Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lansia mengalami suatu proses dalam kehidupan yang alami dan pasti akan
dihadapi oleh setiap manusia dan tidak dapat dihindari yaitu penuaan. Perubahan
yang terjadi pada proses penuaan ditandai dengan hilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan organ tubuh memperbaiki diri dan bersifat irreversibel.
Perubahan yang terjadi yaitu pada aspek fisik atau fisiologi, psikologi, dan sosial
(Miller, 2012).
Perubahan kondisi fisik mengakibatkan lansia tidak mampu beraktifitas
secara optimal (Stanhope & Lancaster, 2010). Lansia menjadi kurang aktif dan
akhirnya mengalami keterbatasan pergerakan, kekakuan otot dan tulang. Hal ini
menyebabkan lansia lebih banyak melakukan aktifitas hanya di dalam rumah.
Lansia yang lebih banyak melakukan aktifitas sendiri di dalam rumah akan
merasakan kondisi kesepian dan jauh dari pengaruh sosial di dalam masyarakat.
Perubahan psikologis, sosial dan ekonomi juga dapat dialami oleh lansia terutama
yang memasuki masa pensiun atau penurunan peran dalam masyarakat (Stanhope &
Lancaster, 2010; Miller, 2012). Demikian pula dengan lansia yang mengalami
proses kehilangan pasangan hidup atau orang-orang yang dicintainya, ia akan
merasakan kesedihan dan kesepian (Stanhope & Lancaster, 2010;
Friedman,Bowden & Jones, 2010). Penurunan produktivitas dan ekonomi lansia
berdampak pada penurunan pendapatan, sehingga lansia mengalami pemenuhan
nutrisi yang kurang baik, terjadinya penelantaran, hingga kondisi sulitnya
mendapatkan pelayanan kesehatan. (Stanhope & Lancaster, 2010; Miller, 2012).
Kondisi tersebut dapat menimbulkan masalah kesehatan pada lansia yaitu depresi.

Depresi merupakan salah satu gangguan mental emosional yang berkaitan


dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pola
tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tidak
berdaya (Sadock & Sadock, 2010). Kurangnya motivasi dan gangguan dalam alam
perasaan menyebabkan penurunan semangat hidup, sehingga jika depresi terjadi
pada kondisi lansia yang sudah mengalami penurunan kesehatan, maka akan
memperberat kondisi kesehatannnya.

1
Menurut ahli, faktor yang dapat menyebabkan depresi pada lansia adalah
karena hilangnya harga diri, hilangnya peran yang berarti, hilangnya orang tertentu,
dan kontak sosial yang kurang (Reker, 1997 dalam Miller, 2012). Faktor lain yang
berkontribusi dalam munculnya masalah depresi pada lansia adalah meliputi: usia;
jenis kelamin, kurangnya peran sosial dan rendahnya status sosial ekonomi;
pengalaman masa lalu seperti trauma pada masa kecil; stres sosial yang berulang
termasuk dalam kejadian hidup yang membuat stress; jaringan sosial yang tidak
adekuat; kurangnya interaksi sosial; rendahnya intergrasi sosial misalnya
ketidakmampuan lingkungan dan terbatasnya kekuatan keagamaan; serta kombinasi
beberapa faktor-faktor (Miller, 2012; Cole & Dendukuri, 2003).
Depresi diawali dengan gejala ringan seperti merasa sedih, kurang
bersemangat dan malas beraktifitas. Manifestasi depresi akan meningkat ke depresi
sedang dan berat, jika lansia tidak memiliki koping yang adekuat. Kondisi tersebut
membuat lansia atau aggregate (kelompok khusus) lansia menjadi bagian dalam
populasi rentan meliputi rentan secara fisiologis yaitu berupa proses menghilangnya
secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri, sehingga masalah
kesehatan lansia banyak yang bersifat kronik; rentan secara psikologis yaitu lansia
akan dihadapkan oleh berbagai peristiwa dan kejadian kehidupan yang
mengakibatkan perubahan-perubahan yang berpotensi menimbulkan stres; rentan
secara sosial yaitu stres sosial dapat disebabkan oleh diskriminan baik ras, budaya,
atau yang lainnya; dan rentan secara ekonomi yaitu lansia mengalami keterbatasan
dalam pemenuhan kebutuhan kesehatannya (Miller, 2012; Swanson & Nies, 1993;
& Lancaster, 2010; Ruof, 2004).
Pengelolaan pelayanan dan asuhan keperawatan yang diberikan dalam
menurunkan tingkat depresi lansia menggunakan teori manajemen keperawatan,

sedangkan asuhan keperawatan komunitas menggunakan community as partner,


konsekuensi fungsional dan family center nursing (Anderson & McFarlene, 2011;
Miller, 2012; Friedman, Bowden & Jones, 2003; Marquis & Huston, 2012).
Integrasi teori dan model tersebut digunakan dalam melakukan proses asuhan
keperawatan yaitu pengkajian faktor risiko, sumber koping, mekanisme koping dan
manajemen keperawatan, mengidentifikasi diagnosis keperawatan, membuat
rencana untuk mencapai hasil yang diharapkan, serta implementasi keperawatan

2
dan evaluasi terhadap keefektifan dari intervensi yang diberikan kepada lansia
dengan depresi sebagai individu, kelompok dan komunitas serta keluarga sebagai
bagian masyarakat dan menjadi rekan kerja petugas kesehatan dalam bentuk
program intervensi keperawatan (Anderson & McFarlene, 2011; Stanhope &
Lancaster, 2010; Miller, 2012

1.2    Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, penulis dapat membuat rumusan masalah dari makalah
ini :
1. Apa definisi dari Populasi Rentan ?
2. Apa saja karakteristik lansia sebagai Populasi Rentan ?
3. Apa yang dimaksud dengan Keperawatan Komunitas ?
4. Apa saja unsur-unsur dari Keperawatan Komunitas ?
5. Apa saja karakteristik Keperawatan Komunitas ?
6. Apa saja strategi Keperawatan Komunitas ?
7. Bagaimana Asuhan Keperawatan Komunitas ?

1.3    Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut : 
1. Mengetahui tentang definisi dari Populasi Rentan
2. Mengetahui karakteristik lansia sebagai Populasi Rentan
3. Mengetahui maksud dari Keperawatan Komunitas
4. Mengetahui unsur-unsur dari Keperawatan Komunitas
5. Mengetahui karakteristik Keperawatan Komunitas
6. Mengetahui strategi Keperawatan Komunitas
7. Mengetahui Asuhan Keperawatan Komunitas

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Definisi Populasi Rentan

Flaskerud dan Winslow (1998, dalam Stanhope & Lancaster, 2010) mengatakan
bahwa kerentanan merupakan hasil gabungan efek dari keterbatasan sumber keadaan tidak
sehat dan tingginya faktor risiko. Kerentanan juga menunjukkan interaksi antara keterbatasan
fisik dan sumber lingkungan, sumber personal (human capital), dan sumber biopsikososial
(adanya penyakit dan kecenderungan genetik) (Aday, 2001 dalam Stanhope & Lancaster,
2010). Populasi rentan adalah populasi yang lebih besar kemungkinannya untuk mengalami
masalah kesehatan akibat paparan berbagai risiko daripada populasi yang lainnya (Stanhope
& Lancaster, 2010) .

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa populasi


rentan adalah populasi atau sekelompok orang yang memiliki karakteristik tertentu sebagai
akibat dari hasil interaksi keterbatasan fisik dan sumber lingkungan, personal dan
biopsikososial sehingga mudah mengalami masalah kesehatan, kesulitan dalam mengakses
kesehatan, berpenghasilan rendah dan memiliki masa hidup yang lebih singkat. Lansia
yang mengalami depresi adalah karena kondisi penuaan yang menyebabkan adanya
perubahan-perubahan yang terjadi dan kadang berbeda dengan harapan lansia sebelumnya.
Perubahan kondisi yang tidak sesuai harapan, membuat lansia terpukul, kecewa hingga
putus ada dan pada kondisi ketidakberdayaan. Koping pemecahan masalah yang tidak
efektif, membuat kondisi lansia menjadi lebih berat lagi misalnya dengan risiko terjadinya
bunuh diri pada lansia.

2.2    Karakteristik Lansia Sebagai Populasi Rentan

Lansia dengan depresi merupakan bagian dari populasi rentan. Karakteristik lansia
sebagai populasi rentan mencakup rentan secara fisiologis, psikologis, sosial dan ekonomi
dalam mengatasi masalah kesehatannya.

1. Rentan Secara Fisiologis


Rentan secara fisiologis pada lansia semakin meningkat sesuai dengan usia
kronologis (Miller, 2012). Seseorang individu yang disebut lansia menurut umur

4
kronologis meliputi young old yaitu kelompok lansia yang berusia 65 sampai 74 tahun;
middle old yaitu kelompok lansia yang berusia 75 tahun sampai 85 tahun; dan old old atau
very old yaitu kelompok lansia yang telah berusia berusia 85 tahun atau lebih (Mauk,
2006; Miller 2012; Swanson & Nies, 1993). Lansia sebagai individu yang sangat tua atau
lebih dari 65 tahun dikategorikan termasuk dalam populasi rentan (Maurer & Smith,
2005). Menurut UU No. 13 tahun 1998 dan PP RI No. 43 tahun 2004, lansia ialah individu
yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Biro Hukum & Humas BPKP, 1998, 2004).

Lansia mengalami proses menua atau aging. Proses menua yaitu terjadinya suatu
proses perubahan fisiologis sebagai konsekuensi fungsional berupa proses
menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita, sehingga masalah
kesehatan pada lansia banyak yang bersifat kronik yang berhubungan dengan genetik dan
gaya hidup (Miller, 2012; Stanhope & Lancaster, 2010).

2. Rentan Secara Psikologis


Lansia mengalami kemunduran fungsi psikologis berupa perubahan fungsi
psikososial. Lansia dihadapkan pada berbagai peristiwa dan kejadian kehidupan yang
mengakibatkan perubahan-perubahan yang berpotensi menimbulkan stres (Miller, 2012;
Swanson & Nies, 1993). Stres yang berkepanjangan dapat berpengaruh pada kondisi
kesehatan lansia.
Peristiwa kehidupan yang terjadi pada lansia antara lain peristiwa kehilangan
pasangan hidup atau orang yang dicintai; kehilangan pekerjaaan atau masa pensiun yang
berdampak pada berkurangnya pendapatan, identitas dan peran; gangguan dalam
kesehatan atau akibat menderita penyakit kronik; maupun persepsi atau pendapat negatif
tentang lansia. Peristiwa tersebut menimbulkan reaksi tubuh lansia terhadap stres dan
berdampak pada fungsi psikologis yang berhubungan dengan koping individu misalnya
menjadi menolak kondisi saat ini, menjadi pendiam, pemarah, pemurung, pencemas
sampai kondisi depresi (Miller, 2012).

5
3. Rentan Secara Sosial
Menurut teori Cumning dan Henry (1961 dalam Miller, 2012) menyatakan bahwa
semakin tua seseorang akan semakin tidak terlibat secara emosional dengan dunia sekitar,
sehingga lansia akan melepaskan diri dari berbagai ikatan. Lansia juga menjadi rentan
secara sosial karena dapat mengalami stress sosial dan hal ini akan mempengaruhi
kesehatan lansia. Stres sosial dapat disebabkan oleh adanya diskriminasi ras, budaya, atau
yang lainnya (Stanhope & Lancaster, 2010; Swanson & Nies, 1993).

4. Rentan Secara Ekonomi


Proses penuaan atau kondisi kesehatan yang kurang baik pada lansia, menimbulkan
lansia tidak dapat beraktifitas secara optimal, sehingga bagi lansia yang semula bekerja
harus berhenti bekerja atau lansia yang harus memasuki masa pensiun. Kondisi tersebut
membuat lansia mengalami penurunan penghasilan (Miller, 2012). Keterbatasan dana
berdampak pada ketidakmampuan lansia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-
hari, termasuk untuk kesehatannya karena mengalami keterbatasan dalam mendapatkan
pelayanan perawatan kesehatan yang optimal (Ski & Stevens; 2004 dalam Allender, 2014;
Swanson & Nies, 1993).

2.3    Keperawatan Komunitas
Praktik keperawatan kesehatan komunitas menurut WHO (1974) dalam Stanhope dan
Lancaster (2010) adalah mencakup perawatan kesehatan keluarga dan juga meliputi
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang luas dan membantu masyarakat
mengidentifikasi masalah kesehatan sendiri serta memecahkan masalah kesehatan tersebut
sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang ada pada komunitas sebelum mereka
meminta bantuan kepada orang lain. Keperawatan kesehatan komunitas merupakan
keperawatan yang berfokus pada perawatan kesehatan komunitas atau populasi dari individu,
keluarga dan kelompok (Stanhope dan Lancaster, 2010).

2.4    Unsur-unsur Dalam Keperawatan Komunitas

Unsur penting dalam kesehatan masyarakat menurut Allender, Rector dan Warner
(2014) adalah memprioritaskan upaya pencegahan, proteksi dan promosi kesehatan tanpa
mengesampingkan upaya kuratif sebagai bentuk praktik profesional; mengukur dan
menganalisis masalah kesehatan komunitas dengan konsep epidemiologi dan biostatistik;
mempengaruhi faktor dari lingkungan untuk kesehatan aggregate atau kelompok; prinsip

6
yang menjadi dasar dalam kesehatan masyarakat adalah manajemen dan pengorganisasian
kesehatan komunitas melalui pengorganisasian masyarakat; analisis kebijakan dan
pengembangan publik; advokasi kesehatan serta pemahaman terhadap proses politik.
Unsur-unsur penting tersebut adalah sebagai upaya dalam mencapai kesehatan yang optimal
khususnya bagi keperawatan kesehatan komunitas lansia depresi.

2.5    Karakteristik Keperawatan Komunitas


Menurut Clark, 2008 dalam Maglaya et.al.,(2009), karakteristik keperawatan
komunitas meliputi promosi kesehatan dan pencegahan penyakit atau masalah kesehatan
sebagai bentuk praktik profesional yang dilakukan secara komprehensif, general dan
berkelanjutan pada tiga level atau tingkatan klien yaitu individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat (populasi). Selain itu, perawat juga mengenal dampak dari faktor yang berbeda
pada kesehatan dan mempunyai kesadaran yang lebih besar terhadap situasi dan kehidupan
klien dengan menggunakan strategi keperawatan komunitas yang tepat.

2.6    Strategi Keperawatan Komunitas


a) Proses Kelompok (Group Process)
Proses kelompok merupakan proses pembentukan suatu kelompok untuk mencapai
suatu tujuan bersama. Kelompok ini dapat membantu dalam program promosi kesehatan
keperawatan komunitas dan dapat diwujudkan dalam kelompok lansia sebaya.
Pengorganisasian masyarakat ini merupakan suatu proses perubahan komunitas yang
memberdayakan individu dan kelompok berisiko dalam menyelesaikan masalah
komunitas dan mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Individu-individu dalam suatu
kelompok dapat mempengaruhi pemikiran, perilaku, nilai dan interaksi sosial di
masyarakat, maka diperlukan kekompakkan di dalam suatu kelompok (Stanhope &
Lancaster, 2010).
Proses kelompok dilakukan dengan proses pembentukan kelompok khusus bagi
lansia yang mengalami depresi yaitu kelompok lansia MaSa INDAH. Kelompok lansia
merupakan salah satu sarana bentuk dukungan sosial yang dapat berkontribusi dalam
promosi kesehatan. Kelompok swabantu adalah kumpulan dua orang atau lebih yang
datang bersama untuk membuat kesepakatan saling berbagi masalah yang mereka hadapi,
kadang disebut juga kelompok pemberi semangat (Pistrang, 2008).

7
Perawat dapat melibatkan lansia dalam kegiatan kelompok di masyarakat.
Kegiatan kelompok dapat dilakukan dengan kegiatan yang dipadukan dengan kegiatan
keagamaan. Kelompok dapat membantu lansia membangun integritas dan penghargaan
atas diri sendiri. Situasi kelompok juga akan membimbing lansia keluar dari
keterisolasian dan lansia akan menemukan makna dalam kehidupan mereka, sehingga
mereka dapat hidup sepenuhnya dengan fungsi sosial dan physiologis yang tinggi. Perawat
sebagai pemberi pelayanan kesehatan memiliki kesempatan dalam memfasilitasi
kelompok dalam meningkatkan perawatan therapeutik bagi lansia dengan masalah depresi
(Pistrang, 2008).
b) Pendidikan Kesehatan (Health Promotion)
Pendidikan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan,
mengurangi ketidakmampuan dan mengoptimalkan potensi kesehatan yang dimiliki oleh
individu, kelompok dan masyarakat. Pendidikan kesehatan juga bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan, perbaikan sikap dan peningkatan keterampilan, sehingga
diharapkan ada perubahan gaya hidup yang lebih baik. Perubahan perilaku sehat
masyarakat dapat mengubah penerimaan yang kondusif terhadap program promosi
kesehatan yang dilakukan. Strategi pendidikan kesehatan merupakan suatu proses yang
memfasilitasi pembelajaran yang mendukung perilaku sehat dan mengubah perilaku tidak
sehat (Friedman, Bowden, & Jones, 2010).
Pendidikan kesehatan dilakukan untuk lansia yang mengalami depresi maupun
lansia yang mengalami risiko depresi. Selain itu pendidikan kesehatan juga dilakukan
dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat seperti kegiatan keagamaan. Pendidikan kesehatan
adalah memberikan informasi kesehatan tentang masalah kesehatan lansia, depresi pada
lansia, komunikasi yang efektif bagi lansia dan keluarga, harga diri rendah dan cara
meningkatkannya.
Intervensi promosi kesehatan juga diberikan tentang faktor
risiko yang mengkibatkan depresi dapat dilakukan melalui intervensi keperawatan.
Diskusi tentang perubahan fungsional yang terjadi pada lansia yang merupakan
konsekuensi proses penuaan dengan faktor risiko pada lansia. Diskusi tentang hubungan
potensial dan identifikasi pemecahan masalah bersama dengan pemberi pelayanan
keperawatan (Miller, 2012).

8
c) Pemberdayaan Masyarakat (empowerment)
Pemberdayaan (empowerment) merupakan proses pemberian kekuatan atau
motivasi sehingga membentuk interaksi transformasi kepada masyarakat antara lain
dengan adanya dukungan, pemberdayaan, kekuatan ide baru dan kekuatan mandiri untuk
membentuk pengetahuan baru (Hitchock, Scubert, & Thomas, 1999). Perawat komunitas
mendorong masyarakat untuk dapat berbuat mandiri dan berpartisipasi aktif dalam upaya
kesehatannya. Kerjasama ini dilakukan untuk mencapai tujuan bersama dalam upaya
meningkatkan kesehatan lansia depresi yaitu dengan melibatkan masyarakat dan keluarga.
Pemberdayaan juga merupakan proses pengembangan pengetahuan dan
keterampilan yang meningkatkan kemampuan seseorang atas keputusan- keputusan
mempengaruhi orang lain (Helvie, 1998). Pemberdayaan juga merupakan proses yang
memungkinkan orang untuk memilih, mengendalikan, dan membuat keputusan tentang
kehidupannya dengan rasa saling menghargai terhadap semua yang terlibat (Friedman,
Bowden, & Jones, 2010). Pemberdayaan masyarakat dan keluarga dilakukan untuk
mendukung lansia dalam intervensi keperawatan “MaSa INDAH” sebagai upaya
mencegah dan menurunkan tingkat depresi pada lansia.

d) Kemitraan (partnership)
Kemitraan dilakukan untuk upaya kesehatan lansia dengan depresi yaitu menjalin
kemitraan dengan lintas program dan lintas sektoral. Kemitraan dilakukan agar
mengoptimalkan kegiatan program yang direncanakan, karena suatu program berkaitan
langsung dengan sektor kehidupan yang lain. Misalnya upaya meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat tidak hanya dipengaruhi oleh fasilitas pelayanan kesehatan
saja, namun juga dapat dipengaruhi oleh politik, ekonomi, budaya dan sektor yang
lainnya.
Partnership juga merupakan suatu strategi negosiasi membagi kekuasaan antara
tenaga kesehatan profesional dengan individu, keluarga, dan/atau rekan komunitas yang
mempunyai tujuan saling menguntungkan untuk meningkatkan kemampuan individu,
keluarga dan mitra masyarakat untuk melakukan kepentingan sendiri secara efektif
(Helvie, 1998).

9
2.7    Asuhan Keperawatan Komunitas
a. Pengkajian
1) Inti Komunitas (Core)

a) Demografi (karakteristik lansia meliputi: usia, jenis kelamin, status perkawinan)


Penduduk lanjut usia adalah penduduk berumur 60 tahun ke atas
(Komisi Nasional Lanjut Usia, 2010). Sedangkan definisi lain tentang lanjut usia
adalah individu yang berusia lebih dari 65 tahun (Mauk, 2006). Berdasarkan
pendapat tersebut, maka lansia adalah individu yang berumur lebih atau sama
dengan 60 tahun.

Menurut Miller (2012), faktor resiko depresi adalah jenis kelamin (wanita
lebih cepat depresi dibandingkan laki-laki), selain itu faktor resiko depresi adalah
lansia dengan status perkawinan terutama yang bercerai atau berpisah yang
dituangkan dalam riwayat keluarga lansia (dalam genogram tiga generasi)

b) Vital Statistik
Vital statistik adalah angka kejadian kesakitan lansia yang disebabkan oleh
depresi. Skrining pada lansia dilakukan dengan menggunakan GDS (Geriatric Deppresion
Scale), serta gambaran angka kematian akibat bunuh diri atau akibat menarik diri dan
ataudiabaikan oleh keluarga.

c) Riwayat kesehatan lansia

Riwayat kesehatan lansia yang menjadi faktor risiko, pendukung dan


pencetus masalah kesehatan lansia dengan depresi. Selain itu, penyakit
degenerative juga mempengaruhi riwayat kesehatan lansia dengan depresi.

d) Etnis dan Kebiasaan hidup


Budaya di masyarakat dan yang dianut yang berpengaruh terhadap
permasalahan kesehatan depresi pada lansia. Selain itu juga gaya hidup masyarakat
terutama yang berpengaruh kesehatan lansia terhadap masalah depresi. Gaya hidup
kelompok masyarakat terutama dalam pola komunikasi hubungan antar individu,
bentuk keluarga, dukungan antar keluarga.

10
e) Nilai dan keyakinan

Agama, nilai dan keyakinan yang dianut oleh keluarga terkait makna
hidup, dukungan keluarga terhadap lanjut usia., warisan budaya/ pola kebiasaan
serta stigma masyarakat/keluarga terhadap pengabaian orang tua. Kondisi
tersebut berpengaruh terhadap terjadinya masalah kesehatan lansia dengan
depresi.

2) Subsistem

a) Lingkungan Fisik
Lokasi tempat tinggal lansia dan tetangga serta komunitas. Lingkungan rumah
yang dihuni oleh lansia dan lingkungan yang ada di sekitar tempat tinggal meliputi kondisi
rumah, sumber polusi, cuaca. Rancangan pengkajian yang akan diidentifikasi ialah situasi
tempat tinggal lansia yang dapat mempengaruhi masalah depresi seperti tingkat
kenyamanan, kebisingan di sekitar rumah, suasanarumah yang kondusif.

Hal-hal yang dikaji meliputi status rumah, type rumah, keadaan atau
kondisi rumah termasuk kepadatan, ventilasi, pencahayaan, dan kebersihan,
keamanan, kesesuaian dengan kondisi lansia. Kondisi lingkungan, terutama sosial
yang tidak baik dapat menjadi pemicu timbulnya depresi.

b) Pelayanan Kesehatan dan Sosial

Fasilitas kesehatan yang dapat mengakomodasi masalah kesehatan pada


lansia khususnya depresi pada tingkat wilayah atau RW dan puskesmas, rumah
sakit atau klinik swasta. Posbindu merupakan bagian dalam sarana pelayanan
kesehatan dan sosial bagi lansia yang ada di masyarakat. Dukungan pelayanan
sosial seperti tunjangan khusus untuk lanjut usia, kepemilikan kartu jaminan
kesehatan atau asuransi kesehatan. Data yang berhubungan dengan dengan
fasilitas pelayanan kesehatan antara lain: sumber daya kesehatan di wilayah
kerja puskesmas serta pelayanan kesehatan serta pengobatan yang diberikan
bagi lansia untuk mengatasi masalah depresi dan untuk mengurangi risiko depresi
baik yang ada di masyarakat maupun di layanan kesehatan.

11
c) Ekonomi
Meliputi pekerjaan yang dilakukan lansia, pendapatan dan pengeluaran,
status ekonomi serta potensi sumber daya yang tersedia disekitar lansia.
Karakteristik rata–rata pendapatan lansia secara khusus dan keluarga serta
karakteristik pekerjaan baik lansia maupun keluarga. Alokasi penggunaan
pendapatan, pendapatan yang rendah, tidak bekerja terutama lansia yang tidak
mempunyai pekerjaan atau menganggur merupakan faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya depresi.

d) Transportasi dan keamanan/keselamatan

Hal yang dikaji meliputi transportasi mencapai fasilitas kesehatan dan


sosial. Kemudahan mencapai akses kesehatan, dan kemudahan mendapat sumber
makanan. Keamanan dan keselamatan lansia dalam pemenuhan kebutuhan
hidupnya juga mempengaruhi dalam menentukan risiko depresi pada lansia karena
dengan perasaan aman dan nyaman dapat membuat lansia merasa lebih baik.

e) Politik dan Pemerintahan

Kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah kesehatan lansia khususnya


dengan depresi. Ketersediaan bantuan dari pemerintah atau swasta juga sangat
diperlukan dalam mendukung program kesehatan dalam mengatasi masalah
penanggulangan depresi pada lansia.

f) Komunikasi

Sumber informasi kesehatan yang digunakan dalam pencapaian kesehatan


lansia. Pola komunikasi antar pengurus RT/RW dengan warga khususnya lanjut
usia. Media komunikasi apa yang digunakan keluarga dalam memperoleh
informasi tentang depresi pada lanjut usia. Pola komunikasi merupakan hal yang
sangat penting, karena komunikasi dapat menjadi penyebab dan sekaligus solusi
dari masalah depresi.

12
g) Edukasi
Tingkat pendidikan pada lansia yang dapat mempengaruhi tingkat
pengetahuan lansia dalam mengatasi masalah kesehatan khususnya dengan
depresi. Tingkat pendidikan kelompok lansia, sangat mempengaruhi dalam
tranformasi perilaku mengatasi masalah kesehatan depresi.
h) Rekreasi

Kegiatan yang dilakukan oleh kelompok dan keluarga dengan lansia pada
waktu senggang untuk meningkatkan status kesehatan berkaitan dengan masalah
depresi serta sarana rekreasi yang tersedia bagi lansia, tempat warga bermain,
ketersediaan tempat bermain untuk para lanjut usia, bentuk rekreasi utama, fasilitas
untuk rekreasi yang terlihat, kecukupan hal tersebut dalam membantu memenuhi
kebutuhan rekreasi lansia dengan depresi.

i) Persepsi masyarakat

Persepsi dari tenaga kesehatan, masyarakat, keluarga maupun lansia tentang


masalah depresi pada lansia. Persepsi bisa berbeda-beda karena bersifat subjektif
tergantung dari individu masing-masing.

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan dibuat setelah dilakukan pengkajian dan analisis data


yang mengancam masyarakat dan reaksi yang timbul pada masyarakat. Hasil akhir
analisis adalah mensintesis pernyataan simpulan menjadi diagnosis keperawatan
komunitas. Diagnosis keperawatan membatasi proses diagnostik pada berbagai diagnosis
yang ditegakkan untuk menunjukkan respon manusia terhadap masalah kesehatan baik
aktual maupun potensial, yang dapat secara legal ditangani oleh perawat (Anderson &
McFarlane, 2011). Label diagnosis keperawatan menurut NANDA 2012-2014 yaitu
diagnosis aktual; promosi kesehatan (termasuk sejahtera atau wellness) dan risiko.
Berdasarkan hasil Konas Ikatan Perawat Kesehatan Komunitas (IPPKI, 2013), disepakati
bahwa diagnosis keperawatan komunitas dituliskan tanpa menuliskan etiologi (single
diagnosis).

13
c. Intervensi Keperawatan

Tahap ketiga dari proses keperawatan merupakan tindakan menetapkan rencana


tindakan untuk membantu masyarakat dalam upaya promotif, preventif, primer,
sekunder, dan tersier. Langkah pertama dalam tahap perencanaan adalah
menetapkan tujuan dan sasaran kegiatan untuk mengatasi masalah yang telah ditetapkan
sesuai dengan diagnosa keperawatan. Dalam menentukan tahap berikutnya yaitu rencana
pelaksanaan kegiatan, maka ada dua faktor yang mempengaruhi dan dipertimbangkan
dalam menyusun rencana tersebut yaitu sifat masalah dan sumber/potensi masyarakat
seperti dana, sarana, tenaga yang tersedia (Anderson & McFarlane, 2011).

Strategi yang digunakan mencakup proses kelompok, pendidikan kesehatan dan


kerjasama,rtase mendemontrasikan keterlibatan dalam asuhan keperawatan.
Strategi tersebut untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam memecahkan
masalah kesehatan yang dihadapi dan diperlukan pengorganisasian komunitas yang
dirancang untuk mengembangkan masyarakat berdasarkan sumber daya dan sumber
dana yang dimiliki, serta mampu mengurangi hambatan yang ada. Selain itu, untuk
menumbuhkan kondisi, kemajuan sosial dan ekonomi masyarakat dengan partisipasi
aktif masyarakat dan dengan penuh percaya diri dalam memecahkan masalah- masalah
kesehatan yang dihadapi terutama dalam mengatasi masalah depresi pada lansia.

Intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan lansia dengan


depresi dilatarbelakangi dari kesehatan fisik dan mental lansia dalam mewujudkan
proses menua secara aktif, sehat dam bahagia bagi lansia. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia, mengungkapkan
bahwa 70% dari lansia diatas 60 tahun mengalami ketergantungan dengan orang lain.
Banyaknya lansia yang depresi dan tidak bahagia adalah karena bergantung pada orang
lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Kondisi ini dikarenakan kesehatan fisik dan
mental lansia yang menurun (Palestin, 2006). Aktivitas pekerjaan dan kegiatan rekreasi
sangat membantu dalam meningkatkan kondisi fisik lansia, menurunkan emosi dan
tekanan serta berdampak pada antidepresan. Aktifitas yang dapat dilakukan adalah
seperti jogging, berjalan, berenang, bersepeda dan berolahraga (Trivedi, et al, 2006).
Aktivitas kegiatan lansia dapat dilakukan secara rutin di dalam rumah bersama-sama
keluarga seperti kegiatan membersihkan rumah, memasak berbagai menu. Kegiatan
disesuaikan dengan tingkat kemampuan lansia.

14
Kegiatan di luar rumah juga dapat membantu lansia yang mengalami depresi.
Faktor sosial dapat memberikan pengalaman yang positif pada kondisi depresi,
meningkatkan harga diri dan kepuasan diri karena adanya dukungan sosial dan
penerimaan pribadi (Cutler, 2005). Hasil penelitian yang dipresentasikan pada konferensi
dari British Nutrition Foundation (2008) juga menyatakan bahwa individu dengan
aktifitas fisik yang rendah memiliki risiko depresi dua kali dibanding individu yang
memiliki aktivitas teratur (David, 2008), sehingga lansia diharapkan dapat melakukan
aktivitas secara teratur di rumah maupun di masyarakat. Hal ini sangat penting bagi
lansia dengan proses penuaan, sehingga lansia bisa menerima kondisinya dengan
baik.

Proses penerimaan diri pada lansia yaitu kondisi lansia dapat menerima dirinya
dengan segala kekurangannya untuk dapat tetap merasa bahagia, hal ini didasarkan
dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri (2012) menunjukkan bahwa ada
hubungan negatif antara penerimaan diri dengan depresi pada wanita perimenopuase.
Berdasarkan perubahan tersebut, diharapkan perawat dapat berperan membantu lansia
untuk mampu menerima proses penuaan secara baik, karena salah satu faktor yang dapat
menyebabkan lansia bisa merasa tetap berguna di masa tuanya adalah kemampuan
lansia dalam menyesuaikan diri dan menerima segala perubahan dan kemunduran yang
dialaminya (Miller, 2012).

Kemampuan lansia dalam penerimaan diri penting dalam meningkatkan harga


diri lansia. Peningkatan harga diri lansia diidentifikasikan juga secara verbal dan non
verbal yang menunjukkan nilai-nilai positif dan penerimaan diri lansia. Hal tersebut
dapat dilihat dalam partisipasi aktif lansia pada terapi kelompok, kemampuan
meditasi dan relaksasi, sehingga dapat meningkatkan kemampuan koping dalam diri
lansia untuk menghadapi ketegangan hidup sehari-hari dan mendukung gaya hidup yang
sehat (Copel, 2007).

Intervensi-intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah


depresi dipadukan dalam sebuah intervensi yang bernama “ MaSa INDAH” yaitu Mari
berSama untuk “I “adalah Ikut dalam kegiatan keluarga dan masyarakat, “N” adalah
meNerima kondisi penuaan dengan tulus dan ikhlas, “D” adalah Doa dan Diskusi
bersama orang lain, “A” adalah Atasi segala macam stres dengan baik, dan “H” adalah
Harga diri yang tinggi. Intervensi ini diharapkan lansia akan merasakan masa-masa tua

15
dengan indah tanpa ada kesedihan dan merasakan kebermaknaan hidup bersama orang
lain disekitarnya. Kegiatan dilakukan dalam intervensi kelompok di masyarakat dan
individu dalam keluarga.

Selain itu lansia juga dikenalkan dengan kartu tilik diri (KTD) yang menilai atau
mengevaluasi perasaaan lansia sendiri setiap hari, agar lansia dapat berusaha belajar
untuk bisa mencapai kebahagiaannya dan menurunkan kondisi depresi atau kesedihan
yang dirasakannya dengan koping yang efektif (Songprakum, Wallapa & McCann,
2012). Lansia dengan depresi sebaiknya mengenali masalah yang dialaminya dan lansia
memahami bahwa hal tersebut dapat berpengaruh pada perasaan dan perilakunya. Hanya
dengan keaktifan dan berusaha menerima tantangan secara sistematis, maka keyakinan
dan persepsi akan harapannya berubah menjadi lebih baik. Perasaan negatif akan
menurunkan kemampuan dalam mencegah depresi (Peden, 2005).

Kartu Tilik Diri (KTD) berisikan identitas lansia yaitu tentang nama, usia,
alamat, tinggal bersama siapa, hobby atau kegemaran dan cita-cita yang ingin di capai.
Lansia diminta untuk mengevaluasi perasaannya pada pagi hari saat bangun tidur dan
pada malam hari sebelum tidur dengan memberikan tanda (simbol yang sudah
ditentukan) pada kolom yang tersedia. Untuk kegiatan atau koping yang dilakukan
selama 1 hari, lansia diminta untuk memberikan tanda (√) pada kolom sudah
disediakan. Kegiatan atau koping lansia adalah item intervensi MaSa INDAH yang
telah diajarkan pada lansia dan keluarga sebelumnya. Kartu dievaluasi setiap hari oleh
anggota keluarga yang sudah disepakati untuk membantu lansia dalam pengisian kartu.
Keluarga juga dapat membantu lansia dalam pengisian kartu khusus bagi lansia yang
tidak mampu untuk melakukan pengisian misalnya lansia dengan kebutaan, kelumpuhan
atau tidak bisa membaca. Kartu juga memberikan informasi nomor telepon kader
kesehatan lansia yang dapat dihubungi, jika lansia teridentifikasi merasakan kesedihan
dalam beberapa hari (lebih dari 3 hari), sehingga lansia segera mendapatkan dukungan
yang optimal dalam mengatasi masalahnya.

d. Implementasi Keperawatan
Perawat bertanggung jawab untuk melaksanakan tindakan yang telah
direncanakan dalam mengatasi masalah kesehatan lansia dengan depresi yang sifatnya
yaitu: 1) bantuan dalam upaya mengatasi masalah fisik dan psikologis, mempertahankan
kondisi seimbang atau sehat dan meningkatkan kesehatan lansia; 2) mendidik komunitas

16
tentang perilaku sehat untuk mencegah terjadinya depresi pada lansia; 3) sebagai advokat
komunitas untuk sekaligus memfasilitasi kebutuhan komunitas.

Kegiatan praktik keperawatan komunitas berfokus pada tingkat pencegahan yaitu :

1) Pencegahan primer yaitu pencegahan sebelum sakit dan difokuskan pada populasi
sehat, mencakup pada kegiatan kesehatan secara umum serta perlindungan khusus
terhadap penyakit, misalnya dengan imunisasi, penyuluhan, simulasi dan dukungan
dalam kesehatan keluarga bagi lansia depresi.

2) Pencegahan sekunder yaitu kegiatan yang dilakukan pada saat terjadinya perubahan
derajat kesehatan masyarakat dan ditemukan masalah kesehatan depresi pada lansia.
Pencegahan sekunder ini menekankan pada diagnosa dini dan tindakan untuk
menghambat proses penyakit, misalnya dengan mengkaji masalah kesehatan fisik dan
psikologis lansia, memotivasi keluarga untuk melakukan pemeriksaan kesehatan bagi
lansia.
3) Pencegahan tertier yaitu kegiatan yang menekankan pengembalian individu pada
tingkat berfungsinya secara optimal dari ketidakmampuan keluarga, misalnya dengan
membantu keluarga yang mempunyai lansia dengan depresi untuk melakukan
pemeriksaan secara teratur ke posbindu.

e. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan peralatan terhadap program yang telah dilaksanakan


dibandingkan dengan tujuan semula dan dijadikan dasar untuk memodifikasi rencana
berikutnya. Evaluasi yang dilakukan dengan menggunakan konsep evaluasi struktur,
evaluasi proses dan evaluasi hasil. Sedangkan fokus dari evaluasi hasil sedangkan fokus
dari evaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas adalah:

1) Relevansi atau hubungan antara kenyataan yang ada dengan target pelaksanaan.
2) Perkembangan atau kemajuan proses kesesuaian dengan perencanaan, peran staf atau
pelaksanaan, peran alat atau pelaksana tindakan, fasilitas dan jumlah peserta.
3) Efesiensi biaya yaitu dalam pencarian sumber dana dan penggunaaannya serta
keuntungan program.
4) Efektifitas kerja yaitu tujuan tercatat dan kepuasan klien atau masyarakat terhadap
tindakan yang dilaksanakan.

17
5) Dampak yaitu status kesehatan yang meningkat setelah dilaksanakan tindakan dan
perubahan yang terjadi dalam 6 bulan atau 1 tahun.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Flaskerud dan Winslow (1998, dalam Stanhope & Lancaster, 2010) mengatakan
bahwa kerentanan merupakan hasil gabungan efek dari keterbatasan sumber keadaan tidak
sehat dan tingginya faktor risiko. Kerentanan juga menunjukkan interaksi antara keterbatasan
fisik dan sumber lingkungan, sumber personal (human capital), dan sumber biopsikososial
(adanya penyakit dan kecenderungan genetik) (Aday, 2001 dalam Stanhope & Lancaster,
2010). Populasi rentan adalah populasi yang lebih besar kemungkinannya untuk mengalami
masalah kesehatan akibat paparan berbagai risiko daripada populasi yang lainnya (Stanhope
& Lancaster, 2010) . Lansia dengan depresi merupakan bagian dari populasi rentan.
Karakteristik lansia sebagai populasi rentan mencakup rentan secara fisiologis, psikologis,
sosial dan ekonomi dalam mengatasi masalah kesehatannya.

Unsur penting dalam kesehatan masyarakat menurut Allender, Rector dan Warner
(2014) adalah memprioritaskan upaya pencegahan, proteksi dan promosi kesehatan tanpa
mengesampingkan upaya kuratif sebagai bentuk praktik profesional; mengukur dan
menganalisis masalah kesehatan komunitas dengan konsep epidemiologi dan biostatistik;
mempengaruhi faktor dari lingkungan untuk kesehatan aggregate atau kelompok; prinsip
yang menjadi dasar dalam kesehatan masyarakat adalah manajemen dan pengorganisasian
kesehatan komunitas melalui pengorganisasian masyarakat; analisis kebijakan dan
pengembangan publik; advokasi kesehatan serta pemahaman terhadap proses politik.
Unsur-unsur penting tersebut adalah sebagai upaya dalam mencapai kesehatan yang optimal
khususnya bagi keperawatan kesehatan komunitas lansia depresi.

3.2 Saran

a. Melakukan deteksi dini lansia depresi dan melakukan sosialisasi intervensi “MaSa
INDAH” kepada masyarakat kelompok lansia dan keluarga lansia depresi pada kegiatan
posbindu, kunjungan rumah maupun dalam kegiatan di masyarakat.
b. Melakukan intervensi “MaSa INDAH” secara langsung pada kelompok lansia dengan
depresi pada kegiatan posbindu atau kelomppok maupun melalui kunjungan rumah.

19
c. Melibatkan kader dan keluarga dalam kelompok pendukung dan melakukan pembinaan
secara rutin dari pengkajian hingga evaluasi pelaksanan.
d. Mengembangkan potensi diri dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi
lansia dengan depresi dengan mengikuti seminar, pelatihan dan workshop atau kegiatan
ilmiah lainnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Alexopoulus, G.S. (2005). Depression in the elderly. The Lancet: Jun- 4 Jun
10,2005,365,9475. http://proquest.umi.com, diperoleh tanggal 14 Januari 2014.

Allender, J. A., Rector, C. dan Warner, K. D. (2014). Community Health Nursing:


Promoting and Protecting the Public's Health. Philadelphia : Lippincott Williams &
Wilkins.

Anderson dan McFarlene. (2011). Community As Partner : Theory And Practice In Nursing.
Philadelphia: Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins.

Hitchcock, J. E., Schubert, P. E., dan Thomas, S.(1A9.99 ). Community


Health Nursing: Caring in Action. New York: Delmar Publishers.

Ikatan Perawat Kesehatan Komunitas Indonesia. 2014. Asuhan Keperawatan Komunitas.


Seminar dan Kongres Nasional II. Yogyakarta tanggal 30 Oktober – 2 November
2013.

21

Anda mungkin juga menyukai