Anda di halaman 1dari 10

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

KONSEP DASAR TRAUMA

OLEH :
NI PUTU NOPINDRAWATI
193223149
B12 -B

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2020
KONSEP DASAR TRAUMA

A. PENGERTIAN TRAUMA MEKANIK


Trauma adalah cidera yang mengacu pada luka tubuh atau kejutan yang
dihasilkan oleh cidera fisik tiba – tiba, seperti kekerasan atau kecelakaan. Hal ini
juga dapat digambarkan sebagai luka fisik atau cidera seperti fraktur atau pukulan.
Trauma dapat mengakibatkan komplikasi sekunder seperti kejutan peredaran
darah, kegagalan pernapasan dan kematian. Resusitasi pasien trauma sering
melibatkan beberapa prosedur manajemen (Chandra, 2012).
Menurut Gupta (2014), trauma mekanik adalah jenis trauma yang
disebabkan oleh kekerasan benda tumpul, benda tajam dan senjata api (tembakan
senjata). Ada tiga hal yang ciri khas/ hasil dari trauma yaitu :adanya luka,
perdarahan dan atau skar, dan hambatan dalam fungsi organ
B. JENIS – JENIS TRAUMA MEKANIK
Menurut Apuranto Hariadi (2015), trauma mekanik dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Kekerasan benda tumpul
Trauma tumpul adalah trauma yang disebabkan oleh benda tumpul.
Benda tumpul yang dimaksud adalah benda yang permukaannya tidak mampu
untuk mengiris. Dua variasi utama dalam trauma tumpul adalah benda tumpul
yang bergerak pada korban yang diam dan korban yang bergerak pada benda
tumpul yang diam (Apuranto Hariadi, 2015). Ada tiga jenis luka akibat kekerasan
benda tumpul (blunt force injury), yaitu :
a. Luka lecet (abrasion) : tekan, geser dan regang
Adalah pengelupasan kulit. Dapat terjadi superfisial jika hanya epidermis
saja yang terkena, lebih dalam ke lapisan bawah kulit (dermis) atau lebih dalam
lagi sampai ke jaringan lunak bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari
lapisan epidermis pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan.
Luka lecet merupakan diskontuinuitas / putusnya jaringan kulit bersifat dangkal
(mengenai jaringan epidermis). Dapat menunjukkan arah kekerasan dan bentuk
benda (Apuranto Hariadi, 2015).
b. Luka robek, retak, koyak (laceration)
Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan
kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa,
permukaan benda tersebut cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit
yang menyebabkan laserasi. Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat.
Sebuah laserasi kecil tanpa adanya robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang
fatal bila perdarahan terjadi terus menerus. Laserasi yang multipel yang mengenai
jaringan kutis dan sub kutis dapat menyebabkan perdarahan yang hebat sehingga
menyebabkan sampai dengan kematian (Apuranto Hariadi, 2015).
c. Kontusio/ ruptur /memar
1) Kontusio Superfisial
Memar terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang singkat.
Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat
menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya. Pada
orang dengan kulit berwarna memar sulit dilihat sehingga lebih mudah terlihat
dari nyeri tekan yang ditimbulkannya (Apuranto Hariadi, 2015). Efek samping
yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan darah dalam
sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat
menyebabkan syok, penurunan kesadaran, bahkan kematian, terjadinya agregasi
darah di bawah kulit yang akan mengganggu aliran balik vena pada organ yang
terkena sehingga dapat menyebabkan ganggren dan kematian jaringan (Apuranto
Hariadi, 2015).
2) Kontusio pada organ dan jaringan dalam
Semua organ dapat terjadi kontusio. Kontusio pada tiap organ memiliki
karakteristik yang berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan otak jika terjadi
kontusio dapat menyebabkan kelainan fungsi dan bahkan kematian. Kontusio
pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan terjadi peradangan
dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat menyebabkan reaksi
peradangan bertambah hebat. Peradangan ini dapat menyebabkan penurunan
kesadaran, koma dan kematian (Apuranto Hariadi, 2015).
d. Patah tulang kepala
Menurut Nayduch (2014), patah tulang kepala terjadi akibat trauma
langsung terhadap skull. Adanya fraktur tidak selalu disertai dengan adanya cidera
otak namun manunjukkan adanya benturan yang cukup kuat dan sebaiknya
dievaluasi untuk tau ada tidaknya cidera tambahan. Benturan pada kepala dapat
terjadi pada 3 jenis keadaan yaitu kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,
kepala yang bergerak membentur benda yang diam, dan kepala yang tidak dapat
bergerak karena bersandar pada benda yang lain dibentur oleh benda yang
bergerak (kepala tergencet). Luas dan tipe fraktur ditentukan oleh beberapa hal,
yaitu : Besarnya energi yang membentur kepala (Energi kinetik objek), arah
benturan, bentuk tiga dimensi objek yang membentur dan lokasi anatomis tulang
tengkorak tempat benturan terjadi.
Fraktur basis cranii adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang
membentuk dasar tengkorak. Perdarahan intrakranial dapat berbentuk lesi fokal
(Perdarahan epidural, perdarahan subdural, kontusio dan perdarahan intraserebral)
maupun lesi difus.
2. Kekerasan benda tajam
Trauma tajam adalah trauma yang disebabkan oleh benda tajam. Benda
tajam yang dimaksud yaitu benda yang permukaannya mampu mengiris sehingga
kontinuitas jaringan hilang (Boswick, 2013). Luka yang termasuk trauma tajam
diantarnya:
a. Luka iris memiliki dalam luka < panjang irisan luka dan arah trauma sejajar
permukaan kulit
b. Luka tusuk memiliki dalam luka > panjang luka dan arah trauma tegak lurus
permukaan kulit
c. Luka bacok memiliki dalam ± = panjang luka dan arah trauma ± 45° dari
permukaan kulit dan tergantung beratnya benda yang dipakai.
Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa luka iris atau sayat
(panjang > dalam), luka tusuk (dalam > panjang > lebar) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi bentuk luka tusuk seperti reaksi korban atau saat pisau keluar
sehingga lukanya menjadi tidak khas adapun pola yang sering ditemukan yaitu :
1) Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian
ditusukkan kembali melalui saluran yang berbeda
2) Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu
sudut, sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada
permukaan kulit seperti ekor.
3) Tusukan masuk kemudian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain,
sehingga saluran luka menjadi lebih luas
4) Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik
terdalam sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam
dan terlebar pada bagian superfisial
5) Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk
ireguler dan besar.
Perbedaan luka pada trauma tajam dan trauma tumpul:
Pembeda Tajam Tumpul
Bentuk Luka Teratur Tidak
Tepi Rata Tidak Rata
Jembatan Jar Tidak Ada Ada/Tidak
Folikel Rambut Terpotong Ya/Tidak Tidak
Dasar Luka Garis/Titik Tidak Teratur
Sekitar Luka Bersih Bisa Lecet/Memar
Perbedaan hematom (luka memar) dan lebam mayat:
HEMATOM LEBAM MAYAT
Kejadian intravital Kejadian post mortem
Terdapat pembengkakan Pembengkakan (-)
Darah tidak mengalir Darah akan mengalir keluar dari
pembuluh darah yang tersayat
Penampang sayatan nampak merah Jika dialiri air penampang sayatan
kehitaman nampak bersih
3. Kekerasan senjata api (tembakan senjata)
a. Arti klinis luka tembak
Dalam praktik banyak terdapat hal tentang luka tembak masuk pada
tubuh manusia. Seperti kita ketahui kulit terdiri dari lapisan epidermis, dermis dan
subkutis. Jika dilihat dari elastisitasnya, epidermis kurang elastis bila
dibandingkan dengan dermis. Bila sebutir peluru menembus tubuh, maka cacat
pada epidermis lebih luas dari pada dermis. Diameter luka pada epidermis kurang
lebih sama dengan diameter anak peluru, sedangkan diameter luka pada dermis
lebih kecil. Keadaan tersebut dikenal sebagai kelim memar (contusio ring)
(Boswick, 2013).
b. Mekanisme luka tembak
Pada luka tembak terjadi efek perlambatan yang disebabkan pada trauma
mekanik seperti pukulan, tusukan, atau tendangan, hal ini terjadi akibat adanya
transfer energi dari luar menuju jaringan. Kerusakan yang terjadi pada jaringan
tergantung pada absorpsi energi kinetiknya, yang juga akan menghamburkan
panas, suara serta gangguan mekanik yang lainya. Pada pemeriksaan harus
dipikirkan adanya kerusakan sekunder seperti infark atau infeksi (Boswick, 2013).
Faktor-faktor yang mempengaruhi cidera akibat senjata api : jenis peluru,
kecepatan peluru, jarak antara senjata api dengan tubuh korban saat penembakan,
dan densitas jaringan tubuh dimana peluru masuk.
c. Klasifikasi luka tembak: luka Tembak Masuk : luka tembak tempel, luka
tembak jarak dekat, dan luka tembak jarak jauh dan luka tembak Keluar (luka
tembus)
Perbedaan luka tembak masuk dan keluar
Luka tembak masuk Luka tembak keluar
Ukurannya kecil (berupa satu titik/stelata/bintang), karena Ukurannya lebih besar dan lebih tidak
peluru menembus kulit seperti bor dengan kecepatan tinggi teratur dibandingkan luka tembak masuk,
karena kecepatan peluru berkurang hingga
menyebabkan robekan jaringan.
Pinggiran luka melekuk kearah dalam karena peluru menmebus Pinggiran luka melekuk keluar karena
kulit dari luar peluru menuju keluar.
Pinggiran luka mengalami abrasi Pinggiran luka tidak mengalami abrasi.
Bisa tampak kelim lemak. Tidak terdapat kelim lemak
Pakaian masuk kedalam luka, dibawa oleh peluru yang masuk. Tidak ada
Pada luka bisa tampak hitam, terbakar, kelim tato atau jelaga. Tidak ada
Pada tulang tengkorak, pinggiran luka bagus bentuknya. Tampak seperti gambaran mirip kerucut
Bisa tampak berwarna merah terang akibat adanya zat karbon Tidak ada
monoksida.
Disekitar luka tampak kelim ekimosis. Tidak ada
Luka tembak masuk Luka tembak keluar
Perdarahan hanya sedikit. Perdarahan lebih banyak
Pemeriksaan radiologi atau analisis aktivitas netron Tidak ada
mengungkapkan adanya lingkaran timah / zat besi di sekitar
luka.

C. PENANGANAN TRAUMA MEKANIK


Menurut Chandra (2012), penanganan trauma mekanik dilakukan dengan cara:
1. ABCDE dalam trauma
Pengelolaan trauma ganda yang berat memerlukan kejelasan dalam
menetapkan prioritas. Tujuannya adalah yang mengancam jiwa dengan survey
primer seperti: Obstruksi jalan napas, cidera dada dengan kesukaran bernapas,
perdarahan berat eksternal dan internal dan cidera abdomen. Jika ditemukan lebih
dari satu orang korban maka pengelolaan dilakukan berdasar prioritas (triage). Hal
ini tergantung pada pengalaman penolong dan fasilitas yang ada. Survey ABCDE
(Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure) ini disebut survey primer
yang harus selesai dilakukan dalam 2 – 5 menit. Terapi dikerjakan serentak jika
korban mengalami ancaman jiwa akibat banyak sistem yang cidera.:
a. Airway
Menilai jalan napas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernapas
dengan bebas? Jika ada obstruksi maka lakukan: Chin lif / Jaw Thrust (lidah itu
bertaut pada rahang bawah), suction / hisap (jika alat tersedia), guedel airway /
nasopharyngeal airway, intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada
posisi netral
b. Breathing
Menilai pernapasan cukup. Sementara itu menilai ulang apakah jalan
napas bebas. Jika pernapasan tidak memadai maka lakukan dekompresi rongga
pleura (pneumotoraks), dan utuplah jika ada luka.
c. Circulation
Menilai sirkulasi atau peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah
jalan napas bebas dan pernapasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai maka
lakukan: hentikan perdarahan eksternal, segera pasang dua jalur infus dengan
jarum besar (14 – 16 G) dan berikan cairan infus.
d. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respons
terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS
(Glasgow Coma Scale). Dilakukan AVPU (Awake, Verbal (Respon bicara), Pain
(Respon Nyeri), Unrespon (Tak ada respon). Cara ini cukup jelas dan cepat.
e. Exposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera
yang mungkin ada. Jika ada kecurigaan cidera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in-lineharus dikerjakan.
2. Pengelolaan Jalan Napas
Prioritas pertama adalah membebaskan jalan napas dan
mempertahankannya agar tetap bebas. Bicara kepada pasien : Pasien yang dapat
menjawab dengan jelas adalah tanda bahwa jalan napasnya bebas. Pasien yang
tidak sadar mungkin memerlukan jalan napas buatan dan bantuan pernapasan.
Penyebab obstruksi pada pasien tidak sadar umumnya adalah jatuhnya pangkal
lidah ke belakang. Jika ada cidera kepala, leher atau dada maka pada waktu
intubasi trachea tulang leher (cervical spine) harus dilindungi dengan imobilisasi
in-line : berikan oksigen dengan sungkup muka (masker) atau kantung napas
(selfinvlating), menilai jalan napas : tanda obstruksi jalan napas antara lain: suara
berkumur, suara napas abnormal (stridor), pasien gelisah karena hipoksia, bernpas
menggunakan otot napas tambahan atau gerak dada paradox, dan sianosis,
menjaga stabilitas tulang leher dan pertimbangkan untuk memasang jalan napas
buatan.
Indikasi tindakan ini adalah: obstruksi jalan napas yang sukar diatasi,
luka tembus leher dengan hematoma yang membesar, apnea, hipoksia, trauma
kepala berat, trauma dada, trauma wajah / maxillo-facial, dan pengelolaan napas
(ventilasi). Prioritas kedua adalah memberikan ventilasi yang adekuat.
1) Inspeksi / lihat frekuensi napas (Look) : adakah hal- hal berikut: sianosis, luka
tembus dada, flail chest, sucking wounds, dan gerakan otot napas tambahan
2) Palpasi / raba (Feel) : pergeseran letak trakea, patah tulang iga, emfisema
kulit, dengan perkusi mencari hemotoraks dan atau pneumotoraks.
3) Auskultasi / dengar (Listen) : suara napas, detak jantung, bising usus, suara
napas menurun pada pneumotoraks, suara napas tambahan/abnormal,
tindakan resusitasi

3. Survey Sekunder
Survei sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil. Bila
sewaktu survei sekunder kondisi pasien memburuk maka kita harus kembali
mengulai Survey Primer. Semua prosedur yang dilakukan harus dicatat dengan
baik. Pemeriksaan dari kepala sampai ke jari kaki (head to toe examination)
dilakukan dengan perhatian utama:
a. Pemeriksaan kepala : kelainan kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar
dan membran timpani dan cidera jaringan lunak periorbital
b. Pemeriksaan leher : luka tembus leher, emfisema subkutan, deviasi trachea
dan vena leher yang mengembang
c. Pemeriksaan neurologis : penilaian fungsi otak dengan GCS (Glasgow Coma
Scale), penilaian fungsi medula spinalis dengan aktivitas motorik dan
penilaian rasa raba / sensasi dan refleks
d. Pemeriksaan dada : clavicula dan semua tulang iga, suara napas dan jantung,
pemantauan ECG (bila tersedia)
e. Pemeriksaan rongga perut (abdomen) :luka tembus abdomen memerlukan
eksplorasi bedah, pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma tumpul
abdomen kecuali bila ada rauma wajah, periksa dubur (rectal toucher), pasang
kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus externus
f. Pelvis dan ekstremitas : cari adanya fraktura (pada kecurigaan fraktur pelvis
jangan melakukan tes gerakan apapun karen amemperberat perdarahan, cari
denyut nadi perifer pada daerah trauma, cari luka, memar dan cidera lain
g. Pemeriksaan sinar-X (bila memungkinkan) untuk: dada dan tulang leher
(semua 7 ruas tulang leher harus nampak), pelvis dan tulang panjang, tulang
kepala untuk melihat adanya fraktur bila trauma kepala tidak disertai defisit
neurologis fokal.

DAFTAR PUSTAKA
Apuranto, Hariadi. 2015. Luka Akibat Benda Tumpul. [online]. Termuat dalam:
www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/../LUKA%20TUMPUL.pdf.
Diakses pada tanggal 11 April 2020.
Boswick, John A. 2013. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta. EGC.
Chandra. 2012. Konsep Trauma Mekanika. [online]. Termuat dalam:
https://chandrarandy24.wordpress.com/2012/10/08/konsep-trauma-
mekanika/amp/. Diakses pada tanggal 11 April 2020.
Gupta B, Sian I, Agrawal R. 2014. Ophthalmic Trauma: Risk and Management.
Jakarta: Expert Rev Ophthalmol.
Nayduch, Donna. 2014. Nurse to Nurse Perawatan Trauma: Trauma Care.
Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai