Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Perawatan paliatif adalah spesialisasi ragam-bidang. Sekelompok


dokter, perawat, ahli perawatan kesehatan dan spesialis lainnya bekerja
bahu-membahu dengan dokter utama untuk memberikan dukungan
tambahan kepada pasien dan keluarganya. Perawatan ini berfungsi sebagai
sistem dukungan yang tak ternilai ketika berhadapan dengan penyakit
apapun. Dengan perawatan paliatif, pasien dan keluarganya dapat
berkomunikasi dengan dokter mereka lebih baik tentang tujuan
pengobatan dan harapan mereka. Anda tidak harus pasrah pada dokter
utama Anda; Tim perawatan paliatif akan berkoordinasi dan bekerja sama
dengan dokter Anda yang lain untuk memastikan bahwa semua gejala
Anda dan kekhawatiran ditangani.

Keistimewaan dari penawaran perawatan paliatif bersama


penanganan kesehatan pasien dengan kondisi serius, dan biasanya
menahun (kronis) atau tingkat akhir (terminal). Tujuan utama dari
perawatan paliatif adalah untuk meredakan gejala-gejala pasien dan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien, serta keluarganya. Perawatan paliatif
biasanya diberikan untuk mengatasi gejala penyakit yang mengancam
jiwa, serta komplikasi dari pengobatan untuk penyakit. Menurut
Organisasi Kesehatan Dunia, penderitaan dan rasa sakit yang berkurang
dan selanjutnya dicegah, melalui pengenalan awal dan penilaian masalah
pasien. Berbagai masalah yang dibahas; tidak hanya fisik, tapi juga
emosional, psikologis, sosial dan bahkan spiritual. Perawatan paliatif juga
biasa disebut perawatan pendukung atau perawatan kenyamanan.
Perawatan paliatif dapat diberikan kepada setiap orang, tidak memandang
usia.
Dalam pelayanan kesehatannya perawatan pasien paliatif bisa
diberikan di rumah sakit maupun perawatan di rumah pasien atau home
care, perawatan ini memiliki tujuan yang sama yaitu meredakan gejala.
perbedaan utama antara keduanya adalah bahwa perawatan dirumah pasien
(home care) adalah bentuk penanganan tanpa maksud untuk
menyembuhkan penyakit, dan dapat diberikan bersama-sama dengan
terapi kuratif (pengobatan untuk pemberantasan satu atau lebih penyebab
kondisi pasien) .

Pemberian pelayanan paliatif di rumah atau home care oleh Tim


Khusus Perawatan Paliatif ,tidak hanya bekerja dengan pasien, namun juga
dengan keluarga karena keluarga merupakan bagian penting dari
perawatan ini. Tanggung jawab tambahan atas pasien sering kali menjadi
beban tersendiri untuk anggota keluarga yang merawat terutama bila
dukungan sosial tidak memadai dan pada akhirnya mempengaruhi
kesehatan dirinya sendiri. Tim Khusus kami akan membantu pasien dan
keluarga mengelola kondisi ini agar dapat mencegah atau mengobati gejala
dan efek samping penyakit atau obat-obatan sedini mungkin agar pasien
dan keluarga tetap dapat menikmati hidup yang berkualitas.

Salah satu masalah paliatif yang sering dilayani secara home care
adalah semua jenis luka kronis yang tidak kunjung sembuh, perawatan
pada semua jenis luka kronis ini disebut wound care. Luka kronis terjadi
ketika penyembuhan luka tidak sesuai dengan proses penyembuhan luka
yang dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Wound care
merupakan metode perawatan luka terkini yang mengaplikasikan berbagai
teknik, bahan perawatan luka, hingga balutan modern untuk memfasilitasi
penyembuhan luka yang lebih baik. Beberapa jenis luka yang ditangai
seperti luka akibat trauma, luka post operasi yang bermasalah, luka
terinfeksi, luka kronis, luka bakar, luka diabetes, dan luka dekubitus.
Keberhasilan dari wound care ini berprinsip pada pemilihan wound
care dressing yang tepat, mengatasi atau menekan faktor causatif, kontrol
faktor penyembuhan luka/support sistemik, merencanakan program
perawatan luka selanjutnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dari perawatan paliatif?
2. Bagaimana konsep dari wound care?
3. Bagaimana perawatan wound care pada pasien paliatif dengan
gangren diabetes mellitus ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan memahami bagaimana konsep perawatan paliatif.
2. Mengetahui dan memahami konsep wound care.
3. Mengetahui cara perawatan wound care pada pasien paliatif
dengan gangren diabettes mellitus.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Keperawatan Paliatif
1. Pengertian Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif adalah perawatan yang dilakukan secara aktif
pada penderita yang sedang dalam fase terminal akibat penyakit yang
dideritanya. Pasien sudah tidak memiliki respon terhadap terapi kuratif
yang disebabkan oleh keganasan ginekologis. Perawatan ini mencakup
penderita serta melibatkan keluarganya (Aziz, Witjaksono, & Rasjidi,
2008).
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan
kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam
menghadapi penyakit yangmengancam jiwa, dengan cara meringankan
penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang
sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik,
psikologis, sosial atau spiritual. (World Health Organization ,
2016).Perawatan paliatif adalah perawatan yang dilakukan pada pasien
dengan penyakit yang dapat membatasi hidup mereka atau penyakit
terminal dimana penyakit ini sudah tidak lagi merespon terhadap
pengobatan yang dapat memperpanjang hidup.
Perawatan paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada
pasien dan keluarga dalam mengoptimalkan kualitas hidup dengan
mengantisipasi, mencegah, dan menghilangkan penderitaan.Perawatan
paliatif mencangkup seluruh rangkaian penyakit termasuk fisik,
intelektual, emosional, sosial, dan kebutuhan spiritual serta untuk
memfasilitasi otonomi pasien, mengakses informasi, dan pilihan
(National Consensus Project for Quality Palliative Care, 2013).Pada
perawatan paliatif ini, kematian tidak dianggap sebagai sesuatu yang
harus di hindari tetapi kematian merupakan suatu hal yang harus
dihadapi sebagai bagian dari siklus kehidupan normal setiap yang
bernyawa. Permasalahan yang sering muncul ataupun terjadi pada
pasien dengan perawatan paliatif meliputi masalah psikologi, masalah
hubungan sosial, konsep diri, masalah dukungan keluarga serta
masalah pada aspek spiritual (Campbell, 2013).
Perawatan paliatif ini bertujuan untuk membantu pasien yang
sudah mendekati ajalnya,agar pasien aktif dan dapat bertahan
hidupselama mungkin. Perawatan paliatif ini meliputi mengurangi rasa
sakit dan gejala lainnya, membuat pasien menganggap kematias
sebagai prosesyang normal, mengintegrasikan aspek-aspek
spikokologis dan spritual (Hartati & Suheimi, 2010). Selain itu
perawatan paliatif juga bertujuan agar pasien terminal tetap dalam
keadaan nyaman dan dapat meninggal dunia dengan baik dan tenang
2. Prinsip Perawatan Paliatif
Menghormati dan menghargai martabat serta harga diri pasien dan
keluarganya. Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
(KEMENKES, 2013) prinsip pelayanan perawatan paliatif yaitu
menghilangkan nyeri dan mencegah timbulnya gejala serta keluhan
fisik lainnya, penanggulangan nyeri, menghargai kehidupan dan
menganggap kematian sebagai proses normal , tidak bertujuan
mempercepat atau menghambat kematian, memberikan dukungan
psikologis, sosial dan spiritual, memberikan dukungan agar pasien
dapat hidup seaktif mungkin, memberikan dukungan kepada keluarga
sampai masa duka cita, serta menggunakan pendekatan tim untuk
mengatasi kebutuhan pasien dan keluarganya.
3. Masalah Keperawatan Pada Pasien Paliatif
a. Masalah Fisik
Masalah fisik yang seringkali muncul yang merupakan keluhan
dari pasien paliatif yaitu nyeri (Anonim, 2017).Nyeri merupakan
pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat rusaknya jaringan aktual yang terjadi secara tiba-
tiba dari intensitas ringan hingga berat yang dapat diantisipasi dan
diprediksi. Masalah nyeri dapat ditegakkan apabiladata subjektif
dan objektif dari pasien memenuhi minimal tiga kriteria (NANDA,
2015).
b. Masalah Psikologi
Masalah psikologi yang paling sering dialami pasien
paliatif adalah kecemasan. Hal yang menyebabkan terjadinya
kecemasan ialah diagnosa penyakit yang membuat pasien takut
sehingga menyebabkan kecemasan bagi pasien maupun keluarga
(Misgiyanto & Susilawati, 2014).
c. Masalah Sosial
Masalah pada aspek sosial dapat terjadi karena adanya
ketidak normalan kondisi hubungan social pasien dengan orang
yang ada disekitar pasien baik itu keluarga maupun rekan kerja
(Misgiyanto & Susilawati, 2014).Isolasi sosial adalah suatu
keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain
menyatakan sikap yang negatif dan mengancam atau suatu keadaan
dimana seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya,
pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubunganyang berarti dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
d. Masalah Spiritual
Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam
mengalami dan mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang
dengan diri, orang lain, seni, musik, literature, alam dan kekuatan
yang lebih besr dari dirinya (Hamid, 2008).Definisi lain
mengatakan bahwa distres spiritual adalah gangguan dalam prinsip
hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan
diintegrasikan biologis dan psikososial (Keliat dkk, 2011).

B. Perawatan Wound Care


1. Pengertian Wound care
Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan.
Luka juga merupakan suatu keadaan terputusnya kontinyuitas jaringan
yang disebabkan oleh berbagai hal seperti trauma mekanik,
termal/radiasi, fisik, pembedahan dan zat kimia.Menurut InETNA,
luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang mengganggu proses
selular normal, luka dapat juga dijabarkan dengan adanya kerusakan
pada kuntinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai
dengan kehilangan substansi jaringan.
Wound care adalah suatu teknik perawatan luka yang merupakan
teknik aseptik yang bertujuan untuk mempercepat proses
penyembuhan luka. Wound care merupakan penyembuhan luka berupa
proses kompleks dimana kulit dan jaringan di bawahnya memperbaiki
diri setelah cidera.
2. Jenis-Jenis Luka
Luka dibedakan berdasarkan :
a. Berdasarkan penyebab
1) Ekskoriasi atau luka lecet
2) Vulnus scisum atau luka sayat
3) Vulnus laseratum atau luka robek
4) Vulnus punctum atau luka tusuk
5) Vulnus morsum atau luka karena gigitan binatang
6) Vulnus combotio atau luka bakar
b. Berdasarkan ada atau tidaknya kehilangan jaringan
1) Ekskoriasi
2) Skin avulsion
3) Skin loss
c. Berdasarkan derajat kontaminasi
1) Luka bersih
2) Luka sayat elektif
3) Tidak ada kontak dengan orofaring, traktus respiratorius,traktus
elimentarius, traktus genitourinarius
4) Potensi terinfeksi : spillage minimal, flora normal
5) Kontak dengan orofaring, respiratorius, elimentarius dan
genitourinarius
6) Proses penyembuhan lebih lama
7) Luka tercemar
8) Potensi terinfeksi: spillage dari traktus elimentarius, kandung
empedu, traktus genito urinarius, urine
9) Luka trauma baru : laserasi, fraktur terbuka, luka penetrasi
10) Luka kotor
11) Akibat proses pembedahan yang sangat terkontaminasi
12) Perforasi visera, abses, trauma lama.
d.Berdasarkan proses penyembuhannya
1) Luka Akut : luka yang proses penyembuhannya sesuai dengan
tahapan tahapan penyembuhan luka
2) Luka Kronis : luka yang terjadi proses penyembuhan lukanya
tidak sesuai dengan proses penyembuhan luka yang dipengaruhi
oleh faktor faktor eksternal dan internal.
3. Fase Penyembuhan Luka atau wound care
Proses penyembuhan luka memiliki 3 fase yaitu fase inflamasi,
proliferasi dan maturasi. Antara satu fase dengan fase yang lain
merupakan suatu kesinambungan yang tidak dapat dipisahkan.
a. Fase Inflamasi
Tahap ini muncul segera setelah injuri dan dapat berlanjut sampai 5
hari. Inflamasi berfungsi untuk mengontrol perdarahan, mencegah
invasi bakteri, menghilangkan debris dari jaringan yang luka dan
mempersiapkan proses penyembuhan lanjutan.
b. Fase Proliferasi
Tahap ini berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu.
Fibroblast (sel jaringan penyambung) memiliki peran yang besar
dalam fase proliferasi.
c. Fase Maturasi
Tahap ini berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung
sampai berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah
hilang. Dalam fase ini terdapat remodeling luka yang merupakan
hasil dari peningkatan jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang
berlebih dan regresi vaskularitas luka
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
a. Faktor Instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat
berpengaruh dalam proses penyembuhan meliputi : usia, status
nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan perfusi jaringan, status
imunologi, dan penyakit penyerta (hipertensi, DM,
Arthereosclerosis).
b. Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita
yang dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan luka,
meliputi : pengobatan, radiasi, stres psikologis, infeksi, iskemia
dan trauma jaringan (InETNA,2004:13).
5. Perawatan Luka atau wound care
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang
dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka,
penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan
pengangkatan jahitan.
a. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan
eksplorasi).
b. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk
melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan
atau larutan antiseptik seperti :
1) Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2
menit).
2) Halogen dan senyawanya
a) Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum
luas dan dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3
jam.
b) Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine),
merupakan kompleks yodium dengan
polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci
karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.
c) Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya
untuk antiseptik borok.
d) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan
senyawa biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak
berwarna, mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dam
mukosa, dan baunya tidak menusuk hidung.
3) Oksidansia
a) Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak
lemah berdasarkan sifat oksidator.
b) Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk
mengeluarkan kotoran dari dalam luka dan membunuh
kuman anaerob.
4) Logam berat dan garamnya
a) Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat
pertumbuhan bakteri dan jamur.
b) Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya
bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan
cara merangsang timbulnya kerak (korts).
5) Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
6) Derivat fenol
a) Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik
wajah dan genitalia eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
b) Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.
7) Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol),
merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning
dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok
bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi.
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan
adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka.
Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan menghambat
pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan
meningkatkan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian
luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain larutan
antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain
yang saat ini sering digunakan yaituNormal Saline. Normal saline
atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang
bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap
liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g dengan
osmolaritas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na + 154 mEq/l dan
Cl- 154 mEq/l (InETNA,2004:16 ; ISO Indonesia,2000:18).
c. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan,
memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka;
menghindari terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan
debris (InETNA, 2004:16).
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka
yaitu:
1) Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk
membuang jaringan mati dan benda asing.
2) Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
3) Berikan antiseptic.
4) Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian
anastesi lokal.
5) Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000: 398;400)
d. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur
kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang
terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan
sembuh per sekundar atau per tertiar.
e. Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka
sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
f. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung
pada penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung
terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik
bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek
penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang
menyebabkan hematom.
g. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada
luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotic.
h. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu
pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi,
jenis pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya
infeksi
6. Prinsip Perawatan Luka
a. Mengatasi atau menekan faktor causatif,
b. Kontrol faktor penyembuhan luka/support sistemik,
c. Pemilihan wound care dressing yang tepat,
d. Merencanakan program perawatan luka selanjutnya.

C. Perawatan wound care pada pasien paliatif dengan gangren Diabetes


mellitus
1. Pengertian gangren diabetes mellitus
Kondisi serius yang muncul ketika banyak jaringan tubuh mengalami
nekrosis atau mati. Kondisi ini terjadi setelah seseorang mengalami luka,
infeksi, atau masalah kesehatan kronis yang memengaruhi sirkulasi darah.
Penyebab utama gangren adalah berkurangnya suplai darah ke jaringan yang
terjangkit gangren, sehingga mengakibatkan kematian sel. Diabetes dan
merokok jangka panjang turut menambah risiko gangren.
Ada berbagai jenis gangren dengan gejala-gejala yang berbeda pula,
seperti gangren kering, gangren basah, gangren gas, gangren dalam, dan
necrotising fasciitis. Gangren dapat ditangani dengan cara penyiangan (jika
parah diamputasi) terhadap bagian tubuh yang terjangkit, antibiotik, bedah
vaskuler, terapi belatung, atau terapi oksigen hiperbarik.
2. Klasifikasi kerusakan luka
Gangren diabetik diklasifikasikan menjadi lima tingkatan, yaitu :
Tingkat 0  Resiko tinggi untuk mengalami luka pada kaki
 Tidak ada luka
Tingkat 1  Luka ringan tanpa adanya infeksi, biasanya luka yang terjadi
akibat kerusakan saraf, Kadang timbul kalus
Tingkat 2  Luka yang lebih dalam, sering kali dikaitkan dengan peradangan
jaringan disekitarnya, Tidak ada infeksi pada tulang dan
pembentukan abses
Tingkat 3  Luka yang lebih dalam hingga ke tulang dan terbentuk abses
Tingkat 4  Gangren yang terlokalisasi, seperti pada jari kaki, bagian depan
kaki atau tumit
Tingkat 5 Gangren pada seluruh kaki
3. Cara Merawat Luka Gangren
a. Persiapan
Persiapan Alat dan Bahan:
1) Pinset anatomi 1 buah dan pinset cirurgis 1 buah
2) Gunting Arteri 1
3) Cucing
4) Persegi satu buah
5) Kom satu buah
6) Bengkok
7) Larutan NaCl 0,9 %
8) Sarung tangan satu pasang
9) Spuit 50 cc
10) Kassa
11) Alkohol 70 %
12) Metronidazole powder
13) Duoderm gel
14) Kaltostat, Aquacel
15) Pembalut Duoderm CGF
16) Duoderm Paste
17) Duk steril
b. Persiapan Pasien
Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan dan
klien disiapkan pada posisi yang nyaman.
c. Cara Perawatan Luka :
1) Letakkan cucing (dua buah), kapas, kassa, pinset anatomis, gunting
di atas duk steril.
2) Isi cucing dengan kapas dan larutan NaCl
3) Cuci luka dengan cairan NS (NaCl 0,9%) sambil digosok secara
lembut dengan tangan yang terbungkus sarung tangan
4) Jika luka berongga gunakan tube (NSV bayi atau folley kateter
anak) & spuit 50 cc
5) Keringkan luka dengan kassa secara lembut (ditutul), jangan
digosok.
6) Bersihkan kulit utuh sekeliling luka dengan alkohol 70% (radius 3-
5cm dari tepi luka)
7) Taburi dasar luka dengan metronidazole powder (500 mg) secara
merata untuk mengurangi bau pada luka.
8) Isi rongga luka/dasar luka dengan Duoderm Hydroactive gel
sampai 1/2 kedalaman rongga luka
9) Campurkan Duoderm Hydroactive gel dengan metronidazole
powder (500mg) dalam cucing steril.
10) Isikan ke dalam luka sampai terisi ½ kedalaman luka
11) Tutup luka dengan absorbent dressing:
a. Kaltostat
b. Aquacel
12) Masukkan Kaltostat rope / Aquacel (absorbent as primary
dressing) ke dalam rongga luka (fill dead space) & di atas luka
untuk mengabsorbsi exudate yg berlebihan.
13) Sisakan 1 cm absorbent dari tepi rongga luka.
14) Tutup dengan pembalut: Duoderm CGF Extrathin secara tepat
untuk memberikan moist environment. Jangan menarik pembalut.
15) Berikan penekanan ringan secara merata pada pembalut selama 30
detik agar melekat rata dipermukaan kulit
16) Jika warna dasar luka merah (granulasi) namun masih cekung beri
Duoderm Paste secara merata diatas permukaan luka.
17) Tutup absorbent jika perlu.
18) Tutup dengan Duoderm CGF secara tepat
19) Ganti pembalut jika telah jenuh oleh exudate.
20) Jadwal penggantian balutan dapat ditentukan setiap 3 - 7 hari
sekali, tergantung warna dasar luka dan jumlah exudates
d. Dokumentasi keadaan luka, dan perawatan luka
Sebagai educator bagi pasien, perawat memberi informasi tentang
pentingnya nutrisi bagi kesembuhan luka dan pemberian terapi
antibiotik. Penderita gangren disarankan untuk tirah baring, dan
menhjaga kesehatan (terutama gula darahnya). Nutrisi yang diberikan
harus sesuai prinsip 3 J (Jumlah kalori, Jadwal diit, dan Jenis
makanan).
Pencegahan jauh lebih disukai daripada penyembuhan. Beberapa
faktor resiko untuk penyakit vaskuler perifer pada pasien DM tidak
dapat diobati, misalnya usia dan lamanya menderita DM, tetapi
banyak faktor resiko laon yang dapat ditangani misalnya merokok,
hipertensi, hiperlipidemia, hiperglikemia, dan obesitas.
Pendidikan tentang perawatan kaki merupakan kunci mencegah
ulserasi kaki. Perawatan kaki dimulai dengan mencuci kaki dengan
benar, mengeringkan dan menminyakinya (menggunakan lotion),
kemudian inspeksi kaki tiap hari (periksa adanya gejala kemerahan,
lepuh, fisura, kalus atau ulserasi), memotong kuku dengan hati-hati.
Pasien disarankan untuk mengenalan sepatu yang pas dan tertutup
pada bagian jari kaki. Perilaku beresiko tinggi harus dihindari,
misalnya : berjalan tanpa alas kaki, menggunakan bantal pemanas
pada kaki, mengenakan sepat terbuka pada bagian jarinya, memangkas
kalus.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perawatan paliatif adalah perawatan paliatif adalah perawatan yang
dilakukan secara aktif pada penderita yang sedang dalam fase terminal
akibat penyakit yang dideritanya. Salah satu masalah paliatif yaitu luka
kronis akibat proses penyembuhan luka yang tidak sesuai sehingga tidak
kunjung sembuh. Perawatan luka kronis ini disebut wound care. Wound
care adalah suatu teknik perawatan luka yang merupakan teknik aseptik
yang bertujuan untuk mempercepat proses penyembuhan luka.

B. SARAN
Diharapkan semakin banyak klinik yang membuka pelayanan
wound care agar pasien pasien paliatif dengan luka kronis dapat
menemukan tempat pelayanan dan perawatan luka yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, M. F., Witjaksono, J., & Rasjidi, I. (2008). Panduan Pelayanan


Medik : Model Interdisiplin Penatalksanaan Kanker Serviks dengan Gangguan
Ginjal.Jakarta: EGC.
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/16227/BAB%20II.pdf?
sequence=6&isAllowed=y

teguh ginanjar bagja http://teguhgbagja.blogspot.com/2013/06/wound-care.html

http://rikardbaek.blogspot.com/2016/10/v-behaviorurldefaultvmlo_17.html

Indonesia Enterostomal Therapy Nurse Association (InETNA) & Tim


Perawatan Luka dan Stoma Rumah Sakit Dharmais. 2004,Perawatan
Luka, Makalah Mandiri, Jakarta
Mansjoer.Arif, dkk. Eds.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Walton,Robert L. 1990. Perawatan Luka dan Penderita Perlukaan
Ganda, Alih bahasa. Sonny Samsudin, Cetakan I. Jakarta : EGC
Morison, Maya J. 2004. Manajemen Luka. Jakarta : EGC
World Health Organization (WHO). 2016. Asthma Fact Sheets. Diunduh
dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs307/en/16 November 2016
National Consensus Project for Quality Palliative Care. (2013). Clinical
Practice Guidelines for Quality Palliative Care, Third Edition. USA: National
Consensus Project for Quality Palliative Care.
Campbell. 2012. Buku Ajar Biologi. Jakarta : Penerbit Erlangga.
https://www.slideshare.net diakses pada 10 Desember 2019 pada pukul 21.00 WIB

https://www.beritasatu.com diakses pada 11 Desember 2019 pukul 12.30 WIB

Anda mungkin juga menyukai