Anda di halaman 1dari 32

ASKEP DISLOKASI

Tugas pada Mata Kuliah Keperawata Medikal Bedah II


Program Studi Keperawatan Semester V

Dosen Pengampu :
Ns. Mujahidin, M.kes
Disusun Oleh kelompok 3:

1. Rani 18.14201.30.03
2. Satriyani 18.14201.30.27
4. Emilia puspita Sari 18.14201.30.40

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
PALEMBANG
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Askep
Dislokasi”.

Dalam proses pembuatan makalah ini kami sebagai penyusun mengalami


berbagai hambatan dan gangguan, akan tetapi dengan kesabaran serta dukungan
dari media yang memadai, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan
penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Semua pihak dan rekan-rekan yang membantu dalam pengumpulan bahan,


penyusunandan pembuatan makalah.Tentunya sebagai manusia yang tidak
sempurna, kami selaku penyusun tidak lepas dari kesalahan.Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sebagai bahan evaluasi atas makalah
yang kami buat. Harapannya agar kami menjadi lebih baik lagi di kemudian hari.

Palembang, 21 Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
1. Latar Belakang............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................7
2. Pengertian..................................................................................................................7
A. Etiologi...................................................................................................................7
B. Jenis-jenis Dislokasi Sendi......................................................................................8
C. Manifestasi Klinis.................................................................................................10
D. ANATOMI & FISIOLOGI.........................................................................................10
E. Patofisiologi..........................................................................................................15
F. Penatalaksanaan...................................................................................................16
G. Komplikasi............................................................................................................18
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................................20
1. Pengkajian................................................................................................................20
A. Anamnesis............................................................................................................20
B. Pemeriksaan fisik..................................................................................................21
C. Klasifikasi Data.....................................................................................................22
D. Diagnosa keperawatan........................................................................................22
B. Intervensi keperawatan...........................................................................................23
C. Implementasi Keperawatan.....................................................................................27
D. Evaluasi Keperawatan..............................................................................................29
BAB IV PENUTUP.............................................................................................................31
1. Simpulan..................................................................................................................31
2. Saran........................................................................................................................31
BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Semakin banyak orang yang melakukan olahraga rekreasional dapat
mendorong dirinya sendiri diluar batas kondisi fisiknya dan terjadi lah cedera
olahraga. Cedera terhadap sistem mukoluskletal dapat bersifat akut (sprain,
strain, dislokasi, fraktur) atau sebagai akibat penggunaan berlebihan secara
bertahap (kondromalasia, tendinitis, fraktur sterss). Atlet profesional juga
rentan terhadap cedera, meskipun latihan mereka disupervisi ketat untuk
meminimalkan terjadinya cedera. Namun sering kali atlet tersebut juga dapat
mengalami cedera muskoluskletal, salah satunya adalah dislokasi.

Dislokasi atau keseleo merupakan cedera umum yang dapat


menyerang siapa saja, tetapi lebih mungkin terjadi pada individu yang terlibat
dengan olahraga, aktivitas berulang, dan kegiatan dengan resiko tinggi untuk
kecelakaan. Ketika terluka ligamen, otot atau tendon mungkin rusak, atau
terkilir yang mengacu pada ligamen yang cedera, ligamen adalah pita sedikit
elastis jaringan yang menghubungkan tulang pada sendi, menjaga tulang
ditempat sementara memungkinkan gerakan. Dalam kondisi ini, satu atau
lebih ligamen yang diregangkan atau robek. Gejalanya meliputi nyeri,
bengkak, memar, dan tidak mampu bergerak.

Dislokasi biasanya terjadi pada jari-jari, pergelangan kaki, dan lutut.


Bila kekurangan ligamen mayor, sendi menjadi tidak stabil dan mungkin
diperlukan perbaikan bedah.

Dislokasi  atau luksasio adalah  kehilangan hubungan yang normal


antara kedua permukaan sendi secara komplet / lengkap ( Jeffrey m.spivak et
al ,1999)  terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi,  dislokasi
ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya
seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi).
Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis
membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya.
Dengan kata lain, sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.

Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi


bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi
itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang
pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor.
Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan
melindungi beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul.
Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menyediakan
permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang
sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga
agar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya
patah tulang atau dislokasi tulang.

Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa


sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi.
Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan
(acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).

A. Rumusan Masalah
1. Apa yang disebut dengan dislokasi ?
2. Apa penyebab terjadinya dislokasi ?
3. Apa jenis-jenis dislokasi sendi ?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari dislokasi ?
5. Menjelaskan anatomi fisiologi disloaksi ?
6. Menjelaskan patofisiologi dislokasi ?
7. Bagaimana pathway dislokasi ?
8. Bagaimana penatalaksanaan dislokasi ?
9. Menjelaskan komplikasi dislokasi ?
10. Bagaimana askep teoritis dislokasi ?

B. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui definisi dislokasi
2. Untuk mengetahui etiologi dislokasi
3. Untuk mengetahui jenis-jenis dislokasi sendi
4. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari dislokasi
5. Untuk mengetahui anatomi fisiologi disloaksi
6. Untuk mengetahui patofisiologi dan pathway dislokasi
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dislokasi
8. Untuk mengetahui komplikasi dislokasi
9. Untuk mengetahui askep teoritis dislokas
BAB II PEMBAHASAN

2. Pengertian
Dislokasi adalah cedera struktur ligameno di sekitar sendi, akibat
gerakan menjepit atau memutar / keadaan dimana tulang-tulang yang
membentuk sendi tidak lagi berhubungan, secara anatomis (tulang lepas dari
sendi). (Brunner & Suddarth. 2002).

Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari


mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan
pertolongan segera. (Arif Mansyur, 2000).

Dislokasi merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen


penyangga yang mengelilingi sebuah sendi. Biasanya kondisi ini terjadi
sesudah gerakan memuntuir yang tajam (Kowalak, 2011). 

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan


sendi. Dislokasi ini terdapat hanya kepada komponen tulangnya saja yang
bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang
seharusnya (dari mangkuk sendi).

A. Etiologi
1. Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan
serta kekenyalan jaringan. Misalnya pada umur 30- 40 tahun kekuatan otot
akan relative menurun. Elastisitas tendon dan ligamen menurun pada usia
30 tahun.

2. Terjatuh atau kecelakan


Dislokasi dapat terjadi apabila terjadi kecelakan atau terjatuh
sehingga lutut mengalami dislokasi.

3. Pukulan
Dislokasi lutut dapat terjadi apabila mendapat pukulan pada bagian
lututnya dan menyebabkan dislokasi.

4. Tidak melakukan pemanasan


Pada atlet olahraga sering terjadi keseleo karena kurangnya
pemanasan.

5. Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan


dislokasi.
6. Cedera olahraga. Pemain basket dan kiper pemain sepak bola paling sering
mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja
menangkap bola dari pemain lain.
7. Terjatuh. Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang
licin.
8. Kongenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.

B. Jenis-jenis Dislokasi Sendi


Dislokasi sendi dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Dislokasi kongenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan
b. Dislokasi patologik
Terjadi akibat penyakit sendi dan jaringan sekitar sendi. Misalnya
tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Hal ini disebabkan oleh kekuatan
tulang yang berkurang.
c. Dislokasi traumatic
Kedaruratan orteoprodi( pasokan darh, susunan saraf rusuk dan
mengalami stres berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat edema
(karena mengalami pengerasan) terjadi karena trauma yang kuat sehingga
dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekelilingnya dan merusak
struktur sendi, ligamen, syaraf, dan sistem vaskular. Kebanyakan terjadi
pada orang dewasa.

Berdasarkan tipe kliniknya dibagi sebagai berikut:

a. Dislokasi akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip serta disertai nyeri
akut dan pembengkakan disekitar sendi
b. Dislokasi berulang
Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi
dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut
dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint. Dislokasi
biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang yang disebabkan
berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma,
tonus/kontraksi otot dan tarikan.

Berdasarkan tempaat terjadiny

a. Dislokasi sendi rahang


Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena menguap/terlalu lebar
serta terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya
penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali
b. Dislokasi sendi bahu
Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral berada
dianteriordan medial glenoid (dislokasi anterior), di posteroir (dislokasi
posterior), dan bawah glenoid (dislokasi inferior).
c. Dislokasi sendi siku
Mekanisme cideranya biasanya jatuh pada tangan yang dapat
menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan siku jelas
berubah bentuk dengan kerusakan sambungan tonjolan-tonjolan tulang
siku.
d. Dislokasi sendi jari
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong
dengan segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat
mengalami dislokasi kearah telapak tangan / punggung tangan.
e. Dislokasi sendi metacarpophalangeal dan interphalangeal
Merupakan dislokasi yang disebabkan oleh hiperektensi-ekstensi
persendian
f. Dislokasi panggul
Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada diposterior
dan atas acetabulum (dislokasi posterior), dianterior
acetabulum(dislokasi anterior), dan caput femur menembus
acetabulum(dislokasi sentra)
g. Dislokasi patella
Dislokasi patella paling sering terjadi kearah lateral. Reduksi
dicapai dengan memberikan tekanan kearah medial pada sisi lateral
patella sambil mengekstensikan lutut perlahan-lahan. Apabila dislokasi
dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah. Dislokasi
biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang/fraktur yang disebabkan
oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma,
tonus/kontraksi otot dan tarikan.
C. Manifestasi Klinis
1. Adanya bengkak / oedema
2. Mengalami keterbatasan gerak
3. Adanya spasme otot(kekauan otot)
4. Nyeri lokal (khususnya pada saat menggerakkan sendi)
5. Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi
6. Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri
7. Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan
sekitarnya (tampak kemerahan).
8. Perubahan kontur sendi
9. Perubahan panjang ekstremitas
10. Kehilangan mobilitas normal
11. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi

D. ANATOMI & FISIOLOGI

Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan


mengurus pergerakan. Komponen utama sistem meskuloskeletal adalah
jaringan ikat. Sitem ini terdiri atas tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligamen,
dan jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini.
Secara garis besar, tulang dibagi menjadi enam :

1. Tulang panjang : misalnya femur, tibia, fibula, ulna, dan humerus.


Didaerah ini sangat sering ditemukan adanya kelainan atau penyakit
karena daerah ini merupakan daerah metabolik yang aktif dan banyak
mengandung pembuluh darah.

2. Tulang pendek : misalnya tulang-tulang karpal.


3. Tulang pipih : misalnya tulang parietal, iga, skapula dan pelvis.
4. Tulang tak beraturan : misalnya tulang vertebra.
5. Tulang sesamoid : misalnya tulang patela
6. Tulang sutura : ada di atap tengkorak.
Histologi tulang :

1. Tulang imatur : terbentuknya pada perkembangan embrional dan tidak


terlihat lagi pada usia 1 tahun. Tulang imatur mengandung jaringan
kolagen.
2. Tulang matur : ada dua jenis, yaitu tulang kortikal (compact bone) dan
tulang trabekular (spongiosa).
Secara histologi, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam jumlah
sel, dan jaringan kolagen.

Fisiologi sel tulang


Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel :
osteoblas, osteosit, osteoklas.

1. Osteoblas, membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan


proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu
proses yang disebut osifikasi.
2. Osteosit, sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
3. Osteoklas, sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit,
osteoklas mengikis tulang. Sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang
memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang
sehingga kalsium dan fosfat terlepas kedalam aliran darah.
Dalam keadaan normal, tulang mengalami pembentukan dan
absorpsi pada suatu tingkat yang konstan, kecuali pada masa pertumbuhan
kanak-kanak yang lebih banyak terjadi pembentukan dari pada absorpsi
tulang. Proses ini penting untuk fungsi normal tulang. Keadaan ini
membuat tulang dapat berespons terhadap tekanan yang meningkat dan
mencegah terjadi patah tulang.

Bentuk tulang dapat disesuaikan untuk menanggung kekuatan


mekanis yang semakin meningkat. Perubahan membantu mempertahankan
kekuatan tulang pada proses penuaan. Matriks organi yang sudah tua
berdegenerasi sehingga membuat tulang relatif menjadi lemah dan rapuh.
Pembentukan tulang yang baru memerlukan matriks organik baru sehingga
memberi tambahan kekuatan pada tulang.

Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon. Peningkatan


kadar hormon paratiroid mempunyai efek langsung dan segera pada
mineral tulang yang menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorpsi dan
bergerak memasuki serum. Peningkatan kadar hormon paratiroid secara
perlahan meneyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteklas
sehingga terjadi demineralisasi. Metabaolisme kalsium dan fosfat sangat
berkaitan erat. Tulang mengandung 99% dari seluruh kalsium tubuh dan
90% dari seluruh fosfat tubuh.

Vitamin D memengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Vitamin D


dalam jumlah besar dapat menyebabkan absropsi tulang seperti yang
terlihat pada kadar hormon paratiroid yang tinggi. Bila tidak ada vitamin
D, hormon paratiroid tidak akan menyebabkan absorpsi tulang. Vitamin D
dalam jumlah yang sedikit membantu klasifikasi tulang, antara lain dengan
meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat oleh usus halus.

Anatomi Sendi

Sendi adalah tempat pertemuan dua tulang atau lebih. Tulang-tulang ini
dipadukan dengan berbagai cara,misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa,
ligamen, tendon, fasia, atau otot. Ada 3 tipe sendi sebagai berikut :

1. Sendi fibrosa (sinartrodial),merupakan sendi yang tidak dapat bergerak.


Sendi fibrosa tidak memiliki lapisan tulang rawan. Tulang yang satu
dengan tulang lainnya dihubungkan oleh jaringan penyambung fibrosa.
2. Sendi kartilaginosa (amfiartrodia), merupakan sendi yang dapat sedikit
bergerak. Sendi kartilaginosa adalah sendi yang ujung-ujung tulangnya
dibungkus oleh tulang rawan hialin, disokong oleh ligamen, dan hanya
dapat sedikit bergerak.
3. Sendi sinovial (diartrodial), merupakan sendi yang dapat digerakkan
dengan bebas. Sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan sendi
dilapisi tulang rawan hialin.
Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat, suatu
lapisan dalam yang terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh
darah banyak, serta sinovium yang membentuk suatu kantung yang
melapisi seluruh sendi dan membungkus tendon-tendon yang melintasi
sendi. Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi
permukaan sendi. Cairan sinovial normalnya bening , tidak membeku, dan
tidak berwarna, jumlah yang ditimbulkan dalam tiap-tiap sendi relatif kecil
(1-3ml).

Tulang rawan sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran


darah, limfe,atau persarafan. Oksigen dan bahan-bahan metabolisme lain
dibawa oleh cairan sendi yang membasahi tulang rawan tersebut.
Perubahan susunan kolagen dan pembentukan proteoglikan dapat terjadi
setelah cedera atau ketika usia bertambah.beberapa kolagen baru pada
tahap ini mulai membentuk kolagen tipe satu yang lebih fibrosa.
Proteoglikan dapat kehilangan sebagian kemampuan hidrofiliknya.
Perubahan ini berarti tulang rawan akan kehilangan kemampuannya untuk
menahan kerusakan bila diberi beban berat.

Aliran darah kesendi banyak yang menuju sinovium. Pembuluh


darah mulai masuk melalui tulang subkondral pada tingkat tepi kapsul.
Jaringan kapiler sangat tebal dibagian sinovium yang menempel langsung
pada ruang sendi. Hal ini memungkinkan bahan-bahan didalam plasma
berdifusi dengan mudah kedalam ruang sendi. Proses peradangan dapat
sangat menonjol disinovium karena didaerah tersebut banyak mendapat
aliran darah dan juga terdapat banyak sel mast dan sel lain serta zat kimia
yang secara dinamis berinteraksi untuk merangsang dan memperkuat
respon peradangan.

Jaringan yang ditemukan pada sendi dan daerah yang berdekatan


terutama adalah jaringan penyambung yang tersusun dari sel-sel dan
substansi dasar. Dua macam sel yang ditemukan pada jaringan
penyambung adalah sel-sel yang tidak dibuat dan tetap berada pada
jaringan penyambung ( seperti sel mast, sel palsma, limfosit, monosit, dan
leukosit polimorfonuklear).

Serat- serat yang terdapat pada substansi dasar adalah kolagen dan
elastin. Kolagen dapat dipecahkan oleh kerja kolagenase. Serat-serat
elastin memiliki sifat elastis, serat ini terdapat dalam ligamen, dinding
pembuluh darah besar, dan kulit. Elastin dipecahkan oleh enzim yang
disebut elastase.

E. Patofisiologi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan
congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi
penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang
berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya
terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi
sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang,
penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga
terjadi perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi.
Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan adanya reposisi.
Adanya tekanan eksternal yang berlebih menyebabkan suatu masalah
yang disebut dengan dislokasi yang terutama terjadi pada ligamen. Ligamen
akan mengalami kerusakan serabut dari rusaknya serabut yang ringan maupun
total ligamen akan mengalami robek dan ligamen yang robek akan kehilangan
kemampuan stabilitasnya. Hal tersebut akan membuat pembuluh darah akan
terputus dan terjadilah edema. Sendi mengalami nyeri dan gerakan sendi
terasa sangat nyeri. Derajat disabilitas dan nyeri terus meningkat selama 2
sampai 3 jam setelah cedera akibat membengkak dan pendarahan yang terjadi
maka menimbulkan masalah yang disebut dengan dislokasi.

Pathway

Etiologi
Cedera olahraga Trauma kecelakaan

Terlepasnya kompresi jar. Tulang dari kesatuan sendi

Merusak struktur sendi, ligamen

Kompresi jaringan tulang yg terdorong ke depan

Merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi

Ligamen memberikan jalan

Tlg. Berpindah dari posisi yg normal

dislokasi

radang Cedera jar.lunak ekstremitas

Ketidakmampuan mengunyah Spasme otot Hambatan mobilitas


fisik
Ketidak seimbangan nutrisi Nyeri akut
kurang dari kebutuhan
tubuh

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan

a. Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan dengan RICE.


 R: Rest = Diistirahatkan adalah  pertolongan pertama yang penting
untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
 I : Ice = Terapi dingin, gunanya mengurangi pendarahan dan
meredakan rasa nyeri.
 C: Compression = Membalut gunanya membantu mengurangi
pembengkakan jaringan dan pendarahan lebih lanjut.
 E: Elevasi = Peninggian daerah cedera gunanya mengurangi oedema
(pembengkakan) dan rasa nyeri.
b. Terapi dingin
Cara pemberian terapi dingin sebagai berikut :

1) Kompres dingin
Teknik : potongan es dimasukkan dalam kantong yang tidak
tembus air lalu kompreskan pada bagian yang cedera. Lamanya :
dua puluh – tiga puluh menit dengan interval kira-kira sepuluh
menit.

2) Massage es
Tekniknya dengan menggosok-gosokkan es yang telah
dibungkus dengan lama lima - tujuh menit, dapat diulang dengan
tenggang waktu sepuluh menit.

3) Pencelupan atau perendaman


Tekniknya yaitu memasukkan tubuh atau bagian tubuh
kedalam bak air dingin yang dicampur dengan es. Lamanya
sepuluh – dua puluh menit.

4) Semprot dingin
Tekniknya dengan menyemprotkan kloretil atau
fluorimethane ke bagian tubuh yang cedera.

c. Latihan ROM
Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan
perdarahan, latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung
jaringan yang sakit.
Penatalaksanaan medis : Farmakologi

d. Analgetik
Analgetik biasanya digunakan untuk klien yang mengalami nyeri.
Berikut contoh obat analgetik :
1) Aspirin:
Kandungan : Asetosal 500mg ; Indikasi : nyeri otot ; Dosis
dewasa 1tablet atau 3tablet perhari, anak > 5tahun setengah sampai
1tablet, maksimum 1 ½ sampai 3tablet perhari.

2) Bimastan :
Kandungan : Asam Mefenamat 250mg perkapsul, 500mg perkaplet ;
Indikasi : nyeri persendian, nyeri otot ; Kontra indikasi : hipersensitif,
tungkak lambung, asma, dan ginjal ; efeksamping : mual muntah,
agranulositosis, aeukopenia ; Dosis: dewasa awal 500mg  lalu 250mg
tiap 6jam.
3) Pemberian kodein atau obat analgetik lain (jika cedera berat).

G. Komplikasi
Komplikasi dislokasi meliputi :

a. Komplikasi dini
 Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera. Pasien tidak dapat
mengerutkan oto deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati
rasa pada otot tersebut.
 Cedera pembuluh darah : arteri aksilla dapat rusak
 Fraktur dislokasi
 Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak
adanya nadi,CRT(capillary refill time) menurun,sianosis pada bagian
distal,hematoma melebar,dan dingin pada ekstremitas yang
disebabkan oleh tindakan darurat spilinting,perubahan posisi pada
yang sakit,tindakan reduksi,dan pembedahan.
b. Sindrome kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang
menentukan otot, saraf dan pembuluh darah, atau karena tekanan dari
luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.

c. Komplikasi lanjut
d. Kekakuan sendi bahu
Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi
bahu. Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi
abduksi.

e. Kelemahan otot.
f. Dislokasi yang berulang
Terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian
depan leher glenoid.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
A. Anamnesis

1. Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama,


bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi golongan darah, nomor registrasi, tanggal dan jam masuk
rumah sakit, (MRS), dan diagnosis medis. Dengan fokus ,meliputi :
1) Umur
pada pasien lansia terjadi pengerasan tendon tulang
sehingga menyebabkan fungsi tubuh bekerja secara kurang normal
dan dislokasi cenderung terjadi pada orang dewasa dari pada anak-
anak, biasanya klien jatuh dengan keras dalam keadaan strecth out
2) Pekerjaan
Pada pasien dislokasi biasanya di akibatkan oleh
kecelakaan yang mengakibatkan trauma atau ruda paksa, biasaya
terjadi pada klien yang mempunyai pekrjaan buruh bangunan.
Seperti terjatuh, atupun kecelakaan di tempat kerja, kecelakaan
industri  dan atlit olahraga, seperti pemain basket , sepak bola dll
3) Jenis kelamin
Dislokasi lebih sering di temukan pada anak laki – laki dari
pada permpuan karna cenderung dari segi aktivitas yang berbeda .
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta
pertolongan kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan,
ekstermitas, nyeri tekan otot, dan deformitas pada daerah trauma,
untuk mendapatkan pengkajian yang lengkap mengenai nyeri klien
dapat menggunakan metode PQRS.
3. Riwayat penyakit sekarang
Kaji adanya riwayat trauma akibat kecelakaan pada lalu lintas,
kecelekaan industri, dan kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau
bangunan, pengkajian yang di dapat meliputi nyeri, paralisis
extermitras bawah, syok.
4. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit,
seperti osteoporosis, dan osteoaritis yang memungkinkan terjadinya
kelainan, penyakit alinnya seperti hypertensi, riwayat cedera, diabetes
milittus, penyakit jantung, anemia, obat-obat tertentu yang sering di
guanakan klien, perlu ditanyakan pada keluarga klien .
5. Pengkajian Psikososial dan Spiritual
Kaji bagaimana  pola interaksi klien terhadap orang – orang
disekitarnya seperti hubungannya dengan keluarga, teman dekat,
dokter, maupun dengan perawat.

B. Pemeriksaan fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien


pemekrisaan fisik sangat berguna untuk mendukung pengkajian anamnesis
sebaiknya dilakukan persistem B1-B6 dengan fokus pemeriksaan
B3( brain ) dan B6 (bone)
1. Keadaan umum
Klien yang yang mengalami cedera pada umumnya tidak
mengalami penurunan kesadaran, periksa adanya perubahan tanda-
tanda vital yang meliputi brikardia, hipotensi dan tanda-tanda
neurogenik syok.
2. B3 ( brain)
 Tingkat kesedaran pada pasien yang mengalami dislokasi adalah
kompos mentis
 Pemeriksaan fungsi selebral
Status mental :observasi penampilan ,tingkah laku gaya bicara
,ekspresi wajah aktivitas motorik klien .
 Pemeriksaan saraf kranial
 Pemeriksaan refleks .pada pemeriksaan refleks dalam ,reflecs
achiles menghilang dan refleks patela biasanya meleamh karna
otot hamstring melemah
3. B6 (Bone)
 Paralisis motorik ekstermitas terjadi apabila trauma juga
mengompresi sekrum gejala gangguan motorik juga sesuai
dengan distribusi segmental dan saraf yang terkena
 Look ,pada insfeksi parienum biasanya di dapatkan adanya
pendarahan ,pembengkakakn dan deformitas
 Fell , kaji adanya derajat ketidakstabilan daerah trauma dengan
palpasi pada ramus dan simfisi fubis
 Move , disfungsi motorik yang paling umum adalah kelemahan
dan kelumpuhan pada daerah ekstermitas.

C. Klasifikasi Data

A. Data subjektif
a) Klien mengatakan nyeri apabila beraktivitas
b) Klien mengatakan nyeri seperti ditekan benda berat
c) Klien mengatakan  terjadi kekauan pada sendi
d) Klien mengatakan adanya nyeri pada sendi
e) Klien mengatakan sangat lemas
f) Klien bertanya-tanya tentang keadaannya
g) Klien mengatakan susah bergerak
B. Data objektif
a) Klien nampak lemas
b) Wajah nampak meringis
c) Keterbatasan mobilitas
d) Skala nyeri 6 (0-10)
e) Klien nampak cemas

D. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat
mobilisasi.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan atau
absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
d. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pegetahuan tentang penyakit.
e. Gangguan body image berhubungan dengan deformitas dan perubahan
bentuk tubuh.
B. Intervensi keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Gangguan rasa Rasa nyeri teratasi  Kaji skala nyeri  Mengetahui
nyaman nyeri dengan  Berikan posisi intensitas nyeri.
berhubungan Kriteria Hasil : relaks pada pasien  Posisi relaksas
dengan  Klien tampak  Ajarkan teknik pada pasien dapa
diskontinuitas tidak meringis distraksi dan mengalihkan focu
jaringan. lagi. relaksasi pikiran pasie
 Klien tampak  Berikan pada nyeri.
rileks lingkungan yang  Tehnik relaksas
nyaman, dan dan distraksi dapa
aktifitas hiburan mengurangi ras
 Kolaborasi nyeri.
pemberian  Meningkatkan
analgesic relaksasi pasien
 Analgesic
Mengurangi nyeri

Gangguan Memberikan  Kaji tingkat  menunjukkan


mobilitas fisik kenyamanan dan mobilisasi pasien tingkat mobilisasi
berhubungan melindungi sendi Berikan latihan pasien dan
dengan selama masa ROM menentukan
deformitas dan penyembuhan.  Anjurkan intervensi
nyeri saat Kriteria hasil penggunaan alat selanjutnya.
mobilisasi  melaporkan bantu jika  Memberikan
peningkatan diperlukan latihan ROM
toleransi  Monitor tonus otot kepada klien untuk
aktivitas  Membantu pasien mobilisasi
(termasuk untuk imobilisasi  Alat bantu
aktivitas sehari- baik dari perawat memperingan
hari) maupun keluarga mobilisasi pasien
 menunjukkan  Agar
penurunan tanda mendapatkan data
intolerasi yang akurat
fisiologis,  Dapat membantu
misalnya nadi, pasien untuk
pernapasan, dan imobilisasi
tekanan darah
masih dalam
rentang normal
Perubahan Kebutuhan nutrisi  Kaji riwayat  Mengidentifikasi
nutrisi kurang terpenuhi nutrisi, termasuk defisiensi,
dari Kriteria hasil: makan yang memudahkan
kebutuhan  Menunujukkan disukai intervensi
tubuh b.d peningkatan  Observasi dan catat  Mengawasi
kegagalan atau masukkan masukkan kalori
untuk mempertahanka makanan pasien atau kualitas
mencerna atau n berat badan  Timbang berat kekurangan
ketidak dengan nilai badan setiap hari. konsumsi makana
mampuan laboratorium  Berikan makan  Mengawasi
mencerna normal. sedikit dengan penurunan berat
makanan  Tidak frekuensi sering badan atau
/absorpsi mengalami dan atau makan efektivitas
nutrient yang tanda mal diantara waktu intervensi nutrisi
diperlukan nutrisi. makan  Menurunkan
untuk  Menununjukkan  Observasi dan catat kelemahan,
pembentukan perilaku, kejadian mual atau meningkatkan
sel darah perubahan pola muntah, flatus dan pemasukkan dan
merah hidup untuk dan gejala lain mencegah distensi
meningkatkan yang berhubungan gaster
dan atau  Berikan dan Bantu  Gejala GI dapat
mempertahanka hygiene mulut menunjukkan efek
n berat badan yang baik : anemia (hipoksia)
yang sesuai sebelum dan pada organ.
sesudah makan,  Meningkatkan
gunakan sikat gigi nafsu makan dan
halus untuk pemasukkan oral.
penyikatan yang Menurunkan
lembut. Berikan pertumbuhan
pencuci mulut yang bakteri,
di encerkan bila meminimalkan
mukosa oral luka. kemungkinan
 Kolaborasi : pantau infeksi. Teknik
hasil pemeriksaan perawatan mulut
laboraturium. khusus mungkin
 Kolaborasi : diperlukan bila
berikan obat sesuai jaringan
indikasi rapuh/luka/perdara
han dan nyeri
berat.
 Meningkatakan
efektivitas
program
pengobatan
 Kebutuhan
penggantian
tergantung pada
tipe anemia dan
atau adanya
masukkan oral
yang buruk dan
defisiensi yang
diidentifikasi.

Ansietas kecemasan pasien  Kaji tingkat  Mengetahui


berhubungan teratasi dengan ansietas klien tingakat
dengan kriteria hasil :  Bantu pasien kecemasan pasien
kurangnya  klien tampak mengungkapkan dan menentukan
pengetahuan rileks rasa cemas atau intervensi
tentang  klien tidak takutnya selanjutnya.
penyakit tampak bertanya  Kaji pengetahuan  Mengali
– tanya Pasien tentang pengetahuan dari
prosedur yang akan pasien dan
dijalaninya. mengurangi
 Berikan informasi kecemasan pasien
yang benar tentang  Agar perawat tau
prosedur yang akan seberapa tingkat
dijalani pasien pengetahuan
pasien dengan
penyakitnya
 Agar pasien
mengerti tentang
penyakitnya dan
tidak cemas lagi
Gangguan bodi Pasien bisa mengatasi  Kaji konsep diri  Dapat mengetahui
image body image pasien pasien pasien
berhubungan  Kembangkan  Menjalin saling
dengan BHSP dengan percaya pada
deformitas dan pasien pasien
perubahan  Bantu pasien  Menjadi tempat
bentuk tubuh mengungkapkan bertanya pasien
masalahnya untuk
 Bantu pasien mengungkapkan
mengatasi masalahnya
masalahnya.  Mengetahui
masalah pasien
dan dapat
memecahkannya

C. Implementasi Keperawatan

Diagnosa Implementasi
Gangguan rasa nyaman nyeri 1. Telah dilakukan pengkajian
berhubungan dengan diskontinuitas skala nyeri.
jaringan. 2. Telah diberikan posisi relaksasi
pada pasien.
3. Telah diajarkan teknik distraksi
dan relaksasi.
4. Telah diberikan lingkungan yang
nyaman, dan pemberian aktifitas
hiburan.
5. Telah dilakukan tindakan
kolaborasi dalam pemberian
analgesic.
Gangguan mobilitas fisik 1. Telah dilakukan pengkajian
berhubungan dengan deformitas dan tingkat mobilisasi pasien.
nyeri saat mobilisasi. 2. Telah diberikan latihan ROM
3. Telah dianjurkan penggunaan
alat bantu.
4. Telah dilakukan monitoring
tonus otot.
5. Telah dilakukan tindakan
membantu pasien untuk
imobilisasi baik dari perawat
maupun keluarga.
Perubahan nutrisi kurang dari 1. Telah dilakukan pengkajian
kebutuhan tubuh berhubungan riwayat nutrisi , termasuk makan
dengan kegagalan untuk mencerna yang disukai.
atau ketidak mampuan mencerna 2. Telah dilakukan observasi dan
makanan /absorpsi nutrient yang pencatatan masukkan makanan
diperlukan untuk pembentukan sel pasien.
darah merah 3. Telah dilakukan timbang berat
badan setiap hari.
4. Telah diberikan makan sedikit
dengan frekuensi sering dan atau
makan diantara waktu makan.
5. Telah dilakukan observasi dan
pencatatan kejadian mual atau
muntah, flatus dan gejala lain
yang berhubungan.
6. Telah diberikan dan dibantu
hygiene mulut yang baik,
sebelum dan sesudah makan
dengan menggunakan sikat gigi
halus untuk penyikatan yang
lembut. Telah diberikan pencuci
mulut yang di encerkan bila
mukosa oral luka.
7. Telah dilakukan kolaborasi
dengan memantau hasil
pemeriksaan laboratorium
8. Telah dilakukan kolaborasi
dengan memberikan obat sesuai
indikasi.
Ansietas berhubungan dengan 1. Telah dilakukan pengkajian
kurangnya pengetahuan tentang tingkat ansietas klien.
penyakit. 2. Telah dilakukan membantu
pasien mengungkapkan rasa
cemas atau takutnya.
3. Telah dilakukan pengkajian
pengetahuan pasien tentang
prosedur yang akan dijalaninya.
4. Telah diberikan informasi yang
benar tentang prosedur yang
akan di jalani pasien.
Gangguan bodi image berhubungan 1. Telah dilakukan pengkajian
dengan deformitas dan perubahan konsep diri pasien.
bentuk tubuh. 2. Telah diajarkan pola BHSP
dengan pasien.
3. Telah dilakukan tindakan
membantu pasien
mngungkapkan masalahnya.
4. Telah dilakukan tindakan
membantu pasien mengatasi
masalahnya.

D. Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Evaluasi
Gangguan rasa nyaman nyeri S : Pasien mengatakan “ Sus, saat ini
berhubungan dengan diskontinuitas saya merasa lebih rileks dan bisa tidur
jaringan. dengan nyenyak”.
O : Pasien tidak terlihat meringis nyeri.
A : Masalah dapat teratasi.
P : Intervensi dihentikan
Gangguan mobilitas fisik S : Pasien berkata bahwa ia sudah bisa
berhubungan dengan deformitas dan jalan-jalan dengan kruk.
nyeri saat mobilisasi. O : Tekanan darah 120/80 mmHg.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan.
Perubahan nutrisi kurang dari S : Pasien mengatakan “ makanan saya
kebutuhan tubuh berhubungan pagi ini sudah saya habiskan, Sus”.
dengan kegagalan untuk mencerna O : Adanya peningkatan berat badan.
atau ketidak mampuan mencerna A : Masalah teratasi sebagian
makanan /absorpsi nutrient yang P : Intervensi dilanjutkan
diperlukan untuk pembentukan sel
darah merah
Ansietas berhubungan dengan S : Pasien mengatakan “ Saya sudah
kurangnya pengetahuan tentang tidak merasa cemas dengan penyakit ini
penyakit. “.
O : Pasien terlihat tenang.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan.
Gangguan bodi image berhubungan S : Pasien mengatakan “ saya sudah
dengan deformitas dan perubahan dapat menerima kondisi saya saat ini”.
bentuk tubuh. O : Pasien mulai nampak percaya diri
dengan kondisi saat ini.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan.

BAB IV PENUTUP

1. Simpulan
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari
kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang
bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang
seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat
mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah
karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi
rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi
sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya,
maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah
sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya
menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan
me lindungin beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan
panggul. Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan
menye diakan permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena
fungsi tulang yang sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya
tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat
mengakibatkan terjadinya patah tulang atau dislokasi tulang.
Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa
sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi.
Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena
dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).

2. Saran

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada


makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang
membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di
kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan pembaca pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah,edisi 8, Jakarta : EGC, 2002

Mansyur arif, dkk (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi III jilid II. Penerbit
Buku

Aesculapius Fakultas Kedokteran IV, Jakarta

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi


6.
Volume 2. Jakarta: EGC

NANDA NIC NOC International. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC, 2013

Arif Muttaqin. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskululoskeletal. Jakarta : EGC, 2008

Brunner & Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah,edisi 8, Jakarta : EGC, 2002

Arif Muttaqin. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal, Jakarta : EGC, 2011

https://www.scribd.com/doc/249352807/askep-dislokasi-sendi (diakses tanggal 23


September 2017 jam 21.53 WIB)

Anda mungkin juga menyukai