Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KEPERAWATAN BENCANA

OLEH KELOMPOK 4

A11-A

1. ARI CENDANI PRABAWATI 17.321.2658

2. GDE DIPTA DHIATMIKA 17.321.2663

3. I KETUT RAJENDRA PADMA AGET WINATA 17.321.2670

5. NI KADEK ERNI WIDJAYANTI 17.321.2683

6. NI KETUT YULIANA 17.321.2686

7. NI MADE AYU PRIYASTINI 17.321.2695

8. NI PUTU AYU WISMAYA DEWI 17.321.2698

9. NI PUTU MERRY TASIA SURYAWAN 17.321.2702

10. NI WAYAN YUNA PRATIWI 17.321.2705

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES WIRA MEDIKA BALI

TAHUN AJARAN 2020


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, atas rahmat dan hidayahnya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Penanggulangan Bencana di
Berbagai Area” .

Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapat bantuan yang tak terhingga besarnya
baik berupa moril maupun materil dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak
langsung, sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Untuk itu
penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas bantuan yang telah diberikan.
Semoga segala bimbingan yang diberikan mendapat amal kebajikan dan mendapat imbalan yang
berlipat ganda dari Ida Sang Hyang WidhiWasa.

Mengingat kemampuan yang terbatas, penulis menyadari bahwa Makalah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengucapkan maaf dan
mengharapkan masukan-masukan dari pembaca agar makalah ini dapat disempurnakan dimasa
mendatang. Mudah-mudahan Makalah ini dapat memberikan manfaat sebagaimana yang
diharapkan.

Denpasar,16 November 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata pengantar .......................................................................................... 2


Daftar Isi .................................................................................................... 3

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 4
1.3 Tujuan ............................................................................................ 4
1.4 Manfaat……………………………………………………………...5

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Perawatan untuk populasi rentan
(lansia, wanita hamil, anak-anak, orang
dengan penyakit kronis, disabilitas, sakit mental ............................. 6

2.2 Perlindungan dan Perawatan bagi Petugas dan Caregiver .............. 11

BAB 3 PENUTUP
3.1 Simpulan ..................................................................................... 13
3.2 Saran ........................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bencana adalah masalah global dengan dampak yang sulit diprediksi. Siapa saja dapat
menjadi korban saat kejadian bencana, namun terdapat individu atau kelompok-kelompok
tertebtu yang memiliki resiko yang lebih besar atau rentan saat kejadian bencana atau pasca
bencana yang dapat disebabkan karena usia, jenis kelamin, kondisi fisik dan kesehatan atau
karena kemiskinan. Oleh karena itu petugas kesehatan yang terlibat dalam penanganan
bencana perlu mengidentifikasi kelompok-kelompok rentan ini sebelum kejadian bencana,
termasuk mekibatkan mereka sejak tahap kesiap-sigaan bencana dan mengidentifikasi
sumber daya yang dibutuhkan untuk mengurangi dampak jangka pendek maupun jangka
panjang bencana pada kelompok tersebut.
Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk
mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.
Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai
dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif (pencegahan) maupun dalam bentuk
yang bersifat represif (pemaksaan), baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam
rangka menegakkan peraturan hukum.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun Rumusan Masalah dari makalah ini yaitu :
1. Bagaimana perawatan untuk populasi rentan (lansia, wanita hamil, anak-anak, orang
dengan penyakit kronis, disabilitas, sakit mental) pada Keperawatan bencana ?
2. Bagaimana perlindungan dan perawatan bagi petugas dan caregiver ?

1.3 Tujuan
Adapun Tujuan dari makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui perawatan untuk populasi rentan (lansia, wanita hamil, anak-anak,
orang dengan penyakit kronis, disabilitas, sakit mental) pada Keperawatan bencana.
2. Untuk mengetahui perlindungan dan perawatan bagi petugas dan caregiver.
4
1.4 Manfaat
Mendemonstrasikan perencanaan penanggulangan bencana di berbagai area (pelayanan
kesehatan dan non pelayanan kesehatan) dengan pendeketan interdisiplin.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perawatan untuk Populasi Rentan


Kelompok-kelompok rentan rentan saat bencana diantaranya: lanjut usia, wanita hamil,
atau menyusui, anak-anak dan bayi,orang-orang dengan penyakit kronis, kecacatan dan
ganguan metal. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP Nomor 21 th 2008,
tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana) terdapat pasal tentang pelindungan
kepada kelompok rentan, dimana pemerintah dan lembaga terkait harus memberikan
prioritas pelayanan penyelamatan, evakuasi, pengamanan pelayanan kesehatan dan
psikososial. Bab ini akan membahas lebih jauh kelompok rentan dalam menghadapi
bencana.
2.1.1 Lanjut Usia
Lanjut usia(lansia) merupakan salah satu kelompok rentan baik pada saat kejadian
bencana maupun pasca bencana bencana yang disebabkan karena salah satu atau
kombinasi dari factor-faktor keterbatasan fisikm ketebatasan funsional, karakteristik
sosiodemografi dan psikososial dan atau menderita penyakit kronis sehingga
membutuhkan lebih banyak bantuan. Selain itu, dalan situasi kegawatdaruratan, lansia
mengabaikan peringatan bencana dan enggan meninggalkan rumah mereka. Di
Amerika Serikat, sebagian besar korban kematian akibat Badai Katrina tahun 2005
dialami oleh lansia. Di kota Lousiana and New Orleans, lebih dari 70% korban yang
meninggal berusia lebih dari 60 tahun.
Setelah kejadian bencana, alnsia mudah mengalami penurunan kesadaran
akibat kurang nutrisi, suhu yang ekstrim, terpapar terhadapnsumber infeksi di
pengungsian, keterbatasan bantuan kebutuhan medis dan stress emosional. Hull (2007)
melaporkan sekitar 1300 lansia yang hidup mandiri sebelumnya harus tinggal di panti
jompo karena mengalami komplikasi penyakit kronis setelah Bencana Badai Katrina
Tahun 2005. Oleh karena itu, lansia memerlukan perhatian dan dukungan khusus dari
petugas kesehatan untuk mencegah kondisi yang lebih parah pasca bencana. Kegiatab
yang dapat dilakukan.

6
1. Buat disaster plans di rumah yang disosialisasikan kepada seluruh anggota keluarga
sehingga keluarga dapar memberikan dukungan yang sesuai saat bencana terjadi.
2. Pemberian nutrusu adekuat sesuai dengan kebutuhab lansia dab penyakit yang
dideritanya.
3. Pemeriksaan kesehatan untuk mencegah penyakit penyerta yang dapat timbul karena
penurunan daya tahan tubuh lansia.
4. Libatkan petugas konseling untuk mencegah, mengdentifikasi, mengurangi resiko
kejadian depresi pasca bencana.
2.2.2 Wanita Hamil dan Menyusui
Wanita khususnya wanita hamil sangat rentan saat bencana karena keterbatasan
fisik yang dialami sehingga kesulitan untuk menyelamatkan diri dalam situasi
darurat. Survey yang dilakukan oleh Nishikikori et al. (2006) yang bertujuan untuk
menggambarkan kematian dan factor resikonya akibat bencan Tsubami 2004 di
Wilayah Pantai Timur Srilanka menemukan jumlah kematian pada wanita dua kali
lebih besar dibandungka laki-laki. Kondisi hamil juga menyebabkan wanita rentan
pada saat proses evakuasi karena ancaman keguguran atau kelahiran premature,
pendarahan serta pelepasan dini plasenta sehingga perlu dilakukan secara cepat dan
tepat serta perlu disediakan alat untuk pertolongan persalinan darurat.
Pada saat bencana pemeriksaan rutin pada wantia hamil harus tetap dilakukan
oleh petugas kesehatan untuk mengidentifikasi awal resiki yang dapat terjadi akibat
dari stress fisk dan psikologis yang dialami. Kegitan yang dapat dilakukan.
1. Buat disaster plans di rumah yang disosialisasikan kepada seluruh anggota keluarga
sehingga keluarga dapat memberikan dukungan yang sesuai saat bencana terjadi
2. Pemberian nutrisi adekuat sesuai dengan kebutuhan ibu hamil dan menyusui.
3. Libatkan petugas konseling untuk mencegah, mengidentifikasi, mengurangi resiko
kelanjutab depresi pasca bencana.
2.2.3 Anak-Anak
Anak-anak sering menjadi korban pada semua jenis bencana. Lebih lanjut lagi
ketersedian sumber daya, alat, dan bahan yang sesuai dengan kebutuhan anak yang
menjadi korban bencana sering diabaikan pada tahap kesiap-siagaan bencana.
Diperkirakan sekitar 70% dari total kematian akibat bencana dialami oleh anak-

7
anak baik bencana alam maupun vencana akibat perbuatan manusia. Lebih
tepatnyadari 30% korban bencana Tsunami tahun 2004 di Wilayah Pantai Timur
Srilanka adalah anak-anak.
Anak-anak juga retan terpisah dari orang tua atau keluarga mereka pada saat
bencana. Pada saat kejadian Badai Katrina di Amerika Serikat, banyak anak-anak
yang tiba ditempat pengungsian setelah dievakuasi dari New Orleans mengalami
trauma psikilogis karena terpisah dengan keluarga mereka. Akubat bencan
Tsunami di Aceh tahun 2004, sekitar 35.000 anak Indonesia kehilangan satu ata
kedua orang tuanya. Selain itu, terdapat juga laporan adanya perdagangan anak
(Chil trafficking) yang dialami oleh anak-anak yang kehilangan orang tua/wali.
Anak-anak rentan mengalami masalah kesehatan jangka pendek dan jangka
panjang karena keterbatasan fisik, imunitas, kondisi psikososial dan kurangnya
kemampuan untuk mengidentifikasi dan melindungi diri dari bahaya yang
dipengaruhi oleh tahap perkembangan serta kemampuan komunikasinya. Oleh
karena itu, petugas kesehatan bencana perlu lebih tanggap dala mengidentifikasi
dini masalah-masalah kesehatan fisik dan psikososial yang dialami oleh anak,
serta mampu merancang intervensi-intervensi yang dapat menurunkan resiko-
resiko yang dapat terjadi pada anak intra dan pasca bencana misalnya dengan
melakukan pemeriksaan kesehatan serta berkala, melakukan terapi kelompok
bermain, dan lain-lain.
Kegiatan yang dapat dilakukan dalam mempersiapkan anak-anak siap
bencana.
1. Libatkan anak-anak dalam latihan kesiapan bencana di institusi pendidikan usia
dini dan sekolah dasar.
2. Siapkan fasilitas kesehatan yang khusus untuk bayi dan anak pada saat bencana.
3. Pertolongan sesuai dengan permasalahan fisik dan aspek tumbuh kembangnya.
4. Upayakan saat evakuasi trasportasi dalam memberi pelayanan fasilitas kesehatan,
hindari memisahkan abak dari orang tua, keluarga, atau wali.
5. Lakukan healing proses dan healing terapi untuk menurunkan memori yang
negative akibat bencana

8
2.2.4 Penderita Penyakit Kronis
Penderita penyakit kronis menjadi salah satu kelompok rentan saat
kejadian bencana karena keterbatasan atau kelemahan fisik yang dialami. Kondisi
kronis tersebut mungkin ada yang mudah didefinisikan misalnya penderita yang
menggunakan alat bantu napas (ventilator) atau kursi roda, sehingga memerlukan
metode, bantuan yang lebih besar dan alat evakuasi khusus pada saat bencana
terjadi. Namun, ada juga penderita penyakit kronis yang tidak tampak secara
kasat mata contohnya penderita gagal ginjal stadium awal atau diabetes, dimana
untuk penderita ini akan rentan mengalami masalah jangka panjang pasca bencana
sehubungan dengan ketersediaan kebutuhan obat, insulin atau alat misalnya
oksigen atau mesin hemodialosa.
2.2.5 Orang - orang Dengan Keterbatasan Fisik/Cacat
Orang cacat, karena keterbatasan fisik yang mereka alami berisiko sangat
rentan saat terjadi bencana, namun mereka sering mengalami diskriminasi di
masyarakat dan tidak dilibatkan pada semua level kesiapsiagaan, mitigasi dan
intervensi penanganan bencana. Bencana yang terjadi dalam skala besar
menyebabkan orang-orang dengan keterbatasan fisik kesulitan dan tidak berdaya
sehingga memerlukan bantuan evakuasi dalam waktu yang cukup lama. Pada saat
terjadi bencana kebakaran di California tahun 2003, banyak individu-individu
cacat pendengaran tidak memahami level bahaya bencana tersebut karena
kurangnya informasi yang bisa mereka fahami. Orang-orang dengan gangguan
penglihatan mungkin tidak akan memperoleh informasi yang adekuat melalui
layar televisi, transportasi yang dapat diakses untuk mengevakuasi orang-orang
yang menggunakan kursi roda mungkin tidak tersedia pada saat bencana akan
terjadi, dan kemungkinan selama proses triase, beberapa petugas kesehatan
menentukan level triase yang lebih rendah untuk korban dengan kecacatan karena
merawat mereka lebih sulit.
Pasca bencana, bantuan pemerintah mungkin tidak adekuat sesuai dengan
kebutuhan individu-individu dengan keterbatasan fisik dan berhenti terlalu cepat.
Tantangan lainnya adalah orang-orang dwngan keterbatasan fisik mungkin juga
kesulitan untuk memperoleh tempat tinggal yang aman, layanan kesehatan,

9
sekolah yang memfasilitasi kondisi mereka dan pekerjaan yang layak karena telah
rusak akibat bencana. Petugas penanganan bencana yang tergabung dalam
multidisiplin harus memastikan pertolongan jangka panjang untuk orang-orang
dengan keterbatasan fisik adekuat dan dapat mengembalikan tingkat kemandirian
mereka sebagaimana sebelum kejadian bencana. Selain itu, upaya mitigasi dengan
mempertimbangkan kebutuhan orang-orang dengan keterbatasan fisik perlu
diupayakan misalnya: akses rumah pengungsian yang lebih mudah dijangkau
untuk orang-orang dengan kursi roda, serta informasi-informasi yang dapet
diakses oleh orang-orang dengan gangguan penglihatan dan pendengaran.
2.2.6 Penderita Gangguan Mental
Penderita gangguan mental sering terabaikan pada saat situasi
kegawatdaruratan atau bencana, baik yang hidup ditengah masyarakat ataupun
yang dirawat di institusi pelayanan. Proses evakuasi mungkin menjadi kacau dan
sulit untuk diarahkan oleh petugas bencana yang tidak tahu atau kurang
memahami kondisi mereka. Individu dengan gangguan mental ringan atau sedang
mungkin datang ke fasilitas pelayanan kesehatan atau pelayanan darurat dengan
keluhan somatik, sedangkan individu dengan gangguan mental berat munkin
tidak mencari bantuan sama sekali karena kondisi isolasi sosial, depresi, stigma,
dan lain-lain. Tempat pengungsian juga mungkin tidak mau menerima mereka
dan kurang sesuai dengan kebutuhan psikologis mereka. Mereka mungkin juga
menerima perlakuan yang kasar jika mereka tidak mau mengikuti arahan. Tanpa
perencanaan yang layak yang dapat mengantisipasi dan mengakomodasi
kebutuhan individu-individu dengan gangguan mental, kelompok ini akan
senantiasa menjadi korban yang paling menderita dan kurang mendapat perhatian
pada saat dan setelah kejadian bencana.

10
2.2 Perlindungan dan Perawatan bagi Petugas dan Caregiver
Istilah perlindungan hukum, yakni Perlindungan hukum bisa berarti perlindungan yang
diberikan terhadap hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan tidak cederai oleh aparat
penegak hukum dan juga bisa berarti perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap
sesuatu. Hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Dengan
demikian hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh
karena itu terdapat banyak macam perlindungan hukum. Secara umum perlindungan hukum
diberikan kepada subjek hukum ketika subjek hukum yang bersangkutan bersinggungan
dengan peristiwa hukum.
Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk
mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.
Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai
dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif (pencegahan) maupun dalam bentuk
yang bersifat represif (pemaksaan), baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam
rangka menegakkan peraturan hukum.
Dalam Penelitian yang ditulis oleh M. Fakih, S.H., M.S, di Fakultas Hukum UGM, yang
berjudul “Aspek Keperdataan Dalam Pelaksanaan Tugas Tenaga Keperawatan Di Bidang
Pelayanan Kesehatan Di Propinsi Lampung". Dalam pernyataaanya menyebutkan bahwa
“Mengingat perawat sebagai tenaga kesehatan terdepan dalam pelayanan kesehatan di
masyarakat, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor
HK.02/Menkes/148/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat.
Pasal 8 ayat (3) Permenkes menyebutkan praktik keperawatan meliputi pelaksanaan
asuhan keperawatan, pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan
masyarakat dan pelaksanaan tindakan keperawatan komplementer. dari pasal tersebut
menunjukkan aktivitas perawat dilaksanakan secara mandiri (independent) berdasar pada
ilmu dan asuhan keperawatan, dimana tugas utama adalah merawat (care) dengan cara
memberikan asuhan keperawatan (nurturing) untuk memuaskan kebutuhan fisiologis dan
psikologis pasien.
Hingga saat ini perjanjian keperawatan atau informed consent keperawatan belum diatur
secara tertulis dan baru mengatur informed consent tindakan kedokteran sebagaimana diatur
dalam Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008. Sehingga tindakan medik yang dilakukan

11
perawat pada prinsipnya berdasar delegasi secara tertulis dari dokter. Kecuali dalam keadaan
darurat, perawat diizinkan melakukan tindakan medik tanpa delegasi dokter sesuai Pasal 10
ayat (1) Permenkes No. HK. 02.02/Menkes/148/2010

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Kelompok-kelompok rentan rentan saat bencana diantaranya: lanjut usia, wanita hamil,
atau menyusui, anak-anak dan bayi,orang-orang dengan penyakit kronis, kecacatan dan
ganguan metal. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP Nomor 21 th 2008,
tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana) terdapat pasal tentang pelindungan
kepada kelompok rentan, dimana pemerintah dan lembaga terkait harus memberikan
prioritas pelayanan penyelamatan, evakuasi, pengamanan pelayanan kesehatan dan
psikososial. Bab ini akan membahas lebih jauh kelompok rentan dalam menghadapi
bencana.
Pasal 8 ayat (3) Permenkes menyebutkan praktik keperawatan meliputi pelaksanaan
asuhan keperawatan, pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan
masyarakat dan pelaksanaan tindakan keperawatan komplementer. dari pasal tersebut
menunjukkan aktivitas perawat dilaksanakan secara mandiri (independent) berdasar pada
ilmu dan asuhan keperawatan, dimana tugas utama adalah merawat (care) dengan cara
memberikan asuhan keperawatan (nurturing) untuk memuaskan kebutuhan fisiologis dan
psikologis pasien.

3.2 Saran
Demikian makalah Penanggulangan Keperawatan Bencana di berbagai Area ini penulis
buat agar mudah dipahami bagi pembaca, apabila ada kesalahan dalam penulisan atau
pemahaman mohon dimaafkan dan berikan saran selama pembuatan makalah ini terimakasih

13
DAFTAR PUSTAKA

McQuerry, L.(2012). Good Qualities of a Caregiver. USA: Presbyterian Church.

M. Fakih, S.H., M.Si. (2013). Aspek Keperdataan Dalam Pelaksanaan Tugas Tenaga
Keperawatan Di Bidang Pelayanan Kesehatan Di Propinsi Lampung.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Widiastuti, R. (2009). Coping Stress Pada Primary Caregiver. Medan: F. Psikologi USU.

14

Anda mungkin juga menyukai