Anda di halaman 1dari 26

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

TINEA PEDIS

DOSEN:
SRI YULIANTI, S.Kep., Ns., M.Kep

OLEH :

KELAS 3A KEPERAWATAN

KELOMPOK 5

CANTIKA LARASATI
GUSTI AGUNG AYU WIDIYANI
INTAN ANGELINA DOMBO
M. HIAN AKHIR
NI MADE RIANTIKA YANI
RAHMA PUTRI SEPTIANI
SITI RAHAYU

PROGRAM STUDI NERS


STIKES WIDYA NUSANTARA PALU
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen pengampu mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah III yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami berharap makalah yang kami susun dapat bermanfaat untuk menambah.
Kami menyadari bahwa makalah kami masih banyak kekurangan maka kami
mengharap kritik dan saran dari pembaca.

Palu, 11 September 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................
A. Latar Belakang...............................................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................................
C. Tujuan............................................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................................
A. Anatomi Fisiologi..........................................................................................
B. Konsep medis.................................................................................................
1. Definisi.....................................................................................................
2. Aspek epidemiologi.................................................................................
3. Etiologi.....................................................................................................
4. Patofisiologi.............................................................................................
5. Pathway ...................................................................................................
6. Manifestasi klinik ...................................................................................
7. Pencegahan Primer, Sekunder, dan Tersier.............................................
8. Penatalaksanaan ......................................................................................
9. Komplikasi...............................................................................................
10. Farmakologi.............................................................................................
11. Terapi Komplementer..............................................................................
C. Proses keperawatan........................................................................................
1. Pengkajian................................................................................................
2. Diagnosa keperawatan.............................................................................
3. Intervensi dan rasional.............................................................................
D. Evidence Based-Practice Terkait...................................................................
BAB 3 PENUTUP.....................................................................................................
A. Kesimpulan....................................................................................................
B. Saran..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mikosis superfisial adalah salah satu jenis infeksi terbanyak pada
manusia, diperkirakan mempengaruhi lebih dari 20-25% populasi dunia,
dan insidensinya terus meningkat. Mikosis superfisial terutama disebabkan
oleh dermatofita, sekelompok jamur keratinofilik yang dapat menginfeksi
kulit, rambut dan kuku.
Distribusi dermatosis dan agen penyebabnya sangat bervariasi
untuk tiap daerah geografis yang berbeda dan dipengaruhi oleh berbagai
jenis faktor, seperti tipe populasi, faktor iklim, gaya hidup, migrasi
penduduk, budaya setempat, kondisi sosioekonomi penduduk, penyakit
komorbid pada suatu populasi dan penatalaksanaan.
Tinea pedis atau athelete foot adalah infeksi jamur yang paling
sering terjadi pada sela jari dan telapak kaki. Penggunaan istilah athlete
foot digunakan untuk menunjukkan bentuk jari kaki yang terbelah 4. Jamur
dapat tumbuh akibat berbagai faktor, terutama faktor kelembapan seperti
kaki lebih mudah berkeringat, pemakaian sepatu tertutup, dan kaos kaki
yang kurang dijaga kebersihannya.
Tinea pedis dapat ditemukan di seluruh dunia dan merupakan
dermatosis yang paling sering terjadi. Prevalensi tinea pedis di negara
maju ditemukan sebanyak 10% dari total populasi. Laki-laki dewasa
memiliki risiko 20% lebih tinggi terkena tinea pedis, sementara perempuan
hanya 5%. Tinea pedis lebih umum ditemukan pada orang dewasa
daripada anak.2 Kompetensi dokter umum di Indonesia penyakit tinea
pedis adalah 4A, seorang lulusan dokter umum mampu, mendiagnosis,
melakukan penatalaksanan secara mandiri hingga tuntas, membuat
diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara
mandiri dan tuntas.
Referat ini akan membahas mengenai epidemiologi, etiologi,
patogenesis, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis
banding, komplikasi, penatalaksanaan, prognosis, dan kesimpulan. Tujuan
dari referat ini adalah untuk menambah ilmu dan wawasan tentang tinea
pedis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa defenisi tinea pedis ?
2. Anatomi dan fisiologi tinea pedis!
3. Bagaimana aspek epidemiologi tinea pedis?
4. Apa penyebab tinea pedis?
5. Bagaimana patofisiologi tinea pedis?
6. Jelaskan Pathway tinea pedis!
7. Bagaimana manifestasi klinis tinea pedis?
8. Apa saja klasifikasi tinea pedis?
9. Bagaimana pencegahan tinea pedis?
10. Bagaiamana penalataksanaan tinea pedis?
11. Apa saja komplikasi tinea pedis?
12. Bagaimana askep pada tinea pedis?

C. Tujuan
Untuk mengetahui anatomi fisiologi dari kulit, konsep medis dari Tinea
pedis serta asuhan keperawatan dari tinea pedis
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Kulit Manusia
Kulit adalah pembatas antara manusia dan lingkungannya. Kulit
mempunyai berat rata-rata 4 kg dan meliputi area seluas 2m². Kulit
berperan sebagai pembatas, melindungi tubuh dari lingkungan luar dan
mencegah hilangnya zat-zat tubuh yang penting, terutama air. Kulit
memiliki 3 lapisan, yaitu:
a. Epidermis
Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai bagian tubuh,
yang paling tebal berukuran 1 milimeter, misalnya pada telapak kaki
dan telapak tangan, dan lapisan yang tipis berukuran 0,1 milimeter
terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi, dan perut. Sel-sel epidermis
disebut keratinosit.
1) Stratum Korneum
Terdiri atas beberapa lapis sel yang pipih, mati, tidak
memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak
berwarna, dan sangat sedikit mengandung air. Lapisan ini
sebagian besar terdiri atas keratin, jenis protein yang tidak larut
dalam air, dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia. Hal
ini berkaitan dengan fungsi kulit untuk memproteksi tubuh dari
pengaruh luar. Secara alami, sel-sel yang sudah mati di
permukaan kulit akan melepaskandiri untuk beregenerasi.
Permukaan stratum korneum dilapisi oleh suatu lapisan
pelindung lembab tipis yang bersifat asam, disebut mantel asam
kulit.
2) Stratum Lucidum
Terletak tepat di bawah stratum korneum, merupakan
lapisan yang tipis, jernih, mengandung eleidin. Antara stratum
lucidum dan stratum granulosum terdapat lapisan keratin tipis
yang disebut rein's barrier (Szakall) yang tidak bisa ditembus.
3) Stratum Granulosum
Tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal,
berbutir kasar, berinti mengkerut. Di dalam butir keratohyalin
terdapat bahan logam, khususnya tembaga yang menjadi
katalisator proses pertandukan kulit.
4) Stratum Spinosum
Memiliki sel yang berbentuk kubus dan seperti berduri.
Intinya besar dan oval. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil
yang terdiri atas serabut protein. Cairan limfe masih ditemukan
mengitari sel-sel dalam lapisan malphigi ini.
5) Stratum Germinativum
Adalah lapisan terbawah epidermis. Di dalam stratum
germinativum juga terdapat sel-sel melanosit, yaitu sel-sel yang
tidak mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya membentuk
pigmenmelanin dan memberikannya kepada sel-sel keratinosit
melalui dendrit-dendritnya. Satu sel melanosit melayani sekitar
36 sel keratinosit. Kesatuan ini diberi nama unit melanin
epidermal.
b. Dermis
Terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin yang
berada di dalam substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat
dari gelatin mukopolisakarida. Serabut kolagen dapat mencapai
72% dari keseluruhan berat kulit manusia bebas lemak. Di dalam
dermis terdapat adneksa-adneksa kulit seperti folikel rambut,
papila rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea,
otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf, juga
sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah
kulit.
Hipodermis atau Subkutis
Hipodermis atau lapisan subkutis (tela subcutanea) tersusun
atas jaringan ikat dan jaringan adiposa yang membentuk fasia
superficial yang tampak secara anatomis. Hipodermis ini terdiri
dari sel-sel lemak, ujung saraf tepi, pembuluh darah dan
pembuluh getah bening, kemudian dari beberapa kandungan
yang terdapat pada lapisan ini sehingga lapisan hipodermis ini
memiliki fungsi sebagai penahan terhadap benturan ke organ
tubuh bagian dalam, memberi bentuk pada tubuh,
mempertahankan suhu tubuh dan sebagai tempat penyimpan
cadangan makanan.
2. Fungsi Kulit
a. Termoregulasi
Kulit berkontribusi pada termoregulasi tubuh dengan dua cara,
yaitu: dengan cara melepaskan keringat dari permukaan dan
menyesuaikan aliran darah di dermis. Sebagai respon pada
lingkungan bersuhu tinggi atau karena panas yang disebabkan oleh
olahraga, produsi keringat dari kelenjar ekrin akan meningkat, hal ini
menyebabkanmenguapnya keringat dari permukaan kulit dan
menjadikan temperatur tubuh menurun. Pada saat itu pula, pembuluh
darah di dermis akan dilatasi sehingga aliran darah mengalir ke
dermis, yang mana akan menyebabkan semakin bertambahnya panas
yang keluar dari tubuh. Pada keadaan lingkungan dingin, maka
sebaliknya, produksi dari kelenjar keringat ekrin akan menurun dan
aliran darah di dermis akan konstriksi untuk mengurangi
pengeluaran panas dari tubuh.
b. Reservoir Darah
Dermis mempunyai jaringan pembuluh darah yang luas yang
mana membawa 8-10% dari total pembuluh darah dalam manusia
dewasa yang sedang beristirahat.
Proteksi Kulit memproteksi tubuh dengan berbagai cara. Keratin
membantu proteksi jaringan dibawahnya dari mikroba, abrasi, panas,
dan kmia. Lipid dilepaskan oleh lamellar granules menghambat
penguapan air dari permukaan kulit, sehingga menjaga tubuh dari
dehidrasi. Lipid juga membantu memperlambat air masuk pada saat
renang atau mandi. Minyak sebum dari kelenjar sebasea membantu
kulit dan rambut kering dan mengandung bakterisidal yang dapat
membunuh bakteri di permukaan. Keringat, yang mana bersifat pH
asam membantu memperlambat tumbuhnya beberapa mikroba.
Pigmen melaninmembantu proteksi dari efek berbahaya sinar
ultraviolet.

c. Ekskresi & Absorbsi


Walaupun stratum korneum bersifat tahan air, sekitar 400 mL
air menguap melaluinya setiap hari. Keringat berperan sebagai
melepas air dan panas dari tubuh, selain itu keringat juga sebagai
transportasi untuk ekskresi beberapa jumlah garam, karbon dioksida,
dan 2 molekul organic yang dihasilkan oleh pemecahan protein:
amonia dan urea. Absorbsi zatzat yang larut air melalui kulit tidak
perlu dibahas, namun beberapa vitamin yang larut lemak (A, D, E, &
K), beberapa obat, dan gas oksigen serta gas karbondioksida dapat
menembus kulit. Beberapa material toksik seperti aseton dan karbon
tetraklorida, garam dari logam berat seperti timah, arsen, merkuri
juga dapat diabsorbsi oleh kulit.
d. Cutaneous Sensations
Cutaneous Sensations adalah sensasi yang timbul di kulit,
termasuk sensasi taktil; sentuhan, tekanan, dan getaran; sensasi
termal seperti panas dan dingin. Cutaneous Sensations yang lain
adalah rasa sakit, biasanya sakit adalah indikasi adanya jaringan
yang akan atau rusak. Di kulit ada banyak susunan akhiran saraf dan
reseptor, seperti korpuskel di dalam dermis, dan pleksus akar rambut
di setiap folikel rambut

B. Konsep Medis
1. Definisi
Tinea pedis atau yang disebut juga athlete’s foot adalah salah satu
infeksi jamur superfisial pada kulit kaki yang sering terjadi pada kasus
dermatofitosis umumnya saat ini (William et al., 2016). Diperkirakan
sekitar 70% populasi di seluruh dunia telah terinfeksi tinea pedis.
Tingkat insidensi tinea pedis pada dewasa secara signifikan lebih
banyak daripada tinea pedis pada anak – anak dan lebih banyak pada
pria daripada wanita (Behzadi et al., 2014). Tinea pedis biasanya
disebabkan tersering oleh Trichophyton rubrum atau Trichophyton
mentagrophytes, kadang juga disebabkan oleh Epidermophyton
floccosum dan Microsporum namun sangat jarang sekali. Secara garis
besar gejala klinis tinea pedis dikelompokkan menjadi tipe interdigital,
tipe vesicular, tipe moccasin.
2. Aspek epidemiologi
Pada suatu penelitian retrospektif yang diadakan di Italia dari tahun
2005 sampai 2010 dengan total sampel 6133 pasien mendapatkan
bahwa tinea pedis memiliki insidensi sebesar 20,4% dari seluruh kasus
dermatosis yang ada dan lebih sering terjadi pada dewasa muda dan
dewasa dengan umur 18-40 tahun serta jenis kelamin laki-laki. Agen
kausatif tinea pedis yang paling sering ditemukan adalah T. Rubrum, T.
mentagrophytes dan E. floccosum.
3. Etiologi
Tinea pedis umumnya disebabkan Trichophyton rubrum
(T.rubrum), Trichophyton mentagrophytes (T.mentagrophytes),
Epidermophyton floccosum (E.floccosum).2,10 Trichophyton rubrum
menimbulkan lesi hiperkeratotik dan kering menyerupai bentuk sepatu
sandal (mocassinlike) pada kaki; T. mentagrophyte seringkali
menimbulkan lesi yang vesikuler dan lebih meradang, sedangkan E.
floccosum bisa menimbulkan salah satu diantara dua morfologi di atas.
4. Patofisiologi

Jamur superfisial harus menghadapi beberapa kendala saat


menginvasi jaringan keratin. Jamur harus tahan terhadap efek sinar
ultraviolet, variasi suhu dan kelembaban, persaingan dengan flora
normal, asam lemak fungistatik dan sphingosines yang diproduksi oleh
keratinosit. Setelah proses adheren, spora harus tumbuh dan menembus
stratum korneum dengan kecepatan lebih cepat daripada proses proses
deskuamasi. Proses penetrasi ini dilakukan melalui sekresi proteinase,
lipase, dan enzim musinolitik, yang juga memberikan nutrisi. Trauma
dan maserasi juga membantu terjadinya penetrasi. Mekanisme
pertahanan baru muncul setelah lapisan epidermis yang lebih dalam
telah dicapai, termasuk kompetisi dengan zat besi oleh transferin tidak
tersaturasi dan juga penghambatan pertumbuhan jamur oleh
progesteron. Di tingkat ini, derajat peradangan sangat tergantung pada
aktivasi sistem kekebalan tubuh.
Keadaan basah dan hangat dalam sepatu memainkan peran
penting dalam pertumbuhan jamur. Selain itu hiperhidrosis,
akrosianosis dan maserasi sela jari merupakan faktor predisposisi
timbulnya infeksi jamur pada kulit. Sekitar 60-80% dari seluruh
penderita dengan gangguan sirkulasi (arteri dan vena) kronik akibat
onikomikosis dan/atau tinea pedis. Jamur penyebab ada di mana-mana
dan sporanya tetap patogenik selama berbulan-bulan di lingkungan
sekitar manusia seperti sepatu, kolam renang, gedung olahraga, kamar
mandi dan karpet.
5. Pathway

Pemakaian sepatu tertutup yang Kondisi sosial ekonomi Kebersihan diri yang kurang
lama

Status gizi kurang Kondisi kulit menjadi terganggu


Suhu kaki menjadi panas, basah, &
lembab
Daya tahan tubuh
Media yang baik untuk
perkembangan jamur
Mudah terinfeksi jamur

Kebiasaan tidak melepas


sepatu & kaos kaki

Infeksi jamur (Trichophyton


rubrum)
Ketidakefektifan
Tinea Pedis / Athelete Foot pemeliharaan kesehatan

Kurangnya Pengeluaran Terjadi dalam jangka


pengetahuan kreatinase waktu yang lama
tentang penyakit
Merusak keratin pada
Defisiensi lapisan stratum Infeksi sekunder
pengetahuan korneum
Nekrosis
jaringan

Reaksi antigen Menimbulkan Bau tidak sedap


antibodi squama,
ruam-ruam Gangguan
Reaksi inflamasi kulit citra tubuh

Pengeluaran
mediator kimia

Mengiritasi ujung saraf


bebas

Rasa terbakar & nyeri Sensasi gatal


Gangguan Adanya garukan
rasa nyaman
Nyeri akut
Lesi kulit

Rusaknya barrier
Kerusakan
pertahanan integritas
tubuh primer
kulit

Resiko
infeksi
6. Manifestasi Klinik
Gambaran klinis tinea pedis dibedakan berdasarkan tipe, antara lain
Moccasin, Interdigitalis, Vesikobulosa dan Ulseratif.
a. Moccasin
Tinea pedis dengan tipe moccasin memliki gejala klinis
berupa hiperkeratosis difus, eritem, fisura, dan skuama pada
permukaan plantar kaki dan sela-sela jari kaki. Pada umumnya
tinea pedis tipe mocassin bersifat kronik dan sulit untuk
disembuhkan. Beberapa penelitian menghubungkan defisiensi
Cell Mediated Immunity (CMI) terhadap jamur dengan tinea pedis
tipe ini

Gambar 1. Tinea pedis pada telapak kaki

b. Interdigital
Tinea pedis tipe interdigital merupakan jenis tinea pedis
yang sering terjadi. Gejala klinisnya berupa eritem, skuama,
maserasi, dan fisura terjadi pada sela-sela jari kaki terutama pada
dua sela jari kaki bagian lateral. Lesi juga dapat mengalami
perluasan ke arah dorsum ataupun plantar. Keluhan pasien yang
paling dominan biasanya adalah gatal. Pada tinea pedis tipe
interdigital dapat terjadi infeksi sekunder bakteri biasa dikenal
dengan sebutan dermatofitosis kompleks
Gambar 2. Tinea pedis, Interdigitalis.

c. Inflamasi / Vesikobulosa
Tinea pedis tipe Inflamasi/ vesikobulosa memiliki gejala
klinis berupa vesikel dan bula pada bagian medial kaki. Hal ini
sering dikaitkan dengan reaksi dermatofid.

Gambar 3. Tinea pedis; Vesikobulosa

d. Ulseratif
Tinea pedis tipe ulseratif merupakan eksaserbasi tipe
interdigital yang lebih parah. Biasanya terdapat infeksi sekunder
oleh bakteri. Gejala klinis yang dapat diobservasi adalah
terbentuknya erosi dan ulkus pada daerah sela jari kaki. Tipe
ulseratif sering ditemukan pada pasien dengan penurunan sistem
imun dan diabetes.
Gambar 4. Tinea pedis tipe Ulseratif.

7. Pencegahan Primer, Sekunder, Tersier


Beberapa cara mencegah tinea pedis antara lain:
a. Menjaga kaki tetap kering, terutama di sela-sela jari kaki
Ketika berada di rumah, pasien tidak perlu mengenakan alas kaki
agar udara bisa tetap melewati kaki. Keringkan jari-jari kaki setelah
mandi.
b. Ganti kaus kaki secara rutin
Bila kaki Anda berkeringat, ganti kaus kaki dua kali sehari.
c. Gunakan sepatu yang ringan dan berventilasi baik
Hindari sepatu berbahan dasar sintetik seperti karet.
d. Gunakan alternatif sepatu
Jangan gunakan sepatu yang sama setiap hari untuk memberi
kesempatan mengeringkan sepatu setiap kali penggunaan.
e. Lindungi kaki di tempat public
Gunakan sandal atau sepatu yang tahan air di kolam renang, tempat
mandi umum, dan loker.
f. Rawat kaki Anda
Gunakan bedak antijamur pada kaki setiap hari.
g. Jangan memakai sepatu orang lain
Berbagi penggunaan sepatu dapat menularkan infeksi jamur.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tinea pedis dapat berupa farmakologi dan non-
farmakologi. Terapi non-farmakologi dengan memberi edukasi berupa
penjelasan kepada pasien mengenai pentingnya kebersihan kaki,
menjaga kaki tetap kering, membersikan kuku kaki, menggunakan
sepatu yang pas dan kaos kaki kering dan bersih, serta menggunakan
sandal pada tempat mandi umum atau kolam renang dapat mencegah
terjadinya tinea pedis.
Untuk intervensi farmakologis umumnya digunakan agen anti
jamur topikal sebagai pengobatan pilihan tinea pedis. Agen topikal
yang digunakan seperti obat golongan alilamin, imidazol, siklopiroks,
benzilamin dan tolnaftat. Bentuk sediaan topikal yang optimal
digunakan untuk pengobatan adalah krim atau solusio karena setelah
obat diaplikasikan pada daerah lesi, bisa dilakukan pemijatan untuk
meningkatkan kontak obat dengan jamur. Pada beberapa kasus,
pengobatan tinea pedis membutuhkan obat-obatan oral anti jamur. Pada
orang dewasa, beberapa pilihannya adalah flukonazol oral dengan dosis
150-200 mg/pekan selama 4-6 pekan, griseofulvin 500-1000 mg/hari
selama 4 pekan, itrakonazol 200-400 mg/hari selama 1 pekan, atau
terbinafin 250 mg/hari selama 2 pekan. Sedangkan pada anak-anak,
dosis yang digunakan adalah flukonazol 6 mg/kgBB/pekan selama 4-6
pekan, griseofulvin 15-20 mg/kgBB/hari selama 4 pekan, dan
itrakonazol 3-5 mg/kgBB/hari selama 1 pekan.
Antibiotik topikal maupun oral juga dapat ditambahkan ke dalam
regimen terapi pasien tinea pedis sesuai dengan indikasi. Agen anti
bakteri topikal yang umumnya digunakan untuk mencegah dan
mengobati infeksi bakteri superfisial adalah mupirosin, retapamulin,
neomisin, gentamisin, basitrasin dan polimiksin B. Untuk agen anti
bakterial sistemik dapat digunakan hampir semua jenis golongan
antibiotik dengan golongan penisilin dan sefalosporin sebagai pilihan
pertama. Kortikosteroid seperti betametason juga mungkin diberikan.
Tinea pedis tipe interdigital ringan tanpa adanya keterlibatan
infeksi bakteri ditatalaksana dengan menggunakan agen anti jamur
topikal. Jika sudah terdapat infeksi sekunder bakteri dapat diberikan
antibiotik preparat topikal ataupun oral. Tinea pedis tipe moccasin
diterapi dengan menggunakan obat-obatan anti jamur topikal dan bisa
ditambahkan obat-obatan keratolitik, seperti asam salisilat, urea dan
asam laktat. Pada beberapa kasus tertentu, yang tidak respon terhadap
pengobatan konvensional ataupun memiliki gejala klinis yang berat,
obat-obatan anti jamur sistemik diperlukan.
Tinea pedis tipe vesikobulosa biasa cukup untuk ditatalaksana
dengan menggunakan agen anti jamur topikal. Kortikosteroid topikal
ataupun sistemik dapat juga diberikan pada periode awal pengobatan
untuk meringankan gejala simtomatik.
Tinea pedis tipe ulseratif ditatalaksana dengan kombinasi agen
topikal anti jamur dengan antibiotik topikal ataupun oral karena
umumnya tinea pedis tipe ulseratif selalu disertai dengan infeksi
sekunder bakteri.
9. Komplikasi
Tinea pedis yang tidak diobati atau diobati dengan tidak benar akan
menyebabkan berbagai komplikasi seperti selulitis, tinea unguium serta
dermatofid.
a. Selulitis
Infeksi tinea pedis, terutama tipe interdigital dapat
mengakibatkan selulitis. Selulitis dapat terjadi pada daerah
ektermitas bawah. Selulitis merupakan infeksi bakteri pada daerah
subkutaneus sebagai akibat dari infeksi sekunder pada luka. Faktor
predisposisi selulitis adalah trauma, ulserasi dan penyakit
pembuluh darah perifer. Pada keadaan lembab, kulit akan mudah
terjadi maserasi dan fisura, akibatnya pertahanan kulit menjadi
menurun dan menjadi tempat masuknya bakteri patogen seperti β-
hemolytic streptococci (grup A, B C, F, dan G), Staphylcoccus
aureus, Streptococcus pneumoniae, dan basil gram negatif.3
Apabila terjadi selulitis maka diindikasikan pemberian antibiotik.
Jika terjadi gejala yang sifatnya sistemik seperti demam dan
menggigil, maka digunakan antibiotik intravena. Antibiotik yang
dapat digunakan ampisillin, golongan beta laktam ataupun
golongan kuinolon.
b. Tinea Unguium
Tinea unguium merupakan infeksi jamur yang menyerang
kuku dan biasanya dihubungkan dengan tinea pedis. Seperti infeksi
pada tinea pedis, T. rubrum merupakan jamur penyebab tinea
unguium. Kuku biasanya tampak menebal, pecah-pecah, dan tidak
berwarna.
c. Dermatofid
Dermatofid merupakan suatu penyakit imunologik
sekunder tinea pedis dan juga penyakit tinea lainnya. Hal ini dapat
menyebabkan vesikel atau erupsi pustular di daerah infeksi sekitar
palmaris dan jari-jari tangan. Reaksi dermatofid bisa saja timbul
asimptomatis dari infeksi tinea pedis. Reaksi ini akan berkurang
setelah penggunaan terapi antifungal.4,2,10 Komplikasi ini biasanya
terkena pada pasien dengan edema kronik, imunosupresi,
hemiplegia dan paraplegia, dan diabetes. Tanpa perawatan
profilaksis penyakit ini dapat kambuh kembali.

10. Farmakologi
Untuk mengatasi infeksi jamur tinea pedis, kamu bisa lakukan obat
topikal anti jamur satu atau dua kali sehari. Beberapa obat salep yang
bisa dipakai adalah:
a. Azole
b. Allylamine
c. Butenafine
d. Ciclopirox
e. Tolnaftate
Jika pengobatan topikal ini tidak memberikan dampak, kamu bisa
mengonsumsi obat oral anti jamur selama beberapa minggu. Di
antaranya:
a. Terbinafine
b. Itraconazole
c. Fluconazole
d. Griseofulvin
Biasanya pengobatan ini akan memberikan efek dalam beberapa
minggu hingga bulan. Sambil menunggu efek pengobatan bekerja,
sebisa mungkin hindari pemakaian pelindung kaki yang oklusif,
paparan jamur serta keringat dan lembap di lokasi infeksi.

11. Terapi Komplementer


Selain obat-obat kimia, infeksi jamur tinea pedis bisa diatasi
dengan obat-obatan non kimia sebagai berikut:
a. Hidrogen peroksida: Taburkan langsung ke wilayah yang terinfeksi
untuk membunuh jamur. Gunakan dua kali sehari sampai infeksi
berkurang
b. Tea tree oil: Campurkan dengan minyak kelapa dengan konsentrasi
tea tree oil sebanyak 25-50 persen. Oleskan langsung ke lokasi
infeksi dua kali sehari
c. Bawang putih: Geprek 4 hingga 5 siung bawang putih, lalu oleskan
ke area terinfeksi dua kali sehari
d. Garam laut: Cairkan bawang putih dengan wadah yang
mengandung air hangat dan rendam kaki selama 20 menit di wadah
tersebut. Setelah itu keringkan kaki dengan sempurna
e. Spiritus: Kamu bisa langsung aplikasikan spiritus di lokasi yang
terinfeksi atau rendam kaki ke cairan dengan komposisi 70 persen
spiritus dan 30 persen air selama 30 menit.
C. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Anemnesis dilakukan untuk mengklasifikasikan suatu pemahaman
sehingga perlu ada kesepakatan antara pemeriksa dan
pasien.Wawancara harus efektif dan harus memahami perasaan pasien
sehingga pasien lebih terbuka.Dibawah ini adalah wawancara pada
pasien gangguan sistem integumen, sebagai data fokus.
Keluhan utama pasien dengan tinea pedis adalah gatal diantara jari-
jari kaki. Penderita umnya memiliki riwayat berenang pada kolam
yang digunakan secara umum atau kurangnya higienis pada kaki.
Selain itu, juga dapat ditemukan pada orang yang dalam kehidupan
sehari-hari banyak bersepatu tertutup diserai pperawatan kaki yang
buruk, serta para pekerja dengan kaki yang selalu atau sering basah.
Tinea pedis yang tersering dilihat adalah bentuk interdigitalis. Di
antara jari IV dan V terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis.
Kelainan ini dapat meluas ke bawah jari (subdigital) dan juga ke sela
jari yang lain. Oleh karena daerah ini lembap, maka sering dilihat
maserasi. Aspek klinis maserasi berupa kulit putih dan rapuh. Bila
bagian kulit yang mati ini dibersihkan, maka akan terlihat kulit baru,
yang pada umumnya juga telsh diserang oleh jamur. Bentuk klinis ini
dapat berlangsung bertahun-tahun dengan menimbulkan sedikit
keluhan atau tanpa keluhan sama sekali. Pada suatu saat kelainan ini
dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri sehingga terjadi selulitis,
limfagitis, limfadenitis, dan dapat pula terjadi erisipelas, yang disertai
gejal-gejal umum. Pada bentuk subakut terlihat vesikel, vesiko-pustul
dan kadang bula. Kelainan ini dapat dimulai pada daerah sela jari,
kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki. Isi vesikel
berupa cairan jernih yang kental. Setelah pecah, vesikel tersebut
meninggalkan sisik yang berbentuk lingkaran.
2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan pola tidur / istirahat b.d gatal/pruritus
b. Gangguan konsep diri (body image) b.d perubahan penampilan
fisik
c. Kerusakan integritas kulit b.d lesi akibat efek dari garuk
3. Intervensi
a. Gangguan pola tidur / istirahat b.d gatal/pruritus
Tujuan: klien dapat menjelaskan dan mampu menerapkan tehnik
untuk mempermudah tidur dalam waktu 1x24 jam
Kriteria hasil:
1) Klien dapat menjelaskan faktor-faktor penghambat tidur.
2) Dapat mengidentifikasi tehnik untuk mempermudah tidur.

Intervensi Rasional
Identifikasi faktor-faktor penyebab tidak Untuk mengetahui penyebab
bisa tidur  dan penunjang keberhasilan klien tidak bisa tidur.
tidur
Beri penjelasan pada klien dan keluarga Agar klien mengerti dengan
penyebab gangguan pola tidur. pola tidur klien
Anjurkan klien mandi air hangat Agar perkembangan jamur
sebelum tidur dan mengoleskan obat terhenti
salep (sesuai terapi) pada daerah lesi
Kolaborasikan dengan tim medis dalam Untuk membantu proses
pemberian antihistamin/antigatal penyembuhan.
Atur prosedur tindakan medis atau Agar klien mengerti tentang
keperawatan untuk memberi sedikit tindakan yang diberikan
mungkin gangguan selama periode tidur selama priode tidur.

b. Gangguan konsep diri (body image) b.d perubahan penampilan


fisik
Tujuan: klien mampu menunjukkan peningkatan konsep diri
dalam waktu 3x24 jam
Kriteria hasil:
1) Dapat menyatakan dan menunjukkan peningkatan konsep diri.
2) Dapat menunjukkan adaptasi yang baik dan menguasai
kemampuan diri.
Intervensi Rasional
Dorong klien untuk menyatakan Agar klien dapat
perasannya, terutama cara ia merasakan mengekspresikan perasaan
sesuatu, berpikir, atau memandang yang dirasakan
dirinya sendiri.
Dorong klien untuk mengajukan Untuk mengevaluasi atas
pertanyaan mengenai masalah tindakan yang telah diberikan.
kesehatan, pengobatan, dan kemajuan
pengobatan dan kemungkinan hasilnya
Beri informasi yang dapat dipercaya Agar klien yakin dan percaya
dan menguatkan informasi yang telah atas keadaannya
diberikan
Kaji kembali tanda dan gejala gangguan Untuk mengetahui kondisi
harga diri, gangguan citra tubuh, dan atau perubahan yang terjadi
perubahan penampilan peran. pada klien
Beri penjelasan dan penyuluhan tentang Agar klien memahami tentang
konsep diri yang positif konsep diri klien

c. Kerusakan integritas kulit b.d lesi akibat efek dari garuk


Tujuan: kondisi klien menunjukkan kemajuan dalam perbaikan
integritas kulit dalam waktu 7x24 jam
Kriteria hasil:
1) Area terbebas dari infeksi lanjut.
2) Kulit bersih, kering, dan lembab.

Intervensi Rasional
Kaji keadaan kulit Untuk mengetahui kondisi dan
keadan umum klien.
Kaji perubahan warna kulit Untuk mengetahui perubahan kulit
yang dialami klien.
Pertahankan agar area luka tetap Untuk mencegah terjadinya infeksi
bersih dan kering
Anjurkan klien untuk memakai Untuk memodifikasi lingkungan
pakaian ( baju, celana, dalam, kaus untuk mempercepat proses
kaki) yang mudah menyerap penyembuhan klien
keringat
Kolaborasi dengan dokter dalam Agar terapi dan pengobatan dapat
pemberian terapi memberi perubahan pada kondisi
yang dialami klien.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tinea pedis merupakan infeksi dermatofita pada kaki terutama
mengenai sela jari dan telapak kaki sedangkan yang terdapat pada bagian
dorsal pedis dianggap sebagai tinea korporis. Keadaan lembab dan hangat pada sela
jari kaki karena bersepatu dan berkaos kaki disertai daerah tropis yang
lembab mengakibatkan pertumbuhan jamur makin subur. Efek ini lebih
nyata pada sela jari kaki ke empat dan kelima, dan lokasi ini paling sering
terkena. Kenyataaannya, tinea pedis jarang ditemukan pada populasi yang
tidak menggunakan sepatu. Sinonim dari tinea pedis adalah foot
ringworm,athlete foot, foot  mycosi
B. Saran
Diharapkan kepada mahasiswa dapat mengetahui apa itu tinea
pedis dan jadikan sebagai ilmu dan wawasan penambah wawasan dalam
kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Risnawati. 2019. Buku Ajar : Keperawatan Sistem Integumen. Jawa Tengah.


Penerbit Lakeisha

Sinta Murlistyarini. Suci Prawitasari. Lita Setyowatie. 2018. Intisari Ilmu


Kesehatan Kulit & Kelamin. Malang. UB Press
Santriani Dewa. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Tinea Pedis pada
Mahasiswa Tamta di Resimen Induk Kodam VII Wirabuana Makassar. Umi
Medical Journal Volume 5. 2020. Fakultas Kedokteran Universitas Muslim
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai