Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bencana alam atau musibah yang menimpa di suatu negara dapat saja datang

secara tiba-tiba, sehingga masyarakat yang berada di lokasi musibah bencana,

tidak sempat melakukan antisipasi pencegahan terhadap musibah tersebut. Secara

geografis wilayah Indonesia terletak di dalam jalur lingkaran bencana gempa

(ring of fire)., dimana jalur sepanjang 1.200 km dari Sabang sampai Papua

merupakan batas-batas tiga lempengan besar dunia yaitu : lempengan Indo-

Australia, Eurasia dan Pasifik akan berpotensi memicu berbagai kejadian bencana

alam yang besar. Indonesia juga berada pada tiga sistem pegunungan (Alpine

Sunda, Circum Pasifik dan Circum Australia). Indonesia memiliki lebih 500

gunung berapi di antaranya 128 statusnya masih aktif, dan merupakan negara

kepulauan karena 2/3 dari luas Indonesia adalah laut, memiliki hampir 5.000

sungai besar dan kecil dan 30% diantaranya melintasi wilayah padat penduduk.

Hadi Purnomo & Ronny Sugiantoro (th:hal) menyebutkan bahwa 87%

wilayah Indonesia adalah rawan bencana alam, sebanyak 383 kabupaten atau

kotamadya merupakan daerah rawan bencana alam dari 440 kabupaten atau

kotamadya di seluruh Indonesia. Selain itu kondisi Indonesia dengan jumlah

penduduk yang besar dan tidak merata, keanekaragaman suku, agama, adat

istiadat, budaya dan golongan menyebabkan Indonesia sangat rawan terhadap


bencana alam. Bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir, gunung

meletus, tanah longsor, dan angin topan yang sering terjadi di Indonesia tentu

berdampak kehancuran, juga menyebabkan penderitaan dan kerugian baik bagi

masyarakat maupun negara.

Dengan seringnya bencana alam yang terjadi di Indonesia, untuk itu

diperlukan manajemen risiko bencana (disaster risk management) untuk

penanganan bantuan terhadap bencana secara lebih baik dan sistematis.

Permasalahan yang timbul adalah masih banyaknya warga masyarakat Indonesia

yang belum mengetahui dan memahami tentang apa itu bencana, bagaimana cara

mengantisipasi dan mengatasi bencana, sehingga risiko yang ditimbulkan akibat

bencana tersebut seminimal mungkin, dan siapa yang bertanggung jawab terhadap

bencana tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Bagaimanakah aplikasi pengelolaan penangulangan bencana padasetiap

fasenya?

1.3. Tujuan

1.3.1. Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan penangulangan bencana padasetiap

fasenya.

1.3.2. Untuk mengetahui bagaimana aplikasi pengelolaan penangulangan bencana

padasetiap fasenya.

1.4. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan dalam mata kuliah

keperawatan Bencana.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian bencana

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 menyatakan bencana adalah peristiwa atau

rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan

masyarakat baik oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia sehingga

mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian

harta benda, dan dampak psikologis. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan

oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain

berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan

tanah longsor. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa

atau rangkaian peristiwa non alam berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,

epidemi dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh

peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi

konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.

2.2. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

2.1.1 Tahap Pra Bencana

Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunya mulai saat

sebelum terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact. Tahap ini dipandang

oleh para ahli sebagai tahap yang sangat strategis karena pada tahap pra bencana ini

masyarakat perlu dilatih tanggap terhadap bencana yang akan dijumpainya kelak.
Latihan yang diberikan kepada petugas dan masyarakat akan sangat berdampak

kepada jumlah besarnya korban saat bencana menyerang (impact), peringatan dini

dikenalkan kepada masyarakat pada tahap pra bencana.

Pada tahap pra bencana ini mencakup kegiatan, seperti :

a. Pencegahan (prevension)

Bencana dapat terjadi kapan saja dan kita tidak dapat memprediksi kapan

terjadinya. Akibat yang ditimbulkan akan lebih besar bagi mereka yang tidak

mempersiapkan diri terhadap kemungkinan timbulnya bencana. Mengenal resiko

bencana merupakan hal yang perlu, bahkan sampai merupakan hal yang mutlak.

Mengenali resiko bencana bisadimulai dari lingkungan hidup.

Pengurangan resiko bencana merupakan suatu pendekatan praktis sistematis

untuk mengidentifikasi atau mengenali, mengkaji dan mengurangi risiko yang

ditimbulkan akibat kejadian bencana. Pencegahan merupakan suatu upaya untuk

menghilangkan atau mengurangi kemungkinan timbulnya suatu ancaman. Kegiatan

yang bisa dilakukan dalam upaya pencegahan ini adalah misalnya dengan pembuatan

bendungan untuk menghindari terjadinya banjir, biopori, penanaman tanaman keras

di lereng bukit, dan sebagainya. Namun tetap harus diwaspadai karena pencegahan

tidak bisa 100% efektif terhadap sebagian besar bencana.

b. Mitigasi Bencana

Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,

baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan


menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 tentang

penyelenggaraan Penanggulangan Bencana).

Mitigasi dibagi menjadi dua macam, yaitu mitigasi structural dan mitigasi non

structural.

a) Mitigasi structural

Mitigasi strukural merupakan upaya untuk meminimalkan bencana yang

dilakukan melalui pembangunan berbagai prasarana fisik dan menggunakan

pendekatan teknologi, seperti pembuatan kanal khusus untuk pencegahan banjir,

alat pendeteksi aktivitas gunung berapi, bangunan yang bersifat tahan gempa,

ataupun Early Warning System yang digunakan untuk memprediksi terjadinya

gelombang tsunami. Mitigasi struktural adalah upaya untuk mengurangi

kerentanan (vulnerability) terhadap bencana dengan cara rekayasa teknis

bangunan tahan bencana. Bangunan tahan bencana adalah bangunan dengan

struktur yang direncanakan sedemikian rupa sehingga bangunan tersebut mampu

bertahan atau mengalami kerusakan yang tidak membahayakan apabila bencana

yang bersangkutan terjadi. Rekayasa teknis adalah prosedur perancangan struktur

bangunan yang telah memperhitungkan karakteristik aksi dari bencana.

b) Mitigasi non structural

Mitigasi non–struktural adalah upaya mengurangi dampak bencana selain dari

upaya tersebut diatas. Bisa dalam lingkup upaya pembuatan kebijakan seperti

pembuatan suatu peraturan. Undang-Undang Penanggulangan Bencana (UU PB)

adalah upaya non-struktural di bidang kebijakan dari mitigasi ini. Contoh lainnya
adalah pembuatan tata ruang kota, capacity building masyarakat, bahkan sampai

menghidupkan berbagai aktivitas lain yang berguna bagi penguatan kapasitas

masyarakat, juga bagian dari mitigasi ini. Ini semua dilakukan untuk, oleh dan di

masyarakat yang hidup di sekitar daerah rawan bencana.

Tujuan dari strategi mitigasi adalah untuk mengurangi kerugian-kerugian pada

saat terjadinya bahaya pada masa mendatang. Tujuan utama adalah untuk

mengurangi risiko kematian dan cedera terhadap penduduk. Tujuan-tujuan

sekunder mencakup pengurangan kerusakan dan kerugian-kerugian ekonomi yang

ditimbulkan terhadap infrastruktur sektor publik dan mengurangi kerugian-

kerugian ekonomi yang ditimbulkan terhadap infrastruktur sektor publik dan

mengurangi kerugian-kerugian sektor swasta sejauh hal-hal itu mungkin

mempengaruhi masyarakat secara keseluruhan. Tujuan-tujuan ini mungkin

mencakup dorongan bagi orang-orang untuk melindungi diri mereka sejauh

mungkin.

c. Kesiapsiagaan (preparedness)

Kesiapsiagaan yaitu persiapan rencana untuk bertindak ketika terjadi ( atau

kemungkinan terjadi) bencana. Perencanaan terdiri dari perkiraan terhadap

kebutuhan-kebutuhan dalam keadaan darurat dan identifikasi atas sumber daya

yang ada untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Perencanaan ini dapat mengurangi

dampak buruk dari suatu ancaman.

Adapun kegiataa-kegiatan dalam kesiapsiagaan adalah sebagai berikut :


a) Menyiapkan bahan perencanaan kebijakan di bidang kesiapsiagaan pada pra

bencana, peringatan dini dan mitigasi bencana

b) Menyiapkan bahan pedoman teknis dan standart di bidang kesiapsiagaan pada

pra bencana, peringatan dini dan mitigasi bencana

c) Menyiapkan bahan pelaksanaan kebijakan di bidang kesiapsiagaan pada pra

bencana, peringatan dini dan mitigasi bencana

d) Menyiapkan bahan kerjasama di bidang kesiapsiagaan pada pra bencana,

peringatan dini dan mitigasi bencana

e) Menyiapkan bahan pengendalian dan pengawasan di bidang kesiapsiagaan

pada pra bencana, peringatan dini dan mitigasi bencana

f) Menyiapkan bahan dan menyusun laporan di bidang Kesiapsiagaan pada pra

bencana

g) Menyiapkan bahan fasilitasi di bidang Kesiapsiagaan pada pra bencana,

peringatan dini dan mitigasi bencana

h) Menyiapkan bahan evaluasi di bidang Kesiapsiagaan pada pra bencana,

peringatan dini dan mitigasi bencana

2.1.2. Tanggap Darurat (Emergency Response)

Tanggap bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera

pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang

meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan

kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan serta

pemulihan.
Kegiatan pada fase ini seperti memberikan bantuan dan pertolongan

kemanusiaan pada fase darurat penanggulangan bencana, meliputi bantuan logistic,

pengoperasian dapur umum, pos air minum, dukungan psikososial anak-anak korban

bencana’ kebersihan dan sanitasi, kesehatan serta pencarian dan penyelamatan

korban.

2.1.3. Pasca Bencana

a. Pemulihan (recovery)

Bencana yang terjadi bisa mengakibatkan penderitaan bagi masyarakat, baik

berupa korban jiwa manusia, kerugian harta benda maupun kerusakan lingkungan,

serta musnahnya hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai, antara lain kerusakan

sarana dan prasarana serta fasilitas umum, penderitaan masyarakat, dan sebagainya.

Contohnya seperti pembangunan sarana fasilitas umum, sekolah darurat, sarana

sanitasi dan jembatan penghubung.

b. Rekontruksi

Rekontruksi adalah proses pembangunan kembali semua sarana prasarana,

kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun

masyarakat dengan sarana utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan

perekonomian, social dan budaya.penegakkan hukum dan ketetiban, dan bangkitnya

peran serta masyarakatdalam segala aspekkehidupan masyarakat padawilayah pasca

bencana.

Anda mungkin juga menyukai