Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN TRAUMA KEPALA


(TRAUMA KAPITIS)

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK /TINGKAT II A
ANISANADA SAFITRI
LUSIANA H.PALILY
YULIN INCELOGA

AKADEMI KEPERAWATAN KAB.DONGGALA


TAHUN AJARAN 2017S

KMB II
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat-
Nya, makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan
makalah pengetahuan bagi mahasiswa/i akper maupun para
pembaca untuk bidang Ilmu Pengetahuan.
Makalah ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu
tugas kuliah dari dosen mata kuliah KMB II dengan judul
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN TRAUMA KEPALA.
Dalam penulisan makalah ini penulis berusaha menyajikan
bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh para
pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna
dan masih banyak kekurangan. Oleh karenanya, penulis
menerima kritik dan saran yang positif dan membangun dari
rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-
rekan yang telah membantu dalam penyelesaian makalah
ini.Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
kepada kita semua. Amin.

Palu, 15 April 2017

Penulis

KMB II
DAFTAR ISI
LEMBAR
JUDUL
KATA PENGANTAR.

DAFTAR
ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah...

C. Tujuan
Penulisan
D. Manfaat
Penulisan....

BAB II LAPORAN PENDAHULUAN


I. Konsep Dasar Autisme...
.
A. Defenisi
..
B. Etiologi

C. Patofisiologi

D. Pathway
..
E. Manifestasi
Klinik..................
F. Pemeriksaan
penunjang..

KMB II
G. Komplikasi
.
H. Penatalaksanaan
..
II. Konsep Asuhan
Keperawatan.
BAB III
PENUTUP
.
A. Kesimpulan

B. Saran
...

DAFTAR
PUSTAKA..

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trauma kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama pada


kelompok umur produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas. Tidak hanya berakibat pada tingginya angka kematian pada korban
kecelakaan. Justru, yang harus menjadi perhatian adalah banyaknya kasus

KMB II
kecacatan dari korban kecelakaan. Khususnya, korban kecelakaan yang
menderita cedera kepala.
Trauma kepala adalah proses patologis pada jaringan otak yang
bersifat non- degenerative, non-congenital, dilihat dari keselamatan mekanis
dari luar, yang mungkin menyebabkan gangguan fungsi kognitif, fisik, dan
psikososial yang sifatnya menetap maupun sementara dan disertai hilangnya
atau berubahnya tingkat kesadaran.
Dari definisi itu saja, kita sudah tahu bahwa cedera kepala sangat
berbahaya dan membutuhkan penanganan segera demi keselamatan
penderita. Sayangnya, kendati kasus terus meningkat, namun masih banyak
pihak yang belum sadar pentingnya kecepatan menolong penderita.
Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi
korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat
sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya ( Mansjoer,
2000 ).
Berdasarkan hal-hal dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk
membahas Asuhan Keperawatan Cedera Kepala agar kita bisa menambah
wawasan.

B. Rumusan Masalah
Ada beberapa hal yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana konsep medis trauma kapitis (cedera kepala) ?
2. Bagaimana asuahan kegawatdaruratan dari trauma kapitis ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah:
1. Mengetahui konsep medis trauma kapitis
2. Mengetahui asuhan kegawatdaruratan dari trauma kapitis

KMB II
BAB II
PEMBAHASAN

KONSEP MEDIS

A. Definisi Trauma Kapitis

Trauma kepala atau Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik


dari fungsi otak yang disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak,
tanpa terputusnya kontinuitas otak.
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit
kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara
langsung maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi & Rita Yuliani, 2001).
Trauma kapitis adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung
atau tidak langsung mengenai kepala dan mengakibatkan gangguan fungsi
neurologis.

B. Etiologi

KMB II
1. Trauma oleh benda tajam
Menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal.
Kerusakan lokal meliputi Contusio serebral, hematom serebral,
kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi,
pergeseran otak atau hernia.
2. Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh
(difusi) Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk :
cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar,
hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar
pada hemisfer cerebral, batang otak atau kedua-duanya.
3. Etiologi lainnya
a. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan
mobil.
b. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
c. Cedera akibat kekerasan.

C. Klasifikasi
Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul : adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan
kendaraan bermotor, kecelakaan saat olahraga,
kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun
cedera akibat kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus : adalah trauma yang terjadi karena tembakan
maupun tusukan benda-benda tajam/runcing.
2. Berdasarkan Beratnya Cidera
The Traumatic Coma Data Bank mengklasifisikan berdasarkan
Glasgow Coma Scale ( Mansjoer, dkk, 2000) :
a. Cedera Kepala Ringan/Minor (Kelompok Risiko Rendah) yaitu,
GCS 14-15, pasien sadar dan berorientasi, kehilangan kesadaran
atau amnesia < dari 30 menit, tidak ada intoksikasi alkohol atau
obat terlarang, klien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing, tidak
terdapat fraktur tengkorak, kontusio, hematom , tidak ada kriteria
cedera sedang sampai berat.
b. Cedera Kepala Sedang (Kelompok Risiko Sedang) yaitu GCS 9-13
(konfusi,letargi dan stupor), pasien tampak kebingungan,
mengantuk, namun masih bisa mengikuti perintah sederhana,
hilang kesadaran atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam, konkusi,
amnesia paska trauma, muntah, tanda kemungkinan fraktur kranium
(tanda battle, mata rabun, hemotimpanum, otorhea atau

KMB II
rinorhea cairan serebrospinal).
c. Cedera Kepala Berat (Kelompok Risiko Berat) yaitu GCS 3-8
(koma), penurunan derajat kesadaran secara progresif, kehilangan
kesadaran atau amnesia > 24 jam, tanda neurologis fokal, cedera
kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium.

D. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan
glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan
oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen
sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %,
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi
kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau
kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme
anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60
ml / menit / 100 gr. Jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas
atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udema paru.
Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan
P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur,
misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah,
perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis
tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera
kepala primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan

KMB II
suatu proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur
dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otat. Pada cedera kepala
sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari
hipoksemia, iskemia dan perdarahan.

E. Manifestasi Klinik
1. Hilangnya kesadaran
2. Kebingungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
9. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari
hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. CT-Scan
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan
perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark /
iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
2. MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak
sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
4. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5. X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. BAER
Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrkranial.
G.Komplikasi
1. Kebocoran cairan serebrospinal akibat fraktur pada fossa anterior dekat
sinus frontal atau dari fraktur tengkorak bagian petrous dari tulang
temporal.
2. Kejang. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama

KMB II
dini minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).
H.Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah
terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh
faktor sistemik seperti hipotensi atau hipoksia atau oleh karena kompresi
jaringan otak. Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada
pendertia cedera kepala. Adapun penatalaksanaan umum , yakni:
1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma
3. Berikan oksigenasi
4. Awasi tekanan darah
5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik
6. Atasi shock
7. Awasi kemungkinan munculnya kejang

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Pengkajian merupakan pendekatan sistematis untuk mengumpulkan

data baik subyektif atau obyektif dan kemudian menganalisanya. Data-data

dalam pengkajian ini meliputi: (Pahria, Tuti ,dkk, 1996: 55)

a. Identitas klien

1) Identitas klien

Identitas klien meliputi nama klien, umur klien biasanya pada usia

produktif atau pada lansia, jenis kelamin mayoritas pria, agama,

KMB II
pendidikan, pekerjaan klien biasanya berhubungan dengan sarana

transportasi, status marital, suku bangsa, tanggal masuk rumah

sakit, tanggal pengkajian, golongan darah, no.medrek, diagnosa

medis dan alamat.

2) Identitas penanggung jawab

Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.

b. Riwayat kesehatan

1) Alasan masuk Rumah Sakit

Biasanya penyebab trauma kepala karena kecelakaan lalu lintas,

namun tidak menutup kemungkinan faktor lain. Oleh karena itu

pada Alasan klien masuk Rumah Sakit perlu dikaji mengenai

kapan, dimana, penyebab, bagaimana proses terjadinya, apakah

klien pingsan, muntah atau perdarahan dari hidung atau telinga.

2) Keluhan utama saat dikaji

Pada umumnya pasien dengan trauma kepala sedang datang ke

rumah sakit dengan penurunan tingkat kesadaran (GCS = 9-12),

sedangkan apabila klien sudah sadar penuh biasanya akan merasa

bingung,mengeluh muntah, dispnea, tachipnea, sakit kepala, wajah

tidak simetris, lemah, paralise, hemiparese, luka di kepala,

akumulasi sputum pada saluran nafas, adanya liquor dari hidung

dan telinga dan adanya kejang yang disebabkan karena proses

KMB II
benturan akselerasi-deselerasi pada setiap daerah lobus otak yang

dapat menyebabkan konkusio atau kontusio serebri yang

mengakibatkan penurunan kesadaran kurang atau bisa lebih dari 24

jam.

3) Riwayat kesehatan dahulu

Perlu dikaji apakah klien pernah mengalami trauma kepala atau

penyakit sistem syaraf serta penyakit sistemik. Perlu dikaji juga

apakah klien memiliki kebiasaan kebut-kebutan di jalan raya,

memakai Helm dalam mengendarai kendaraan, meminum

minuman beralkohol atau obat-obatan terlarang.

4) Riwayat kesehatan keluarga

Kaji mengenai adanya penyakit keturunan, penyakit menular,

kebiasaan buruk dalam keluarga seperti merokok atau keadaan

kesehatan anggota keluarga.

KMB II
c. Pemeriksaan fisik

1) Sistem pernafasan

Didapatkan adanya perubahan pola nafas baik irama, kedalaman

maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur

(cheyne stokes, ataxia breathing), bunyi nafas ronchi atau stridor,

adanya sekret pada trakheo bronkhiolus, adanya retraksi dinding

dada.

2) Sistem kardiovaskuler

Dalam pemeriksaan didapatkan perubahan tekanan darah menurun

kecuali apabila terjadi peningkatan tekanan intra kranial maka

tekanan darah meningkat, denyut nadi tachikardi, kemudian

bradikardi atau iramanya tidak teratur sebagai kompresi kerja

jantung untuk membantu mengurangi tekanan intra kranial.

3) Sistem pencernaan

Pada klien post craniotomy biasanya didapatkan bising usus yang

normal atau bisa juga menurun apabila masih ada pengaruh

anestesi, perut kembung, bibir dan mukosa mulut tampak kering,

klien dapat mual dan muntah. kadang-kadang konstipasi karena

klien tidak boleh mengedan atau inkontinensia karena klien tidak

sadar. Pada perkusi abdomen terdengar timpani, nyeri tekan pada

daerah epigastrium, penurunan berat badan.

4) Sistem perkemihan

KMB II
Pada pengkajian akan didapatkan retensi urine pada klien sadar,

sedangkan pada klien tidak sadar akan didapatkan inkontinensia

urine dan fekal, jumlah urine output biasanya berkurang. Terdapat

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat

hiponatremia atau hipokalemia.

5) Sistem muskuloskeletal

Pada klien post craniotomy biasanya ditemukan gerakan-gerakan

involunter, kejang, gelisah, ataksia, paralisis dan kontraktur,

kekuatan otot mungkin menurun atau normal.

6) Sistem integumen

Pada klien post craniotomy tampak luka pada daerah kepala, suhu

tubuh mungkin di atas normal, banyak keringat. Pada hari ketiga

dari operasi biasanya luka belum sembuh karena masih agak basah/

belum kering. biasanya masih terdapat hematoma pada klien

dengan perdarahan di meningen. Data fisik yang lain adalah

mungkin didapatkan luka lecet dan perdarahan pada bagian tubuh

lainnya. Bentuk muka mungkin asimetris.

7) Sistem persyarafan

a) Test fungsi serebral

1) Klien mengalami penurunan kesadaran

maka dalam orientasi, daya ingat, perhatian dan

perhitungan serta fungsi bicara klien sehingga hasil

KMB II
pemeriksaan status mentalnya kurang dari normal atau

kurang dari 20 ditandai dengan amnesia, gangguan kognitif,

dll.

2) Tingkat kesadaran

Biasanya tingkat kesadaran berkisar antara obtunded

sampai lethargi. Kuantitas: nilai GCS: 9-12

3) Pengkajian bicara

(a) Proses reseptif

Biasanya didapatkan kesulitan mengucapkan kata-kata

yang leih dari satu kata misalnya sakit kepala atau

rumah sakit

(b) Proses ekspresif

Biasanya didapatkan bicara kurang lancar, tidak spontan

dan tidak jelas

b) Test nervus kranial (Lumbantobing, 2003: 24),

(Tuti Pahria, dkk, 1996: 55)

1) Nervus I (olfaktorius)

Memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman dan

anosmia bilateral yang disebabkan karena terputusnya

serabut olfaktorius selain karena trauma kepala juga bisa

disebabkan oleh infeksi.

2) Nervus II (optikus)

KMB II
Pada trauma oksipitalis, memperlihatkan gejala berupa

penurunan daya penglihatan, penurunan lapang pandang

3) Nervus III, IV, VI (okulomotorius,

troklearis, abdusen)

Pada trauma kepala yang disertai dengan perdarahan

intrakranial akan menyebabkan gangguan reaksi pupil yang

lambat/ midriasis karena tekanan pada bagian pinggir

nervus III yang mengandung serabut parasimpatis.

Gangguan kelumpuhan N IV, namun jarang terjadi.

Kelumpuhan N IV menyebabkan terjadinya diplopia, gejala

lainnya berupa refek cahaya menurun, anisokor.

4) Nervus V (trigeminus)

Gangguan ditandai adanya anestesi daerah dahi.

5) Nervus VII (fasialis)

Pada trauma kepala yang mengenai neuron motorik atas

unilateral dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya

lipatan nasolabial, melemahnya penutupan kelopak mata

dan hilangnya rasa pada 2/3 bagian lidah anterior

6) Nervus VIII (akustikus)

Pada pasien sadar gejalanya berupa menurunnya daya

pendengaran dan keseimbangan tubuh.

KMB II
7) Nervus IX, X, XI (glosofaringetus, vagus,

assesoris)

Gejala jarang ditemukan karena klien akan meninggal

apabila trauma mengenai syaraf tersebut. Adanya hiccuping

(cegukan) karena kompresi pada nervus vagus yang

menyebabkan spasmodik dan diafragma. Hal ini terjadi

karena kompresi batang otak. Cegukan yang terjadi

biasanya beresiko peningkatan tekanan intrakranial.

8) Nervus XII (hipoglosus)

Gejala yang biasa timbul adalah jatuhnya lidah ke salah

satu sisi, disfagia, dan disartria. Hal ini menyebabkan

adanya kesulitan menelan.

d. Data psikologis (Tuti Pahria, dkk, 1996: 57)

Pasien yang mengalami penurunan kesadaran, maka data psikologis

tidak dapat dikaji. Sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya

agak normal (GCS: 13-15) akan terlihat adanya gangguan emosi,

perubahan tingkah laku, emosi yang labil, iritabel, apatis, delirium.

e. Data sosial

Data yang diperlukan adalah bagaimana pasien berhubungan dengan

orang-orang terdekat dan yang lainnya. Kemampuan berkomunikasi

dan peranannya dalam keluarga. Pada klien yang mengalami

penurunan kesadaran data sosial tidak dapat dikaji. Sedangkan pada

KMB II
klien yang tingkat kesadarannya normal, pada klien trauma kepala

akan didapatkan kesulitan berkomunikasi bila area trauma pada lobus

temporal.

KMB II
f. Data spiritual

Data spiritual pada klien dengan penurunan kesadaran tidak dapat

dikaji, sehingga data ketaatan klien terhadap agamanya, semangat dan

falsafah hidup serta keTuhanan yang diyakini klien tidak dapat terkaji.

g. Data penunjang (Doenges, et al, 2000:272)

1) Pemeriksaan analisa gas darah

Biasanya memperlihatkan acidosis respiratorik yaitu:

1) PH darah: < 7,35

2) PaO2 menurun antara 60-80 mmHg

3) PaCO2 : > 45 mmHg

4) HCO3: >22-26 mEq/l

5) Base excess: -2,5 s.d + 2,5

6) Saturasi: 95%

2) Pemeriksaan elektrolit biasanya didapatkan gambaran:

1) Natrium: > 14 mEq/l

2) Kalium: < 3,5 mEq/l

3) Kalsium: > 11 mg%

4) Fosfat: 3 mg%

5) Chlorida: > 107 mEq/l

3) Pemeriksaan HB dan leukosit biasanya didapatkan:

1) Penurunan HB (kurang dari normal: 13-18

gr/dl)

KMB II
2) Leukosit meningkat (lebih dari normal: 3,8

10,6 ribu mm3)

4) CT Scan (tanpa/ dengan kontras): mengidentifikasi

hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan

otak.

Catatan: Pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada

iskemia/ infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca

trauma.

5) MRI: Sama dengan CT Scan dengan/ tanpa menggunakan

kontras

6) Angiografi serebral: Menunjukkan kelainan sirkulasi

serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat oedema,

perdarahan, trauma

7) EEG: Untuk memperlihatkan keberadaan atau

berkembangnya gelombang patologis

8) Sinar X: Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang

(fraktur), pergeseran struktur garis tengah (karena perdarahan,

oedema), adanya fragmen tulang

9) BAER (Brain Auditory Evoked Respons): Menentukan

fungsi kortexs dan batang otak

10) PET (Position Emission Tomography): Menunjukkan

perubahan aktifitas metabolisme pada otak

KMB II
11) Fungsi Lumbal, CSS: Dapat mendeteksi kemungkinan

adanya perdarahan subarakhnoid dan memastikan bocornya CSS

sehingga terjadi iritasi meningen mengakibatkan meningitis

12) Pemeriksaan toksikologi: Mendeteksi obat yang mungkin

bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran

Kadar antikonvulsan darah: Dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat


therapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaingan otak berhubungan dengan tumor
otak (trauma)
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan disfungsi neuromuscular
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurang asupan makanan

C. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
O keperawatan hasil
1 Resiko Setelah dilakukan 1. Hindari fleksi leher 1. Mencega
ketidakefektifan tindakan ketegangan
perfusi jaringan keperawatan otak
otak berhubungan selama 3x24jam 2.Monitor TTV 2. Untuk
dengan tumor diharapkan perfusi mengetahui
otak (trauma) jaringan otak dapat keadaan umum
efektif dengan klien
criteria hasil: 3.Monitor 3. Agar dapat
1. Kesadaran karakteristik cairan mengetahui
membaik serebrospinal: keadaan cairan
(composmentis) warna, kejernian, serebrospinal
2.tdk terdapat konsistensi berada pada
tekanan batas normal
intrakarnial 4. Monitor adanya 4. Untuk

KMB II
3.TTV dalam batas kebingungan, mengetahui
normal perubahan pikiran, keadaan klien
TD:120/80mmHg keluhan pusing,
N:75x/menit pingsan
S:36c
R:24x/menit 5.Monitor dengan 5.Untuk
4.sakit kepala ketat resiko mengetahui
hilang terjadinya pendarahan yg
5.Klien nampak pendarahan pada dialami klien
tenang pasien
6.Refleks saraf tdk 6.Lindungi pasien 6. Mencegah agar
terganggu dari trauma yang tidak terjadi
dapat menyebabkan pendarahan
pendarahan
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1.Pertahankan kepala 1 Kepala yang
pola napas tindakan dan leher tetap tidak posisi
berhubungan keperawatan posisi datar atau netral dapat
dengan disfungsi selama 3x24 jam tengah (posisi menekan JVP
neuromuskular pola nafas dapat supinasi). aliran darah ke
efektif dengan otak.
kriteria hasil : 2. Observasi fungsi 2. Distres
1. 1 Tidak ada pernafasan, catat pernafasan
penggunaan otot frekuensi dapat terjadi
bantu pernafasan. pernafasan sebagai akibat
2. 2. Tidak sianosis
stress
3. 3. CRT < 3 detik
4. 4. RR < 24x/menit fisiologis dan
5. 5. Tidak terpasang
nyeri atau
oksigen
dapat
6. 6. Secret dan lender
menunjukkan
berkurang
terjadinya syok
sehubungan

KMB II
dengan
hipoksia.
3.Monitor TTV 3. Untuk
mengetahui
keadaan umum
klien
4.Observasi
4. Untuk
efektifitas
mengatasi
pemberian oksigen
sesak nafas
sesuai instruksi
5.Evaluasi
5. Sebagai
pergerakan dinding
pedoman
dada dan auskultasi
kelancaran pola
bunyinya.
pernafasan

6.Berikan terapi O2
6. Memberikan
sebanyak 3 liter
adekuat O2
dalam darah
dan aliran ke
otak
Manajemen Nutrisi
Setelah diberikan 1.Tentukan status gizi
3 Ketidakseimbang
asuhan pasien dengan 1.Agar nutrisi
an nutrisi kurang
keperawatan kemampuan pasien tetap terpenuhi
dari kebutuhan
selama 3x24 jam untuk memenuhi
tubuh
diharapkan: kebutuhan gizi
berhubungan
1.Asupan Gizi 2.Tentukan apa yang
dengan kurang
terpenuhi menjadi preferensi 2.Menigkatkan
asupan makanan
2.Asupan makanan makanan bagi asupan nutrisi
adekuat (3x/hari) pasien dalam tubuh
3.Asupan cairan 3 Tentukan jumlah

KMB II
(1.500Ml/hari) kalori dan jenis 3.Menyesuaikan
nutrisi yang jumlah kalori
dibutuhkan untuk dan jenis
memenuhi nurtisi untuk
persyaratan gizi memenuhi
4.Ciptakan kebutuhan gizi
lingkungan yang 4.Menigkatkan
optimal pada saat cita rasa
mengkonsumsi makanan bagi
makanan (Misalnya pasien dan
bersih, berventilasi, membebaskan
santai dan bebas makanan dari
dari bau yang kuman
menyengat)
5.Lakukan atau bantu
pasien terkait dalam 5.Menghindari
perawatan mulut dari gangguan
sebelum makan dalam mulut
6.Monitor kalori dan
asupan makanan 6.mengetahui
kemampuan
Terapi nutrisi makan pasien
7.Lengkapi
pengkajian nutrisi, 7.mengetahui
sesuai kebutuhan penyebab
masalah nutrisi
8.Monitor intake suaikan
makanan/cairan dan 8.menyesuaikan
hitung masukan kebutuhan
kalori perhari asupan
sesuai kebutuhan makanan yang

KMB II
9.Tentukan jumlah masuk perhari
kalori dan tipe 9.untuk
nutrisi yang mengetahui
dibutuhkan untuk jumlah kalori
memenuhi dan tipe nutrisi
kebutuhan nutrisi
dengan
berkalaborasi
bersama ahli gizi
sesuai kebutuhan

KMB II
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Trauma kepala atau Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik
dari fungsi otak yang disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak,
tanpa terputusnya kontinuitas otak,
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera
kepala primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan
suatu proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur
dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otat. Pada cedera kepala
sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari
hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan
glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan
oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen
sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %,
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.

B. Saran
Melalui kesimpulan diatas, adapun saran yang diajukkan oleh Penulis
adalah :
1. Sebagai tenaga kesehatan yang lebih tahu tentang kesehatan, kita dapat
menerapakan perilaku yang lebih berhati-hati agar tidak memicu
terjadinya cedera pada kepala.

KMB II
2. Perawat harus melakukan tindakan asuhan keperawatan dengan baik
pada pasien penderita Cedera Kepala sehingga kesembuhan pasien dapat
tercapai dengan baik
3. Perawat maupun calon perawat harus memahami konsep dasar dari
Cedera Kepala dan ruang lingkupnya sehingga dalam proses
memberikan asuhan keperawatan pada pasien penderita Cedera Kepala
dapat terlaksana dengan baik.

KMB II
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Nurjannah Intansari,Roxasana Devi Tumanggor.Nursing Outcome Classification


(NOC) Pengukuran Outcomes Kesehatan.Edisi Bahasa Indonesia.Yokyakarta

Nurjannah Intansari,Roxasana Devi Tumanggor.Nursing Interventions


Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia .Yokyakarta:Elsevier

T.Heather Herdman, PhD, RN, FNI, 2016.NANDA Diagnosa


Keperawatan:Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:EGC

KMB II

Anda mungkin juga menyukai