0795
NURUL AMAL 716.6.2.0794
B. ETIOLOGI
Terjadinya isolasi sosial dipengaruhi oleh faktor predisposisi, diantaranya
perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak
percaya pada diri sendiri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah,
pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan
merasa tertekan. Keadaan ini merupakan tanda-tanda seseorang mengalami Harga
Diri Rendah (HDR).
Keadaan pada seseorang yang mengalami harga diri rendah, dapat
menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih
menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain dan kegiatan sehari-hari
terabaikan (Kusumawati & Hartono, 2011), sehingga individu mengalami isolasi
sosial. Bila tidak dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan
perubahan persepsi sensori : halusinasi dan resiko mencederai diri, orang lain
bahkan lingkungan. Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga bisa
menyebabkan intoleransi aktifitas yang ahirnya bisa berpengaruh terhadap
ketidakmampuan untuk melakukan perawatan secara mandiri (Direja, 2011).
C. FAKTOR PREDISPOSISI
Beberapa faktor predisposisi terjadinya isolasi sosial (Direja, 2011):
1. Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan
yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan social.
2. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini termasuk
masalah dalam dalam berkomunikasi, sehingga menimbulkan
ketidakjelasan.
3. Faktor sosial budaya
Mengisolasikan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan
oleh norma-norma yang di anut dalam keluarga, seperti penyandang cacat di
asingkan di lingkungan sosialnya.
4. Faktor biologis
Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan
sosial adalah otak.
D. FAKTOR PRESIPITASI
Menurut Direja (2011), terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat
ditumbuhkan oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor
presipitasi dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Faktor eksternal
Contohnya adalah stresor sosial budaya, yaitu stres yang ditimbulkan oleh
faktor sosial budaya seperti keluarga.
2. Faktor internal
Contohnya adalah stresor psikologis, yaitu stres terjadi akibat ansietas atau
kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan individu untuk mengatasinya.
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Observasi yang dilakukan pada klien dengan isolasi sosial akan ditemukan
data obyektif yaitu kurang spontan terhadap masalah yang ada, apatis (acuh
terhadap lingkungan), ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi bersedih), efek
tumpul, menghindar dari orang lain, tidak ada kontak mata atau kontak mata
kurang, klien lebih sering menunduk, berdiam diri dalam kamar, bahkan tidak
mampu merawat dan memperhatikan kebersihan diri (Dalami, Suliswati,
Rochimah et.al, 2009).
Sedangkan untuk data subjektifnya, biasanya pasien menjawab dengan
singkat seperti “ya”, “tidak”, dan “tidak tahu”, atau bahkan tidak menjawab
sama sekali.
2. Diagnosis
a. Risiko perubahan sensori persepsi: halusinasi berhubungan dengan
menarik diri.
b. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
3. Rencana Intervensi
Tindakan Keperawatan untuk Pasien (Lilik, 2011)
Tujuan:
Setelah tindakan keperawatan, pasien mampu melakukan hal berikut.
a. Membina hubungan saling percaya.
b. Menyadari penyebab isolasi sosial.
c. Berinteraksi dengan orang lain.
Tindakan
a. Membina hubungan saling percaya.
b. Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien.
c. Berkenalan dengan pasien, seperti perkenalkan nama dan nama panggilan
yang Anda sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan pasien.
d. Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
e. Buat kontrak asuhan, misalnya apa yang Anda akan lakukan bersama
pasien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya di mana.
f. Jelaskan bahwa Anda akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi.
g. Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien.
h. Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan.
i. Membantu pasien menyadari perilaku isolasi social.
j. Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain.
k. Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi dengan
orang lain.
l. Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan bergaul
akrab dengan mereka.
m. Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul
dengan orang lain.
n. Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien.
o. Melatih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
p. Jelaskan kepada pasien cara berinteraksi dengan orang lain.
q. Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain.
r. Beri kesempatan pasien mempraktikkan cara berinteraksi dengan orang lain
yang dilakukan di hadapan Anda.
s. Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang teman/anggota
keluarga.
t. Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi
dengan dua, tiga, empat orang, dan seterusnya.
u. Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh
pasien.
v. Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan
orang lain. Mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau
kegagalannya.
w. Beri dorongan terus-menerus agar pasien tetap semangat meningkatkan
interaksinya.
4. Evaluasi
Evaluasi kemampuan pasien.
a. Pasien menunjukkan rasa percayanya kepada saudara sebagai perawat
dengan ditandai dengan pasien mau bekerja sama secara aktif dalam
melaksanakan program yang saudara usulkan kepada pasien.
b. Pasien mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan tidak mau bergaul
dengan orang lain, kerugian tidak mau bergaul, dan keuntungan bergaul
dengan orang lain.
c. Pasien menunjukkan kemajuan dalam berinteraksi dengan orang lain
secara bertahap.
Evaluasi kemampuan keluarga
a. Keluarga ikut bekerja sama merawat pasien sesuai anjuran yang Anda
berikan.
DAFTAR PUSTAKA
Dalami, E., Suliswati., dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Jiwa. Ed.1. Jakarta: Trans Info Media.
Direja dan Herman. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Nuha
Medika.
Erlinafsiah. 2010. Modal Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans Info.
Kusumawati dan Hartono. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
Lilik M.A. 2011. Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktek Klinik. Edisi pertama,
Cetakan Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: CV Andi
Offset.
Purba, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.
Riyadi Sujono, Purmanto Teguh. 2009. Asuhan Kepewaran Jiwa. Yogyakarta:
Graha ilmu.
Yosep I. 2011. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.
Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Asuhan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika