyeimbangan antara keseluruhan fasilitas dengan kemampuan serta
keterbatasan manusia, baik berupa fisik maupun mentalnya.
Adanya pengaplikasian ergonomi pada sektor kerja diharapkan akan
mampu memberikan efek penurunan terhadap angka cedera kerja, sehingga
produktivitas kerja serta kesejahteraan pekerja dapat meningkat. Merujuk pada
data Global Burden of Disease (GBD), diketahui terdapat 1,71 miliar manusia
yang mengalami muskuloskeletal, sedangkan prevalensinya terbilang variatif
tergantung usia serta diagnosisnya. Negara-negara maju merupakan negara yang
paling banyak prevalensinya yang mencapai 441 juta,kemudian negara wilayah
Pasifik Barat menduduki peringkat selanjutnya dengan total prevalensi 427 juta
dan disusul oleh negara-negara di Asia Tenggara yang menunjukkan angka
prevalensi sejumlah 369 juta.
1
Kondisi muskuloskeletal juga merupakan penyumbang terbesar tahun
hidup dengan disabilitas di seluruh dunia dengan sekitar 149 juta masyarakat
hidup dengan disabilitas, jumlah ini merupakan 17% dari semua disabilitas di
seluruh dunia (Cieza et al, 2020; WHO, 2020). Merujuk pada hasil Riskesdas
(2012), prevalensi muskuloskeletal di Indonesia berada di angka 11,9% dan jika
merujuk pada diagnosisnya, angka persentasenya 24,7%. Prevalensi MSDs di
Indonesia berdasarkan hasil diagnosis dokter sebesar 7,3%. Dari hasil tersebut,
Aceh menduduki posisi paling tinggi dengan persentase 13,3% dan posisi
terendah diduduki oleh Sulawesi Barat dengan persentase 3,2%. Prevalensi
penyakit MSDs tahun 2018 berdasarakan diagnosis dokter berdasarkan umur
menunjukkan prevalensi terendah pada umur 15-24 tahunn (1,2%) dan tertinggi
pada umur >75 tahunn (18,9%) (Kemenkes RI, 2013). Berdasarkan data
Riskesdas (2018), menyatakan bahwa prevalensi penyakit muskuloskeletal di
Sulawesi Utara sebesar 8,35%.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis merumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Apa pengertian dari Dislokasi, Sprain, Strain, Dan Sindrom
Kompartemen?
2. Apa Etilogi dari Dislokasi, Sprain, Strain, Dan Sindrom
Kompartemen?
3. Apa saja Klasifikasi dari Dislokasi, Sprain, Strain, Dan Sindrom
Kompartemen?
4. Bagaimana Patofisiologi dari Dislokasi, Sprain, Strain, Dan Sindrom
Kompartemen?
5. Bagaimana anatomi fisiologi dari Dislokasi, Sprain, Strain, Dan
Sindrom Kompartemen?
6. Apa saja Manifestasi Klinis dari Dislokasi, Sprain, Strain, Dan
Sindrom Kompartemen?
2
7. Apa saja Komplikasi dari Dislokasi, Sprain, Strain, Dan Sindrom
Kompartemen?
8. Apa saja Pemeriksaan Penunjang dari Dislokasi, Sprain, Strain, Dan
Sindrom Kompartemen?
9. Bagaimana Penatalaksanaan dari Dislokasi, Sprain, Strain, Dan
Sindrom Kompartemen?
10. Apa saja Pencegahan dari Dislokasi, Sprain, Strain, Dan Sindrom
Kompartemen?
C. Tujuan
Tujuan dari penelitian sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Apa pengertian dari Dislokasi, Sprain, Strain, Dan
Sindrom Kompartemen
2. Untuk mengetahui Apa Etilogi dari Dislokasi, Sprain, Strain, Dan
Sindrom Kompartemen
3. Untuk mengetahui Apa saja Klasifikasi dari Dislokasi, Sprain, Strain,
Dan Sindrom Kompartemen
4. Untuk mengetahui Bagaimana Patofisiologi dari Dislokasi, Sprain,
Strain, Dan Sindrom Kompartemen
5. Untuk mengetahui Bagaimana anatomi fisiologi dari Dislokasi,
Sprain, Strain, Dan Sindrom Kompartemen
6. Untuk mengetahui Apa saja Manifestasi Klinis dari Dislokasi, Sprain,
Strain, Dan Sindrom Kompartemen
7. Untuk mengetahui Apa saja Komplikasi dari Dislokasi, Sprain, Strain,
Dan Sindrom Kompartemen
8. Untuk mengetahui Apa saja Pemeriksaan Penunjang dari Dislokasi,
Sprain, Strain, Dan Sindrom Kompartemen
9. Untuk mengetahui Bagaimana Penatalaksanaan dari Dislokasi, Sprain,
Strain, Dan Sindrom Kompartemen
10. Untuk mengetahui Apa saja Pencegahan dari Dislokasi, Sprain, Strain,
Dan Sindrom Kompartemen
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. DISLOKASI
1) Pengertian Dislokasi
Dislokasi adalah cedera struktur ligameno di sekitar sendi, akibat
gerakan menjepit atau memutar / keadaan dimana tulang-tulang yang
membentuk sendi tidak lagi berhubungan, secara anatomis (tulang lepas
dari sendi). (Brunner & Suddarth. 2002).
Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari
mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan
pertolongan segera. (Arif Mansyur, 2000).
Dislokasi merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen
penyangga yang mengelilingi sebuah sendi. Biasanya kondisi ini terjadi
sesudah gerakan memuntuir yang tajam (Kowalak, 2011).
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan
sendi. Dislokasi ini terdapat hanya kepada komponen tulangnya saja yang
bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang
seharusnya (dari mangkuk sendi).
2) Etiologi Dislokasi
a) Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan
serta kekenyalan jaringan. Misalnya pada umur 30- 40 tahun kekuatan
otot akan relative menurun. Elastisitas tendon dan ligamen menurun
pada usia 30 tahun.
b) Terjatuh atau kecelakan
Dislokasi dapat terjadi apabila terjadi kecelakan atau terjatuh
sehingga lutut mengalami dislokasi.
4
c) Pukulan
Dislokasi lutut dapat terjadi apabila mendapat pukulan pada bagian
lututnya dan menyebabkan dislokasi.
d) Tidak melakukan pemanasan
Pada atlet olahraga sering terjadi keseleo karena kurangnya
pemanasan.
e) Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya
menyebabkan dislokasi.
f) Cedera olahraga.
Pemain basket dan kiper pemain sepak bola paling sering
mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak
sengaja menangkap bola dari pemain lain.
g) Terjatuh.
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang
licin.
h) Kongenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
5
kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan
disekelilingnya dan merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan
sistem vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
a. Dislokasi akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip serta disertai nyeri
akut dan pembengkakan disekitar sendi
b. Dislokasi berulang
Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi
yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi
berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint. Dislokasi biasanya
sering dikaitkan dengan patah tulang yang disebabkan berpindahnya
ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus/kontraksi
otot dan tarikan.
6
Dislokasi sendi jari
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan
segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat
mengalami dislokasi kearah telapak tangan / punggung tangan.
Dislokasi sendi metacarpophalangeal dan interphalangeal
Merupakan dislokasi yang disebabkan oleh hiperektensi-ekstensi
persendian
Dislokasi panggul
Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada diposterior dan
atas acetabulum (dislokasi posterior), dianterior acetabulum(dislokasi
anterior), dan caput femur menembus acetabulum(dislokasi sentra)
Dislokasi patella
Dislokasi patella paling sering terjadi kearah lateral. Reduksi dicapai
dengan memberikan tekanan kearah medial pada sisi lateral patella
sambil mengekstensikan lutut perlahan-lahan. Apabila dislokasi
dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah.
Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang/fraktur yang
disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena
kuatnya trauma, tonus/kontraksi otot dan tarikan.
7
10. Kehilangan mobilitas normal
11. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
6) Patofisiologi Dislokasi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena
kelainan congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen
sehingga terjadi penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat
dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya
8
penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal
tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan
timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah,
perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan
yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu
dilakukan adanya reposisi.
Adanya tekanan eksternal yang berlebih menyebabkan suatu
masalah yang disebut dengan dislokasi yang terutama terjadi pada
ligamen. Ligamen akan mengalami kerusakan serabut dari rusaknya
serabut yang ringan maupun total ligamen akan mengalami robek dan
ligamen yang robek akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Hal
tersebut akan membuat pembuluh darah akan terputus dan terjadilah
edema. Sendi mengalami nyeri dan gerakan sendi terasa sangat nyeri.
Derajat disabilitas dan nyeri terus meningkat selama 2 sampai 3 jam
setelah cedera akibat membengkak dan pendarahan yang terjadi maka
menimbulkan masalah yang disebut dengan dislokasi.
7) Penatalaksanaan Dislokasi
1. Penatalaksanaan keperawatan
a) Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan dengan RICE.
R: Rest = Diistirahatkan adalah pertolongan pertama yang
penting untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
I : Ice = Terapi dingin, gunanya mengurangi pendarahan dan
meredakan rasa nyeri.
C: Compression = Membalut gunanya membantu mengurangi
pembengkakan jaringan dan pendarahan lebih lanjut.
E: Elevasi = Peninggian daerah cedera gunanya mengurangi
oedema (pembengkakan) dan rasa nyeri.
9
b) Terapi dingin
Cara pemberian terapi dingin sebagai berikut :
Kompres dingin
Teknik : potongan es dimasukkan dalam kantong yang
tidak tembus air lalu kompreskan pada bagian yang cedera.
Lamanya : dua puluh – tiga puluh menit dengan interval
kira-kira sepuluh menit.
Massage es
Tekniknya dengan menggosok-gosokkan es yang telah
dibungkus dengan lama lima - tujuh menit, dapat diulang
dengan tenggang waktu sepuluh menit.
Pencelupan atau perendaman
Tekniknya yaitu memasukkan tubuh atau bagian tubuh
kedalam bak air dingin yang dicampur dengan es. Lamanya
sepuluh – dua puluh menit.
Semprot dingin
Tekniknya dengan menyemprotkan kloretil atau
fluorimethane ke bagian tubuh yang cedera.
c) Latihan ROM
Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan
perdarahan, latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung
jaringan yang sakit.
10
b) Aspirin:
Kandungan : Asetosal 500mg ; Indikasi : nyeri otot ; Dosis
dewasa 1tablet atau 3tablet perhari, anak > 5tahun setengah sampai
1tablet, maksimum 1 ½ sampai 3tablet perhari.
c) Bimastan :
Kandungan : Asam Mefenamat 250mg perkapsul, 500mg
perkaplet ; Indikasi : nyeri persendian, nyeri otot ; Kontra indikasi :
hipersensitif, tungkak lambung, asma, dan ginjal ; efeksamping :
mual muntah, agranulositosis, aeukopenia ; Dosis: dewasa awal
500mg lalu 250mg tiap 6jam.
d) Pemberian obat analgetik lain (jika cedera berat).
8) Komplikasi Dislokasi
Komplikasi dislokasi meliputi :
1. Komplikasi dini
Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera. Pasien tidak dapat
mengerutkan oto deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang
mati rasa pada otot tersebut.
Cedera pembuluh darah : arteri aksilla dapat rusak
Fraktur dislokasi
Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak
adanya nadi,CRT(capillary refill time) menurun,sianosis pada
bagian distal,hematoma melebar,dan dingin pada ekstremitas yang
disebabkan oleh tindakan darurat spilinting,perubahan posisi pada
yang sakit,tindakan reduksi,dan pembedahan.
2. Sindrome kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan komplikasi serius yang
terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah
dalam jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan
11
yang menentukan otot, saraf dan pembuluh darah, atau karena tekanan
dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
3. Komplikasi lanjut
a) Kekakuan sendi bahu
Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan
sendi bahu. Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara
otomatis membatasi abduksi.
b) Kelemahan otot.
c) Dislokasi yang berulang
Terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari
bagian depan leher glenoid.
9) Pencegahan Dislokasi
Langkah-langkah berikut ini untuk mencegah terjadinya dislokasi:
Hati-hati dan selalu waspada terhadap kecelakaan atau terjatuh saat
beraktivitas.
Gunakan perlengkapan pelindung ketika berolahraga.
Hindari berdiri di atas tempat-tempat yang tidak stabil, seperti kursi.
Tutupi lantai rumah dengan karpet yang tidak licin.
Lakukan olahraga secara rutin untuk meningkatkan keseimbangan
dan kekuatan otot-otot tubuh.
Gunakan alat pelindung diri (APD) yang tepat ketika melakukan
pekerjaan yang berisiko menyebabkan cedera, seperti pekerja
bangunan.
Pastikan kamar mandi tetap kering agar tidak licin.
12
Pada anak-anak, dislokasi dapat dicegah dengan beberapa cara
berikut:
Pastikan sebisa mungkin tidak ada barang atau area di rumah yang
dapat menyebabkan anak cedera.
Selalu perhatikan dan awasi anak ketika bermain.
Ajari anak perilaku yang aman ketika beraktivitas atau bermain.
Ajari anak untuk selalu membereskan dan menyimpan mainan
mereka di tempatnya, agar anak dan orang lain tidak terpeleset.
Pasang pintu pengaman di tangga agar anak tidak terjatuh karena
bermain-main di tangga
B. STRAIN
1) Pengertian Strain
Strain adaalah tarikan otot akibat penggunaan berlebihan,
peregangan berlebihan, atau stress yang berlebihan. Strain adalah robekan
mikroskopis tidak komplet dengan perdarahan ke dalam jaringan. Pasien
mengalami rasa sakit dan nyeri mendadak dengan nyeri tekan local pada
pemakaian otot dan kontraksi isometric.(Brunner & suddarth, 2014)
Strain adalah trauma pada jaringan yang halus atau spasme otot di
sekitar sendi dan nyeri pada waktu digerakkan, pada strain tidak ada
deformitas atau bengkak. Strain lebih baik ditangani dengan
menghilangkan beban pada daerah yang mengalami injuri. Jika tidak ada
keraguan pada injuri diatas, imobilisasi ekstremitas dan evaluasi
dilanjutkan di ruang gawat darurat.
2) Etiologi Strain
a) Strain terjadi ketika otot terulur dan berkontraksi secara
mendadak,seperti pada pelari atau pelompat
b) Pada strain akut : Ketika otot keluar dan berkontraksi secara
mendadak.
13
c) Pada strain kronis : Terjadi secara berkala oleh karena penggunaaan
yang
d) Berlebihan / tekanan berulang-ulang,menghasilkan tendonitis
(peradangan pada tendon).
4) Anatomi Fisiologi
Otot
Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu
untuk berkontraksi. Terdapat lebih dari 600 buah otot pada
tubuh manusia. Sebagian besar otot-otot tersebut dilekatkan
pada tulang-tulang kerangka tubuh oleh tendon, dan sebagian
kecil ada yang melekat di bawah permukaan kulit.
Tendon
Tendon adalah tali atau urat daging yang kuat yang
bersifatfleksibel, yang terbuat dari fibrous protein (kolagen).
Tendon berfungsi melekatkan tulang dengan otot atau otot
dengan otot.
14
5) Patofisiologi Strain
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma
langsung (impact) atau tidak langsung (overloading). Cedera ini
terjadi akibat otot tertarik pada arahyang salah,kontraksi otot yang
berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum siap,terjadi pada
bagian groin muscles (otot pada kunci paha),hamstring (otot paha
bagian bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik
bisa menghindarkandaerah sekitar cedera memar dan membengkak
Gejala pada strain otot yang akut bisa berupa nyeri, spasme otot,
kehilangan kekuatan, dan keterbatasan lingkup gerak sendi. Strain
kronis adalah cidera yang terjadi secara berkala oleh karena
penggunaan berlebihan atau tekakan berulang-ulang, menghasilkan
tendonitis (peradangan pada tendon). Sebagai contoh, pemain tenis
bisa mendapatkan tendonitis pada bahunya sebagai hasil tekanan
yang terus-menerus dari servis yang berulang-ulang.
6) Klasifikasi Strain
a) Strain Tingkat I
Pada strain tingkat I, terjadi regangan yang hebat, tetapi belum
sampai terjadi robekan pada jaringan muscula tendineus.
b) Strain Tingkat II
Pada strain tingkat II, terdapat robekan pada unit musculo
tendineus. Tahap ini menimbulkan rasa nyeri dan sakit sehingga
kekuatan berkurang.
c) Strain Tingkat III
Pada strain tingkat III, terjadi robekan total pada unit musculo
tendineus. Biasanya hal ini membutuhkan tindakan pembedahan, kalau
diagnosis dapat ditetapkan.
15
7) Pemeriksaan penunjang Strain
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan meliputi:
a. CT scan
b. MRI
Dapat digunakan untuk menentukan derajat dari cedera tersebut.
c. Artroskopi
Tindakan melihat bagian dalam sendi menggunakan kamera
dengan lensa fiber optik melalui sayatan kulit yang sangat kecil.
d. Elektromiografi
Electromyography pada otot berfungsi untuk mendeteksi adanya
potensial listrik yang dihasilkan otot saat kontraksi dan relaksasi
sehingga dapat digunakan untuk mengendalikan suatu
sistem.Pemeriksaan dengan bantuan komputer lainnya untuk
menilai fungsi otot dan sendi.
8) Penatalaksanaan Strain
1) Istirahat.
Akan mencegah cidera tambah dan mempercepat penyembuhan
2) Meninggikan bagian yang sakit, tujuannya peninggian akan mengontrol
pembengkakan.
3) Pemberian kompres dingin. Kompres dingin basah atau kering diberikan
secara intermioten 20-48 jam pertama yang akan mengurangi perdarahan
edema dan ketidak nyamanan.
4) Kelemahan biasanya berakhir sekitar 24 - 72 jam sedangkan mati rasa
biasanya menghilang dalam 1 jam. Perdarahan biasanya berlangsung
selama 30 menit atau lebih kecuali jika diterapkan tekanan atau dingin
untuk menghentikannya. Otot, ligament atau tendon yang kram akan
memperoleh kembali fungsinya secara penuh setelah diberikan
perawatan konservatif.
16
9) Pencegahan Strain
Mencegah terjadinya strain dengan cara-cara berikut ini:
Meningkatan kekuatan otot di sekitar sendi. Latihan fisik secara rutin
dapat meningkatkan stabilitas dan kekuatan struktur tulang dan sendi
yang berfungsi untuk mencegah cedera
Melakukan pemanasan sebelum olahraga dan pendinginan
setelahnya. Pemanasan dan peregangan sebelum berolahraga
meningkatkan kelenturan otot serta rentang gerak sendi. Pendinginan
membantu otot Anda menyesuaikan kembali dari gerakan dengan
kontraksi yang intens menuju istirahat.
Menggunakan alas kaki yang tepat dapat membantu melindungi lutut
dan pergelangan kaki agar lebih stabil
Berhati-hati dengan lingkungan sekitar. Perhatikan benda-benda
yang ada di lantai dan permukaan lantai sekitar Anda yang dapat
membuat Anda terjatuh
Beristirahat. Duduk atau berdiri terlalu lama dan melakukan gerakan
yang berulang dapat menimbulkan strain pada otot. Beristirahat
sebentar dapat membuat otot rileks untuk sementara waktu.
C. SPRAIN
1) Pengertian Sprain
Sprain atau keseleo merupakan keadaan ruptura total atau parsial
pada ligament penyangga yang mengelilingi sebuah sendi. Biasanya
kondisi ini terjadi sesudah gerakan memuntuir yang tajam (Kowalak,
2011).
Sprain adalah cedera pada sendi dengan terradinya robekan pada
ligamentum, hal ini terjadi karena stress berlebihan yang mendadak atau
penggunaan berlebihan yang berulang- ulang dari sendi. (Giam &
The,1993)
Sprain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada
ligament (jaringan yang menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul
17
sendi, yang memberikan stabilitas sendi. Kerusakan yang parah pada
ligament atau kapsul sendi dapat menyebabkan ketidakstabilan pada sendi.
Pengertian lain cedera sprain adalah cedera pada ligamen di sekitar
persendian tulang yang dibentuk oleh permukaan tulang rawan sendi yang
membungkus tulang-tulang yang berdampingan.
2) Etiologi Sprain
Sprain dapat disebabkan oleh persendian tulang dipaksa melakukan
suatu gerak yang melebihi jelajah sendi atau range of movement
normalnya. trauma langsung ke persendian tulang, yang menyebabkan
persendian bergeser ke posisi persendian yang tidak dapat bergerak, jatuh,
terpelintir, atau tekanan pada tubuh yang menyebabkan tulang pada sendi
bergeser sehingga menyebabkan ligamen teregang atau bahkan robek.
Biasanya, sprain terjadi pada keadaan seperti saat orang terjatuh
dengan bertumpu pada tangan, mendarat dengan bagian luar dari kaki, atau
mendatar keras di tanah sehingga menyebabkan lutut terpelintir. Sprain
terjadi ketika sendi dipaksa melebihi lingkup gerak sendi yang normal,
seperti melingkar atau memutar pergelangan kaki.
18
d) Tidak melakukan pemanasan.
Pada atlet olahraga sering terjadi sprain karena kurangnya pemanasan.
Dengan melakukan pemanasan otot-otot akan menjadi lebih lentur.
4) Tingkatan Sprain
a. Sprain ringan/tingkat 1:
Merupakan robekan dari beberapa ligament akan tetapi tidak
menghilangkan dan menurunkan fungsi sendi tersebut. Pasien bisa
merawat sendiri selama proses rehabilitasi, atau setelah mendapatkan
diagnosa dari dokter. Masa penyembuhan antara 2-6 minggu. Terjadi
19
rasa sakit, pembengkakan kecil, sedikit perdarahan tetapi tidak terjadi
leksitas abnormal.
b. Sprain sedang/tingkat 2:
Dimana terjadi kerusakan ligamen yang cukup lebih besar tetapi
tidak sampai terjadi putus total. Terjadi rupture pada ligament sehingga
menimbulkan penurunan fungsi sendi. Untuk pemulihannya
membutuhkan bantuan fisioterapi dengan rentang waktu 2-6 minggu.
Rasa sakit/nyeri,bengkak terjadi perdarahan yang lebih banyak.
c. Sprain tingkat 3:
Terjadi rupture komplit dari ligament sehingga terjadi pemisahan
komplit ligament dari tulang. Untuk bisa pulih kembali maka
diperlukan tindakan operasi dan fisioterapi dan rata-rata memakan
waktu 8-10 minggu. pada tingkatan ini ligamen pada lutut mengalami
putus secara total dan lutut tidak dapat digerakkan.
5) Penatalaksanaan Sprain
Penatalaksanaan sprain adalah :
a. Pembedahan.
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya;
pengurangan-pengurangan perbaikan terbuka terhadap jaringan yang
terkoyak.
b. Kemotherapi.
Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk meredakan
nyeri dan peradangan. Kadang diperlukan Narkotik (codeine 30-60 mg
peroral setiap 4 jam) untuk nyeri hebat.
c. Elektromekanis.
Penerapan dingin
Dengan kantong es 24oC
Pembalutan / wrapping ekstemal.
Dengan pembalutan, cast atau pengendongan (sung).
Posisi ditinggikan.
20
Jika yang sakit adalah bagian ekstremitas.
Latihan ROM.
Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan
perdarahan. Latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari
tergantung jaringan yang sakit.
Penyangga beban.
Menghentikan penyangga beban dengan penggunaan kruk
selama 7 hari atau lebih tergantung jaringan yang sakit.
6) Patofisiologi Sprain
Sprain biasanya terjadi sesudah gerakan memuntir yang tajam.
Keseleo atau sprain jika difiksasi dapat sembuh dalam dua hingga tiga
minggu tanpa tindakan bedah korektif. Sesudah itu secara berangsur-angsur
pasien dapat kembali melakukan aktivitas normal. Keseleo atau sprain pada
pergelangan kaki merupakan cedera sendi yang paling sering dijumpai dan
kemudian diikuti oleh keseleo pada pergelangan tangan, siku, serta lutut.
Jika sebuah ligamen mengalami ruptur maka eksudasi inflamatori akan
terjadi dalam hematoma diantara kedua ujung potongan ligamen yang putus
itu. Jaringan granulasi tumbuh kedalam dari jaringan lunak dan kartilago
sekitarnya. Pembentukan kolagen dimulai empat hingga lima hari sesudah
cedera dan pada akhirnya akan mengatur serarut-serarut tersebut
sejajar dengan garis tekanan/stres. Dengan bantuan jaringan fibrosa yang
vascular, akhirnya jaringan yang baru tersebut menyatu dengan jaringan
disekitarnya.
7) Pencegahan Sprain
Beberapa upaya pencegahan dari Sprain antara lain:
Kenakan sepatu yang aman dan nyaman dalam segala aktivitas,
dengan ukuran yang tepat, serta hindari pemakaian sepatu hak tinggi.
21
Olahraga secara rutin, tetapi jangan terlalu berlebihan. Jangan lupa
juga untuk selalu melakukan pemanasan dan peregangan sebelum
mulai olahraga.
Hindari duduk atau berdiri terlalu lama, dengan sesekali istirahat dan
lakukan peregangan.
Hindari melakukan olahraga berat tanpa mengikuti latihan yang benar
sebelumnya.
Lakukan pemanasan sebelum melakukan olahraga.
Hati-hati jika berjalan di jalanan yang basah dan licin.
Hindari kelebihan berat badan.
D. SINDROM KOMPARTEMEN
1) Pengertian Sindrom Kompartemen
Sindrom kompartemen adalah peningkatan tekanan dari suatu
edema peningkatan tekanan dari suatu edema progresif didalam
kompartemen osteofasial yang kaku secara otomatis mengganggu sirkulasi
otot – ototdan saraf – saraf intrakompartemen sehingga dapat menyebabkan
kerusakan jaringan intrakompartemen. Kondisi tersebut terjadi karena
peningkatan tekanan didalam ruang anatomi sempit yang secara akut
mengganggu sirkulasi kemudian dapat mengganggu fungsi jaringan
didalam ruang tersebut (Hendry, 2014).
Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi
peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni
kompartemen osteofasial yang tertutup. Hal ini dapat mengawali terjadinya
kekurangan oksigen akibat penekanan pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan diikuti dengan kematian
jaringan (Abukalyadi, 2010).
22
2) Etiologi Sindrom Kompartemen
Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan
lokal yang kemudian memicu timbulnya sindrom kompartemen, yaitu
antara lain : (Abukalyadi, 2010)
1) Penurunan volume kompartemen.
Kondisi ini disebabkan oleh :
- Penutupan dafek fascia
- Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas
2) Peningkatan tekanan pada struktur kompartemen
Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain :
- Pendarahan atau trauma vaskuler
- Peningkatan permeabilitas kapiler
- Penggunaan otot yang berlebihan
- Luka bakar
- Operasi
- Gigitan ular
- Obstruksi vena
3) Peningkatan tekanan eksternal
- Balutan yang terlalu ketat
- Berbaring diatas lengan
- Gips
23
Nyeri ini diperparah dengan meregangkan otot didalam kopartmendan
dapat tidak hilang dengan analgesic bahkan morfin. Penggunaan analgesia
kuat yang tida beralasan dapat menyebabkan masking pada iskemia
kompartemen parestesis pada saraf kulit dari kompartemen yang
terpengaruh adalah tipikal yang lain (Hendry, 2014).
Paralisis organ distal (lengan atau tungkai bawah) merupakan
penemuan yang lambat. Pulselessness merupakan hilangnya pulsasi jarang
terjadi pada pasien,, karena tekanan pada sindrom kompartemen jarang
melebihi tekanan arteri. Puffiness ditandai oleh kulit yang tegang, bengkak
dan mengkilat. Poikilotermia (dingin) pada organ daerah distal dari
sindrom kompartemen yang teraba dingin (Hendry, 2014).
24
• Mobile wad, berisi otot ekstensor carpi radialis longus, otot ekstensor
carpi radialis brevis, otot brachioradialis.
c) Wrist joint:
• Kompartemen I
berisi otot abduktor pollicis longus dan otot ekstensor pollicis brevis.
• Kompartemen II
berisi otot ekstensor carpi radialis brevis, otot ekstensor carpi radialis
longus.
• Kompartemen III
berisi otot ekstensor pollicis longus.
• Kompartemen IV
berisi otot ekstensor digitorum communis, otot ekstensor indicis
• Kompartemen V
berisi otot ekstensor digiti minimi.
• Kompartemen VI
berisi otot ekstensor carpi ulnaris. 2.
25
5) Klasifikasi Sindrom Kompartemen
Berikut merupakan klasifikasi sindrom kompartemen berdasar
penyebabnya : (Petrus, 2017)
a) Sindrom kompartemen Intrinsik : merupakan sindrom
kompartemen yang berasal dari dalam tubuh,seperti : perdarahan,
fraktur.
26
6) Patofisiologi Sindrom Kompartemen
Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan
lokal normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan
aliran darah kapiler, dan nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia.
Tanpa memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan jaringan
menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan
tekanan terus meningkat hingga tekanan arteriolar intramuskuler bawah
meninggi. Pada titik ini, tidak ada lagi darah yang akan masuk ke kapiler,
menyebabkan kebocoran ke dalam kompartemen, sehingga tekanan
(pressure) dalam kompartemen makin meningkat. Penekanan saraf perifer
disekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat. Metsen menpelihatkan bahwa
bila terjadi peningkatan intrakompartemen, tekanan vena meningkat.
Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini
penghantaran oksigen juga akan terhenti, Sehingga terjadi hipoksia jaringan
(pale). Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan nervus,
yang akan menyebabkan kerusakan ireversibel komponen tersebut (Hendry,
2014).
a) Pemeriksaan untuk DVT simtomatis pada paha atau vena poplitea : USG
d) CT – Scan
e) Doppler
f) SpO2
27
8) Penatalaksanaan Sindrom Kompartemen
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi
defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah
lokal, melalui bedah dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai
terapi yang terbaik, namun beberapa hal, seperti timing, masih
diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi
neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi
(Hendry, 2014).
28
seluler yang normal dan mereduksi sel otot yang nekrosis melalui
kemampuan dari radikal bebas.
Terapi Bedah
Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai >
30 mmHg. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah menurunkan tekanan
dengan memperbaiki perfusi otot. Jika tekanannya < 30 mm Hg maka
tungkai cukup diobservasi dengan cermat dan diperiksa lagi pada jam-
jam berikutnya. Kalau keadaan tungkai membaik, evaluasi terus
dilakukan hingga fase berbahaya terlewati. Akan tetapi jika
memburuk maka segera lakukan 29alua29tomy. Keberhasilan
dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam. Terdapat dua
29alua29 dalam 29alua29tomy yaitu 29alua29 insisi tunggal dan insisi
ganda. Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan
karena lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal
membutuhkan diseksi yang lebih luas dan resiko kerusakan arteri dan
vena peroneal. Pada tungkai bawah 29alua29tomy dapat berarti
membuka keempat kompartemen, kalua perlu dengan mengeksisi satu
segmen fibula. Luka harus dibiarkan terbuka, 29alua terdapat nekrosis
otot dapat dilakukan debridemen jika jaringan sehat luka dapat dijahit
(tanpa regangan ) atau dilakukan pencangkokan kulit.
29
Kompres area yang cedera dengan es atau air es untuk mengurangi
bengkak.
Kurangi intensitas olahraga dan berhenti saat tubuh sudah merasa lela
Konsultasikan ke dokter bila mengalami cedera.
Hindari pemijatan jika terjadi patah tulang
30
BAB III
ASKEP GAWAT DARURAT
Dislokasi, Strain, Sprain dan Sindrom Kompartemen
A. Pengkajian Primer
a) Pengkajian Airway
Tindakan yang pertama kali yang harus dilakukan adalah
memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk
memastikan ada atau tidak adanya sumbatan jalan nafas. Biasanya pada
pasien dengan dislokasi, sprain, strain, dan sindrom kompertemen tidak
mengalami gangguan pada airway karena sering terjadi pada bagian
ektremitas atas yaitu tangan dan ekstremitas bawah yaitu kaki. Tapi jika
terjadi pada bagian leher mungkin dapat menghambat jalan napas pasien.
b) Pengkajian Breathing
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan
jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Biasanya pada pasien
dengan dislokasi, sprain, strain, dan sindrom kompertemen akan
mengalami gangguan pada breathing yang mungkin disebabkan karena rasa
nyeri yang teramat sakit, apalagi jika terjadi pada bagian leher dan thorax
pernapasan pasien pasti akan terganggu.
c) Pengkajian Circulation
Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus diperhatikan di sini
adalah volume darah, pendarahan, cardiac output dan tanda-tanda syok.
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi
jaringan. Diagnosis syok didasarkan pada temuan klinis : Hipotensi,
takikardi, takipnea, hipotermia, pucat, extremitas dingin, penurunan
cappilary Refill, dan penurunan produksi urin. Biasanya pada pasien
dengan dislokasi, sprain, strain, dan sindrom kompertemen memungkinkan
31
terjadinya pendarahan dalam karena itu harus segera diperiksakan ke
fasilitas kesehatan.
d) Pengkajian Disability
Pada pengkajian primer, disability dikaji dengan menggunakan
skala AVPU :
1) A – alert , yaitu merespon suara dengan cepat, misalnya mematuhi
perintah yang diberikan.
2) V – vocalises , mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara
yang tidak bisa dimengerti.
3) P – respond to pain only ( harus dinilai semua keempat tungkai
jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk
merespon).
4) U – unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus
nyeri maupun stimulus verbal.
Pemeriksaan dilakukan dengan penghitungan GCS ( Eyes, Verbal,
Motorik). Biasanya pada pasien dengan dislokasi, sprain, strain, dan
sindrom kompertemen tidak mengalami penurunan kesadaran yang parah,
masih berada di GCS sedang yaitu di poin 9-15.
e) Pengkajian Exposure
Yaitu dengan mengkaji luka tersembunyi dengan melakukan
pengecekan menyeluruh di seluruh tubuh pasien. Biasanya pada pasien
dengan dislokasi, sprain, strain, dan sindrom kompertemen harus dilakukan
karena ada kemungkinan lebam dan pendarahan dalam yang tidak
diketahui.
B. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder merupakan tahap awal dari proses keperawatan
untuk mengumpulkan data pasien dengan menggunakan teknik wawancara,
32
observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tetapi pada pasien
dislokasi, sprain, strain, dan sindrom kompertemen difokuskan pada :
1) Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien dislokasi, sprain, strain, dan
sindrom kompertemen adalah pasien mengeluhkan adanya nyeri. Kaji
penyebab, kualitas, skala nyeri dan saat kapan nyeri meningkat dan
saat kapan nyeri dirasakan menurun.
4) Pemeriksaan Fisik
Biasanya pada pasien dengan dislokasi, sprain, strain, dan
sindrom kompertemen pemeriksaan fisiknya :
a) Inspeksi
(1) Tampak adanya perubahan bentuk pada ekstremitas yang
mengalami dislokasi, sprain, strain, dan sindrom
kompertemen
(2) Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah yang
mengalami dislokasi, sprain, strain, dan sindrom
kompertemen
(3) Tampak adanya lebam pada dislokasi, sprain, strain, dan
sindrom kompertemen
33
b) Palpasi
(1) Adanya nyeri tekan pada daerah dislokasi, , sprain, strain,
dan sindrom kompertemen
D. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI
1. Nyeri akut b.d Tujuan : Manajemen Nyeri
agen pencedera Setelah dilakukan (1) Observasi
fisik d.d intervensi keperawatan Identifikasi lokasi,
mengeluh nyeri selama 3×24 jam maka karakteristik, durasi,
dengan skala tingkat nyeri menurun frekuensi, kualitas,
nyeri > 6 dengan kriteria hasil : intensitas nyeri.
a) Keluhan nyeri Identifikasi skala nyeri
menurun Identifikasi faktor
b) Meringis menurun yang memperberat dan
c) Gelisah menurun memperingan nyeri.
d) Kesulitan tidur (2) Terapeutik
menurun Berikan teknik
nonfarmakologi
Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
34
(3) Edukasi
Ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Anjurkan
menggunakan
analgesik secara tepat.
(4) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
2. Gangguan Tujuan : Dukungan Ambulasi
mobilitas fisik Setelah dilakukan (1) Observasi
b.d gangguan intervensi keperawatan Identifikasi adanya
muskuloskletal selama 3×24 jam maka nyeri atau keluhan
d.d nyeri saat Mobilitas fisik fisik lainnya
bergerak meningkat dengan Identifikasi toleransi
kriteria hasil : fisik melakukan
a) Pergerakan ambulasi
ekstremitas (2) Terapeutik
b) Kekuatan otot Fasilitasi aktivitas
meningkat ambulasi dengan alat
c) Rentang gerak ( bantu (misal, tongkat,
ROM ) meningkat kruk)
d) Nyeri menurun Libatkan keluarga
e) Kaku sendi untuk membantu
menurun pasien dalam
f) Gerakan terbatas meningkatkan
menurun ambulasi
(3) Edukasi
Ajarkan ambulasi
35
sederhana yang harus
dilakukan.
36
E. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah kegiatan mengkoordinasikan
aktivitas pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk mengawasi
dan mencatat respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan.
F. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan menggunakan komponen SOAP :
S: Data subjektif adalah data berdasarkan keluhan yang diucapkan atau
disampaikan oleh pasien.
O: Data objektif adalah berdasarkan hasil pengukuran atau hasil observasi
tenaga kesehatan secara langsung kepada Pasien.
A: Analisis merupakan suatu masalah atau diagnosis yang masih terjadi.
P: Planning yaitu perencanaan yang akan dilakukan.
37
BAB IV
EVIDENCE BASED REVIEW
38
Husada
Surakarta 2021]
3. Penatalaksanaan April Vantulo Setelah dilakukan terapi sebanyak 6
Fisioterap Zalukhu, kali ,terapi dalam kurung waktu 1
I Pada Kasus Shelly Novianti bulan pada Tn. Angga, umur 20
Sprain Ankle Ismanda tahun, berjenis kelamin laki-laki,
Dextra Dengan [ Program Studi adanya kemajuan dan peningkatan
Modalitas Fisioterapi, yang sangat signifikan, dimana
Ultrasound Politeknik Piksi kemajuan tersebut selain oleh
Dan Hold Ganesha ] karena keinginan dan semangat
Relax Di Rsud pasien untuk sembuh
Subang
39
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trauma muskuloskletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur
disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya.
Gangguan yang paling sering terjadi akibat trauma muskuloskletal adalah
kontusio, strain, sprain dan dislokasi. Sprain adalah bentuk cidera berupa
penguluran atau kerobekan pada ligament (jaringan yang menghubungkan
tulang dengan tulang) atau kapsul sendi, yang memberikan stabilitas sendi.
Strain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur
muskulo-tendinous (otot dan tendon) sedangkan Dislokasi adalah terlepasnya
kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Penanganan gawat darurat pada dislokasi, sprain, dan strain meliputi
primary survey, meliputi airway, breathng, circulation, disability, exposure
dan secondary survey, meliputi pengkajian head to toe, pemeriksaan semua
lubang,kaji tanda-tanda vital, dan pemeriksaan penunjang.
Sindrom kompartemen terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam
ruang tertutup diotot yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan
sehingga menyebabkan hambatan aliraan darah yang berat dan berikutnya
menyebabkan kerusakan pada otot. Apabila diagnosis sindrom kompartemen
telah ditegakkan dapat dilakukan fasiotomi.
B. Saran
1. Untuk mahasiswa, agar melakukan tindakan sesuai dengan prosedur
dan mempersiapkan diri dengan baik sebelum melakukan tindakan agar
tidak terjadi kesalahan yang fatal.
2. Untuk tenaga kesehatan (perawat), ketika memberikan pelayanan
kesehatan pada pasien selalu mengutamakan keamanan. Baik pada
pasien itu sendiri maupun pada perawat, dengan selalu menggunakan
APD dan SOP yang benar
40
DAFTAR PUSTAKA
41
dr.Anita Suryani,Sp.KO , 2021.Diunduh dari
https://www.emc.id/id/care-plus/pertolongan-pertama-cedera-olahraga-
sprain-strain-cramp
dr. Fadhli Rizal Makarim,april 2022. Diunduh dari
https://www.halodoc.com/kesehatan/gangguan-muskuloskeletal
dr. Pittara,2022, diunduh dari https://www.alodokter.com/dislokasi
42