SKENARIO 8
Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah KMB III
Dosen Pengampu : Ns. Siti Aminah., M.Kep
Disusun Oleh:
Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT, pencipta alam semesta, tidak lupa
sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw. karena atas rahmat
dan karunia Allah tugas ini dapat kami selesaikan.
Demikianlah makalah ini kami susun. Dengan harapan dapat bermanfaat bagi siapa saja
yang membacanya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu, semua keritik dan saran senantiasa kami harapkan untuk kesempurnaan makalah
ini agar menjadi lebih baik.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
A. Latar belakang.............................................................................................1
B. Tujuan penulisan ........................................................................................1
1. Tujuan umum .......................................................................................1
2. Tujuan khusus ......................................................................................1
BAB IV PEMBAHASAN.........................................................................................37
BAB IV PENUTUP...................................................................................................41
A. Kesimpulan ..............................................................................................41
B. Saran ........................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Mata merupakan salah satu panca indera yang sangat penting untuk kehidupan
manusia. Terlebih lebih dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik
merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Apalagi dengan sempitnya
lapangan kerja, hanya orang-orang yang sempurna dengan segala indranya saja yang
mendapat kesempatan kerja termasuk matanya.mata merupakan anggota badan yang
sangat peka. Trauma seperti debu sekecil apapun yang masuk kedalam mata, sudah
cukup untuk menimbulkangangguan yang hebat, apabila keadaan ini diabaikan, dapat
menimbulkan penyakit yang sangat gawat.
Salah satu penyakitnya yaitu glaukoma. Glaukoma adalah penyebab kebutaan
kedua terbesar di dunia setelah katarak. Diperkirakan 66 juta penduduk dunia sampai
tahun 2010 akan menderita gangguan penglihatan karena glaukoma. Kebutaan karena
glaukoma tidak bisa disembuhkan, tetapi pada kebanyakan kasus glaukoma dapat
dikendalikan.
Glaukoma disebut sebagai pencuri penglihatan karena sering berkembang
tanpa gejala yang nyata. Penderita glaukoma sering tidak menyadari adanya gangguan
penglihatan sampai terjadi kerusakan penglihatan yang sudah lanjut. Diperkirakan
50% penderita glaukoma tidak menyadari mereka menderita penyakit tersebut.
Karena kerusakan yang disebabkan oleh glaukoma tidak dapat diperbaiki, maka
deteksi, diagnosa dan penanganan harus dilakukan sedini mungkin.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum:
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur sistem
persepsi sensori dan untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa/i tentang
glaukoma dan tindakan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit
glukoma.
2. Tujuan khusus:
a. Untuk mengetahui definisi dari glaukoma.
b. Untuk mengetahui klasifikasi glaukoma.
c. Untuk mengetahui etiologi glaukoma.
1
d. Untuk mengetahui patofisiologi glaukoma.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis glaukoma.
f. Untuk mengetahui pemeriksaan medis glaukoma.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan glaukoma.
h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan glaukoma.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi glaukoma
Glaukoma berasal dari bahasa Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma
adalah sekelompok gangguan gangguan yangbmelibatkan beberapa perubahan atau
gejala patologis yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler (TIO) dengan
segalah akibatnya. (Indriana dan N Istiqomah; 2004).
Glaukoma adalah penyakit dari saraf utama penglihatan yang disebut dengan
saraf optik. Glaukoma ditandai dengan pola kerusakan progresif tertentu pada saraf
optik yang umumnya dimulainya dengan hilangnya penglihatan samping (lapang
pandang) Debjit,2012).
B. Etiologi Glaukoma
Beberapa faktor resiko utama pada glaukoma menurut Debjit (2012), yaitu:
3
a. Takanan intraokler tinggi
d. Korne tipis, miopia tinggi (rabun jauh)(, cidera mata dan pembedahan
C. Manifestasi Klinis
D. Klasifikasi glaukoma
1. Glaukoma primer
4
berkembang disebut sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu
terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan
degeneratif jaringan trabekular, saluran schleem, dan saluran yg berdekatan.
Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada,
kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal.
Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul.
2. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata lain
yang menyebabkan penyempitan sudut atau peningkatan volume cairan di dalam
mata. Kondisi ini secara tidak langsung mengganggu aktivitas struktur yang
terlibat dalam sirkulasi dan atau reabsorbsi akueos humor. Gangguan ini terjadi
akibat:
3. Glaukoma kongenital
5
peka terhadap cahaya. Glaukoma Kongenital merupakan perkembangan abnormal
dari sudut filtrasi dapat terjadi sekunder terhadap kelainan mata sistemik jarang
(0,05%) manifestasi klinik biasanya adanya pembesaran mata, lakrimasi, fotofobia
blepharospme.
E. Patofisiologi
b. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi
papil saraf otak relatif lebih kuat dari pada bagian tengah sehingga terjadi
penggaungan pada papil saraf optik.
c. Sampai saat ini, patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih belum jelas.
d. Kelainan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh kerusakan serabut saraf
optik. (Tamsuri M, 2010 : 72-73).
6
F. Pathway
Nyeri
Luka insisi
Gangguan persepsi
sensori: pengelihatan
Resiko jatuh Resiko Infeksi
Kebutaan
Resiko Cidera
7
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan tajam pengelihatan.
a. Tonometri
Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Dikenal
empat cara tonometri, untuk mengetahui tekanan intra ocular yaitu :
— Palpasi atau digital dengan jari telunjuk
— Indentasi dengan tonometer schiotz
— Aplanasi dengan tonometer aplanasi goldmann
— Nonkontak pneumotonometri
Tonomerti Palpasi atau Digital
Cara ini adalah yang paling mudah, tetapi juga yang paling tidak
cermat, sebab cara mengukurnya dengan perasaan jari telunjuk. Dpat
digunakan dalam keadaan terpaksa dan tidak ada alat lain. Caranya adalah
dengan dua jari telunjuk diletakan diatas bola mata sambil pendertia disuruh
melihat kebawah. Mata tidak boleh ditutup, sebab menutup mata
mengakibatkan tarsus kelopak mata yang keras pindah ke depan bola mata,
hingga apa yang kita palpasi adalah tarsus dan ini selalu memberi kesan
perasaan keras. Dilakukan dengan palpasi : dimana satu jari menahan, jari
lainnya menekan secara bergantian. Tinggi rendahnya tekanan dicatat sebagai
berikut :
N : normal
N+1 : agak tinggi
N+2 : untuk tekanan yang lebih tinggi
N–1 : lebih rendah dari normal
N–2 : lebih rendah lagi, dan seterusnya
b. Gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan
dengan menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal glaukoma gonioskopi
diperlukan untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan.
c. Oftalmoskopi
Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk mempertahankan keadaan
papil saraf optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma yang kronik.
Papil saraf optik yang dinilai adalah warna papil saraf optik dan lebarnya
8
ekskavasi. Apakah suatu pengobatan berhasil atau tidak dapat dilihat dari
ekskavasi yang luasnya tetap atau terus melebar.
2. Pemeriksaan lapang pandang
a. Pemeriksaan lapang pandang perifer :lebih berarti kalau glaukoma sudah lebih
lanjut, karena dalam tahap lanjut kerusakan lapang pandang akan ditemukan
di daerah tepi, yang kemudian meluas ke tengah.
b. Pemeriksaan lapang pandang sentral: mempergunakan tabir Bjerrum, yang
meliputi daerah luas 30 derajat. Kerusakan – kerusakan dini lapang pandang
ditemukan para sentral yang dinamakan skotoma Bjerrum.(Sidarta Ilyas,
2002: 242-248).
H. Penatalaksanaan Glaukoma
1. Terapi Medis
Pengobatan dilakukan dengan prinsip untuk menurunkan TIO, membuka
sudut yang tertutup (pada glaukoma sudut tertutup), melakukan tindakan suportif
(mengurangi nyeri, mual, muntah, serta mengurangi radang), mencegah adanya
sudut tertutup ulang serta mencegah gangguan pada mata yang baik (sebelahnya).
Upaya menurunkan TIO dilakukan dengan memberikan cairan
hiperosmotik seperti gliserin per oral atau dengan menggunakan manitol 20%
intravena. Humor aqueus ditekan dengan memberikan karbonik anhidrase seperti
acetazolamide (Acetazolam, Diamox). Dorzolamide (TruShop), methazolamide
(Nepthazane). Penurunan humor aqueus dapat juga dilakukan dengan
memberikan agens penyekat beta adrenergik seperti latanoprost (Xalatan), timolol
(Timopic), atau levobunolol (Begatan).
Untuk melancarakan aliran humor aqueus, dilakukan konstriksi pupil
dengan miotikum seperti pilocarpine hydrochloride 2-4% setiap 3-6 jam.
Miotikum ini menyebabkan pandangan kabur setelah 1-2 jam penggunaan.
Pemberian miotikum dilakukan apabila telah terdapat tanda-tanda penurunan
TIO.
Penanganan nyeri, mual, muntah, dan peradangan dilakukan dengan
memberikan analgesik seperti pethidine (Demerol), anti muntah atau
kostikosteroid untuk reaksi radang.
Jika tindakan di atas tidak berhasil, lakukan operasi untuk membuka saluran
schlemm sehingga cairan yang banyak diproduksi dapat keluar dengan mudah.
Tindakan pembedahan dapat dilakukan seperti trabekulektomi dan laser
9
trabekuloplasti. Bila tindakan ini gagal, dapat dilakukan siklokrioterapi
(Pemasanag selaput beku).
2. Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan lebih menekankan pada pendidikan kesehatan
terhadap penderita dan keluarganya karena 90% dari penyakit glaukoma
merupakan penyakit kronis dengan hasil pengobatan yang tidak permanen.
Kegagalan dalam pengobatan untuk mengontrol glaukoma dan adanya
pengabaian untuk mempertahankan pengobatan dapat menyebabkan kehilangan
pengelihatan progresif dan mengakibatkan kebutaan.
Klien yang mengalami glaukoma harus mendapatkan gambaran tentang
penyakit ini serta penatalaksanaannya, efek pengobatan, dan tujuan akhir
pengobatan itu. Pendidikan kesehatan yang diberikan harus menekan bahwa
pengobatan bukan untuk mengembalikan fungsi pengelihatan, tetapi hanya
mempertahankan fungsi pengelihatan yang masi ada.
I. Asuhan keperawatan glaukoma
1. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama
b. Alamat
c. Jenis kelamin
d. Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur > 40 tahun.
e. Ras, kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaukoma paling sedikit 5 kali
dari kulit putih (dewit, 1998).
f. Pekerjan, terutama yang beresiko besar mengalami trauma mata
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama: Pasien biasanya mengeluh berkurangnya lapang pandang
dan mata menjadi kabur.
b. Riwayat kesehatan sekarang: Pasien mengatakan matanya kabur dan
sering menabrak, gangguan saat membaca
c. Riwayat kesehatan dahulu: kaji adanya masalah mata sebelumnya atau
pada saat itu, riwayat penggunaan antihistamin (menyebabkan dilatasi
pupil yang akhirnya dapat menyebabkan Angle Closume Glaucoma),
riwayat trauma (terutama yang mengenai mata), penyakit lain yang sedang
diderita (DM, Arterioscierosis, Miopia tinggi).
10
d. Riwayat kesehatan keluarga: kaji apakah ada kelurga yang menglami
penyakit glaucoma sudut terbuka primer.
3. Psikososial: kaji kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatuh,
berkendaraan.
4. Pemeriksaan fisik
— Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop untuk
mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus
menjadi lebih luas dan lebih dalam. Pada glaucoma akut primer, kamera
anterior dangkal, akues humor keruh dan pembuluh darah menjalar keluar
dari iris.
— Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang pandang
cepat menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara
bertahap.
— Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya inflamasi
mata, sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil sedang yang gagal
bereaksi terhadap cahaya. Sedangkan dengan palpasi untuk memeriksa
mata yang mengalami peningkatan TIO, terasa lebih keras dibanding mata
yang lain.
— Uji diagnostik menggunakan tonometri, pada keadaan kronik atau open
angle didapat nilai 22-32 mmHg, sedangkan keadaan akut atau angle
closure ≥ 30 mmHg. Uji dengan menggunakan gonioskopi akan didapat
sudut normal pada glaukoma kronik. Pada stadium lanjut, jika telah timbul
goniosinekia (perlengketan pinggir iris pada kornea/trabekula) maka sudut
dapat tertutup. Pada glaukoma akut ketika TIO meningkat, sudut COA
akan tertutup, sedang pada waktu TIO normal sudutnya sempit. (Indriana
N dan Istiqomah; 2004)
2. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan kognitif perawat dalam pengembangan
daya berfikir dan penalaran yang dipengaruhi latar belakang ilmu dan
pengetahuan, pengalaman dan pengertian tentang substansi ilmu keperawatan dan
proses penyakit. Ada 2 analisa data yaitu :
1. Data Subjektif adalah data yang didapatkan dari klien atau pasien sebagai
suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak
bisa ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide klien atau
11
pasien tentang status kesehatannya. Misalnya tentang nyeri, perasaan lemah,
ketakutan, kecemasan, dan lain-lain.
2. Data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh
dengan menggunakan panca indra (lihat, dengar, raba, cium) selama
pemeriksaan fisik. Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah, edema,
berat badan, tingkat kesadaran.
No Data Fokus Penyebab/ Etiologi Masalah
keperawatan
- Sulit tidur
12
DS: ↓ persepsi
sensori
- Melihat bayangan Hambatan pengaliran
cairan humor aqueous penglihatan
DO:
↓
- Distori sensori
TIO meningkat
- Respon tidak sesuai
↓
- Bersikap seolah melihat
Glaukoma
Gejala dan tanda minor
DS: ↓
DO : ↓
13
- Tampak gelisah Ansietas
- Tampak tegang
- Sulit tidur
DS:
- Mengeluh pusing
- Anoreksia
- Palpitasi
- Merasa tidak berdaya
DO:
- Frekuensi nafas
meningkat
- Frekuensi nadi mneingkat
- Tekanan darah meningkat
- Diaforesis
- Tremor
- Muka tampak pucat
- Suara bergetar
- Kontak mata buruk
- Sering berkemih
- Berorientasi pada masa
lalu
14
DO: TIO meningkat
- Menunjukkan perilaku ↓
DS: -
DO:
- Menjalani pemeriksaan
yang tidak tepat
- Menunjukkan perilaku
berlebihan 9misalnya
apatis. Bermusuhan,
agitasi, histeria)
- Ketidakamanan perifer
transportasi ↓
Internal: Kebutaan
- Ketidaknormalan profil ↓
darah
Resiko cidera
- Perubahan orientasi
afektif
15
- Perubahan sensasi
- Disfungsi autoimun
- Disfungsi biokimia
- Hipoksia jaringan
- Kegagalan mekanisme
pertahanan tubuh
- Malnutrisi
- Perubahan fungsi
psikomotor
- Perubahan fungsi kognitif
16
darah Resiko Jatuh
- Kekuatan otot menurun
- Gangguan penglihatan
3. Diagnosa keperawatan
17
4. Intervensi keperawatan
19
b. Terapeutik
1) Berikan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri (mis, TENS,
hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imaginasi terbimbing, kompres
hangat atau dingin, terapi bermain)
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri( mis, suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
c. Edukasi
1) jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
2) jelaskan strategi meredakan nyeri
3) anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
20
4) anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
5) ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
d. kolaborasi
1) kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
21
waktu. sesuai kebutuhan
c. Edukasi
1) Ajarkan cara meminimalisasi stimulus
(misalnya mengatur pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan, membatasi
kunjungan)
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur
/tindakan
2) Kolaborasi pemberian obat yang
mempengaruhi persepsi stimulus
3 (D.0080) Ansietas Setelah dilakukan tindakan 1. Reduksi ansietas
keperawatan selama 3x24 jam, a. Observasi.
intoleransi ansietas menurun 1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis.
dengan kriteria hasil : Kondisi, waktu, stressor).
1. Rasa khawatir menurun 2) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan.
2. Tampak lebih rileks 3) Monitor tanda tanda ansietas (verbal dan non
3. Frekuensi membaik verbal).
4. Nadi membaik b. Terapeutik.
5. Td membaik 1) Ciptakan suasana terapeutik untuk
- menumbuhkan kepercayaan
22
2) Dengarkan dengan penuh perhatian.
3) Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan
4) Tempatkan barang pribadi yang memberikan
keyamanan.
5) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan.
6) Diskusikan perencanaan realitas tentang
peristiwa yang akan datang.
c. Edukasi.
1) Jelaskan prosedur, termasuk sesuai yang
mungkin dialami.
2) Informasikan secara factual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan prognosis.
3) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien,
jika perlu.
4) Anjurkan mengungkakan perasaan dan
persepsi.
5) Latih teknik relasasi
d. Kolaborasi.
1) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk
23
pemberian obat anti ansietas, jika perlu.
2. Terapi relaksasi
a. Observasi.
1) Identifikasi penurunan tingkat energi,
ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala
lain yang mengganggu kemampuan kognitif
2) Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif
digunakan
3) Periksa ketegangan otot,frekuensi nadi, tekanan
darah, dan suhu sebelum dan sesudah latihan
4) Monitor respons terhadap terapi relaksasi.
b. Terapeutik
1) Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa
gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
2) Berikan informasi tertulis tentang persiapan
dan prosedur teknik relaksasi
3) Gunakan nada suara lembut dengan irama
lambat dan berirama
4) Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang
dengan analgetik atau tindakan medis lain, jika
24
sesuai
c. Edukasi.
1) Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis
relaksasi yang tersedia (mis. Musik, meditasi,
nafas dalam, relaksasi otot progresif).
2) Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang
dipilih.
3) Anjurkan perngambilan posisi nyaman
4) Anjurkan sering mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih
5) Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis.
Nafas dalam, peregangan, atau imajinasi
terbimbing).
25
pengetahuan suatu topik 1) Sediakan materi dan media pendidikan
meningkat kesehatan
3. Pertanyaan tentang masalah 2) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
yang dihadapi menurun kesepakatan
4. Persepsi yang keliru terhadap 3) Berikan kesempatan untuk bertanya
masalah c. Edukasi
5. Menjalani pemeriksaan yang 1) Jelaskan faktor resiko yang dapat
tidak tepat menurun mempengaruhi keshatan
6. Perilaku menurun 2) Ajarkan perilaku hidup berish dan sehat
3) Ajarkan strategi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan perilaku hidup bersih
dan sehat
5. (D.0136) Resiko Tingkat Didera (L.14136) Pencegahan Cidera (I.14537)
Cidera Setelah dilakukan tindakan tindakan Observasi
keperawatan selama 3x24 jam Cidera
1) Identifikasi lingkungan yang berpotensi
menurun dengan kriteria hasil:
menyebabkan cidera
1) Toleransi aktivitas meningkat 2) Identifikasi obat yang berpotensi
2) Kejadian cidera menurun menyebabkan cidera
3) Luka/lecet menurun 3) Identifikasi kesesuaian alas kaki atau
4) Ekspresi wajah kesakitan stoking elastis pada ekstremitas
menurun Terapeutik
26
5) Gangguan kognitif menurun 1) sediakan pencahayaan yang memadai
2) sosialisasikan pasien dan keluarga dengan
lingkungan ruang rawat
3) sediakan alas kakai antiselip
4) sediakan pispot atau urinal untuk eliminasi
didekat tempat tidur, jika perlu
5) pastikan bel panggilan atau telepon mudah
dijangkau
6) diskusikan mengenai alat bantu mobilitas
yang sesuai
7) tingkatkan frekuensi observasi dan
pengawasan pasien sesuai kebutuhan
Edukasi
27
Tingkat infeksi menurun dengan sistemik
kriteria hasil:
b. Terapeutik
1. Kebersihan tangan meningkat
1) Batasi jumlah pengunjung
2. Kebersihan badan meningkat
2) Berikan perawatan kulit pada area edema
3. Demam menurun
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
4. Kemerahan menurun
dengan pasien dan lingkungan pasien
5. Nyeri menurun
4) Pertahankan teknik aseptic pada pasien
6. Bengkak menurun
beresiko tinggi
7. Gangguan kognitif menurun
8. Kadar sel darah putih membaik c. Edukasi
9. Kultur darah membaik 1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
10. Kultur urine membaik 2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
11. Kultur area luka membaik 3) Ajarkan etika batuk
12. Nafsu makan membaik 4) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
5) Anjurkan meninigkatkan asupan cairan
d. Kolaborasi
1) Kolabroasi pemberian imunisasi, jika perlu
28
1) Jatuh dari tempat tidur meningkatkan resiko jatuh
menurun 3) Hitung resiko jatuh dengan menggunakan
2) Jatuh saat berdiri menurun skala (misal. Fall Morse Scale, Humpty
3) Jatuh saat duduk menurun Dumpty Scale) jika perlu
4) Jatuh saat dipindahkan 4) Monitor kemampuan berpindah dari tempat
menurun tidur ke kursi roda atau sebaliknya
5) Jatuh saat naik tangga menurun b. Terapeutik
6) Jatuh saat dikamar mandi 1) Orientasikan ruangan pada pasien dan
menurun keluarga
7) Jatuh saat membungkuk 2) Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda
menurun selalu dalam kondisi terkunci
3) Pasang handrail tempat tidur
4) Gunakan alat bantu berjalan (misal. Kursi
roda, walker)
5) Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan
pasien
c. Edukasi
1) Anjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan berpindahan
2) Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak
licin
3) Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga
29
keseimbangan tubuh
4) Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki
untuk meningkatkan keseimbangan saat
berdiri
5) Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil
untuk memanggil perawat
30
BAB III
TINJAUAN KASUS
Seorang ibu rumah tangga berusia 50 tahun datang ke poli mata dengan keluhan mata
kiri terasa kabur sejak 3 tahun yang lalu. Awalnya pasien merasa gatal dimata, dan kepala
sering terasa sakit. Selain itu, pasien juga kadang melihat pelangi saat memandang lampu.
Sekarang, pasien merasa penglihatannya menyempit sehingga untuk berjalan menjadi
kesusahan dan harus berhati-hati. Keluhan serupa pernah dialami pasien pada mata kanannya.
Mata kanan sudah tidak bisa melihat sejak 6 tahun yang lalu. Awalnya, mata kanan juga
terasa gatal, cekot-cekot, kabur dan kadang terlihat pelangi saat melihat lampu. Lalu lama
kelamaan, mata kanan hilang pandangan penglihatan yang terasa semakin lama semakin
mengecil lalu tidak bisa melihat sampai sekarang. Pasien sudah sering ke dokter dan diberi
obat tetes, namun keluhan dirasa pasien tidak berkurang.
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama : Tidak diktetahui
b. Alamat : Tidak diketahui
c. Jenis kelamin: Perempuan
d. Umur : 50 tahun
e. Pekerjan : tidak diketahui
2. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama: Pasien mengeluh mata kiri terasa kabur sejak 3 tahun yang
lalu.
2) Riwayat kesehatan sekarang: Seorang ibu rumah tangga berusia 50 tahun
datang ke poli mata dengan keluhan mata kiri terasa kabur sejak 3 tahun yang
lalu. Awalnya pasien merasa gatal dimata, dan kepala sering terasa sakit.
Selain itu, pasien juga kadang melihat pelangi saat memandang lampu.
31
Sekarang, pasien merasa penglihatannya menyempit sehingga untuk berjalan
menjadi kesusahan dan harus berhati-hati.
3) Riwayat kesehatan dahulu: Pasien mengeluh keluhan serupa pernah dialami
pasien pada mata kanannya. Mata kanan sudah tidak bisa melihat sejak 6 tahun
yang lalu. Awalnya, mata kanan juga terasa gatal, cekot-cekot, kabur dan
kadang terlihat pelangi saat melihat lampu. Lalu lama kelamaan, mata kanan
hilang pandangan penglihatan yang terasa semakin lama semakin mengecil
lalu tidak bisa melihat sampai sekarang.
4) Riwayat kesehatan keluarga: tidak disebutkan
3. Psikososial: Tidak ada data
4. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan Kepala dan Leher: tidak ada data
2) Pemeriksaan Integumen : suhu 36,5oC
3) Pemeriksaan Sistem Respirasi: respirasi 20x/menit
4) Pemeriksaan Kardiovaskular : TD 110/80 mmhg, nadi 80x/menit
5) Pemeriksaan Sistem Gastrointestinal : tidak ada data
6) Pemeriksaan Sistem Muskuluskeletal : sulit untuk berjalan
7) Pemeriksaan Sistem Endokrin : riwayat DM tidak ada
8) Pemeriksaan Genitouria : Tidak ada data
9) Pemeriksaan Sistem Persarafan : visus OS 6/24 midriasis pupil yang tidak
reaktif, reflek cahaya (-), palpasi OS: teraba bola mata lebih terasa keras
dibandingkan OD, TIO OS 20 mmhg.
B. Analisa Data
- Kacamata (-) ↓
32
- visus OS 6/24 TIO meningkat
- midriasis pupil yang tidak ↓
reaktif
Glaukoma
- reflek cahaya (-)
- palpasi OS: teraba bola ↓
Gangguan persepsi
sensori: Penglihatan
C. Diagnosa Keperawatan
1. D.0085) Gangguan persepsi sensori penglihatan
2. (D.0143) Resiko Jatuh
33
D. Intervensi Keperawatan
34
(misalnya mengatur pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan, membatasi
kunjungan)
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur
/tindakan
2) Kolaborasi pemberian obat yang
mempengaruhi persepsi stimulus
2. (D.0143) Resiko Jatuh Tingkat Jatuh (L.14138) Pencegahan Jatuh (I.14540)
Setelah dilakukan tindakan a. Observasi
keperawatan selama 3x24 jam tingkat 1) Identifikasi faktor resiko jatuh
jatuh menurun dengan kriteria hasil: 2) Identifikasi faktor lingkungan yang
1) Jatuh dari tempat tidur menurun meningkatkan resiko jatuh
2) Jatuh saat berdiri menurun 3) Hitung resiko jatuh dengan menggunakan
3) Jatuh saat duduk menurun skala (Morse Scale)
4) Jatuh saat dipindahkan menurun 4) Monitor kemampuan berpindah dari tempat
5) Jatuh saat naik tangga menurun tidur ke kursi roda atau sebaliknya
6) Jatuh saat dikamar mandi b. Terapeutik
menurun 1) Gunakan alat bantu berjalan (misal. Kursi
7) Jatuh saat membungkuk menurun roda, walker)
c. Edukasi
1) Anjurkan memanggil perawat jika
35
membutuhkan bantuan berpindahan
2) Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak
licin
3) Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga
keseimbangan tubuh
4) Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki
untuk meningkatkan keseimbangan saat
berdiri
36
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian Keperawatan
Pada pengkajian kelompok mengacu pada format yang telah diberikan tidak jauh
berbeda dengan yang ada ditinjauan teoritis. Dari hasil pengkajian kelompok mendapat
data dari kasus skenario 8, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, status kesehatan
pasien yang dipaparkan dalam contoh kasus tersebut.
Dari hasil pengkajian Seorang ibu rumah tangga berusia 50 tahun datang ke poli
mata dengan keluhan mata kiri terasa kabur sejak 3 tahun yang lalu. Awalnya pasien
merasa gatal dimata, dan kepala sering terasa sakit. Selain itu, pasien juga kadang
melihat pelangi saat memandang lampu. Sekarang, pasien merasa penglihatannya
menyempit sehingga untuk berjalan menjadi kesusahan dan harus berhati-hati. Keluhan
serupa pernah dialami pasien pada mata kanannya. Mata kanan sudah tidak bisa melihat
sejak 6 tahun yang lalu. Awalnya, mata kanan juga terasa gatal, cekot-cekot, kabur dan
kadang terlihat pelangi saat melihat lampu. Lalu lama kelamaan, mata kanan hilang
pandangan penglihatan yang terasa semakin lama semakin mengecil lalu tidak bisa
melihat sampai sekarang. Pasien sudah sering ke dokter dan diberi obat tetes, namun
keluhan dirasa pasien tidak berkurang.
Riwayat operasi mata disangkal, DM disangkal, hipertensi disangkal, riwayat
memakai kacamata (-). Pada pemeriksaan didapatkan TD 110/80 mmhg, nadi 80x/menit,
respirasi 20x/menit, suhu 36,50c, visus OS 6/24 midriasis pupil yang tidak reaktif, reflek
cahaya (-), palpasi OS: teraba bola mata lebih terasa keras dibandingkan OD, TIO OS 20
mmhg.
B. Diagnosa Keperawatan
1. (D.0085) Gangguan persepsi sensori penglihatan
2. (D.0143) Resiko Jatuh
C. Intervensi Keperawatan
Tahap ini kelompok menyusun rencana tindakan sesuai dengan permasalahan yang
muncul pada pasien. adapun intervensi tersebut dapat diapparkan sebagai berikut:
1. (D.0085) Gangguan persepsi sensori penglihatan
Minimalisasi Rangsangan
Observasi
1) Periksa status mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan (misalnya:
nyeri, kelelahan)
Terapeutik
1) Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori (misalnya: terlalu
terang)
2) Batasi stimulus lingkungan (misalnya cahaya, Suara, aktivitas)
3) Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
4) Kombinasikan prosedur/tindakan dalam satu waktu sesuai kebutuhan
Edukasi
1) Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (misalnya mengatur pencahayaan
ruangan, mengurangi kebisingan, membatasi kunjungan)
Kolaborasi
1) Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur /tindakan
2) Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi persepsi stimulus
2) (D.0143) Resiko Jatuh
Pencegahan Jatuh (I.14540)
Observasi
1) Identifikasi faktor resiko jatuh
2) Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan resiko jatuh
3) Hitung resiko jatuh dengan menggunakan skala (Morse Scale)
4) Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda atau
sebaliknya
Terapeutik
1) Gunakan alat bantu berjalan (misal. Kursi roda, walker)
Edukasi
1) Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan berpindahan
2) Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
3) Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh
4) Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan keseimbangan
saat berdiri
40
BAB V
PENUTUP
A. Keimpulan
Glaukoma adalah penyakit dari saraf utama penglihatan yang disebut dengan
saraf optik. Glaukoma ditandai dengan pola kerusakan progresif tertentu pada saraf
optik yang umumnya dimulainya dengan hilangnya penglihatan samping (lapang
pandang) Debjit,2012).
B. Saran
1. Bagi petugas kesehata atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan pelayanan
kesehatan khususnya pada glaukoma untuk pencapaian kualitas keperawatan
secara optimal dan sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan secara
berkesinambungan.
2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan
karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna
maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai, oleh sebab itu perlu adanya
penjelasan pada klien dan keluarga mengenai manfaat serta pentingnya kesehatan.
41
DAFTAR PUSTAKA
6. Tim POKJA SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1 Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.
7. Tim POKJA SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatan Perawat Indonesia.
8. Tim POKJA SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatan Perawat Indonesia.
42