Anda di halaman 1dari 24

MK.

KEP MEDICAL BEDAL III

LAPORAN MAKALAH SEMINAR


“KONSEP PENYAKIT DISLOKASI”

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Bayu Saputra,M.Kep.

KELOMPOK 1 :
1. Rizka Anggraini 19031003
2. Amey Novela R 19031016
3. Reza Kurniawan S 19031018
4. Sabrina Elys HTB 19031019
5. Chevindy Putri Virgita 19031028
6. Tiara Amelia 19031033
7. T.Aulia Azzahara 19031039
8. Sasra Efriani 19031040

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES HANGTUAH PEKANBARU
2021
Kata Pengantar

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayahnya-lah sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.Tak lupa pula penulis ucapkan salam dan
shalawat kepada Nabi Muhammad SAW,karena beliaulah yang telah menghantarkan kita dari
zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh berkah.

Adapun judul makalah yang akan dibahas adalah “Konsep Penyakit Dislokasi”, dan
kami sangat berharap semoga dengan adanya makalah ini kami dapat memberikan sedikit
gambaran dan memperluas wawasan.

Dalam kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu hingga terselesainya makalah ini,baik secara langsung maupun tidak
langsung.

Akhirnya kritik dan saran yang bersifat membangun penulis harapkan dari semua pihak
demi sempurnanya makalah ini.Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan.

Pekanbaru, 07 November 2021

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ................................................................................................................................. i

Daftar Isi ......................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 1

1.2. Tujuan................................................................................................................................... 2

1.2.1 Tujuan Umum ................................................................................................................. 2

1.2.2 Tujuan Khusus ................................................................................................................ 2

1.3. Manfaat Penulisan ................................................................................................................ 2

BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................................................... 3

2.1. Definisi Dislokasi .............................................................................................................. 3

2.2. Etiologi Dislokasi ............................................................................................................. 4

2.3. Patofisiologi Dislokasi ..................................................................................................... 4

2.4. Klasifikassi Dislokasi ........................................................................................................ 5

2.5. Manifestasi Klinis Dislokasi ............................................................................................. 8

2.6. Penatalaksanaan Dislokasi ................................................................................................ 9

2.7. Komplikasi Dislokasi ....................................................................................................... 9

2.8. Pencegahan Dislokasi ..................................................................................................... 10

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ........................................................................................ 11

3.1. Pengkajian ....................................................................................................................... 11

3.2 Pemeriksaan Fisik ........................................................................................................... 13

3.3 Pemeriksaan Penunjang................................................................................................... 15

3.4 Diagnosa Keperawatan .................................................................................................... 15

3.5 Rencana Asuhan Keperawatan ....................................................................................... 16

ii
3.6 Implementasi ................................................................................................................... 18

3.7 Evaluasi ........................................................................................................................... 18

BAB IV PENUTUP ...................................................................................................................... 19

2.1. Kesimpulan...................................................................................................................... 19

2.2. Saran ................................................................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dislokasi pada Proarymal interphalanx (PIP) merupakan cedera yang umum terjadi,
khususnya pada atlit. Insidensi meningkat pada dewasa dengan rentan usia 40-44 tahun dan
lansia pada usia 90 tahun. Kasus terbanyak juga terjadi pada lelaki. dari pada perempuan
dengan perbandingan 2,9:1 dan terjadi pada sendi PIP (10% dari semua dislokasi). Dislokasi
biasanya disebabkan karena faktor fisik yang memaksa sendi untuk bergerak lebih dari
jangkauan normalnya, yang menyebabkankegagalan tekanan, baik pada komponen tulang
sendi, ligamen dan kapsula fibrous, atau pada tulang maupun jaringan lunak. (Damayanti et
al., 2019)

Cedera yang sering terjadi pada atlet adalah sprain yaitu cedera pada sendi yang
mengakibatkan robekan pada ligament. Sprain terjadi karena adanya tekanan yang berlebihan
dan mendadak pada sendi, atau karena penggunaan berlebihan yang berulang-ulang, Sprain
ringan biasanya disertai hematom dengan sebagian serabut ligament putus. sedangkan pada
sprain sedang terjadi efusi cairan yang menyebabkan bengkak. Pada sprain berat, seluruh
serabut ligamen putus sehingga tidak dapat digerakkan seperti biasa dengan rasa nyeri hebat,
pembengkakan dan adanya darah dalam sendi. (Setiawan. 2011)

Dislokasi sendi juga sering terjadi pada olahragawan yaitu terpelesetnya bonggol
sendi dari tempatnya. Apabila sebuah sendi pernah mengalami dislokasi, maka ligament pada
sendi tersebut akan kendor, sehingga sendi tersebut mudah mengalami dislokasi kembali
(dislokasi habitualis). Penanganan yang dapat dilakukan pada saat terjadi dislokasi adalah
segera menarik persendian tersebut dengansumbumemanjang.(Setiawan. 2011)

Etiologi dislokasi pada 60% kasus disebabkan oleh trauma akibat jatuh, kecelakaan
lalu lintas, kecelakaan rumah tangga, kekerasan, dan penyebab lain seperti membuka mulut
yang berlebihan saat menguap. tertawa, bernyanyi, membuka mulut berkepanjangan dari
prosedur lisan dan THT, membuka mului secara kuat dari prosedur anestesi dan endoskopi
memberikan kontribusi sekitar 40%.(Septadina, 2015)

1
1.2. Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dalam
mata kuliah keperawatan medical bedah III dan menambah wawasan pengetahuan mahasiswa
terkait Konsep Penyakit Dislokasi.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengertian dari dislokasi

2. Untuk mengetahui penyebab dari terjadinya dilokasi

3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dislokasi

4. Untuk mengetahui patofisiologi terjadinya dislokasi

5. Untuk mengetahui klasifikasi atau jenis dari dislokasi

6. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien mengalami dislokasi

7. Untuk mengetahui komplikasi yang akan terjadi dari dislokasi

8. Untuk mengetahui konsep keperaatan dislokasi

1.3. Manfaat Penulisan

Makalah ini sekiranya dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan mengenai


keperawatan karsinoma sel basal

2
BAB II

LANDASAN TEORI

A. KONSEP

2.1. Pengertian Dislokasi

Dislokasi adalah suatu keadaan ketika permukaan sendi tulang tidak dalam hubungan
antomis atau keluarnya kepala sendi dari mangkuk sendi. Hal ini merupakan kejadian
kedaruratan yang memerlukan pertolongan segera. Sublukasi merupakan defisisasi hubungan
normal antara tulang rawan satu dengan yang lainnya atau dislokasi parisial permukaan sendi
(Suratun, Heryati.2008)

Dislokasi sendi adalah suatu keadaan dimana permukaan sendi tulang yang
membentuk sendi tak lagi dalam hubungan anatomis.kasar tulang "lepas dari sendi".
Sublukasi adalah dislokasi persial permukaan persendian. Dislokasi traumatik adalah
kedaruratan ortopedi, karena struktur sendi yang terlibat, pasokan darah, dan saraf rusak
susunannya dan mengalami stres berat. Bila dislokasi tidak ditangani segera dapat terjadi
nekrosis avaskular (kematian jaringan akibat anoksia dan hilangnya pasokan darah).
(Rosyidi, 2013)

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi
ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser terlepasnya seluruh komponen
tulang dari tulang yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Sescorang yang tidak dapat
mengakutupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahanya
terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain sendi rahanya telah mengalami dislokasi. (Wahid,
(2013)

Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan ialah dislokasi sendi bahu dan sendi
pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain
macet, juga terasa nyeri. (Mohamad, 2005)

3
2.2 . Etiologi

Dislokasi (Wahid, 2013) Dislokasi disebabkan oleh:

1. Cedera olahraga
Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta
olahraga yang berisiko jatuh misalnya: terperosok akibat bermain ski, senam, voli.
Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan
jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga
Benturan keras pada sendi saat kecelakan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
3. Terjatuh
 Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
 Tidak diketahui
 Factor predisposisi (pengaturan posisi)
 Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir
 Trauma akibat kecelakaan
 Trauma akibat pembedahan ortopedi ( ilmu yang mempelajari tentang tulang)
 Terjadi infeksi disekitar sendi

2.3. Patofisiologi Dislokasi.

Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh yang bertumpu pada tangan dan bahu.
Humerus terdorong kedepan, merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.
Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur. Meski jarang prosesus akromium dapat
mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah:
lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi di bawah coracoid).

Pada dislokasi berulang, labrum dan kapsul sering terlepas dari lingkar anterior
glenoid. Tetapi pada beberapa kasus labrum tetap utuh dan kapsul serta ligamentum
glenohumerus keduanya terlepas atau terentang kearah anterior dan inferior. Selain itu
mungkin ada indentasi pada bagian posterolateral kaput humerus (lesi Hill Sachs), yaitu

4
suatu fraktur kompresi akibat kaput humerus menekan lingkar glenoid anterior setiap kali
mengalami dislokasi.

Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital
yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen schingga terjadi penurunan stabilitas sendi.
Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari patologik karena
adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal tersebut,
menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan
tulang. penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi
perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi,
perlu dilakukan adanya reposisi dengan cara dibidai

Dislokasi bahu paling sering dialami oleh mereka yang masih muda yang biasanya
diakibatkan oleh abduksi, ekstensi dan rotasi eksterna traumatik yang berlebihan pada
ekstrimitas atas. Kaput humeri biasanya bergeser ke anterior dan inferior melalui robekan
traumatik pada kapsul sendi bahu. Kaput humeri dengan sangat mudah dapat diraba dibagian
anterior aksila. Dan dapat juga diraba cekungan bawah origo sentral otot deltoideus pada
akromion.

Dislokasi panggul merupakan salah satu dari sedikit keadaan gawat darurat ortopedik.
Dislokasi panggul biasanya dapat dikenali dari adanya nyeri pada daerah glutea, lipat paha
dan paha, disertai posisi ekstremitas bawah yang kaku pada waktu adduksi, rotasi interna dan
fleksi. Apabila panggul yang mengalami dislokasi tidak segera diperbaiki dalam beberapat
jam, maka kemungkinan pasien akan mengalami nekrosis aseptik menjadi sangat besar.

2.4. Klasifikasi Dislokasi

Dislokasi dapat di klasifikasikan sebagaiberikut:

1. Dislokasi congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi patologik

5
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sendi. Misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis
tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang
3. Dislokasi traumatic
Kedaruratan aurtopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan menglami stress berat,
kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi
karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan di
sekelilingnya dan mungkin juga merusak strukur sendi, saraf dan vaskuler. Kebanyakan
terjadi pada orang dewasa.(Wahid, 2013).

Berdasakan tipe kliniknya di bagi:

1. Dislokasi akut
Umumnya terjadi pada sholder, elbaw dan hip. Disertai nyeri akut dan pembekakan di
sekitar sendi.
2. Dislokasi berulang
Jika suatu trauma dislokasi pada sendi di ikuti oleh frukuensi dislokasi yang berlanjut
dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi
showlder joint dan patella femoral joint, Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan
patah tulang/fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh
karena kuatnya trauma, tonus atau kontaksi otot dan tarikan. (Wahid, 2013)

Berdasarkan tipe lokasinya dibagi:

1. Dislokasi sendi siku

Dislokasi sendi siku merupakan dislokasi sendi humeroulnal dan humeroradial.


Biasanya terjadi dislokasi fragmen distal ke posterior dan lateral terhadap fragmen proksimal.
Dislokasi ini terjadi karena traumat tidak langsung, benturan pada tangan dan lengan bawah
dengan siku dalam posisi ekstensi disertai sedikit fleksi dan lengan atas terdorong kearah
volar dan medial. Pada pemeriksaan klinis di dapati bengkak, nyeri spontan, nyeri sumbu,
dan gerakan abnormal sangat terbatas pada posisi kurang lebih 30". Pada pemeriksaan dari
dorsal siku, di dapati perubahan pada segitiga sama kaki yang di bentuk oleh olecranon,
epikondilus lateral, dan epikondilus medial. Segitiga yang normalnya sama kaki berubah

6
menjadi segitiga tidak sama kaki. Pada dislokasi ini penting dinilai keadaan saraf tepid an
vaskularisasi..

Dislokasi siku ini dapat menyebabkan robeknya ligament yang mempertahankan


stabilitas sendi siku dan ini mempengaruhi cara pengobatannya. Bila tidak terjadi inhibilitas,
setelah reposisi dapat dimulai imobilisasi selama tiga minggu dalam gips sebelum mobilisasi.

2. Luksasi kaput radius

Luksasi kaput radius yang di sebut "siku tarik" dapat terjadi karena siku ditarik
sehingga kaput di tarik lepas dari lingkaran ligamentum, Hal ini terjadi pada anak yang jatuh
ditarik oleh orang tuanya atau pengasuhnya. Gejalanya berupa nyeri dan gangguan ekstensi,
fleksi. pronasi, dan supinasi. Diagnosis menjadi jelas dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Reposisi dilakukan seperti pada gambar perast di buat pada siku fleksi dengan tekanan di
arah sumbu supinasi, dan reposisi kaput kearah ulnar.

3. Dislokasi sendi panggul traumatic

Sendi panggul dapat terdislokasi ke posterior atau anterior dengan atau tanpa fraktur
pinggir asctabulum. Dapat pula terjadidislokasi sentral dengan fraktur asetabulum.
Asetabulum merupakan mangkuk yang agak dalam dengan bibir dorsal dan ventral serta atap
agak tinggi sehingga dapat patah sewaktu kaput femur dikelurkan dengan paksa.

Dislokasi posterior terjadi sebagai akibat trauma panggul pada posisi fleksi dan
aduksi. Pada posisi ini, tekanan disalurkan melalui lutut sepanjang femur, misalnya trauma
benturan dengan panil (rangka) depan mobil akibat tabrakan mobil frontal, atau jatuh dari
ketinggian dengan lutut fleksi. Tekanan ini dapat membuat kaput fremur melerak ke posterior
melewati bibr belakang asetabulum dan terjadilah dislokasi posterior

4. Dislokasi panggul

 Dislokasi posterior jenis luksasi iliaka. Kedudukan tungkai fleksi, endorotasi, abduksi
dan "tungkai bawah memendek"
 Dislokasi posterior jenis luksasi ikiadikus dengan fleksi, endorotasi, dan aduksi lebih
jelas dari pada luksasi iliaka

7
 Dislokasi anterior suprabupik jarang ditemukan. Kedudukan tingkai bawah leksi
ringan, eksorotasi, abduksi,dan pemendekan tungkai yang bersangkutan
 Dislokasi anterior obturatoria juga jarang di dapatkan. Kedudukan tingkai bawah
seperti pada luksasi supraubik tetapi jauh lebih jelas.
 Luksasi (perubahan letak) posterior panggul traumatic kanan lama penderita yang
berumur 13 tahun jatuh dari pohon enam tahun lalu

5. Dislokasi lutut

Ruda paksa berat pada lutut, misalnya akibat kecelakaan lalu lintas, dapat merobek
keempat ligament utama yaitu, kedua ligament kolateral dan kedua ligament krusiatum, dan
menyebabkan dislokasi sendi. Tidak jarang terjadi obstruksi arteri poplitea dengan akibat
gangguan vaskularisasi di daerah distal dan cedera nervous poroneus.

Reposisi segera dilakukan untuk mencegah cedera areri dan saraf yang lebih besar.
Setelah itu dikerjakan tinddak bedah untuk memperbaiki ligament yang rusak. Apabila
setelah resposisi masih didapati gejala kerusakan arteri, perlu segera dilakukan ekspolarasi
untuk merepasi kerusakan arteri tersebut di imobilisasi dalam gips selama tiga sampai empat
minggu.

2.5. Manifestasi Klinis Dislokasi (Wahid, 2013).

Nyeri terasa hebat, pasien menyongkong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan
segan menerima pemeriksaan apa saja garis gambar lateral bahu dapat rata dan kalau pasien
tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat dibawah klavikula.

 Nyeri
 Perubahan kontur sendi
 Perubahan panjang ekstermitas
 Kehilangan mobilitas normal
 Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
 Deformitas
 Kekakuan

8
2.6. Penatalaksanaan Dislokasi (Suratun, Heryati, 2008)

1. Sendi yang terkenal imobilisasi saat klien dipindahkan


2. Dislokasi direduksi atau direposisi
3. Di imobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi sampai posisi stabil
4. Kompreses selama 20-30 menit secara intermiten selama 24 jam
5. Ektremi tadi tinggikan setinggi jantung untuk mengontrol pembekakan dan memberi
istirahat.
6. Setelah reduksi, lakukan gerakan aktif lembut, 3-4 kali hari
7. Tingkatkan kenyamanan
8. Lindungi sendi selam penyembuhan
9. Pembedahan dilakukan jika terdapat robekan

2.7. Kompliksi Dislokasi (Wahid, 2013)

1. Komplikasi dini

 Cedera saraf: saraf aksila dapat cedera, pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid
dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tersebut.
 Cedera pembuluh darah arteri aksila dapat rusak.
 Fraktur dislokasi

2. Komplikasi lanjut

 Kekakuan sendi bahu: immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekauan sendi
bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan rotasi
lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi.
 Dislokasi yang berulang terjadi kalau labrung glenoid robek atau kapsul terlepas dari
bagian depan leher glenoid.
 Kelemahan otot

9
2.8 Pencegahan Dislokasi

1. Pencegahan primer

 Selalu berhati-hati ketika melakukan aktivitas apa pun yang melibatkan fisik.
 Tidak ada salahnya untuk menggunakan pegangan ketika kamu menaiki atau
menuruni tangga. Jatuh dari tangga juga dapat menyebabkan seseorang mengalami
dislokasi.
 Ketika berolahraga, sebaiknya gunakan perlengkapan yang lengkap agar ketika
terjatuh kamu tidak mengalami dislokasi atau cedera.

2. Pencegahan sekunder meliputi diagnosa dini dan perawatan setelah cedera terjadi. Tujuan
dilakukannya diagnosa dini ialah untuk memastikan cedera menerima perawatan yang tepat
dan pemulihan berjalan dengan benar, oleh karena itu, mencegah komplikasi yang mungkin
akan muncul kemudian.

3. Pencegahan tersier yang hanya berfokus pada rehabilitasi untuk mengurangi dan
membetulkan diabilitas yang disebabkan oleh peristiwa traumatis. Contohnya pada kasus
yang memerlukan kekuatan dan pergerakan kembali dan juga menggunakan penyangga
pergelangan, sambil perlahan-lahan kembali ke kegiatan olahraga.

10
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian

3.1.1. Anamnesis

Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan asuransi golongan darah ,nomor
registrasi, tanggal dan jam masuk rumah sakit. (MRS), dan diagnosis medis. Dengan focus
meliputi :

1) Umur pada pasien lansia terjadi pengerasan tendon tulang sehingga menyebabkan
fungsi tubuh bekerja secara kurang normal dan dislokasi cenderung terjadi pada orang
dewasa dari pada anak anak, biasanya klien jatuh dengan keras dalam keadaan streeth
out.
2) Pekerjaan. Pada pasien dislokasi biasanya di akibatkan oleh kecelkaan yang
mengakibatkan trauma atau ruda paksa, biasaya terjadi pada klien yang mempunyai
pekrjaan buruh bangunan. Seperti terjatuh, atupun kecelakaan di tempat kerja,
kecelakaan industri dan atlit olahraga, seperti pemain basket, sepak bola dll.
3) Jenis kelamin, Dislokasi lebih sering di temukan pada anak laki laki dari pada
permpuan karna cenderung dari segi aktivitas yang berbeda

3.1.2. Keluhan utama

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan
adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan, ekstermitas, nyeri tekan otot, dan deformitas pada
daerah trauma.untuk mendapatkan pengkajian yang lengkap mengenai nyeri klien dapat
menggunakan metode PQRS.

3.1.3. Riwayat penyakit sekarang

Kaji adanya riwayat trauma akibat kecelakaan pada lalu lintas. kecelekaan industri,
dan kecelakaan lain seperti jatuh dari pohon atau bangun, pengkajian yang di dapat meliputi
nyeri, paralisis extermitras bawah, syok.

11
3.1.4. Riwayat penyakit dahulu

Penyakit yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit. seperti


osteoporosis, dan osteoaritis yang memungkinkan terjadinya kelainan, penyakit alinnya
seeperti hypertensi, riwayat cedera, diabetes. milittus. penyakit jantung. anemia, obat-obat
tertentu yang sering diguanakan klien, perlu ditanyakan pada keluarga klien.

3.1.5. Pengkajian Psikososial dan Spiritual

Kaji bagaimana pola interaksi klien terhadap orang orang disekitarnya seperti
hubungannya dengan keluarga, teman dekat, dokter, maupun dengan perawat.

3.1.6. Pemeriksaan Kesehatan

Untuk dislokasi dapat difokuskan kebutuhan dasar manusia yang terganggu adalah :

1. Rasa Nyaman (Nyeri)


Pasien dengan dislokasi biasanya mengeluhkan nyeri pada bagian dislokasi yang dapat
mengganggu kenyamanan klien.
2. Gerak dan Aktivitas
Pasien dengan dislokasi dimana sendi tidak berada pada tempatnya. semula harus
diimobilisasi. Klien dengan dislokasi pada ekstremitas dapat mengganggu gerak dan
aktivitas klien.
3. Makan dan minum
Pasien yang menglami dislokasi terutaman pada rahang sehingga klien mengalami
kesulitas menguyah dan menelan. Efeknya bagi tubuh yaitu ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
4. Rasa Aman (Ansietas)
Klien dengan dislokasi tentunya mengalami gangguan rasa aman atau cemas (ansietas)
dengan kondisinya.

12
3.2. Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien pemekrisaan fisik
sangat berguna untuk mendukung pengkajian anamnesis iknya dilakukan persistem B1-B6
dengan fokus pemeriksaan B3( sebaiknya brain) dan B6 (bone)

a. Keadaan Umum

Klien yang yang mengalami cedera pada umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran,
periksa adanya perubahan tanda-tanda vital yang meliputi brikardia, hipotensi dan tanda-
tanda neurogenik syok.

Keadaan umum klien dengan dislokasi biasanya menunjukkan :

1. Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang mengalami dislokasi.
2. Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah yang mengalami dislokasi.
3. Adanya nyeri tekan pada daerah dislokasi.
4. Tampak adanya lebam pada dislokasi

1. B3 (brain)

a) Tingkat kesedaran pada pasien yang mengalami dislokasi adalah kompos mentis.
b) Pemeriksaan fungsi selebral Status mental: Observasi penampilan tingkah laku gaya
bicara,ekspresi wajah aktivitas motorik klien.
c) Pemeriksaan saraf kranial.
d) Pemeriksaan refleks pada pemeriksaan refleks dalam reflecs achiles menghilang dan
refleks patela biasanya meleamh karna achies otot hamstring melemah

2. Bo (Bone)

a) Paralisis motorik ekstermitas terjadi apabila trauma juga mengompresi sekrum gejala
gangguan motorik juga sesuai dengan dan distribusi segmental dan saraf yang terken.
b) Look, pada insfeksi parienum biasanya di dapatkan adanya pendarahan
pembengkakakn dan deformitas
c) Fell, kaji adanya derajat ketidakstabilan daerah trauma dengan palpasi pada ramus
dan simfisi fubis.

13
d) Move, disfungsi motorik yang paling umum adalah kelemahan dan kelumpuhan pada
daerah ekstermitas.

b. Head to Toe

1. Kepala
Mengakaji keadaan umum kepala klien dengan melakukan inspeksi dan palpasi
2. Mata
Mengkaji keadaan mata klien dengan melakukan inspeksi dan palpasi
3. Telinga
Mengkaji keadaan telinga klien dengan melakukan inspeksi dan palpasi
4. Hidung
Mengkaji keadaan hidung klien dengan melakukan inspeksi dan palpasi
5. Mulut
Mengkaji keadaan mulut klien dengan melakukan inspeksi
6. Leher
Mengkaji keadaan leher klien dengan melakukan inspeksi, palpasi, dan test ROM dan
kekuatan otot
7. Dada
Melakukan pemeriksaan dada dengan inspeksi dada, selain itu juga memeriksa
jantung dan paru-paru melalui inspeksi, palpasi, perkusi, dan aukskultasi
8. Abdomen
Mengkaji keadaan abdomen klien dengan melakukan inspeksi. aukskultasi, palpasi,
dan perkusi.
9. Urogenital
Terjadi gangguan pada sistem urogenital klien dengan nefrolitiasis
10. Ekstremitas
Pemeriksaan ekstremitas meliputi pemeriksaan eksstremitas atas dan ekstremitas
bawah dengan melakukan inspeksi dan akuskultasi
11. Kulit dan Kuku
Mengkaji dengan melakukan inspeksi dan palpasi.

14
3.3 Pengkajian Penunjang

Untuk melakukan diagnose terhadap penyakit Dislokasi dapat dilakukan beberapa


cara pemeriksaan, seperti :

1. Pemeriksaan Foto Rontgen yang digunakan untuk menentukan lokasi Dislokasi.


2. Pemeriksaan Radiologi Foto X-Ray yang digunakan untuk menentukan arah
Dislokasi dan apakah disertai fraktur.
3. Pemeriksaan CT Scan, MRI, Scan tulang, dan Tomogram yang digunakan untuk
memperlihatkan Dislokasi, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak (Brunner and Suddarth, 2012).

3.4. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut berhubungan dengan agens cedera fisik (misalnya mengangkat berat dan
olahraga berlebihan).
2. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal, kaku
sendi dan pergerakan.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan dislokasi.

15
3.5 Rencana Asuhana Keperawatan

NO. Diagnosa NOC NIC


1. Nyeri Akut berhubungan dengan Kontrol Nyeri(1605): Manajemen Nyeri(1400):
agens cedera fisik (00132)
Defenisi : tindakan pribadi untuk Defenisi : pengurangan atau reduksi nyeri
Defenisi : Pengalaman sensorik dan mengontrol nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang
emosional tidak menyenangkan Setelah dilakukan tindakan dapat diterima oleh pasien
berkaitan dengan kerusakan keperawatan selama 3x24 jam maka di
jaringan aktual atau potensial, atau harapkan nyeri komprehensif 1. Lakukan pengkajian nyeri konferhensif
yang digambarkan sebagai berkurang terkontrol dengan indikator: yang meliputi lokasi, karakteristik,
kerusakan (International durasi, kualitas, intensitas,atau beratnya
Association for the Study of Pain); 1. Pasien dapat mengenali kapan nyeri dan factors pencetus.
awitan yang tiba-tiba atau lambat nyeri terjadi. 2. Pastikan perawatan analgesic bagi
dengan intensitas ringan hingga 2. Pasion dapat menggambarkan pasien dilakukan dengan pemantauan
berat, dengan berakhirnya dapat faktor penyebab nyeri. yang ketat.
diantisipasi atau diprediksi, dan 3. Pasien dapat menggunakan 3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik
dengan durasi kurang dari 3 bulan tindakan pencegahan. untuk mengetahui pengalaman nyeri
4. Menggunakan analgesic yang dan sampaikan penerumaan pasien
direkomendasikan. terhadap nyeri.
5. Pasien melaporkan nyerinya 4. Pertimbangkan pengaruh budaya
terkontrol. terhadap nyeri
5. Ajarkan prinsip prinsip manajemen

16
nyeri
6. Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri
ketika memilih strategi penurunan
nyeri
7. Berikan individu penurun nyeri yang
optimal dengan peresepan analgesic.
1. 8. Dorong pasien untuk menduskusikan
pengalaman nyerinya, sesuai kebutuhan
2. Hambatan Mobilitas Fisik Pergerakan (0208) Terapi latihan : Mobilitas sendi (0224)
berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal, kaku sendi dan Defenisi : kemampuan untuk bisa Definisi : penggunaan gerakan tubuh baik
pergerakan. (00085) bergerak bebas ditempat dengan atau aktif maupun pasif untuk meningkatkan
tampa alat bantu atau memelihara kelenturan sendi
Definisi : keterbatasan dalam gerak Setelah dilakukan tindakan
fisik atau satu atau lebih ekstremitas keperawatan selama 3x24 jam maka di 1. tentukan batasan pergerakan sendi dan
secara mandiri dan terarah harapkan nyeri komprehensif efeknya terhadap fungsi sendi
berkurang terkontrol dengan indikator: 2. jelaskan pada pasien atau keluarga
manfaat dan tujuan melakukan
1. Keseimbangan baik. pergerakan sendi.
2. Cara berjalan baik. 3. Monitor lokasi dan kecenderugan
3. Gerakan otot aktif. adanya nyeri dan ketidaknyamanan
4. Gerakan sendi baik. selama pergerakan atau aktivitas.

17
2. 5. berjalan baik 4. Pakaikan baju yang tidak menghambat
pergerakan pasien.
5. Lindungi pasien dari trauma selama
latihan.
6. Bantu pasien mendapatkan posisi tubuh
yang optimal untuk pengerakan sendi
pasif maupun aktif.
7. Lakukan latihan ROM pasif atau ROM
dengan bantuan, sesum indikasi.
8. Bantu untuk melakukan pergerakan
sendi yang ritmis dan teratur sesuai
kadar nyeri yang bisa ditoleransi,
ketahanan dan pergerakan sendi.

3.6. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi tindakan keperawatan
yang telah direncanakan.

3.7. Evaluasi

Evaluasi keperawatan merupakan suatu aktifitas yang direncanakan, terus menerus, aktifitas yang disengaja yaitu klien,
keluarga, perawat dan petugas kesehatan lain menentukan kemajuan klien terhadap outcome yang dicapai dan keefektifan dari
rencana asuhan keperawatan.

18
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari data dan fakta yang telah dipaparkan di atas maka kelompok kami dapat
menyimpulkan bahwa Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan
sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya
seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya [dari mangkuk sendi]. Sebuah sendi
yang ligamen-ligamennya pernah mengalami dislokasi, biasanya menjadi kendor. Akibatnya
sendi itu akan gampang mengalami dislokasi kembali. Apabila dislokasi itu disertai juga
patah tulang, pembetulannya menjadi sulit dan harus dikerjakan di rumah sakit. Semakin
awal usaha pengembalian sendi itu dikerjakan. semakin baik penyembuhannya.

4.2 Saran

Kelompok kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya. Kelompok kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna, maka dari itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca
sangat dibutuhkan sebagai bahan evaluasi untuk pembuatan makalah kedepannya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Helmi, Zairin Noor. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:


Salemba Medika

Arif muttaqin. Buku saku gangguan muskuloskeletal, Jakarta. 2011

Priyonoadi Bambang . (2012). Pencegahan Cedera Olahraga. Seminar


Nasional. Yogyakarta: UNYPress.

20

Anda mungkin juga menyukai