Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN

SKENARIO 8

Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah KMB III
Dosen Pengampu : Ns. Siti Aminah., M.Kep

Disusun Oleh:

Assyani Nur Safitri C.0105.19.002

Muhamad Rijal C.0105.19.015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS TAHAP SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR
CIMAHI
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT, pencipta alam semesta, tidak lupa
sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw. karena atas rahmat
dan karunia Allah tugas ini dapat kami selesaikan.

Demikianlah makalah ini kami susun. Dengan harapan dapat bermanfaat bagi siapa saja
yang membacanya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu, semua keritik dan saran senantiasa kami harapkan untuk kesempurnaan makalah
ini agar menjadi lebih baik.

Cimahi , September 2021.

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

A. Latar belakang.............................................................................................1
B. Tujuan penulisan ........................................................................................1
1. Tujuan umum .......................................................................................1
2. Tujuan khusus ......................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................3

A. Definisi glaukoma .....................................................................................3


B. Etiologi glaukoma.......................................................................................3
C. Manifestasi glaukoma ................................................................................4
D. Klasifikasi glaukoma..................................................................................4
E. Patofisiologi glaukoma...............................................................................6
F. Pathway glaukoma......................................................................................7
G. Pemeriksaan penunjang glaukoma..............................................................8
H. Penatalaksanaan glaukoma.........................................................................9
I. Asuhan keperawatan glaukoma................................................................10
1. Pengkajian ..........................................................................................10
2. Analisa Data........................................................................................11
3. Diagnosa ............................................................................................17
4. Intervensi ............................................................................................18

BAB III TINJAUAN KASUS ..................................................................................31

BAB IV PEMBAHASAN.........................................................................................37

BAB IV PENUTUP...................................................................................................41

A. Kesimpulan ..............................................................................................41
B. Saran ........................................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Mata merupakan salah satu panca indera yang sangat penting untuk kehidupan
manusia. Terlebih lebih dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik
merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Apalagi dengan sempitnya
lapangan kerja, hanya orang-orang yang sempurna dengan segala indranya saja yang
mendapat kesempatan kerja termasuk matanya.mata merupakan anggota badan yang
sangat peka. Trauma seperti debu sekecil apapun yang masuk kedalam mata, sudah
cukup untuk menimbulkangangguan yang hebat, apabila keadaan ini diabaikan, dapat
menimbulkan penyakit yang sangat gawat.
Salah satu penyakitnya yaitu glaukoma. Glaukoma adalah penyebab kebutaan
kedua terbesar di dunia setelah katarak. Diperkirakan 66 juta penduduk dunia sampai
tahun 2010 akan menderita gangguan penglihatan karena glaukoma. Kebutaan karena
glaukoma tidak bisa disembuhkan, tetapi pada kebanyakan kasus glaukoma dapat
dikendalikan.
Glaukoma disebut sebagai pencuri penglihatan karena sering berkembang
tanpa gejala yang nyata. Penderita glaukoma sering tidak menyadari adanya gangguan
penglihatan sampai terjadi kerusakan penglihatan yang sudah lanjut. Diperkirakan
50% penderita glaukoma tidak menyadari mereka menderita penyakit tersebut.
Karena kerusakan yang disebabkan oleh glaukoma tidak dapat diperbaiki, maka
deteksi, diagnosa dan penanganan harus dilakukan sedini mungkin.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum:
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur sistem
persepsi sensori dan untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa/i tentang
glaukoma dan tindakan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit
glukoma.
2. Tujuan khusus:
a. Untuk mengetahui definisi dari glaukoma.
b. Untuk mengetahui klasifikasi glaukoma.
c. Untuk mengetahui etiologi glaukoma.

1
d. Untuk mengetahui patofisiologi glaukoma.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis glaukoma.
f. Untuk mengetahui pemeriksaan medis glaukoma.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan glaukoma.
h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan glaukoma.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi glaukoma

Glaukoma berasal dari bahasa Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma
adalah sekelompok gangguan gangguan yangbmelibatkan beberapa perubahan atau
gejala patologis yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler (TIO) dengan
segalah akibatnya. (Indriana dan N Istiqomah; 2004).

Glaukoma adaah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya peningkatan


tekanan intraokuler, penggaungan, dan degenerasi saraf oftik serta defak lapang
pandang yang khas. (Tamsuri A; 2010).

Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata


meningkat,sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan
fungsi penglihatan (Dwindra M; 2009).

Glaukoma adalah penyakit dari saraf utama penglihatan yang disebut dengan
saraf optik. Glaukoma ditandai dengan pola kerusakan progresif tertentu pada saraf
optik yang umumnya dimulainya dengan hilangnya penglihatan samping (lapang
pandang) Debjit,2012).

Menurut De.,et al (2016) glaukoma didefinisikan sebagai neuropati dengan


kerusakan struktural dan kehilangan fungsional (kehilangan bidang visual). glaukoma
menyebabkan cacat ireversibel di bidang visual dan menyebabkan kebutaan total jika
tidak diobati.

B. Etiologi Glaukoma

Glaukoma dapat terjadi karena adanya peningkatan tekanan intraokler yang


diakibatkan oleh gangguan produksi dan pengeluaran aqos humor 9Vaughan et al,
2000). peningkatan tekanan intraokuler juga dapat terjadi karena adanya perubahan
anatomi sebagai bentuk gangguan mata, trauma mata dan predisposisi faktor genetik
(Tamsuri, 2012).

Beberapa faktor resiko utama pada glaukoma menurut Debjit (2012), yaitu:

3
a. Takanan intraokler tinggi

b. Usia 50 tahun atau lebih tua

c. Riwayat keluarga glaukoma

d. Korne tipis, miopia tinggi (rabun jauh)(, cidera mata dan pembedahan

e. Daibetes dan hipertensi

f. Sejarah penggunaan steroid

g. Migrain, sakit kepala, sleep apnea

C. Manifestasi Klinis

1. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga).


2. Pandangan kabut, melihat halo sekitar lampu.
3. Mual, muntah, berkeringat.
4. Mata merah, hiperemia konjungtiva, dan siliar.
5. Visus menurun.
6. Edema kornea.
7. Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma sudut terbuka).
8. Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya.
9. TIO meningkat.(Tamsuri A, 2010 : 74-75)

D. Klasifikasi glaukoma

1. Glaukoma primer

Glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya. Pada galukoma akut yaitu


timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik depan yang
sempit pada kedua mata. Pada glukoma kronik yaitu karena keturunan dalam
keluarga, DM Arteri osklerosis, pemakaian kartikosteroid jangka panjang, miopia
tinggi dan progresif dan lain-lain dan berdasarkan anatomis dibagi menjadi 2 yaitu

a. Glaukoma sudut terbuka

Glaukoma sudut terbuka merupakan sebagian besar dari glaukoma (90-


95%), yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan

4
berkembang disebut sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu
terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan
degeneratif jaringan trabekular, saluran schleem, dan saluran yg berdekatan.
Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada,
kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal.
Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul.

b. Glaukoma sudut tertutup

Glaukoma sudut tertutup (sudut sempit), disebut sudut tertutup karena


ruang anterior secara otomatis menyempit sehingga iris terdorong ke depan,
menempel ke jaringan trabekuler dan menghambat humor aqueos mengalir
ke saluran schlemm. Pargerakan iris ke depan dapat karena peningkatan
tekanan vitreus, penambahan cairan diruang posterior atau lensa yang
mengeras karena usia tua. Gejalah yang timbul dari penutupan yang tiba-tiba
dan meningkatnya TIO, dapat nyeri mata yang berat, penglihatan kabur.
Penempelan iris memyebabkan dilatasi pupil, tidak segera ditangni akan
terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.

2. Glaukoma sekunder

Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata lain
yang menyebabkan penyempitan sudut atau peningkatan volume cairan di dalam
mata. Kondisi ini secara tidak langsung mengganggu aktivitas struktur yang
terlibat dalam sirkulasi dan atau reabsorbsi akueos humor. Gangguan ini terjadi
akibat:

 Perubahan lensa, dislokasi lensa , terlepasnya kapsul lensa pada katarak


 Perubahan uvea, uveitis, neovaskularisasi iris, melanoma dari jaringan uvea

 Trauma, robeknya kornea/limbus diserai prolaps iris

3. Glaukoma kongenital

Glaukoma Kongenital ditemukan pada saat kelahiran atau segera setelah


kelahiran, biasanya disebabkan oleh sistem saluran pembuangan cairan di dalam
mata tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya tekanan bola mata meningkat terus
dan menyebabkan pembesaran mata bayi, bagian depan mata berair, berkabut dan

5
peka terhadap cahaya. Glaukoma Kongenital merupakan perkembangan abnormal
dari sudut filtrasi dapat terjadi sekunder terhadap kelainan mata sistemik jarang
(0,05%) manifestasi klinik biasanya adanya pembesaran mata, lakrimasi, fotofobia
blepharospme.

E. Patofisiologi

Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi humor


aqueus oleh badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran keluar humor
aquelus melalui sudut bilik mata depan juga bergantung pada keadaan kanal Schlemm
dan keadaan tekanan episklera. Tekanan intraokular dianggap normal bila kurang dari
20 mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer Schiotz (aplasti). Jika terjadi
peningkatan tekanan intraokuli lebih dari 23 mmHg, diperlukan evaluasi lebih lanjut.
Secara fisiologis, tekanan intraokuli yang tinggi akan menyebabkan terhambatannya
aliran darah menuju serabut saraf optik dan ke retina. Iskemia ini akan menimbulkan
kerusakan fungsi secara bertahap. Apabila terjadi peningkatan tekanan intraokular,
akan timbul penggaungan dan degenerasi saraf optikus yang dapat disebabkan oleh
beberapa faktor :

a. Gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan deganerasi berkas serabut


saraf pada papil saraf optik.

b. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi
papil saraf otak relatif lebih kuat dari pada bagian tengah sehingga terjadi
penggaungan pada papil saraf optik.

c. Sampai saat ini, patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih belum jelas.

d. Kelainan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh kerusakan serabut saraf
optik. (Tamsuri M, 2010 : 72-73).

6
F. Pathway

Usia ≥ 40 tahun, DM, kortikosteroid jangka


panjang, miopia, trauma mata.

Obtruksi jaringan Peningkatan tekanan


trabekuler vitreus

Hambatan pengaliran Pergerakan iris ke


cairan humor aqueous depan

TIO meningkat Glaukoma TIO meningkat

Nyeri

Gangguan saraf optik Tindakan operasi

Perubahan pengelihatan Anxietas Defisit Pengetahuan


perifer

Luka insisi
Gangguan persepsi
sensori: pengelihatan
Resiko jatuh Resiko Infeksi

Kebutaan

Resiko Cidera

7
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan tajam pengelihatan.
a. Tonometri
Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Dikenal
empat cara tonometri, untuk mengetahui tekanan intra ocular yaitu :
— Palpasi atau digital dengan jari telunjuk
— Indentasi dengan tonometer schiotz
— Aplanasi dengan tonometer aplanasi goldmann
— Nonkontak pneumotonometri
Tonomerti Palpasi atau Digital
Cara ini adalah yang paling mudah, tetapi juga yang paling tidak
cermat, sebab cara mengukurnya dengan perasaan jari telunjuk. Dpat
digunakan dalam keadaan terpaksa dan tidak ada alat lain. Caranya adalah
dengan dua jari telunjuk diletakan diatas bola mata sambil pendertia disuruh
melihat kebawah. Mata tidak boleh ditutup, sebab menutup mata
mengakibatkan tarsus kelopak mata yang keras pindah ke depan bola mata,
hingga apa yang kita palpasi adalah tarsus dan ini selalu memberi kesan
perasaan keras. Dilakukan dengan palpasi : dimana satu jari menahan, jari
lainnya menekan secara bergantian. Tinggi rendahnya tekanan dicatat sebagai
berikut :
 N : normal
 N+1 : agak tinggi
 N+2 : untuk tekanan yang lebih tinggi
 N–1 : lebih rendah dari normal
 N–2 : lebih rendah lagi, dan seterusnya
b. Gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan
dengan menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal glaukoma gonioskopi
diperlukan untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan.
c. Oftalmoskopi
Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk mempertahankan keadaan
papil saraf optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma yang kronik.
Papil saraf optik yang dinilai adalah warna papil saraf optik dan lebarnya

8
ekskavasi. Apakah suatu pengobatan berhasil atau tidak dapat dilihat dari
ekskavasi yang luasnya tetap atau terus melebar.
2. Pemeriksaan lapang pandang
a. Pemeriksaan lapang pandang perifer :lebih berarti kalau glaukoma sudah lebih
lanjut, karena dalam tahap lanjut kerusakan lapang pandang akan ditemukan
di daerah tepi, yang kemudian meluas ke tengah.
b. Pemeriksaan lapang pandang sentral: mempergunakan tabir Bjerrum, yang
meliputi daerah luas 30 derajat. Kerusakan – kerusakan dini lapang pandang
ditemukan para sentral yang dinamakan skotoma Bjerrum.(Sidarta Ilyas,
2002: 242-248).
H. Penatalaksanaan Glaukoma
1. Terapi Medis
Pengobatan dilakukan dengan prinsip untuk menurunkan TIO, membuka
sudut yang tertutup (pada glaukoma sudut tertutup), melakukan tindakan suportif
(mengurangi nyeri, mual, muntah, serta mengurangi radang), mencegah adanya
sudut tertutup ulang serta mencegah gangguan pada mata yang baik (sebelahnya).
Upaya menurunkan TIO dilakukan dengan memberikan cairan
hiperosmotik seperti gliserin per oral atau dengan menggunakan manitol 20%
intravena. Humor aqueus ditekan dengan memberikan karbonik anhidrase seperti
acetazolamide (Acetazolam, Diamox). Dorzolamide (TruShop), methazolamide
(Nepthazane). Penurunan humor aqueus dapat juga dilakukan dengan
memberikan agens penyekat beta adrenergik seperti latanoprost (Xalatan), timolol
(Timopic), atau levobunolol (Begatan).
Untuk melancarakan aliran humor aqueus, dilakukan konstriksi pupil
dengan miotikum seperti pilocarpine hydrochloride 2-4% setiap 3-6 jam.
Miotikum ini menyebabkan pandangan kabur setelah 1-2 jam penggunaan.
Pemberian miotikum dilakukan apabila telah terdapat tanda-tanda penurunan
TIO.
Penanganan nyeri, mual, muntah, dan peradangan dilakukan dengan
memberikan analgesik seperti pethidine (Demerol), anti muntah atau
kostikosteroid untuk reaksi radang.
Jika tindakan di atas tidak berhasil, lakukan operasi untuk membuka saluran
schlemm sehingga cairan yang banyak diproduksi dapat keluar dengan mudah.
Tindakan pembedahan dapat dilakukan seperti trabekulektomi dan laser

9
trabekuloplasti. Bila tindakan ini gagal, dapat dilakukan siklokrioterapi
(Pemasanag selaput beku).
2. Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan lebih menekankan pada pendidikan kesehatan
terhadap penderita dan keluarganya karena 90% dari penyakit glaukoma
merupakan penyakit kronis dengan hasil pengobatan yang tidak permanen.
Kegagalan dalam pengobatan untuk mengontrol glaukoma dan adanya
pengabaian untuk mempertahankan pengobatan dapat menyebabkan kehilangan
pengelihatan progresif dan mengakibatkan kebutaan.
Klien yang mengalami glaukoma harus mendapatkan gambaran tentang
penyakit ini serta penatalaksanaannya, efek pengobatan, dan tujuan akhir
pengobatan itu. Pendidikan kesehatan yang diberikan harus menekan bahwa
pengobatan bukan untuk mengembalikan fungsi pengelihatan, tetapi hanya
mempertahankan fungsi pengelihatan yang masi ada.
I. Asuhan keperawatan glaukoma
1. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama
b. Alamat
c. Jenis kelamin
d. Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur > 40 tahun.
e. Ras, kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaukoma paling sedikit 5 kali
dari kulit putih (dewit, 1998).
f. Pekerjan, terutama yang beresiko besar mengalami trauma mata
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama: Pasien biasanya mengeluh berkurangnya lapang pandang
dan mata menjadi kabur.
b. Riwayat kesehatan sekarang: Pasien mengatakan matanya kabur dan
sering menabrak, gangguan saat membaca
c. Riwayat kesehatan dahulu: kaji adanya masalah mata sebelumnya atau
pada saat itu, riwayat penggunaan antihistamin (menyebabkan dilatasi
pupil yang akhirnya dapat menyebabkan Angle Closume Glaucoma),
riwayat trauma (terutama yang mengenai mata), penyakit lain yang sedang
diderita (DM, Arterioscierosis, Miopia tinggi).

10
d. Riwayat kesehatan keluarga: kaji apakah ada kelurga yang menglami
penyakit glaucoma sudut terbuka primer.
3. Psikososial: kaji kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatuh,
berkendaraan.
4. Pemeriksaan fisik
— Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop untuk
mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus
menjadi lebih luas dan lebih dalam. Pada glaucoma akut primer, kamera
anterior dangkal, akues humor keruh dan pembuluh darah menjalar keluar
dari iris.
— Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang pandang
cepat menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara
bertahap.
— Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya inflamasi
mata, sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil sedang yang gagal
bereaksi terhadap cahaya. Sedangkan dengan palpasi untuk memeriksa
mata yang mengalami peningkatan TIO, terasa lebih keras dibanding mata
yang lain.
— Uji diagnostik menggunakan tonometri, pada keadaan kronik atau open
angle didapat nilai 22-32 mmHg, sedangkan keadaan akut atau angle
closure ≥ 30 mmHg. Uji dengan menggunakan gonioskopi akan didapat
sudut normal pada glaukoma kronik. Pada stadium lanjut, jika telah timbul
goniosinekia (perlengketan pinggir iris pada kornea/trabekula) maka sudut
dapat tertutup. Pada glaukoma akut ketika TIO meningkat, sudut COA
akan tertutup, sedang pada waktu TIO normal sudutnya sempit. (Indriana
N dan Istiqomah; 2004)
2. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan kognitif perawat dalam pengembangan
daya berfikir dan penalaran yang dipengaruhi latar belakang ilmu dan
pengetahuan, pengalaman dan pengertian tentang substansi ilmu keperawatan dan
proses penyakit. Ada 2 analisa data yaitu :
1. Data Subjektif adalah data yang didapatkan dari klien atau pasien sebagai
suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak
bisa ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide klien atau

11
pasien tentang status kesehatannya. Misalnya tentang nyeri, perasaan lemah,
ketakutan, kecemasan, dan lain-lain.
2. Data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh
dengan menggunakan panca indra (lihat, dengar, raba, cium) selama
pemeriksaan fisik. Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah, edema,
berat badan, tingkat kesadaran.
No Data Fokus Penyebab/ Etiologi Masalah
keperawatan

1 Geajala dan Tanda Mayor Obtruksi jaringan (D.0077)


trabekuler
DS: Nyeri akut

- Mengeluh nyeri
Hambatan pengaliran
DO: aqueus humor

- Tampak meringis
- Bersikap protektif TIO meningkat
- Gelisah

- Frekuensi nadi
meningkat Nyeri

- Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor:


DS : -
DO :

- Tekanan darah mneingkat


- Pola nafas berubah
- Nafsu makan berubah
- Proses berfikir berubah
- Menarik diri
- Berfokus pada diri sendiri
- Diaforesis

2. Gejala dan tanda mayor Obtruksi jaringan (D.0085)


trabekuler Gangguan

12
DS: ↓ persepsi
sensori
- Melihat bayangan Hambatan pengaliran
cairan humor aqueous penglihatan
DO:

- Distori sensori
TIO meningkat
- Respon tidak sesuai

- Bersikap seolah melihat
Glaukoma
Gejala dan tanda minor
DS: ↓

- Menyatakan kesal Gangguan saraf optik



DO:
Perubahan penglihatan
- Menyendiri perifer
- Melamun ↓
- Konsentrasi buruk
Gangguan persepsi
- Disorientasi waktu, sensori: Penglihatan
tempat, orang atau situasi
- Criga
- Melihat ke satu arah
- Mondar-mandir
- Bicara sendiri

3. Gejala dan tanda mayor TIO meningkat (D.0080)


Ansietas
DS : ↓

- Merasa bingung Gangguan saraf optik


- Merasa khawatir dengan

akibat dari kondisi yang
dihadapi Perubahan penglihatan
- Sulit berkonsentrasi perifer

DO : ↓

13
- Tampak gelisah Ansietas
- Tampak tegang
- Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor

DS:

- Mengeluh pusing
- Anoreksia
- Palpitasi
- Merasa tidak berdaya

DO:

- Frekuensi nafas
meningkat
- Frekuensi nadi mneingkat
- Tekanan darah meningkat
- Diaforesis
- Tremor
- Muka tampak pucat
- Suara bergetar
- Kontak mata buruk
- Sering berkemih
- Berorientasi pada masa
lalu

4. Gejala dan tanda Mayor Peningkatan tekanan (D.0111)


vitreus Defisit
DS: Pengetahuan

- Menayakan masalah yang
Pergerakan iris ke depan
dihadapi

14
DO: TIO meningkat

- Menunjukkan perilaku ↓

tidak sesuai anjuran Tindakan operasi


- Menunjukkan persepsi

yang keliru terhadap
masalah Defisit Pengetahuan

Gejala dan tanda minor

DS: -

DO:

- Menjalani pemeriksaan
yang tidak tepat
- Menunjukkan perilaku
berlebihan 9misalnya
apatis. Bermusuhan,
agitasi, histeria)

5. Faktor Resiko TIO meningkat (D.0136)


Resiko
Eksternal: ↓ Cidera

- Terpapar patogen Ganggan saraf optik


- Terpapar zat kimia toksik

- Terpapar agen
nosokomial Perubahan penglihatan

- Ketidakamanan perifer

transportasi ↓

Internal: Kebutaan

- Ketidaknormalan profil ↓
darah
Resiko cidera
- Perubahan orientasi
afektif

15
- Perubahan sensasi
- Disfungsi autoimun
- Disfungsi biokimia
- Hipoksia jaringan
- Kegagalan mekanisme
pertahanan tubuh
- Malnutrisi
- Perubahan fungsi
psikomotor
- Perubahan fungsi kognitif

6. Fator risiko : TIO meningkat (D.0142)


˗ Penyakit kronis Resiko

˗ Efek prosedur invasive infeksi
˗ Manutrisi Tindakan operasi
˗ Peningkatan paparan

organisme pathogen
lingkungan trabekulectomy
˗ Kerusakan integritas kulit

˗ Perubahan sekresi PH
˗ Penurunan hemoglobin Luka operasi
˗ Leukopenia

˗ Supresi respon inflamasi
˗ Resiko infeksi

7. Faktor resiko: TIO meningkat (D.0143)


Resiko Jatuh
- Usia ≥65 tahun (pada ↓
dewasa)
Gangguan saraf optik
- Riwayat jatuh
- Perubahan fungsi kognitif ↓

- Lingkungan tidak aman Perubahan penglihatan


- Kondisi pasca operasi perifer
- Penurunan kadar glukosa

16
darah Resiko Jatuh
- Kekuatan otot menurun
- Gangguan penglihatan

3. Diagnosa keperawatan

a. (D.0077) Nyeri berhubungan dengan proses penyakit..


b. (D.0085) Gangguan persepsi sensori: penglihatan berhubungan dengan
perubahan penglihatan oleh karena peningkatan TIO.
c. (D.0080) Ansietas berhubungan dengan penurunan penglihatan.
d. (D.0111) Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
e. (D.0136) Resiko cidera berhubungan dengan penurunan lapang pandang.
f. (D.0142) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan operasi, luka operasi.
g. (D.0143) Resiko Jatuh berhubungan dengan penyakit (Gangguan
penglihatan).

17
4. Intervensi keperawatan

No Diagnosis Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


keperawatan (SLI) (SIKI)
(SDKI)

1. (D.0077) Nyeri akut Tingkat nyeri (L.08066) 1. Management nyeri (I.08238)


Setelah dilakukan intervensi a. Observasi
keperawatan selama 3x 24 jam, maka 1) Identifikasi , characteristic, durasi,
Tingkat nyeri menurun dengan kriteria frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
hasil: 2) Identifikasi skala nyeri
1. Meringis menurun 3) Identifikasi respons nyeri nonverbal
2. Sikap protektif menurun 4) Identifikasi factor yang memperberat dan
3. Gelisah menurun memperingan nyeri
4. Frekuensi nadi membaik 5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
5. Pola tidur membaik tentang nyeri
6. Tekanan darah membaik 6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap
7. Pola nafas membaik respon nyeri
8. Nafsu makan membaik 7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
9. Proses berpikir membaik hidup
10. Menarik diri menurun 8) Monitor keberhasilan terrapin
11. Diaphoresis meningkat komplementer yang sudah diberikan
9) Monitor efek samping penggunaan analgetik

19
b. Terapeutik
1) Berikan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri (mis, TENS,
hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imaginasi terbimbing, kompres
hangat atau dingin, terapi bermain)
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri( mis, suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
c. Edukasi
1) jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
2) jelaskan strategi meredakan nyeri
3) anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

20
4) anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
5) ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

d. kolaborasi
1) kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2. (D.0085) Gangguan Persepsi Sensori Minimalisasi Rangsangan


persepsi sensori Setelah dilakukan tindakan
a. Observasi
penglihatan keperawatan selama 3x24 jam,
1) periksa status mental, status sensori, dan
persepsi sensori membaik dengan
tingkat kenyamanan (misalnya: nyeri,
kriteria hasil:
kelelahan)
1. verbalisasi melihat bayangan b. Terapeutik
meningkat 1) diskusikan tingkat toleransi terhadap beban
sensori (misalnya: bising, terlalu terang)
2) batasi stimulus lingkungan (misalnya
cahaya. suara, aktivitas)
3) jadwalkan aktivitas harian dan waktu
istirahat
4) kombinasikan prosedur/tindakan dalam satu

21
waktu. sesuai kebutuhan
c. Edukasi
1) Ajarkan cara meminimalisasi stimulus
(misalnya mengatur pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan, membatasi
kunjungan)
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur
/tindakan
2) Kolaborasi pemberian obat yang
mempengaruhi persepsi stimulus
3 (D.0080) Ansietas Setelah dilakukan tindakan 1. Reduksi ansietas
keperawatan selama 3x24 jam, a. Observasi.
intoleransi ansietas menurun 1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis.
dengan kriteria hasil : Kondisi, waktu, stressor).
1. Rasa khawatir menurun 2) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan.
2. Tampak lebih rileks 3) Monitor tanda tanda ansietas (verbal dan non
3. Frekuensi membaik verbal).
4. Nadi membaik b. Terapeutik.
5. Td membaik 1) Ciptakan suasana terapeutik untuk
- menumbuhkan kepercayaan

22
2) Dengarkan dengan penuh perhatian.
3) Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan
4) Tempatkan barang pribadi yang memberikan
keyamanan.
5) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan.
6) Diskusikan perencanaan realitas tentang
peristiwa yang akan datang.
c. Edukasi.
1) Jelaskan prosedur, termasuk sesuai yang
mungkin dialami.
2) Informasikan secara factual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan prognosis.
3) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien,
jika perlu.
4) Anjurkan mengungkakan perasaan dan
persepsi.
5) Latih teknik relasasi
d. Kolaborasi.
1) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk

23
pemberian obat anti ansietas, jika perlu.
2. Terapi relaksasi
a. Observasi.
1) Identifikasi penurunan tingkat energi,
ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala
lain yang mengganggu kemampuan kognitif
2) Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif
digunakan
3) Periksa ketegangan otot,frekuensi nadi, tekanan
darah, dan suhu sebelum dan sesudah latihan
4) Monitor respons terhadap terapi relaksasi.
b. Terapeutik
1) Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa
gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
2) Berikan informasi tertulis tentang persiapan
dan prosedur teknik relaksasi
3) Gunakan nada suara lembut dengan irama
lambat dan berirama
4) Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang
dengan analgetik atau tindakan medis lain, jika

24
sesuai
c. Edukasi.
1) Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis
relaksasi yang tersedia (mis. Musik, meditasi,
nafas dalam, relaksasi otot progresif).
2) Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang
dipilih.
3) Anjurkan perngambilan posisi nyaman
4) Anjurkan sering mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih
5) Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis.
Nafas dalam, peregangan, atau imajinasi
terbimbing).

4. (D.0111) Defisit Tingkat Pengetahuan (L.12111) Edukasi Kesehatan (I.12383)


Pengetahuan Setelah dilakukan tindakan
a. Observasi
keprawatan selama 3x24 jam
1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan
pengetahuan menigkat dengan kriteria
menerima informasi
hasil:
2) Identifikasi faktor-faktor yang dapat
1. Perilaku sesuai anjuran meningkatkan dan menurunkan motivasi
meningkat perilaku hidup bersih dan sehat
2. Kemampuan menjelaskan b. Terapeutik

25
pengetahuan suatu topik 1) Sediakan materi dan media pendidikan
meningkat kesehatan
3. Pertanyaan tentang masalah 2) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
yang dihadapi menurun kesepakatan
4. Persepsi yang keliru terhadap 3) Berikan kesempatan untuk bertanya
masalah c. Edukasi
5. Menjalani pemeriksaan yang 1) Jelaskan faktor resiko yang dapat
tidak tepat menurun mempengaruhi keshatan
6. Perilaku menurun 2) Ajarkan perilaku hidup berish dan sehat
3) Ajarkan strategi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan perilaku hidup bersih
dan sehat
5. (D.0136) Resiko Tingkat Didera (L.14136) Pencegahan Cidera (I.14537)
Cidera Setelah dilakukan tindakan tindakan Observasi
keperawatan selama 3x24 jam Cidera
1) Identifikasi lingkungan yang berpotensi
menurun dengan kriteria hasil:
menyebabkan cidera
1) Toleransi aktivitas meningkat 2) Identifikasi obat yang berpotensi
2) Kejadian cidera menurun menyebabkan cidera
3) Luka/lecet menurun 3) Identifikasi kesesuaian alas kaki atau
4) Ekspresi wajah kesakitan stoking elastis pada ekstremitas
menurun Terapeutik

26
5) Gangguan kognitif menurun 1) sediakan pencahayaan yang memadai
2) sosialisasikan pasien dan keluarga dengan
lingkungan ruang rawat
3) sediakan alas kakai antiselip
4) sediakan pispot atau urinal untuk eliminasi
didekat tempat tidur, jika perlu
5) pastikan bel panggilan atau telepon mudah
dijangkau
6) diskusikan mengenai alat bantu mobilitas
yang sesuai
7) tingkatkan frekuensi observasi dan
pengawasan pasien sesuai kebutuhan
Edukasi

1) jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh


ke pasien atau keluarga
2) anjurkan baerganti posisi secara perlahan
dan duduk selama beberapa menit sebelum
berdiri
6. (D.0142) Tingkat Infeksi (L.14137) Pencegahan Infeksi (I.14539)
Risiko infeksi Setelah dilakukan intervensi a. Observasi
keperawatan selama 3x 24 jam, maka 1) Monitor tanda dan gejala infeksi local atau

27
Tingkat infeksi menurun dengan sistemik
kriteria hasil:
b. Terapeutik
1. Kebersihan tangan meningkat
1) Batasi jumlah pengunjung
2. Kebersihan badan meningkat
2) Berikan perawatan kulit pada area edema
3. Demam menurun
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
4. Kemerahan menurun
dengan pasien dan lingkungan pasien
5. Nyeri menurun
4) Pertahankan teknik aseptic pada pasien
6. Bengkak menurun
beresiko tinggi
7. Gangguan kognitif menurun
8. Kadar sel darah putih membaik c. Edukasi
9. Kultur darah membaik 1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
10. Kultur urine membaik 2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
11. Kultur area luka membaik 3) Ajarkan etika batuk
12. Nafsu makan membaik 4) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
5) Anjurkan meninigkatkan asupan cairan

d. Kolaborasi
1) Kolabroasi pemberian imunisasi, jika perlu

7. (D.0143) Tingkat Jatuh (L.14138) Pencegahan Jatuh (I.14540)


Resiko Jatuh Setelah dilakukan tindakan a. Observasi
keperawatan selama 3x24 jam tingkat 1) Identifikasi faktor resiko jatuh
jatuh menurun dengan kriteria hasil: 2) Identifikasi faktor lingkungan yang

28
1) Jatuh dari tempat tidur meningkatkan resiko jatuh
menurun 3) Hitung resiko jatuh dengan menggunakan
2) Jatuh saat berdiri menurun skala (misal. Fall Morse Scale, Humpty
3) Jatuh saat duduk menurun Dumpty Scale) jika perlu
4) Jatuh saat dipindahkan 4) Monitor kemampuan berpindah dari tempat
menurun tidur ke kursi roda atau sebaliknya
5) Jatuh saat naik tangga menurun b. Terapeutik
6) Jatuh saat dikamar mandi 1) Orientasikan ruangan pada pasien dan
menurun keluarga
7) Jatuh saat membungkuk 2) Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda
menurun selalu dalam kondisi terkunci
3) Pasang handrail tempat tidur
4) Gunakan alat bantu berjalan (misal. Kursi
roda, walker)
5) Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan
pasien
c. Edukasi
1) Anjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan berpindahan
2) Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak
licin
3) Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga

29
keseimbangan tubuh
4) Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki
untuk meningkatkan keseimbangan saat
berdiri
5) Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil
untuk memanggil perawat

30
BAB III

TINJAUAN KASUS

Seorang ibu rumah tangga berusia 50 tahun datang ke poli mata dengan keluhan mata
kiri terasa kabur sejak 3 tahun yang lalu. Awalnya pasien merasa gatal dimata, dan kepala
sering terasa sakit. Selain itu, pasien juga kadang melihat pelangi saat memandang lampu.
Sekarang, pasien merasa penglihatannya menyempit sehingga untuk berjalan menjadi
kesusahan dan harus berhati-hati. Keluhan serupa pernah dialami pasien pada mata kanannya.
Mata kanan sudah tidak bisa melihat sejak 6 tahun yang lalu. Awalnya, mata kanan juga
terasa gatal, cekot-cekot, kabur dan kadang terlihat pelangi saat melihat lampu. Lalu lama
kelamaan, mata kanan hilang pandangan penglihatan yang terasa semakin lama semakin
mengecil lalu tidak bisa melihat sampai sekarang. Pasien sudah sering ke dokter dan diberi
obat tetes, namun keluhan dirasa pasien tidak berkurang.

Riwayat operasi mata disangkal, DM disangkal, hipertensi disangkal, riwayat


memakai kacamata (-). Pada pemeriksaan didapatkan TD 110/80 mmhg, nadi 80x/menit,
respirasi 20x/menit, suhu 36,50c, visus OS 6/24 midriasis pupil yang tidak reaktif, reflek
cahaya (-), palpasi OS: teraba bola mata lebih terasa keras dibandingkan OD, TIO OS 20
mmhg.

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama : Tidak diktetahui
b. Alamat : Tidak diketahui
c. Jenis kelamin: Perempuan
d. Umur : 50 tahun
e. Pekerjan : tidak diketahui
2. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama: Pasien mengeluh mata kiri terasa kabur sejak 3 tahun yang
lalu.
2) Riwayat kesehatan sekarang: Seorang ibu rumah tangga berusia 50 tahun
datang ke poli mata dengan keluhan mata kiri terasa kabur sejak 3 tahun yang
lalu. Awalnya pasien merasa gatal dimata, dan kepala sering terasa sakit.
Selain itu, pasien juga kadang melihat pelangi saat memandang lampu.

31
Sekarang, pasien merasa penglihatannya menyempit sehingga untuk berjalan
menjadi kesusahan dan harus berhati-hati.
3) Riwayat kesehatan dahulu: Pasien mengeluh keluhan serupa pernah dialami
pasien pada mata kanannya. Mata kanan sudah tidak bisa melihat sejak 6 tahun
yang lalu. Awalnya, mata kanan juga terasa gatal, cekot-cekot, kabur dan
kadang terlihat pelangi saat melihat lampu. Lalu lama kelamaan, mata kanan
hilang pandangan penglihatan yang terasa semakin lama semakin mengecil
lalu tidak bisa melihat sampai sekarang.
4) Riwayat kesehatan keluarga: tidak disebutkan
3. Psikososial: Tidak ada data
4. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan Kepala dan Leher: tidak ada data
2) Pemeriksaan Integumen : suhu 36,5oC
3) Pemeriksaan Sistem Respirasi: respirasi 20x/menit
4) Pemeriksaan Kardiovaskular : TD 110/80 mmhg, nadi 80x/menit
5) Pemeriksaan Sistem  Gastrointestinal : tidak ada data
6) Pemeriksaan Sistem Muskuluskeletal : sulit untuk berjalan
7) Pemeriksaan Sistem Endokrin : riwayat DM tidak ada
8) Pemeriksaan Genitouria : Tidak ada data
9) Pemeriksaan Sistem Persarafan : visus OS 6/24 midriasis pupil yang tidak
reaktif, reflek cahaya (-), palpasi OS: teraba bola mata lebih terasa keras
dibandingkan OD, TIO OS 20 mmhg.
B. Analisa Data

No Data Fokus Penyebab/ Etiologi Masalah


keperawatan

1. Gejala dan tanda mayor Obtruksi jaringan (D.0085)


DS: trabekuler Gangguan
↓ persepsi sensori
- Mata kiri terasa kabur
penglihatan
Hambatan pengaliran
DO: cairan humor aqueous

- Kacamata (-) ↓

32
- visus OS 6/24 TIO meningkat
- midriasis pupil yang tidak ↓
reaktif
Glaukoma
- reflek cahaya (-)
- palpasi OS: teraba bola ↓

mata lebih terasa keras Gangguan saraf optik


dibandingkan OD

- TIO OS 20 mmhg.
Perubahan penglihatan
perifer

Gangguan persepsi
sensori: Penglihatan

2. Faktor resiko: TIO meningkat (D.0143) Resiko


Jatuh
- Usia ≥65 tahun (pada ↓
dewasa)
Gangguan saraf optik
- Riwayat jatuh
- Perubahan fungsi kognitif ↓

- Lingkungan tidak aman Perubahan penglihatan


- Kondisi pasca operasi perifer
- Penurunan kadar glukosa

darah
- Kekuatan otot menurun Resiko Jatuh
- Gangguan penglihatan

C. Diagnosa Keperawatan
1. D.0085) Gangguan persepsi sensori penglihatan
2. (D.0143) Resiko Jatuh

33
D. Intervensi Keperawatan

No Diagnosis Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


keperawatan (SLI) (SIKI)
(SDKI)

1. (D.0085) Gangguan Persepsi Sensori Minimalisasi Rangsangan


persepsi sensori Setelah dilakukan tindakan
a. Observasi
penglihatan keperawatan selama 3x24 jam,
1) Periksa status mental, status sensori, dan
persepsi sensori membaik dengan
tingkat kenyamanan (misalnya: nyeri,
kriteria hasil:
kelelahan)
1. verbalisasi melihat bayangan b. Terapeutik
meningkat 1) Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban
sensori (misalnya: terlalu terang)
2) Batasi stimulus lingkungan (misalnya
cahaya, Suara, aktivitas)
3) Jadwalkan aktivitas harian dan waktu
istirahat
4) Kombinasikan prosedur/tindakan dalam satu
waktu sesuai kebutuhan
c. Edukasi
1) Ajarkan cara meminimalisasi stimulus

34
(misalnya mengatur pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan, membatasi
kunjungan)
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur
/tindakan
2) Kolaborasi pemberian obat yang
mempengaruhi persepsi stimulus
2. (D.0143) Resiko Jatuh Tingkat Jatuh (L.14138) Pencegahan Jatuh (I.14540)
Setelah dilakukan tindakan a. Observasi
keperawatan selama 3x24 jam tingkat 1) Identifikasi faktor resiko jatuh
jatuh menurun dengan kriteria hasil: 2) Identifikasi faktor lingkungan yang
1) Jatuh dari tempat tidur menurun meningkatkan resiko jatuh
2) Jatuh saat berdiri menurun 3) Hitung resiko jatuh dengan menggunakan
3) Jatuh saat duduk menurun skala (Morse Scale)
4) Jatuh saat dipindahkan menurun 4) Monitor kemampuan berpindah dari tempat
5) Jatuh saat naik tangga menurun tidur ke kursi roda atau sebaliknya
6) Jatuh saat dikamar mandi b. Terapeutik
menurun 1) Gunakan alat bantu berjalan (misal. Kursi
7) Jatuh saat membungkuk menurun roda, walker)
c. Edukasi
1) Anjurkan memanggil perawat jika

35
membutuhkan bantuan berpindahan
2) Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak
licin
3) Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga
keseimbangan tubuh
4) Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki
untuk meningkatkan keseimbangan saat
berdiri

36
BAB IV
PEMBAHASAN

Kelompok melakukan asuhan keperawatan pada Pasien Wanita berusia 50


tahun dengan “Glaukoma” dari kass skenario 8 yang diberikan oleh dosen. kelompok
berusaha menerapkan asuhan keperawatan secara teoritis dan sistematis sesuai
dengan teori yang menjelaskan bahwa tahap proses keperawatan dibagi menjadi 5
tahap yaitu pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
keperawatan.

Dalam penerapan proses keperawatan tersebut memperoleh berupa


kesenjangan dan kesamaan antara teori dan kasus skenario 8. pada pembahasan ini
kelompok akan memaparkan beberapa kesenjangan yan ditemukan pada saat
mengerjakan asuhan keperawatan denan membandingkan antara teori dan kasus, dan
kelompok akan membahas tahap demi tahap dari proses keperawatan yang diberikan
kepada pasien yaitu:

A. Pengkajian Keperawatan
Pada pengkajian kelompok mengacu pada format yang telah diberikan tidak jauh
berbeda dengan yang ada ditinjauan teoritis. Dari hasil pengkajian kelompok mendapat
data dari kasus skenario 8, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, status kesehatan
pasien yang dipaparkan dalam contoh kasus tersebut.
Dari hasil pengkajian Seorang ibu rumah tangga berusia 50 tahun datang ke poli
mata dengan keluhan mata kiri terasa kabur sejak 3 tahun yang lalu. Awalnya pasien
merasa gatal dimata, dan kepala sering terasa sakit. Selain itu, pasien juga kadang
melihat pelangi saat memandang lampu. Sekarang, pasien merasa penglihatannya
menyempit sehingga untuk berjalan menjadi kesusahan dan harus berhati-hati. Keluhan
serupa pernah dialami pasien pada mata kanannya. Mata kanan sudah tidak bisa melihat
sejak 6 tahun yang lalu. Awalnya, mata kanan juga terasa gatal, cekot-cekot, kabur dan
kadang terlihat pelangi saat melihat lampu. Lalu lama kelamaan, mata kanan hilang
pandangan penglihatan yang terasa semakin lama semakin mengecil lalu tidak bisa
melihat sampai sekarang. Pasien sudah sering ke dokter dan diberi obat tetes, namun
keluhan dirasa pasien tidak berkurang.
Riwayat operasi mata disangkal, DM disangkal, hipertensi disangkal, riwayat
memakai kacamata (-). Pada pemeriksaan didapatkan TD 110/80 mmhg, nadi 80x/menit,
respirasi 20x/menit, suhu 36,50c, visus OS 6/24 midriasis pupil yang tidak reaktif, reflek
cahaya (-), palpasi OS: teraba bola mata lebih terasa keras dibandingkan OD, TIO OS 20
mmhg.
B. Diagnosa Keperawatan
1. (D.0085) Gangguan persepsi sensori penglihatan
2. (D.0143) Resiko Jatuh
C. Intervensi Keperawatan
Tahap ini kelompok menyusun rencana tindakan sesuai dengan permasalahan yang
muncul pada pasien. adapun intervensi tersebut dapat diapparkan sebagai berikut:
1. (D.0085) Gangguan persepsi sensori penglihatan
Minimalisasi Rangsangan
 Observasi
1) Periksa status mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan (misalnya:
nyeri, kelelahan)
 Terapeutik
1) Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori (misalnya: terlalu
terang)
2) Batasi stimulus lingkungan (misalnya cahaya, Suara, aktivitas)
3) Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
4) Kombinasikan prosedur/tindakan dalam satu waktu sesuai kebutuhan
 Edukasi
1) Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (misalnya mengatur pencahayaan
ruangan, mengurangi kebisingan, membatasi kunjungan)
 Kolaborasi
1) Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur /tindakan
2) Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi persepsi stimulus
2) (D.0143) Resiko Jatuh
Pencegahan Jatuh (I.14540)
 Observasi
1) Identifikasi faktor resiko jatuh
2) Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan resiko jatuh
3) Hitung resiko jatuh dengan menggunakan skala (Morse Scale)
4) Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda atau
sebaliknya
 Terapeutik
1) Gunakan alat bantu berjalan (misal. Kursi roda, walker)
 Edukasi
1) Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan berpindahan
2) Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
3) Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh
4) Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan keseimbangan
saat berdiri

40
BAB V
PENUTUP

A. Keimpulan

Glaukoma adalah penyakit dari saraf utama penglihatan yang disebut dengan
saraf optik. Glaukoma ditandai dengan pola kerusakan progresif tertentu pada saraf
optik yang umumnya dimulainya dengan hilangnya penglihatan samping (lapang
pandang) Debjit,2012).

Glaukoma dapat diklasifikasi menjadi 3 yaitu: glaukoma primer, sekunder dan


kongenital. Adapun tanda dan gejalanya adalah kornea suram, sakit kepala , nyeri,
lapang pandang menurun,dll. Komplikasi dari glaucoma adalah kebutaan.
Penatalaksanaannya dapat dilakukan berbagai terapi obat-obatan, sala satunya adalah
dengan pemberian terapi timolol yang bertujuan untuk menurunkan intraokuler (TIO).

B. Saran

1. Bagi petugas kesehata atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan pelayanan
kesehatan khususnya pada glaukoma untuk pencapaian kualitas keperawatan
secara optimal dan sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan secara
berkesinambungan.

2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan
karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna
maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai, oleh sebab itu perlu adanya
penjelasan pada klien dan keluarga mengenai manfaat serta pentingnya kesehatan.

3. Bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami dan menerapkan


asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan glaucoma

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Anas Tamsuri. Klien gangguan mata dan pengelihatan: keperawatan medical-bedah.


Jakarta: EGC, 2010.
2. Bhowmik Debjit, dkk.2012. Glaukoma A Eye Disorder Its Causes, Risk Fctor,
Prevention and Medication. Vol.1.No.1 2012 (www.thepharmajournal.com).
3. De-Gaulle, V. F dan P.. Dako –Gyeke. 2016. Glaucoma Awarenes Knowledge
Practice Ibu Blta Stunting Usia 6-24 bulan. Indonesian Journal of Human Ntritition,
Juni 2016, Vol.3.No 1. Splemen: 1-8 (file:///C:/User/Downloads/Pengaruh Edukasi
Gizi Terhadap Feeding Practice Ib.pdf)
4. Doungoes, marilyn E. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi ke 3. Jakarta: EGC. 1999.

5. Indriana dan N Istiqomah.

6. Tim POKJA SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1 Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

7. Tim POKJA SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatan Perawat Indonesia.

8. Tim POKJA SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatan Perawat Indonesia.

42

Anda mungkin juga menyukai