TINEA PEDIS
DOSEN:
SRI YULIANTI, S.Kep., Ns., M.Kep
OLEH :
KELAS 3A KEPERAWATAN
KELOMPOK 5
CANTIKA LARASATI
GUSTI AGUNG AYU WIDIYANI
INTAN ANGELINA DOMBO
M. HIAN AKHIR
NI MADE RIANTIKA YANI
RAHMA PUTRI SEPTIANI
SITI RAHAYU
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen pengampu mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah III yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami berharap makalah yang kami susun dapat bermanfaat untuk menambah.
Kami menyadari bahwa makalah kami masih banyak kekurangan maka kami
mengharap kritik dan saran dari pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................
A. Latar Belakang...............................................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................................
C. Tujuan............................................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................................
A. Anatomi Fisiologi..........................................................................................
B. Konsep medis.................................................................................................
1. Definisi.....................................................................................................
2. Aspek epidemiologi.................................................................................
3. Etiologi.....................................................................................................
4. Patofisiologi.............................................................................................
5. Pathway ...................................................................................................
6. Manifestasi klinik ...................................................................................
7. Pencegahan Primer, Sekunder, dan Tersier.............................................
8. Penatalaksanaan ......................................................................................
9. Komplikasi...............................................................................................
10. Farmakologi.............................................................................................
11. Terapi Komplementer..............................................................................
C. Proses keperawatan........................................................................................
1. Pengkajian................................................................................................
2. Diagnosa keperawatan.............................................................................
3. Intervensi dan rasional.............................................................................
D. Evidence Based-Practice Terkait...................................................................
BAB 3 PENUTUP.....................................................................................................
A. Kesimpulan....................................................................................................
B. Saran..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mikosis superfisial adalah salah satu jenis infeksi terbanyak pada
manusia, diperkirakan mempengaruhi lebih dari 20-25% populasi dunia,
dan insidensinya terus meningkat. Mikosis superfisial terutama disebabkan
oleh dermatofita, sekelompok jamur keratinofilik yang dapat menginfeksi
kulit, rambut dan kuku.
Distribusi dermatosis dan agen penyebabnya sangat bervariasi
untuk tiap daerah geografis yang berbeda dan dipengaruhi oleh berbagai
jenis faktor, seperti tipe populasi, faktor iklim, gaya hidup, migrasi
penduduk, budaya setempat, kondisi sosioekonomi penduduk, penyakit
komorbid pada suatu populasi dan penatalaksanaan.
Tinea pedis atau athelete foot adalah infeksi jamur yang paling
sering terjadi pada sela jari dan telapak kaki. Penggunaan istilah athlete
foot digunakan untuk menunjukkan bentuk jari kaki yang terbelah 4. Jamur
dapat tumbuh akibat berbagai faktor, terutama faktor kelembapan seperti
kaki lebih mudah berkeringat, pemakaian sepatu tertutup, dan kaos kaki
yang kurang dijaga kebersihannya.
Tinea pedis dapat ditemukan di seluruh dunia dan merupakan
dermatosis yang paling sering terjadi. Prevalensi tinea pedis di negara
maju ditemukan sebanyak 10% dari total populasi. Laki-laki dewasa
memiliki risiko 20% lebih tinggi terkena tinea pedis, sementara perempuan
hanya 5%. Tinea pedis lebih umum ditemukan pada orang dewasa
daripada anak.2 Kompetensi dokter umum di Indonesia penyakit tinea
pedis adalah 4A, seorang lulusan dokter umum mampu, mendiagnosis,
melakukan penatalaksanan secara mandiri hingga tuntas, membuat
diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara
mandiri dan tuntas.
Referat ini akan membahas mengenai epidemiologi, etiologi,
patogenesis, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis
banding, komplikasi, penatalaksanaan, prognosis, dan kesimpulan. Tujuan
dari referat ini adalah untuk menambah ilmu dan wawasan tentang tinea
pedis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa defenisi tinea pedis ?
2. Anatomi dan fisiologi tinea pedis!
3. Bagaimana aspek epidemiologi tinea pedis?
4. Apa penyebab tinea pedis?
5. Bagaimana patofisiologi tinea pedis?
6. Jelaskan Pathway tinea pedis!
7. Bagaimana manifestasi klinis tinea pedis?
8. Apa saja klasifikasi tinea pedis?
9. Bagaimana pencegahan tinea pedis?
10. Bagaiamana penalataksanaan tinea pedis?
11. Apa saja komplikasi tinea pedis?
12. Bagaimana askep pada tinea pedis?
C. Tujuan
Untuk mengetahui anatomi fisiologi dari kulit, konsep medis dari Tinea
pedis serta asuhan keperawatan dari tinea pedis
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Kulit Manusia
Kulit adalah pembatas antara manusia dan lingkungannya. Kulit
mempunyai berat rata-rata 4 kg dan meliputi area seluas 2m². Kulit
berperan sebagai pembatas, melindungi tubuh dari lingkungan luar dan
mencegah hilangnya zat-zat tubuh yang penting, terutama air. Kulit
memiliki 3 lapisan, yaitu:
a. Epidermis
Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai bagian tubuh,
yang paling tebal berukuran 1 milimeter, misalnya pada telapak kaki
dan telapak tangan, dan lapisan yang tipis berukuran 0,1 milimeter
terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi, dan perut. Sel-sel epidermis
disebut keratinosit.
1) Stratum Korneum
Terdiri atas beberapa lapis sel yang pipih, mati, tidak
memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak
berwarna, dan sangat sedikit mengandung air. Lapisan ini
sebagian besar terdiri atas keratin, jenis protein yang tidak larut
dalam air, dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia. Hal
ini berkaitan dengan fungsi kulit untuk memproteksi tubuh dari
pengaruh luar. Secara alami, sel-sel yang sudah mati di
permukaan kulit akan melepaskandiri untuk beregenerasi.
Permukaan stratum korneum dilapisi oleh suatu lapisan
pelindung lembab tipis yang bersifat asam, disebut mantel asam
kulit.
2) Stratum Lucidum
Terletak tepat di bawah stratum korneum, merupakan
lapisan yang tipis, jernih, mengandung eleidin. Antara stratum
lucidum dan stratum granulosum terdapat lapisan keratin tipis
yang disebut rein's barrier (Szakall) yang tidak bisa ditembus.
3) Stratum Granulosum
Tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal,
berbutir kasar, berinti mengkerut. Di dalam butir keratohyalin
terdapat bahan logam, khususnya tembaga yang menjadi
katalisator proses pertandukan kulit.
4) Stratum Spinosum
Memiliki sel yang berbentuk kubus dan seperti berduri.
Intinya besar dan oval. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil
yang terdiri atas serabut protein. Cairan limfe masih ditemukan
mengitari sel-sel dalam lapisan malphigi ini.
5) Stratum Germinativum
Adalah lapisan terbawah epidermis. Di dalam stratum
germinativum juga terdapat sel-sel melanosit, yaitu sel-sel yang
tidak mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya membentuk
pigmenmelanin dan memberikannya kepada sel-sel keratinosit
melalui dendrit-dendritnya. Satu sel melanosit melayani sekitar
36 sel keratinosit. Kesatuan ini diberi nama unit melanin
epidermal.
b. Dermis
Terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin yang
berada di dalam substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat
dari gelatin mukopolisakarida. Serabut kolagen dapat mencapai
72% dari keseluruhan berat kulit manusia bebas lemak. Di dalam
dermis terdapat adneksa-adneksa kulit seperti folikel rambut,
papila rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea,
otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf, juga
sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah
kulit.
Hipodermis atau Subkutis
Hipodermis atau lapisan subkutis (tela subcutanea) tersusun
atas jaringan ikat dan jaringan adiposa yang membentuk fasia
superficial yang tampak secara anatomis. Hipodermis ini terdiri
dari sel-sel lemak, ujung saraf tepi, pembuluh darah dan
pembuluh getah bening, kemudian dari beberapa kandungan
yang terdapat pada lapisan ini sehingga lapisan hipodermis ini
memiliki fungsi sebagai penahan terhadap benturan ke organ
tubuh bagian dalam, memberi bentuk pada tubuh,
mempertahankan suhu tubuh dan sebagai tempat penyimpan
cadangan makanan.
2. Fungsi Kulit
a. Termoregulasi
Kulit berkontribusi pada termoregulasi tubuh dengan dua cara,
yaitu: dengan cara melepaskan keringat dari permukaan dan
menyesuaikan aliran darah di dermis. Sebagai respon pada
lingkungan bersuhu tinggi atau karena panas yang disebabkan oleh
olahraga, produsi keringat dari kelenjar ekrin akan meningkat, hal ini
menyebabkanmenguapnya keringat dari permukaan kulit dan
menjadikan temperatur tubuh menurun. Pada saat itu pula, pembuluh
darah di dermis akan dilatasi sehingga aliran darah mengalir ke
dermis, yang mana akan menyebabkan semakin bertambahnya panas
yang keluar dari tubuh. Pada keadaan lingkungan dingin, maka
sebaliknya, produksi dari kelenjar keringat ekrin akan menurun dan
aliran darah di dermis akan konstriksi untuk mengurangi
pengeluaran panas dari tubuh.
b. Reservoir Darah
Dermis mempunyai jaringan pembuluh darah yang luas yang
mana membawa 8-10% dari total pembuluh darah dalam manusia
dewasa yang sedang beristirahat.
Proteksi Kulit memproteksi tubuh dengan berbagai cara. Keratin
membantu proteksi jaringan dibawahnya dari mikroba, abrasi, panas,
dan kmia. Lipid dilepaskan oleh lamellar granules menghambat
penguapan air dari permukaan kulit, sehingga menjaga tubuh dari
dehidrasi. Lipid juga membantu memperlambat air masuk pada saat
renang atau mandi. Minyak sebum dari kelenjar sebasea membantu
kulit dan rambut kering dan mengandung bakterisidal yang dapat
membunuh bakteri di permukaan. Keringat, yang mana bersifat pH
asam membantu memperlambat tumbuhnya beberapa mikroba.
Pigmen melaninmembantu proteksi dari efek berbahaya sinar
ultraviolet.
B. Konsep Medis
1. Definisi
Tinea pedis atau yang disebut juga athlete’s foot adalah salah satu
infeksi jamur superfisial pada kulit kaki yang sering terjadi pada kasus
dermatofitosis umumnya saat ini (William et al., 2016). Diperkirakan
sekitar 70% populasi di seluruh dunia telah terinfeksi tinea pedis.
Tingkat insidensi tinea pedis pada dewasa secara signifikan lebih
banyak daripada tinea pedis pada anak – anak dan lebih banyak pada
pria daripada wanita (Behzadi et al., 2014). Tinea pedis biasanya
disebabkan tersering oleh Trichophyton rubrum atau Trichophyton
mentagrophytes, kadang juga disebabkan oleh Epidermophyton
floccosum dan Microsporum namun sangat jarang sekali. Secara garis
besar gejala klinis tinea pedis dikelompokkan menjadi tipe interdigital,
tipe vesicular, tipe moccasin.
2. Aspek epidemiologi
Pada suatu penelitian retrospektif yang diadakan di Italia dari tahun
2005 sampai 2010 dengan total sampel 6133 pasien mendapatkan
bahwa tinea pedis memiliki insidensi sebesar 20,4% dari seluruh kasus
dermatosis yang ada dan lebih sering terjadi pada dewasa muda dan
dewasa dengan umur 18-40 tahun serta jenis kelamin laki-laki. Agen
kausatif tinea pedis yang paling sering ditemukan adalah T. Rubrum, T.
mentagrophytes dan E. floccosum.
3. Etiologi
Tinea pedis umumnya disebabkan Trichophyton rubrum
(T.rubrum), Trichophyton mentagrophytes (T.mentagrophytes),
Epidermophyton floccosum (E.floccosum).2,10 Trichophyton rubrum
menimbulkan lesi hiperkeratotik dan kering menyerupai bentuk sepatu
sandal (mocassinlike) pada kaki; T. mentagrophyte seringkali
menimbulkan lesi yang vesikuler dan lebih meradang, sedangkan E.
floccosum bisa menimbulkan salah satu diantara dua morfologi di atas.
4. Patofisiologi
Pemakaian sepatu tertutup yang Kondisi sosial ekonomi Kebersihan diri yang kurang
lama
Pengeluaran
mediator kimia
Rusaknya barrier
Kerusakan
pertahanan integritas
tubuh primer
kulit
Resiko
infeksi
6. Manifestasi Klinik
Gambaran klinis tinea pedis dibedakan berdasarkan tipe, antara lain
Moccasin, Interdigitalis, Vesikobulosa dan Ulseratif.
a. Moccasin
Tinea pedis dengan tipe moccasin memliki gejala klinis
berupa hiperkeratosis difus, eritem, fisura, dan skuama pada
permukaan plantar kaki dan sela-sela jari kaki. Pada umumnya
tinea pedis tipe mocassin bersifat kronik dan sulit untuk
disembuhkan. Beberapa penelitian menghubungkan defisiensi
Cell Mediated Immunity (CMI) terhadap jamur dengan tinea pedis
tipe ini
b. Interdigital
Tinea pedis tipe interdigital merupakan jenis tinea pedis
yang sering terjadi. Gejala klinisnya berupa eritem, skuama,
maserasi, dan fisura terjadi pada sela-sela jari kaki terutama pada
dua sela jari kaki bagian lateral. Lesi juga dapat mengalami
perluasan ke arah dorsum ataupun plantar. Keluhan pasien yang
paling dominan biasanya adalah gatal. Pada tinea pedis tipe
interdigital dapat terjadi infeksi sekunder bakteri biasa dikenal
dengan sebutan dermatofitosis kompleks
Gambar 2. Tinea pedis, Interdigitalis.
c. Inflamasi / Vesikobulosa
Tinea pedis tipe Inflamasi/ vesikobulosa memiliki gejala
klinis berupa vesikel dan bula pada bagian medial kaki. Hal ini
sering dikaitkan dengan reaksi dermatofid.
d. Ulseratif
Tinea pedis tipe ulseratif merupakan eksaserbasi tipe
interdigital yang lebih parah. Biasanya terdapat infeksi sekunder
oleh bakteri. Gejala klinis yang dapat diobservasi adalah
terbentuknya erosi dan ulkus pada daerah sela jari kaki. Tipe
ulseratif sering ditemukan pada pasien dengan penurunan sistem
imun dan diabetes.
Gambar 4. Tinea pedis tipe Ulseratif.
10. Farmakologi
Untuk mengatasi infeksi jamur tinea pedis, kamu bisa lakukan obat
topikal anti jamur satu atau dua kali sehari. Beberapa obat salep yang
bisa dipakai adalah:
a. Azole
b. Allylamine
c. Butenafine
d. Ciclopirox
e. Tolnaftate
Jika pengobatan topikal ini tidak memberikan dampak, kamu bisa
mengonsumsi obat oral anti jamur selama beberapa minggu. Di
antaranya:
a. Terbinafine
b. Itraconazole
c. Fluconazole
d. Griseofulvin
Biasanya pengobatan ini akan memberikan efek dalam beberapa
minggu hingga bulan. Sambil menunggu efek pengobatan bekerja,
sebisa mungkin hindari pemakaian pelindung kaki yang oklusif,
paparan jamur serta keringat dan lembap di lokasi infeksi.
Intervensi Rasional
Identifikasi faktor-faktor penyebab tidak Untuk mengetahui penyebab
bisa tidur dan penunjang keberhasilan klien tidak bisa tidur.
tidur
Beri penjelasan pada klien dan keluarga Agar klien mengerti dengan
penyebab gangguan pola tidur. pola tidur klien
Anjurkan klien mandi air hangat Agar perkembangan jamur
sebelum tidur dan mengoleskan obat terhenti
salep (sesuai terapi) pada daerah lesi
Kolaborasikan dengan tim medis dalam Untuk membantu proses
pemberian antihistamin/antigatal penyembuhan.
Atur prosedur tindakan medis atau Agar klien mengerti tentang
keperawatan untuk memberi sedikit tindakan yang diberikan
mungkin gangguan selama periode tidur selama priode tidur.
Intervensi Rasional
Kaji keadaan kulit Untuk mengetahui kondisi dan
keadan umum klien.
Kaji perubahan warna kulit Untuk mengetahui perubahan kulit
yang dialami klien.
Pertahankan agar area luka tetap Untuk mencegah terjadinya infeksi
bersih dan kering
Anjurkan klien untuk memakai Untuk memodifikasi lingkungan
pakaian ( baju, celana, dalam, kaus untuk mempercepat proses
kaki) yang mudah menyerap penyembuhan klien
keringat
Kolaborasi dengan dokter dalam Agar terapi dan pengobatan dapat
pemberian terapi memberi perubahan pada kondisi
yang dialami klien.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tinea pedis merupakan infeksi dermatofita pada kaki terutama
mengenai sela jari dan telapak kaki sedangkan yang terdapat pada bagian
dorsal pedis dianggap sebagai tinea korporis. Keadaan lembab dan hangat pada sela
jari kaki karena bersepatu dan berkaos kaki disertai daerah tropis yang
lembab mengakibatkan pertumbuhan jamur makin subur. Efek ini lebih
nyata pada sela jari kaki ke empat dan kelima, dan lokasi ini paling sering
terkena. Kenyataaannya, tinea pedis jarang ditemukan pada populasi yang
tidak menggunakan sepatu. Sinonim dari tinea pedis adalah foot
ringworm,athlete foot, foot mycosi
B. Saran
Diharapkan kepada mahasiswa dapat mengetahui apa itu tinea
pedis dan jadikan sebagai ilmu dan wawasan penambah wawasan dalam
kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA