TINJAUN PUSTAKA
A. Definisi
Glaukoma merupakan penyakit kronis yang terus berkembang dengan lambat dan
kadang-kadang berkembang tanpa disadari penderita sehingga mencapai tingkat lanjut
(Vaughan D & Riodan P, 2000).
Penelitian yang lebih cermat pada tahap awal memperlihatkan adanya remisi dan
eksaserbasi dari gangguan aliran keluar dan peninggian tekanan intraocular.
Penyebab tersering terjadinya glaukoma adalah TIO > 24 mmHg. Peninggian TIO
terjadi apabila:
Menyebapkan penekanan pada saraf optikus sewaktu saraf tersebut keluar dari
bola mata sehingga terjadi kematian sel-sel saraf. Mula-mula timbul penglihatan perifer
yang di ikuti gangguan penglihatan sentral. Kebutaan akibat glaucoma biasanya timbul
secara bertahap, tetapi dapat berkembang haya dalam beberapa hari apabila tekanan
intraokuler mendadak menjadi sangat tinggi
1. Glaukoma akut di tandai oleh nyeri mata hebat dan kekaburan penglihatan
mendadak. Pupil tetap berdilatasi dan tidak berespon terhadap cahaya.
2. Glaukoma kronik di tandai oleh penurunan secara lambat ketajaman penglihatan
dan kekaburan, yang di mulai di penglihatan periver. Dapat timbul nyeri kepala
dan nyeri mata seiring dengan perburukan keadaan (Elizabeth, 2000). —
E. Klasifikasi Glaukoma
Berikut ini adalah klasifikasi glaucoma menurut Brunner dan Suddarth tahun
2001, secara skematis berdasarkan etiologinya.
1. glaucoma primer
Glaukoma sudut terbuka primer adalah bentuk glaukoma yang sering dijumpai
dan biasanya ditemukan tanpa sengaja. Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut
terbuka primer adalah proses degeneratif di jalinan trabekular, termasuk pengendapan
bahan ekstrasel di dalalm jalinan dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm.
Akibatnya adalah terjadinya penurunan drainase humor akuos yang menyebabkan
peningkatan TIO.
Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga
iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor
aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena
peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang
mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan
meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata yang berat, penglihatan yang kabur dan
terlihat hal. Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan
terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.
4. Glaukoma mekanisme-kombinasi
Glaukoma mekanisme-kombinasi adalah kombinasi dua atau lebih bentuk
kelompok ini. Gllaukoma sudut sudut terbuka yang mengalami komplikasi glaukoma
penutupan-sudut (atau penyempitan sudut yang menghambat aliran humor aqueus) adalah
bentuk yang paling sering pada glaukoma mekanisme-kombinasi.
F. komplikasi
G. Evaluasi diagnostik
Penegakan diagnostik glaukoma meliputi pemeriksaan mata dengan oftalmoskop
untuk mengkaji kerusakan saraf optokus, tonometri untuk mengukur TIO, perimetri untuk
mengukur luas lapang pandang, dan riwayat okuler dan medis.
Glaukoma sudut terbuka primer merupakan tipe glaukoma yang paling sering,
namun paling sulit di ketahui lebih awal karena pasien tak menunjukan gejala sampai
pada perjalanan penyakit lebih lanjut. Awitannya insividius, progreif lambat, dan
kehilangan lapang pandang perifer tidak di rasakan. Ketika kehilangan lapang pandang
menjadi jelas bagi pasien, kerusakan ireversibel, ekstensif saraf optikus biasanya sudah
terjadi. Pemeriksaan oftamologis sangant di perlikan untuk mendiagnosis penyakit ini
seawal mungkin agar dapat di berikan terapi seawal mungkin agar dapat terapi yang
memadai untuk mencegah kehilangan penglihatan yang bermakna dan kebutaan.
Glaukoma sudut terbuka primer mempunyai prevalensi yang sangat tinggi sehingga
pengkajian glaukoma harus dilakukan sebagai pemeriksaan penyarig pada usia baya dan
sebagai pemeriksaan oftalik umum. Glaukoma sudu terbuka primer merupakan penyakit
bilatera, tetapi kerusakannya sering asimetris. Salah satu mata biasanya terpengaruh lebih
awal dan lebih berat dari yang lainya (Brunner & Suddarth, 2001).
H. Penatalaksaan
Tujuan penatalaksaan glaukoma adalah menurunkan TIO ke tingkat yang konsisten
dengan mempertahankan penglihatan. Penatalaksaan bisa berbeda bergantung pada
klasifikasi penyakit dan responnya terhadap terapi. Terapi obat, pembedahan laser,
pembadahan konvensional dapat dipergunakan untuk mengontrol kerusakan progresif
yang di sebapkan oleh glaukoma (Brunner & Suddarth, 2001).
I. Farmakoterapi
Kebanyakan obat mempunyai efek samping, yang biasanya menghilang 1
atau 2 minggu. Namun pada beberapa kasus, obat perlu di hentikan karena pasien
tidak dapat mentoleransinya. Efek samping yang biasa pada pemakayan obat
topikal adalah pandangan kabur; pandangan meremang, khususnya menjelang
malam; dan kesulitan memfouskan pandangan. Kadang-kadang frekuensi denyut
jantung dan respirasi juga berpengaruh.
Obat sistemik dapat menyebapkan rasa kesemutan pada jari dan jari kaki,
pusing, kehilangan nafsu makan, defekasi tidak teratur, dan, kadang batu ginjal.
Antagonis Beta- adrenregik. Antagonis Beta- adrenregik topikal kini
merupakan bahan hipotensif yang paling banyak digunakan karena efektivitasnya
pada berbagai macam glaukoma dan tidak menyebapkan efek samping yang bisa
disebapkan oleh obat lain. Antagonis Beta- adrenregik menurunkan tekanan TIO
dengan mengurangi pembentukan humor aqueus. Menghambat beta-adrenergik
nonseletif mengenai baik reseptor beta-1 maupun beta-2 penghambat beta yang
umum adalah timolol, levobunolol (Betagen), dan optipranolol (Metipranolol),
bahan selektif-beta, seperti batak solo (Betoptic), hanya mempengaruhi tempat
reseptor beta tertentu. Dengan menggunakan obat ini dapat mempengaruhi efek
samping kardiopulmonal yang sering di jumpai pada obat non-selaktif beta seperti
distres pernapasan, blok jantung, dan hipotensi.
Bahan kolinerjik. Bahan kolinerjik topikal (misal, pilokarpin hidrokorida,
1%-4%, asetil kolin klorida, karbakol) di gunakan pada glaukoma jangka pendek
dengan penyumbatan pupil akibat efek langsungnya pada reseptor parasimpatis
iris dan badan silier. Sebagai akibatnya, sfingter pupil akan berkontraksi, iris
mengencang, volume jaringan iri pada sudut akan berkurang. Dan iris akan
tertarik mejauhi jaring-jaring trabekula. Perubahan ini memungkinan humor
aqueus mencapai saluran keluar dan akibatnya terjadi penurunan TIO.
Agonis adrenergik, Agonis adrenergik digunakan bersamaan penghambat
beta-adrenergik. Berfungsi salig sinergis bukan berlawanan. Agonis adrenergik
menurunkan IOP dengan meningkatkan aliran keluar humor aqueus, memperkuat
dilatasi pupil, menurunkan produksi humor aqueus, dan menyebapkan kotriksi
pembuluh darah konjungtiva. Contoh epinefrin, neosynehprine.
Inhibitor adrenasi karbonat. Inhibitor adrenasi karbonat, misalnya
asetazolamid (Diamoks), diberikan secara sistemik untuk menurunkan IOP
dengan menurunkan pembuatan humor aqueus. Di gunakan untuk menangani
glaukoma sudut terbuka (jangka panjang) menangani glaukoma penutupan sudut
(jangka pendek).
Diuretika osmotik. Diuretika osmotik merupakan bahan hiperosotik oral,
dapat menurunkan IOP dengan meningkatkan osmolaritas plasma dan menarik air
mata dalam peredaran darah. Digunakan dalam penanganan jangka pendek
glaukoma akut. Digunakan untuk menurunkan TIO preoperatif sehingga
pembedahan dapat dilakukan dengan tekanan mata yang lebih normal.
2. Badah laser untuk glaukoma
Pembedahan laser untuk memperbaiki aliran humor aqueus dan
menurunka TIO dan dapat di indikasikan sebagai penanganan primer untuk
glaucoma, atau bisa juga di gunakan bila obat terapi tidak bisa lagi di toleransi,
atau tidak dapat menurunkan TIO dengan adekuat.
3. Bedah konvensional
Prosedur bedah konvensional di lakukan bila teknik laser tidak berhasil.
Iridektomi perifer atau sektoral di lakukan untuk mengangkat sebagian
iris untuk memungkinkan aliran humor aqueus dari kamera posterior ke kamera
anterior. Di indikasikan pada penanganan glaukoma dengan penyumbatan pupil
bila pembedahan laser tidak berhasil atau tidak tersedia.
Trabekulektomi di lakukan untuk menciptakan saluran pengaluran baru
melalui sklera (Brunner & Suddarth, 2001).
I. ASUHAN KEPARAWATAN.
1. Pengkajian
a. Pengkajian
1. Aktivitas / Istirahat :
Perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan gangguan
penglihatan.
2. Makanan / Cairan :
Mual, muntah (glaukoma akut)
3. Neurosensori :
Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau
dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja
dengan dekat/merasa di ruang gelap (katarak).
Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar,
kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut).
Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda :
Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan.
Peningkatan air mata.
4. Nyeri / Kenyamanan :
Ketidaknyamanan ringan/mata berair (glaukoma kronis)
Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala
(glaukoma akut).
5. Penyuluhan / Pembelajaran
Riwayat keluarga glaukoma, DM, gangguan sistem vaskuler.
Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan
vena), ketidakseimbangan endokrin.
Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
b. Pemeriksaan Diagnostik
1. Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan
sentral penglihatan): Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa,
aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau
penglihatan ke retina atau jalan optik.
2. Lapang penglihatan: Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor
pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
3. Pengukuran tonografi: Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)
4. Pengukuran gonioskopi: Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut
tertutup glaukoma.
5. Tes Provokatif: digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO
normal atau hanya meningkat ringan.
6. Pemeriksaan oftalmoskopi: Mengkaji struktur internal okuler, mencatat
atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma.
7. Darah lengkap, LED: Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
8. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan
aterosklerosisi,PAK.
9. Tes Toleransi Glukosa: menentukan adanya DM.
2. Diagnosa keperawatan.
1. ketakutan atau ansietas yang berhubungn dengan kerusakan sensori dan
kurangnya pengalaman mengenai perawatan pasca operasi danpemberian obat.
2. resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan atau
kurang pengetahuan
3. Nyeri: berhubungan dengan peingatan tekanan intra okuler.
3. Intervesi
1. ketakutan atau ansietas yang berhubungn dengan kerusakan sensori
dan kurangnya pengalaman mengenai perawatan pasca operasi
danpemberian obat.
Vaughan D & Riodan P, (2000), Ophtalmology Umum, Ed. 14, Jakarta: Widya
Medika, 220-37.
Crowin, E, (2000), patofisiologi, jakarta: EGC, 219-220.
Brunner & suddarth, (2000), Keperawatan Medikal Bedah,Ed. 8, jakata: EGC,
2001-2003 dan 2006-2009.