Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KEPERAWATAN BENCANA

“ PERAN PERAWAT DALAM FASE BENCANA DENGAN JENIS


BENCANA TSUNAMI ”

DOSEN:

Ns.H.Junaidy S Rustam,MNS

OLEH:

DINA PUTRI ARYATI (1710142010004)


FITRA SUCI AYUNITITANIA (1710142010008)
MAYANG AFRIOLA (1710142010015)
SHERIN SYAFITRI (1710142010037)
SINDY EKA PUTRI (1710142010038)
TIOVANNY OKTAVIA DEWI (1710142010040)
TIOVYNNA OKTAVIA DEWI (1710142010041)
ZAINUL EFINA (1710142010044)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES YARSI SUMBAR 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq,
dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah Manajemen Bencana pada Bencana Tsunami ini kami susun untuk memenuhi
tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Bencana. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih banyak kekurangan dan memerlukan banyak perbaikan. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan makalah ini.

Kami selaku penyusun berharap semoga makalah ini ada guna dan manfaatnya bagi para
pembaca. Amin.

Bukittinggi, November 2020


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………..

KATA PENGANTAR…………………………………………………………..

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang …………………………………………………………


B. Tujuan…………………………………………………………………..

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Tsunami………………………………………………………
B. Penyebab Terjadinya Tsunami…………………………………………..
C. Historis Tsunami
D. Peran Perawat dalam Manajemen Bencana

BAB III PEMBAHASAN

A. Manajemen Bencana pada Bencana Tsunami

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………………
B. Saran…………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA 
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bencana tsunami merupakan salah satu jenis bencana yang kerap melanda
Indonesia yang menyebabkan kerusakan yang luas dan jumlah korban yang besar. Dalam
kurun satu decade terakhir, Indonesia telah dilanda beberapa kali bencana tsunami
dengan kerusakan dan jumlah korban yang begitu banyak seperti peristiwa tsunami tahun
2004 di Aceh dan Nias, tsunami di Pangandaran tahun 2006, dan tsunami di Kepulauan
Mentawai di tahun 2010. Mengingat begitu banyak jumlah penduduk, perkotaan, dan
infrastruktur yang berada di kawasan yang rawan terhadap bencana tsunami, maka
penanggulangan bencana tsunami di Indonesia semestinya mendapatkan perhatian yang
memadai. Indonesia terletak pada pertemuan empat lempeng bumi yang aktif, yaitu
lempeng Indo- Australia, Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Filipina.
Lempeng tersebut saling mendorong satu sama lain. Aktifitas lempeng tersebut adalah
penyebab tsunami paling sering di wilayah Indonesia.
Tulisan ini bertujuan menguraikan bencana tsunami Indonesia dari sisi sejarah
dan potensi bencana, serta menguraikan kesiapsiagaan dan mitigasi bencana tsunami
yang telah dan perlu dilaksanakan. Telaah terhadap kajian terdahulu yang bersandarkan
pada penelitian atau investigasi lapangan digunakan untuk menyusun makalah ini. Dua
kali Focus Group Discussion (FGD) dan dua kali workshop telah dilakukan untuk
mendapatkan hasil telaahan yang melibatkan para peneliti tsunami yang berasal dari
Perguruan Tinggi dan Kementerian/Lembaga terkait. Kegiatan ini merupakan bagian dari
proses penyusunan Naskah Akademik Penanggulangan Bencana Tsunami Indonesia yang
dilaksanakan pada tahun 2013.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan seminar diharapkan mahasiswa mampu memahami disaster
management bencana tsunami.
2. Tujuan Khusus
a. Diharapkan mahasiswa memahami definisi tsunami.
b. Diharapkan mahasiswa memahami penyebab tsunami.
c. Diharapkan mahasiswa memahami proses terjadinya tsunami.
d. Diharapkan mahasiswa memahami disaster management pra, intra dan pasca
bencana tsunami.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Bencana adalah suatu peristiwa dimana kondisi normal dari suatu komunitas
mengalami gangguan baik dari faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengalami kegawatan yang mengakibatkan terjadinya dampak yang
melebihi kemampuan komunitas untuk melakukan penanganan secara mandiri dengan
efektif baik dari segi fisik, kerugian harta benda dan psikologis (National Academy of
Science, 2007; WHO, 2011).
Tsunami merupakan gelombang air laut besar yang dipicu oleh pusaran air bawah
laut karena pergeseran lempeng, tanah longsor, erupsi gunungapi, dan jatuhnya meteor.
Tsunami dapat bergerak dengan kecepatan sangat tinggi dan dapat mencapai daratan
dengan ketinggian gelombang hingga 30 meter. Tsunami berasal dari bahasa jepang,
yaitu tsu : pelabuhan dan nami : gelombang. 
Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja yang
dilaluinya. Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta
menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah, dan air bersih.
Sejarawan Yunani bernama Thucydides merupakan orang pertama yang
mengaitkan tsunami dengan gempa bawah laut. Namun hingga abad ke-20, pengetahuan
mengenai penyebab tsunami masih sangat minim. Penelitian masih terus dilakukan untuk
memahami penyebab tsunami. Geologi, geografi, dan oseanografi pada masa lalu
menyebut tsunami sebagai “gelombang laut seismik”.
Beberapa kondisi meteorologis, seperti badai tropis, dapat menyebabkan
gelombang badai yang disebut sebagai meteor tsunami yang ketinggiannya beberapa
meter di atas gelombang laut normal. Ketika badai ini mencapai daratan, bentuknya bisa
menyerupai tsunami, meski sebenarnya bukan tsunami. Gelombangnya bisa menggenangi
daratan. Gelombang badai ini pernah menggenangi Burma (Myanmar) pada Mei 2008.
Wilayah di sekeliling Samudra Pasifik memiliki Pacific Tsunami Warning Centre
(PTWC) yang mengeluarkan peringatan jika terdapat ancaman tsunami pada wilayah ini.
Wilayah di sekeliling Samudera Hindia sedang membangun Indian Ocean Tsunami
Warning System (IOTWS) yang akan berpusat di Indonesia. Bukti-bukti historis
menunjukkan bahwa megatsunami mungkin saja terjadi, yang menyebabkan beberapa
pulau dapat tenggelam.

B. Penyebab  Tsunami
1. Skema terjadinya tsunami
Tsunami dapat terjadi jika terjadinya gangguan yang menyebabkan perpindahan
sejumlah besar air atau ombak raksasa, letusan gunung api, gempa bumi, longsor
maupun meteor yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi
bawah laut. Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung
meletus, misalnya ketika meletusnya Gunung Krakatau.
Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun
secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air yang berada di
atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di
pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami.
Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut dimana
gelombang terjadi, yang kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam. Bila
tsunami mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan
energinya sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi
gelombang tsunami hanya beberapa cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai
pantai tinggi gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan
masa air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis
pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa
kilometer. Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Gempa
bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup
ke bawah lempeng benua.
Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api juga dapat
mengakibatkan gangguan air laut yang dapat menghasilkan tsunami. Gempa yang
menyebabkan gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun
secara tiba-tiba sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu.
Demikian pula halnya dengan benda kosmis atau meteor yang jatuh dari atas. Jika
ukuran meteor atau longsor ini cukup besar, dapat terjadi megatsunami yang
tingginya mencapai ratusan meter.
2. Penyebab terjadinya tsunami
Ada beberapa penyebab yang mengakibatkan terjadinya tsunami.  Faktor penyebab
terjadinya tsunami itu adalah:
a. Gempa bumi yang berpusat dibawah laut, Meskipun demikian tidak semua gempa
bumi dibawah laut berpotensi menimbulkan tsunami. Gempa bumi dibawah laut
yang dapat menyebabkan terjadinya tsunami adalah gempa bumi dengan kriteria
sebagai berikut

 Gempa bumi yang terjadi di dasar laut.


 Pusat gempa kurang dari 30 km dari permukaan laut.
 Magnitudo gempa lebih besar dari 6,0 SR
 Jenis pensesaran gempa tergolong sesar vertikal (sesar naik atau turun).

b. Letusan gunung berapi, letusan gunung berapi dapat menyebabkan terjadinya


gempa vulkanik. Tsunami besar yang terjadi padatahun 1883 adalah akibat
meletusnya Gunung Krakatau yang berada di Selat Sunda. Meletusnya Gunung
Tambora di Nusa Tenggara Barat pada tanggal 10-11 April 1815 juga memicu
terjadinya tsunami yang melanda Jawa Timur dan Maluku. Indonesia sebagai
negara kepulauan yang berada di wilayah ring of fire (sabuk berapi) dunia tentu
harus mewaspadai ancaman ini.
c. Longsor bawah laut, longsor bawah laut ini terjadi akibat adanya tabrakan antara
lempeng samudera dan lempeng benua. Proses ini mengakibatkan terjadinya
palung laut dan pegunungan. Tsunami karena longsoran bawah laut ini dikenal
dengan nama tsunamic submarine landslide.
d. Hambatan meteor laut, jatuhnya meteor yang berukuran besar di laut juga
merupakan penyebab terjadinya tsunami.
3. Rambatan Tsunami
Kecepatan rambat gelombang tsunami berbeda-beda, tergantung pada kedalaman
laut. Di laut dalam, kecepatan rambat tsunami mencapai 500 – 1000km per jam atau
setara dengan kecepatan pesawat terbang namun ketinggian gelombangnya hanya
sekitar 1 meter.Ketika gelombang tsunami ini sudah mendekati pantai, kecepatan
rambatnya hanya sekitar 30 km per jam, namun ketinggian gelombangnya bisa
mencapai puluhan meter. Ini sebabnya banyak orang yang sedang berlayar di laut
dalam tak menyadari adanya tsunami. Mereka baru mengetahui tsunami telah terjadi
ketika tiba di daratan dan menyaksikan kehancuran mengerikan yang disebabkan oleh
tsunami.
4.  Tanda-tanda akan terjadi Tsunami
Tanda-tanda akan datangnya tsunami di daerah pinggir pantai adalah :
a. Air laut yang surut secara tiba-tiba.
b. Bau asin yang sangat menyengat.
c. Dari kejauhan tampak gelombang putih dan suara gemuruh yang sangat keras.

C. Peran perawat dalam manajemen bencana


1. Peran dalam Pencegahan Primer
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa pra bencana ini, antara
lain:
a. mengenali intruksi ancaman bahaya
b. mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency (makanan,air,obat-
obatan,pakaian dan selimut serta tenda)
c. melatih penanganan pertama korban bencana.
d. Berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang merah
nasional maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan
penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana kepada
masyarakat.
2. Peran Perawat dalam Keadaan Darurat (Impact Phase)
a. Biasanya pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan tepat setelah keadaan
stabil.
b. Setelah bencana mulai stabil, masing-masing bidang tim survey mulai melakukan
pengkajian cepat terhadap kerusakan-kerusakan, begitu juga perawat sebagai bagian
dari tim kesehatan.
c. Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk memutuskan tindakan
pertolongan pertama.
d. Ada saat dimana ”seleksi” pasien untuk penanganan segera (emergency) akan lebih
efektif. (Triase )

1) Merah --- paling penting, prioritas utama.


Keadaan yang mengancam kehidupan sebagian besar pasien mengalami hipoksia,
syok, trauma dada, perdarahan internal, trauma kepala dengan kehilangan
kesadaran, luka bakar derajat I-II
2) Kuning --- penting, prioritas kedua
Prioritas kedua meliputi injury dengan efek sistemik namun belum jatuh ke keadaan
syok karena dalam keadaan ini sebenarnya pasien masih dapat bertahan selama 30-
60 menit. Injury tersebut antara lain fraktur tulang multipel, fraktur terbuka, cedera
medulla spinalis, laserasi, luka bakar derajat II
3) Hijau --- prioritas ketiga
Yang termasuk kategori ini adalah fraktur tertutup, luka bakar minor, minor
laserasi, kontusio, abrasio, dan dislokasi
4) Hitam --- meninggal
Ini adalah korban bencana yang tidak dapat selamat dari bencana, ditemukan sudah
dalam keadaan meninggal
3. Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana
a. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan sehari-hari
b. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian
c. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan penanganan
kesehatan di RS
d. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian
e. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi,
peralatan kesehatan
f. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular maupun
kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan lingkungannya berkoordinasi

dengan perawat jiwa


g. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas, depresi yang

ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri) maupun reaksi


psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual muntah, dan kelemahan

otot)
h. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan dengan
memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain.
i. Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan psikiater

j. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan dan


kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi

4. Peran perawat dalam fase post impact


a. Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, sosial, dan psikologis
korban.
b. Selama masa perbaikan perawat membantu masyarakat untuk kembali pada
kehidupan normal.
c. Beberapa penyakit dan kondisi fisik mungkin memerlukan jangka waktu yang lama
untuk normal kembali bahkan terdapat keadaan dimana kecacatan terjadi
BAB III
PEMBAHASAN

A. Manajemen Bencana pada Bencana Tsunami


1. Pra Bencana Tsunami (pre impact)
a. Pencegahan
Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan
ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna.
Bencana alam tsunami bisa menimbulkan korban lebih banyak dibandingkan
gempa, hal ini karena tsunami terjadi setelah adanya gempa sehingga korban dan
kerugian harga benda dapat berlipat ganda. Berbagai cara yang dapat dilakukan
untuk mengurangi jatuhnya korban akibat bencana tsunami adalah sebagai
berikut:
a) Perlindungan Garis Pantai
Perlindungan garis pantai dilakukan dengan cara sebagai berikut:
(1) Penetapan peraturan tentang pembangunan wilayah pantai.
(2) Membangun tembok- tembok penahan dan pemecah air laut.
(3) Melestarikan hutan mangrove, menanamnya di pesisir dengan baik, dan

tidak menebang sembarangan, atau tidak mengubah lahan mangrove


menjadi tambak.
(4) Tidak mencemari sungai dengan limbah karena akan merusak laut.
b) Sistem Peringatan Dini
Sistem peringatan dini perlu dibangun untuk mendeteksi, menentukan
lokasi, dan besaran potensi tsunami yang muncul sebagai akibat gempa bumi atau
getaran-getaran lainnya. Sistem ini selanjutnya memberikan informasi dan
peringatan kepada pihak-pihak yang terkait dan kemudian kepada penanggung
jawab di tingkat lapangan atau masyarakat yang mungkin terkena bencana.
Informasi ini disebarluaskan lewat radio dan televisi.
(1) Struktur Pantai (Coastal Structures)
(2) Penatataan Wilayah (City Planning)
(3) Sistem yang terpadu (Tsunami Prevention System)

c) Pendidikan dan Pembelajaran


Mempelajari dan memahami tsunami, baik penyebab, tanda-tanda,
maupun sifat tsunami, dapat dilakukan dengan penyuluhan terhadap warga
melalui pertemuan RT, mencari, memperoleh, dan berbagi informasi dari berbagai
sumber, termasuk kisah korban tsunami, buku, media elektronik, dan lain-lain.

d) Kemitraan
Menjalin kemitraan dengan pihak-pihak dalam dan luar negeri yang dapat
memberikan bantuan jika terjadi bencana tsunami.

e) Pemetaan kawasan rawan dan tempat evakuasi


Memetakan daerah yang paling rawan serta daerah yang layak untuk
menjadi tempat evakuasi dan rute penyelamatan jika terjadi bencana.

f) Penyiapan posko bencana


Posko (pos komando) harus selalu ada dan siap, terutama di daerah yang
rawan bencana tsunami. Tim satgas dan tim kesehatan harus selalu siap di posko
yang telah disediakan. Dalam posko harus disiapkan peralatan yang dibutuhkan
dalam kondisi darurat.
g) Satgas penanganan bencana
Satgas terdiri atas unsur-unsur perangkat desa/ kelurahan, tentara, polisi,
dan relawan dari masyarakat yang berpengalaman dalam menangani bencana.

b. Mitigasi
Mitigasi didefinisikan sebagai upaya yang ditujukan untuk mengurangi
dampak dari bencana, Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Ada empat hal penting dalam mitigasi bencana, yaitu:
1) Tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis
bencana.
2) Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat
dalam
menghadapi bencana, karena bermukim di daerah rawan bencana.
3) Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui
cara
penyelamatan diri jika bencana timbul, dan

4) Pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi


ancaman bencana.

Oleh kerena itu mitigasi mencakup semua langkah yang diambil untuk
mengurangi skala bencana di masa mendatang, baik efek maupun kondisi rentan
terhadap bahaya itu sendiri. Oleh karena itu kegiatan mitigasi lebih difokuskan
pada bahaya itu sendiri atau unsur-unsur terkena ancaman tersebut. Mitigasi
bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian bahaya,
peringatan dan persiapan.
1) Penilaian bahaya (hazard assestment); diperlukan untuk
mengidentifikasi populasi dan aset yang terancam, serta tingkat ancaman.
Penilaian ini memerlukan pengetahuan tentang karakteristik sumber
bencana, probabilitas kejadian bencana, serta data kejadian bencana di
masa lalu. Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi Bencana yang sangat
penting untuk merancang kedua unsur mitigasi lainnya
2) Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan
kepada masyarakat tentang bencana yang akan mengancam (seperti bahaya
tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi, aliran lahar akibat letusan
gunung berapi, dsb). Sistem peringatan didasarkan pada data bencana yang
terjadi sebagai peringatan dini serta menggunakan berbagai saluran
komunikasi untuk memberikan pesan kepada pihak yang berwenang
maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana yang akan mengancam
harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya.
3) Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada
unsur mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang
membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkena
bencana dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui
kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi
telah aman.

Ada beberapa pentahapan dalam pelaksanaan pencegahan dan mitigasi bencana


antara lain:

1) Menerbitkan peta wilayah rawan bencana


2) Memasang rambu-rambu peringatan bahaya dan larangan di wilayah rawan
bencana. Atau memasang sunami Early Warning System (TEWS). TEWS
adalah upaya untuk mitigasi bencana tsunami. Hal sederhana yang dapat
dilakukan untuk memberi peringatan dini bagi penduduk yang berada di
sekitar kota/pantai yang memiliki potensi tsunami adalah memberi peringatan
melalui sirene atau televisi/radio lokal yang dapat dengan segera
mensosialisasikan akan terjadinya Tsunami.
3) Mengembangkan sumber daya manusia satuan pelaksana.
4) Mengadakan penyuluhan untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat
5) Membuat bangunan yang berguna untuk mengurangi dampak bencana.
6) Membentuk pos-pos siaga bencana.
7) Mengadakan pelatihan penanggulangan bencana kepada warga.
8) Mengevakuasi masyarakat ke tempat yang lebih aman.

c. kesiapsiagaan
kesiapsiagaan yaitu Upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana,
melalui pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Persiapan adalah salah satu tugas utama dalam disaster managemen, karena
pencegahan dan mitigasi tidak dapat menghilangkan vulnerability maupun bencana
secara tuntas

hal-hal berikut untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi tsunami :

 Ketahui tanda-tanda sebelum tsunami terjadi, terutama setelah gempabumi (intensitas


gempabumi lama dan terasa kuat, air laut surut, bunyi gemuruh dari tengah lautan).
 Memantau informasi dari berbagai media resmi mengenai potensi tsunami setelah
gempabumi terjadi.
 Mengetahui tingkat kerawanan tempat tinggal akan bahaya tsunami dan jalur evakuasi
tercepat ke dataran yang lebih tinggi.
 keluarga yang sudah berusia lanjut sebaiknya menempati kamar terluar yang paling dekat
dengan pintu keluar rumah. Hal ini agar proses evakuasi bencana dapat dilakukan dengan
lebih cepat dan mudah.
 agar lebih siap menghadapi tsunami, kita perlu menyiapkan tas evakuasi yang berisi
perlengkapan bertahan hidup di kondisi darurat. Isi tas itu di antaranya pakaian, makanan,
minuman, kotak obat, dan lain-lain

 masyarakat juga perlu membuat rambu-rambu penunjuk arah menuju tempat evakuasi
sementara. Palang Merah Indonesia (PMI) juga bisa menyebarkan peta evakuasi karena
tidak semua bangunan dapat menahan terjangan gelombang tsunami.

2. Impact
a. Triase
Triase dilakukan untuk mengidentifikasi secara cepat korban yang membutuhkan
stabilisasi segera (perawatan di lapangan) dan mengidentifikasi korban yang hanya dapat
diselamatkan dengan pembedahan darurat (life-saving surgery). Dalam aktivitasnya, digunakan
kartu merah, hijau dan hitam sebagai kode identifikasi korban, seperti berikut.

1. Merah, sebagai penanda korban yang membutuhkan stabilisasi segera dan


korban yang mengalami:
▪ Syok oleh berbagai kausa
▪ Gangguan pernapasan
▪ Trauma kepala dengan pupil anisokor
▪ Perdarahan eksternal massif
Pemberian perawatan lapangan intensif ditujukan bagi korban yang
mempunyai kemungkinan hidup lebih besar, sehingga setelah perawatan di
lapangan ini penderita lebih dapat mentoleransi proses pemindahan ke Rumah
Sakit, dan lebih siap untuk menerima perawatan yang lebih invasif. Triase ini
korban dapat dikategorisasikan kembali dari status “merah” menjadi “kuning”
(misalnya korban dengan tension pneumothorax yang telah dipasang drain
thoraks (WSD).
2. Kuning, sebagai penanda korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi
perawatan dapat ditunda sementara. Termasuk dalam kategori ini:
▪ Korban dengan risiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma
abdomen) ▪ Fraktur multipel
▪ Fraktur femur / pelvis
▪ Luka bakar luas
▪ Gangguan kesadaran / trauma kepala
▪ Korban dengan status yang tidak jelas
Semua korban dalam kategori ini harus diberikan infus, pengawasan ketat
terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi, dan diberikan perawatan
sesegera mungkin.
3. Hijau, sebagai penanda kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan
atau pemberian pengobatan dapat ditunda, mencakup korban yang mengalami:
▪ Fraktur minor
▪ Luka minor, luka bakar minor
▪ Korban dalam kategori ini, setelah pembalutan luka dan atau pemasangan
bidai dapat dipindahkan pada akhir operasi lapangan.
▪ Korban dengan prognosis infaust, jika masih hidup pada akhir operasi
lapangan, juga akan dipindahkan ke fasilitas kesehatan.

4. Hitam, sebagai penanda korban yang telah meninggal dunia. Triase lapangan
dilakukan pada tiga kondisi:

1. Triase di tempat (triase satu)


Triase di Tempat Triase di tempat dilakukan di “tempat korban ditemukan”
atau pada tempat penampungan yang dilakukan oleh tim Pertolongan Pertama
atau Tenaga Medis Gawat Darurat. Triase di tempat mencakup pemeriksaan,
klasifikasi, pemberian tanda dan pemindahan korban ke pos medis lanjutan.
2. Triase medik (triase dua)
Triase Medik Triase ini dilakukan saat korban memasuki pos medis lanjutan
oleh tenaga medis yang berpengalaman (sebaiknya dipilih dari dokter yang
bekerja di Unit Gawat Darurat, kemudian ahli anestesi dan terakhir oleh dokter
bedah). Tujuan triase medik adalah menentukan tingkat perawatan yang
dibutuhkan oleh korban.
3. Triase evakuasi (triase tiga)
Triase ini ditujukan pada korban yang dapat dipindahkan ke Rumah Sakit yang
telah siap menerima korban bencana massal. Jika pos medis lanjutan dapat
berfungsi efektif, jumlah korban dalam status “merah” akan berkurang, dan
akan diperlukan pengelompokan korban kembali sebelum evakuasi
dilaksanakan.Tenaga medis di pos medis lanjutan dengan berkonsultasi dengan
Pos Komando dan Rumah Sakit tujuan berdasarkan kondisi korban akan
membuat keputusan korban mana yang harus dipindahkan terlebih dahulu,
Rumah Sakit tujuan, jenis kendaraan dan pengawalan yang akan dipergunakan.
b. Tanggap darurat

Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera
pada saat kejadian bencana, untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, dan lain-lain. Kegiatan yang dilakukan pada tanggap darurat yaitu:

1. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi,kerusakan,kerugian, dan sumber


daya
2. Penentuan status keadaan darurat bencana
3. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana
4. Perlindungan terhadap kelompok rentan.

Konsep “3 Langkah Tanggap Tsunami” disusun dengan bekerjasama dengan sebuah


agensi komunikasi. Konsepnya didasarkan pada pendekatan 3 langkah tentang bagaimana
bereaksi terhadap suatu ancaman tsunami dengan menjelaskan prosedur gempabumi, peringatan,
dan evakuasi yang sifatnya dasar. Pesan “Tanggap Gempa” meningkatkan kesadaran akan
kemungkinan bahwa gempabumi yang kuat atau yang berlangsung lama bisa diikuti oleh
tsunami. Karenanya, dalam situasi seperti itu, masyarakat disarankan untuk menjauhi pantai dan
tepi sungai dan mencari informasi lebih jauh. ”Tanggap Peringatan” memberi informasi bahwa
peringatan tsunami dari BMKG dapat diakses melalui media publik dan bagaimana membacanya
dengan benar. Bagian ini juga menjelaskan tentang tiga tingkat peringatan dan apa reaksi yang
diharapkan untuk setiap tingkatan. Juga ditekankan bahwa masyarakat harus menyimak
pengumuman-pengumuman dan bahwa bunyi sirine berarti perintah untuk evakuasi segera.
Pesan ”Tanggap Evakuasi” mengingatkan masyarakat di daerah pesisir untuk segera
meninggalkan tempat begitu mengalami gempabumi yang kuat atau berlangsung lama. Pesan ini
juga memberikan informasi dasar tentang prosedur umum evakuasi.

3. Post Impact
Sejak akhir abad kesembilan belas, tim survei pasca tsunami telah mengumpulkan data
ketinggian air (misalnya genangan maksimum, runup, kedalaman aliran) serta jenis data lainnya,
termasuk efek geologis dan sosio-ekonomi. Pusat Informasi Lingkungan Nasional (NCEI)
NOAA dan Layanan Data Dunia (WDS) untuk Geofisika yang terletak di lokasi yang sama
menyediakan manajemen data dan akses ke data tsunami global. Database Tsunami Historis
Global NCEI mencakup informasi tentang lebih dari 2200 sumber tsunami dan lebih dari 26.000
titik runup. Database tsunami telah diadaptasi untuk menangkap kemajuan metode pengumpulan
dan distribusi data survei pasca tsunami. Tim Survei Tsunami Internasional (ITST) pertama,
yang melakukan survei dampak tsunami Nikaragua 02 September 1992, mendorong formalisasi
standar dan pedoman untuk survei pasca-tsunami. Data survei pasca tsunami yang dianalisis
memberikan kontribusi yang signifikan, secara kualitas dan kuantitas, bagi database runup.
Peristiwa 26 Desember 2004 Indonesia dan 11 Maret 2011 Jepang saja menyumbang lebih dari
25% dari total jumlah titik runup dalam database. Lebih lanjut, analisis tersebut menunjukkan
bahwa data survei pasca tsunami menangkap representasi tsunami yang lebih lengkap yang
didokumentasikan, bukan hanya pengukuran runup tertinggi. Kisaran ketinggian run-up survei
pasca tsunami untuk berbagai kejadian, dalam database tsunami NCEI / WDS, menyediakan
kumpulan data tsunami historis yang lebih andal untuk menguji model tsunami. Studi ini juga
memberikan pemahaman kepada pembaca tentang evolusi database tsunami, khususnya
mengenai kebutuhan yang sedang berlangsung untuk beradaptasi dengan kemajuan dan standar
ilmiah yang muncul.

Apa yang dilakukan pada saat Awas tsunami!


Yang harus Anda lakukan:
a. Segera hidupkan radio anda, atau televisi jika ada, untuk mendapatkan kabar
terkini mengenai informasi tanggap darurat. Peralatan deteksi tsunami
biasanya diletakkan di tepi pantai. Ingat, gempa bisa menjadi satu-satunya
peringatan dini sebelum tsunami mencapai garis pantai.
b. Periksa persediaan tanggap bencana anda. Persediaan mungkin saja harus
dibuang atau diganti.
c. Kumpulkan anggota keluarga dan tinjau rencana evakuasi. Yakinkan bahwa
semua orang mengetahui segala potensi bahaya dan jalan untuk mencapai
wilayah yang lebih aman.
d. Terlebih dahulu mengungsikan anggota keluarga dengan perhatian khusus
(anak-anak, orang sudah tua, atau orang cacat) pantas dipertimbangkan.

Apa yang dilakukan ketika peringatan bahaya tsunami!


Yang harus Anda lakukan:
a. Segera hidupkan radio atau televisi untuk mendapatkan informasi
terkini evakuasi.
b. Ikuti instruksi-instruksi yang diberikan pemerintah lokal. Mungkin
saja rute evakuasi yang direkomendasikan berbeda dengan apa
yang anda rencanakan, atau bisa saja anda disuruh untuk segera
menuju tempat lebih tinggi. Ingatlah, pemerintah hanya akan
mengumumkan peringatan bahaya tsunami! jika mereka
mempercayai bahaya tsunami sudah mengancam.
c. Jika anda mendengarkan peringatan bahaya tsunami! resmi atau
mendeteksi tanda-tanda tsunami, segera lakukan evakuasi.
Peringatan bahaya tsunami diumumkan jika pemerintah yakin
bahaya sudah nyata, dan mungkin saja waktu sangat sedikit untuk
menyelamatkan diri.
d. Bawa cadangan persediaan bencana anda. Persediaan cadangan
tersebut akan membuat anda lebih nyaman selama evakuasi.
e. Pergi sejauh mungkin ke arah dataran yang lebih tinggi. Anda harus
menyadari, ada keterbatasan pemerintah untuk secara pasti
memprediksi tinggi gelombang atau efek lokal dari tsunami.
Menonoton tsunami dari pantai atau tebing sangat berisiko. Ingat,
jika anda bisa melihat gelombang tsunami, maka sebenarnya anda
terlalu dekat dan akan sangat sulit untuk menyelamatkan diri.
f. Anda bisa kembali ke rumah hanya jika petugas mengumumkan
sudah aman. Tsunami bisa terdiri dari beberapa gelombang terus-
menerus dalam beberapa jam. Jangan pernah berpikir bahwa
setelah satu gelombang tsunami, bahaya sudah berakhir.
Gelombang berikutnya mungkin lebih berbahaya. Dalam beberapa
kasus, ada orang yang selamat dari gelombang pertama dan
kembali ke rumah atau ke tempat bisnisnya hanya untuk kemudian
menjadi korban akibat gelombang ganas tsunami yang datang
kemudian.
Apa yang dilakukan Jika Mengalami Gempa Kuat di Pantai.

Jika anda di pantai dan merasakan sebuah gempa yang berakhir setelah 20 detik atau lebih
panjang, anda sebaiknya:

a. Ikuti prosedur: Berlutut, Lindungi, pegang erat. Pertama sekali,


anda harus melindungi diri sendiri dari bahaya gempa.
b. Jika goyangan berhenti, kumpulkan semua anggota keluarga dan
segera menuju tempat yang lebih tinggi jauh ke arah daratan.
Tsunami bisa datang dalam hitungan menit.
c. Hindarkan kabel-kabel listrik yang rubuh. Jauhkan diri dari
bangunan-bangunan dan jembatan yang bergoyang selama gempa
agar terhindar tertimpa benda-benda berat atau pecah belah,.
d. Cari informasi dari petugas-petugas tanggap darurat daerah mana
saja yang sudah terkena tsunami atau mungkin akan terjadi
tsunami. Hubungi kantor tanggap darurat, BMKG, Palang Merah,
atau organisasi yang bisa dipercaya untuk mendapatkan informasi
tersebut.
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan
Dari uraian makalah di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Tsunami adalah gelombang laut yang disebabkan oleh gempa bumi, tanah longsor
atau letusan gunung berapi yang terjadi di laut.
2. Terjadinya Tsunami diakibatkan oleh adanya gangguan yang menyebabkan
perpindahan sejumlah besar air meluap ke daratan, seperti letusan gunung api,
gempa bumi, longsor maupun meteor  yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami
adalah akibat gempa bumi bawah laut.
3. Dampak Tsunami sebagian besar mengakibatkan kerusakan parah dan banyak
menelan korban jiwa dan harta benda sehingga perlu adanya upaya untuk
menghadapi tsunami baik dalam keadaan waspada,persiapan,saat terjadi tsunami
dan setelah terjadi tsunami.

B. Saran
Untuk mengantisipasi datangnya tsunami yang sampai saat ini belum bisa
diprediksikan dengan tepat kapan dan dimana akan terjadi maka dapat dilakukan
beberapa langkah sebagai berikut :
1. Selalu waspada dan memantau dengan aktif informasi tentang bahaya tsunami
dari pihak yang berwenang terhadap adanya potensi tsunami terutama penduduk
yang bermukim didekat pantai.
2. Menentukan tempat-tempat berlindung yang tinggi dan aman jika terjadi tsunami.
3. Menyediakan persediaan makanan dan air minum untuk keperluan darurat dan
pengungsian.
4. Menyiapkan tas ransel yang berisi (atau dapat diisi) barang-barang yang sangat
dibutuhkan di tempat pengungsian seperti perlengkapan P3K atau obat-obatan.
DAFTAR PUSTAKA

Efendi, F & Makfudli. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas: Teori dan praktik dalam
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
National Academy of Science. (2007). Successful response starts with a map: improving
geospatial support for disaster management. Washington: NAP.
Syamsidik dkk, 2013. Analisis pendahuluan penanggulangan bencana tsunami Indonesia, net /
wp- content/ uploads/2013/10/12-makalh-naskah-akademi-banjir-bandang-pdf. 29 Oktober
2013. Mataram.

http://www.bmg.go.id/mekanisme_tsunami. Diakses Oktober 2013

http://www.wikipedia.com/tsunami. Diakses Oktober 2013

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.kemkes.go.id/download.php%3Ffile
%3Ddownload/penanganan
krisis/buku_pedoman_teknis_pkk_ab.pdf&ved=2ahUKEwju5vm7yYPtAhWPV30KHU6ICOUQ
FjAEegQIDBAB&usg=AOvVaw3G_fxzo8xlIc54TXPw7oAH

Anda mungkin juga menyukai